Bela Negara atau Bela Pemerintah

Bela Negara atau Bela Pemerintah

Hah, Rakyat Indonesia diwajibkan untuk bela negara? Ya, ini adalah amanat konstitusi.
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara” Begitu katanya.
Konstitusi bak perjanjian suci. Konstitusi La Roiba Fih (Tak ada keraguan terhadapnya).

Rakyat, kumpulan orang-orang berjiwa besar. Mereka mau, rela dan ikhlas untuk membela
negara meskipun dirinya sendiri tak pernah dibela oleh negara. Rakyat tetap bekerja tanpa
berharap pada negara. Rakyat tetap berani untuk hidup di negara yang seakan tak pernah
hadir untuk melindungi dan memenuhi hak-hak rakyat. Jargon, “Jangan tanyakan apa yang
negara berikan kepadamu. Tapi, tanyakan apa yang telah kamu berikan pada negara” begitu
merasuk dalam hati sanubari rakyat. Tak boleh dibantah!

Rakyat pun rela dan ikhlas untuk bekerja siang dan malam, rela menyisihkan sebagian
rezekinya untuk membayar pajak kepada negara. Tak peduli keluarganya tercukupi
kehidupannya atau tidak. Yang penting semua dilakukan untuk negara. Bagi rakyat,
membayar pajak adalah bela negara, rakyat tidak mau tak membayar pajak, karena
pembangunan akan macet dan merugikan rakyat yang lain. Pajak untuk kemaslahatan rakