Pola hubungan guru dan murid dalam persp

POLA HUBUNGAN GURU DAN
MURID
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah “Ilmu Pendidikan Islam”

Disusun Oleh
AFIDAH ISNAWATI

(210308105)

Dosen Pengampu :
BASUKI AS’ADI, M.Ag.

JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO

2010

0

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Kegiatan belajar mengajar tidaklah berproses dalam kehampaan tetapi
dilakukan dengan penuh makna, di dalamnya terdapat sejumlah norma untuk
ditanamkan ke dalam ciri setiap anak didik.
Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja
diciptakan, gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik.
Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur
manusiawi ini lahirlah interaksi educatif dengan memanfaatkan bahan sebagai
mediumnya. Di sana semua komponen pengajaran diperankan secara optimal
guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran
dilaksanakan.
Untuk mencapai kegiatan belajar dan proses pendidikan yang optimal
maka dalam makalah ini kami akan membahas tentang pola hubungan guru
dan murid dalam perspektif islam.


B.

Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian serta fungsi guru dan murid?
2. Bagaimana Sikap guru terhadap murid dan murid terhadap guru?
3. Apa yang dibutuhkan peserta didik?
4. Bagaimana model hubungan antara guru dan siswa?

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Serta Fungsi Guru Dan Murid
Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang
mengajar. Dalam bahasa Inggris dijumpai kata teacher yang berarti pengajar.
Selain itu terdapat kata tutor yang berarti guru pribadi yang mengajar di
rumah, mengajar ekstra, memberi les tambahan pelajaran, educator, pendidik
dan lain-lain.1
Dalam bahasa arab istilah yang mengacu pada arti guru adalah lebih

banyak lagi seperti al-‘alim atau al-mu’alim, yang berari orang yang
mengetahui dan banyak digunakan para ulama/ahli pendidik untuk menunjuk
pada arti guru.2
Sebagian ulama yang menggunakan istilah mudaris untuk arti orang
yang mengajar atau orang yang memberi pelajaran. Namun dibandingkan
dengan kata al-mu’alim lebih banyak dari penggunaan kata al-mudarris. Selain
itu terdapt pula istilah al-mu’adib yang merujuk kepada guru yang secara
khusus mengajar di istana.
Istilah guru sebagaimana yang telah dijelaskan oleh hadari manawi
adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di
sekolah/kelas secara lebih khusus lagi ia mengatakan bahwa guru adalah orang
yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung
jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing baru
dalam pengertian tersebut menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri di
depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu akan tetapi
adalah anggota masyrakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif

1

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Duru Dan Murid (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2001), h. 41.
2
Ibid., h. 42.

2

dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota
masyarakat sebagai orang dewasa.3
Berdasarkan petunjuk alq terdapat empat hal yang berkenaan dengan
guru. Pertama, seorang guru harus memiliki kecerdasan intelektual yang
tinggi, sehingga mampu menangkap pesan-pesan ajaran, hikmah, petunjuk,
dan rahmat dari segala ciptaan tuhan, serta memiliki potensi bathiniyah yang
kuat sehingga ia dapat mengarahkan hasil kerja dari kecerdasannya untuk
diabdikan kepada tuhan. Kedua, seorang guru harus mampu mempergunakan
kemampuan intelektual dan emosional spiritualnya untuk memberikan
peringatan kepada manusia lainnya, sehingga manusia-manusia tersebut dapat
beribadah kepada Allah swt. Ketiga, seorang guru harus dapat membersihkan
diri orang lain dari segala perbuatan dan akhlak yang tercela. Keempat,
seorang guru harus berfungsi sebagai pemelihara, pembina, pengarah,
pembimbing dan pemberi bekal ilmu pengetahuan, pengalaman dan

keterampilan kepada orang-orang yang memerlukannya.
Pengertian dan fungsi guru sebagaimana yang diungkapkan dalam alq
dan sunnah di atas, sejalan pula dengan pengertian dan fungsi guru dalam arti
profesional. Dalam diskui pengembangan model pendidikan profesional
tenaga kependidikan yang diselenggarakan oleh pps ikip bandung tahun 1990,
dirumuskan sepuluh ciri atau profesi, yaitu :1. memiliki fungsi dan
signifikansi

sosial,

2.

memiliki

keahlian

dan

keterampilan


dengan

menggunakan teori dan metode ilmiah, 3. didasarkan atas disiplin ilmu yang
jelas, 4. diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama, 5.
aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional. 6. memiliki kode etik, 7.
kebebasan untuk memberikan keputusan dalam memecahkan masalah dalam
lingkup kerjanya, 8. memiliki tanggung jawab profesional dan otonami, 9.
memperoleh pengakuan dari masyarakat dan, 10. mendapatkan imbalan dari
kerja profesionalnya.4

3

Basuki dan Mifathul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo : STAIN Po
Press, 2007), h. 79.
4
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Duru Dan Murid. h 43.

3

Kata murid berasal dari bahasa arab ‘arada, yuridu iradatan, muridan

yang berarti oranbg yang menginginkan (teh whiller), dan menjadi salah satu
dari sifat allah swt. Yang berarti maha menghendaki. Pengertian seperti ini
dpat dimengerti karena seorang murid adalah seorang yang menghendaki agar
mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kepribadian
yang baik untuk bekal hidupnya agar berbahagia di dunia dan akhirat dengan
jalan belajar yang sungguh-sungguh. Istilah murid digunakan dalam ilmu
tasawuf orang yang belajar mendalami ilmu kepada seorang guru yang
dinamai syaikh.
Selain kata murid, dijumpai pula kata al-tilmidz, berasal dari bahasa
arab. Namun tidak mempunyai akar kata dan berarti pelajar. Kata ini
digunakan untuk menunjuk kepada murid yang belajar di madrasah. Istilah ini
antara lain digunakan oleh ahmad tsalabi.5
Selanjutnya terdapat pula kata al-mudarris, berasal dari bahasa arab,
darasa yang berarti orang yang mempelajari sesuatu. Kata ini dekat dengan
kata madrasah, dan seharusnya digunakan untuk arti pelajar pada suatu
madrasah, namun dalam paktiknya tidak demikian. Istila ini antara lain
digunakan oleh anwar al-jundi.6
Dengan demikian, dalam arti thalib, seorang murid lebih bersifat aktif,
mandiri, kreatif dan tidak bergantung kepada guru. Bahkan dalam beberapa ha
lia dapat meringkas, mengkritik dan menambahkan informasi yang

disampaikan oleh guru atau yang lebih dikenal dengan dosen atau supervisor.
Dalam konteks ini seorang dosen harus bersikap demokratis, memberi
kesempatan dan ,enciptakan suasana kelas yang bebas, untuk mendorong
mahasiswa untuk memecahkan maslah-masalah yang mereka hadapi.
Kesempatan belajar yang diciptakan oleh dosen adalah agar merangsang
mahasiswa belajar, berpikir, melakukan penalaran yang memungkinkan para
mahasiswa dan dosen tercipta sebagai mitra belajar. Minat dan pemahaman,
timbal balik antara dosen dan mahasiswa ini akan memperkaya kurikulum dan
kegiatan belajar mengajar pada kelas yang bersangkutan.
5
6

Ibid.
Ibid.

4

B. Sikap Guru Terhadap Murid Dan Murid Terhadap Guru
Sikap guru terhadap murid
Sikap merupakan cermin kepribadian diri seseorang, begitu juga

dengan seorang pendidik yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Ibnu
jammah misalnya menyebutkan seorang pendidik atau guru dalam
menghadapi muridnya hendaknya :
1. Bertujuan mengharap keridloan allah swt, menyebarkan ilmu dan
menyebarkan syriat islam.
2. Memiliki niat yang baik.
3. Menyukai ilmu dan mengamalkannya.
4. Menghormati kepribadian para pelajar ketika pelajar tersebut salah atau
lupa, karena guru sendiri terkadang juga lupa.
5. Memberikan peluang terhadap pelajaran yang menunjukkan dan
kecerdasan.
6. Memberikan pemahaman menurut kadar kesanggupan murid-murid.
7. Mendahulukan memberikan ujian dari pada hukuman.
8. Menghormati muridnya.
9. Tidak mengajarkan suatu mata pelajaran yang tidak diminati oleh para
siswa.
10. Memperlakukan siswa secara adil dan tidak pilih kasih.
11. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) kepada para pelajar.
Sementara itu imam muhyidin yahya ibn syarf al-nawawi, menyatakan
bahwa seorang guru ketika mengajar hendaknya berniat untuk memperoleh

keridloan Allah dan jangan menjadikannya sebagai perantara untuk
mendapatkan kemewahan duniawi, melainkan yang harus ditanamkan dalam
benaknya adalah untuk beribadah. Untuk itu maka diperlukan niat yang baik,
walaupun masalah itu terhitung cukup berat, terutama bagi orang yang
pertama kali melaksanakan tugas mengajar. Selain itu dia harus juga
menunjukkan kecintaan kepada ilmu pengetahuan dengan cara mengingat
manfaat dan keutamaan ilmu dan para ulama’sebagai pewaris nabi.

5

Selanjutnya sikap tersebut dibarengi dengan sebntiasa menunjukkan kebaikan
pada dirinya dan putera-puteranya dengan bersikap lemah lembut, sungguhsungguh memperbaiki budi pekertinya, bersikap sabar dalam menghadapi
percobaan dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari murid-muridnya
dengan cara melibatkan diri ke dalam perlakuan baik. Hal berikutnya yang
perlu dilakukan guru adalah menanyakan muridnya yang tidak hadir, berupaya
memperluas pemahamannya, memberikan nilai manfaat kepadanya, berusaha
memberikan pemahaman sesuai dengan tingkat kecerdasannya, tidak
memberikan beban yang tidak siap dipikul oleh murid, tidak pula memberikan
tugas yang terlalu ringan, mengajar masing-masing individu dengan tingkat
kecerdasan dan motivasinya.

Selanjutnya Ibnu Kholdun berpendapat bahwa seorang guru harus
mengajar secara bertahap, mengulang-ulang sesuai dengan pokok bahasan dan
kesanggupan murid, tidak memaksakan atau membunuh daya nalar siswa,
tidak berpindah dari satu topok ke topic yang lain sebelum topic yang pertama
dikuasainya, tidak memandang kulupan seabagai aib, tetapi agar mengatasinya
dengan cara mengulang, jangan bersikap keras terhadap murid, mendekatkan
murid pada pencapaian tujuan, memperlihatkan tingkat kesanggupan murid
dan menolongnya agar murid tersebut mampu memahami pelajaran.7
Sebagai seorang guru dituntut memiliki berbagai kemahiran atau
keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan metode
pengajaran yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua metode tetapi
lebih banyak dari itu.8
Sikap Murid Terhadap Guru
Dalam kitab ilmu Wa Adab Al-Alim Wa Al-Muta’alim, dikatakan
bahwa sikap murid sama dengan sikap guru, yaitu sikap murid sebagai pribadi
dan sikap murid sebagai penuntut ilmu. Sebagai pribadi seorang murid harus
bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah dan benar
dalam menangkap pelajaran, menghafal dan mengamalkannya.
7

Basuki dan Mifathul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam.
Saiful Bahri Ajaraman Dan Aswan Zain, Strategi Belajar Belajar (Jakarta: PT. Rineka
Cipta. Tt), h. 184
8

6

Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap rendah hati pada ilmu
dan guru. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia juga harsu
mencapai keridloan gurunya. Ia jangan menggunjing di sisi gurunya, juga
jangan menunjukkan perbuatan yang buruk, mencegah orang lain yang
menggunjing gururnya. Dan jika ia tidak sanggup mencegahnya, maka
sebaiknya ia harus menjauhi orang tersebut.
Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa seorang murid harus bersih
hatinya agar mendapatkan pancaran ilmu dengan mudah dari tuhan. Ia juga
harus menunjukkan sikap akhlak yang tinggi terutama terhadap gurunya,
pandai membagi waktu yang baik, memahami tata karma dalam majlis ta’lim,
berusaha menyenangkan hati seorang guru, tidak menunjukkan sikap yang
memancing ketidaksenangan guru, giat belajar dan sabar dalam menuntutu
ilmu. Di sini tampak suasana sufistik yang cukup tinggi dan menonjol.
Sikapyang demikian itu sebagai persyaratan untuk mencapai keberhasilan
dalam menuntut ilmu pengetahuan.
Diantara kewajiban-kewajiban yang harus senantiasa diperhatikan oleh
seorang siswa dan dikerjakan adalah sebagai berikut.
Sebelum mulai belajar, siswa itu harus terlebih dahulu membersihkan
hatinya dari segala sifat yang buruk karena belajar dan mengajara itu dianggap
sebagai ibadah.ibadah tidak sah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan
moral yang baik, seperti berkasta benar, ikhlas, takwa, rendh, hati, zuhud, dan
menerima apa yang ditentukan oleh tuhan, serta menjauhi sifat-sifat yang
buruk seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh.
Dengan belajar itu, ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan
fadhilah, mendekatkan diri kepada allah, bukanlah dengan maksud
menonjolkan diri, berbangga-bangga, dan agah-gagahan.
Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah air.
Tanpa ragu-ragu, sekalipun pergi ke tempat yang paling jauh, bila dikehendaki
untuk mendatangi guru.
Jangan terlalu sering mengganti guru, tetapi harus berpikir panjang
dulu untuk mengganti guru.

7

Hendaklah

ia

menghormati

guru

dan

memuliakannya

serta

mengagungkan karena Allah, dan berdaya pula menyenangkan hati guru
dengn cara baik.
Jangan

merepotkan

guru

dengan

banyak

pertanyaan,

jangan

meletihkan ia untuk menjawab, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk
di tempat duduknya, jangan berbicara, kecuali setelah mendapat ijin darinya.9

C. Kebutuhan Peserta Didik
Banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh peserta
didik adalah:
1. Kebutuhan fisik
Pendidikan membutuhkan pertumbuhan fisik juga harsu dapat
memberikan informasi yang menandai dengan pertumbuhan melalui
berbagai kegiatan bimbingan.
2. Kebutuhan social
Yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat
agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya.
Hubungan ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi
dan berprestasi dalam masyarakat.
3. Kebutuhan untuk mendapat status
Peserta didik juga butuh kebangsaan untuk diterima dan dikenal
sebagai individu yang berarti dalam kelompok teman sebayanya:
a. Kebutuhan mandiri
b. Untuk berprestasi
c. Di sayang dan dicintai
d. Curhat
e. Memiliki fasilitas hidup10

9

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam (Bandung :
Pustaka Setia 2003), h. 155.
10
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2006)

8

D. Model Hubungan Antara Guru Dan Siswa
Seorang ahli pendidikan dalam bukunya menceritakan pengalamannya
saat awal menjadi guru. Dengan gembira ia melihat bagaimna ghairah siswa
mengikuti pelajarannya, melakukan eksperimen, berdiskusi dan lain-lain
kegiatan yang ia ingat ketika ia masih kanak-kanak dan berstatus sebagai
siswa memang kegiatan-kegiatan tersebut merupakan hal yang sukar
dilupakan sebagai kegiatan yang menyenangkan. Dia merasa berbahagia sekali
mendapat kesempatan untuk belajar dan melakukan berbagai kesempatan
untuk bereksplorasi dalam rangka mengembangkan diri.
Selain ingat akan hal-hal yang sifatnya positif dia juga ingat
kelaukuannya sebagai siswa. Sebagai anak normal dia senang sekali dan
merasakan kebahagiaan jika berhasil dalam menggoda, “menipu”, berolokolok, serta lain-lain bentuk kenakalan seperti yang dilakukan oleh anak-anak
lain yang seusia dia. Kini sebagai guru dia takut mendapatkan “kanakalan”
yang dulu pernah ia perbuat.
Untuk

dapat

memahami

permaslahan

siswa,

guru

sebaiknya

memperhatikan delapan gambaran seorang guru seperti yang digambarkan
oleh Thomas Gordon sebagai berikut:
1. Guru yang baik adalah guru tenang (tetapi tidak “louyo”), tidak pernah
kehilangan ketenganannya, tidak pernah menunjukkan emosi yang
menyala.
2. Guru yang baik tidak pernah mempunyai syak wasangka terhadap siswa,
bertindak adil (tidak pernah membeda-bedakan siswa dari segi agama,
suku, asal-usul dan sebagainya yang dapat menimbilkan harga diri
rendah).
3. Guru yang baik adalah guru yang dapat menyembunyikan perasaannya
dari pandangan sisiwa.
4. Guru yang baik adalah guru yang memandang semua siswanya sama,
sehinga tidak mempunyai siswa kesayangan.

9

5. Guru yang baik adalah guru yang mampu menciptakan lingkungan belajar
yang menarik, bebas, memberi dorongan kepada siswanya untuk sadar dan
mau belajar demi belajar.
6. Guru yang baik adalah guru yang konsisten (ajeg, tetap), tidak pernah
berubah-ubah pendirian, lupa, berperasaan tinggi atau rendah, atau sering
berbuat kesalahan.
7. Guru yang baik adalah guru yang pandai, cekatan, mampu memberikan
jawaban semua pihak yang mengajukan pertanyaan menjadi puas,
bijaksana dalam memperlukan siswa.
8. Guru yang baik adalah guru yang sanggyp memberikan bantuan secara
maksimal kepada siswa sehingga siswa-siswa tersebut dapat berkembang
secara optimal di sekolah.11
9. Hubungan yang baik antara guru dengan siswa. Bagaimanakah hubungan
tersebut. Menurut Thomas Gordon, hubungan yang baik antara guru dan
siswa adalah hubungan yang:
10. Memiliki keterbukaan sehingga masing-masing pihak merasa bebas
bertindak dan saling menjaga kejujuran.
11. Mengandung rasa saling menjaga, saling membutuhkan, serta saling
berguna bagi pihak lain.
12. Diwarnai oleh rasa saling bergantung satu sama lain.
13. Masing-masing pihak merasa terpisah satu sama lain sehingga
memberikan

kesempatan

untuk

mengembangakan

keunikannya,

kreativitasnya dan individualisasinya.
14. Dirasakan oleh masing-masing pihak sebagai tempat bertemunya
kebutuhan-kebutuhan sehingga kebutuhan satu pihak hanya dapat
terpenuhi bersama-sama dengan dan terpenuhinya kebutuhan pihak lain.12
BAB III
PENUTUP
11
12

Suharsimi Ari Kunto, Manajemen Pengajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1993) h. 39.
Ibid., h. 40.

10

Kesimpulan
1. Pengertian dan fungsi guru dan muird adalah guru sebaimana dijelaskan oleh
hadari nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan
pelajaran. Sedangkan murid adalah orang yamng menghendaki agar
mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan lain-lain.
2.
a. Sikap guru terhadap murid dalam pendidikan islam seharusnya seorang
guru bertindak, bersikap, dan berperilaku dalam proses pendidikan sesuai
dengan syariat islam.
b. Sikap murid adalah sama dengan sikap guru yaitu sikap murid sebagai
pribadi yang menuntut ilmu.
3. Kebutuhan peserta didik : kebutuhan fisik, social, mendapatkan status,
kebutuhan mandiri, dan lain-lain.
4. Model hubvungan efektif antara guru dan murid menurut Thomas Gordon
yaitu:
a. Memiliki keterbukaan
b. Mengandung rasa saling menjaga, saling membutuhkan
c. Raa saling tergantung satu sala lain
d. Dan lain-lain

Daftar Pustaka

11

Basuki dan Mifathul Ulum. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo :
STAIN Po Press.
Kunto, Suharsimi Ari. 1993. Manajemen Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, 2003.Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam.
Bandung : Pustaka Setia.
Nata, Abuddin. 2001.Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Duru Dan Muri.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ramayulis, 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Saiful Bahri Ajaraman Dan Aswan Zain, Tt. Strategi Belajar Belajar (Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

12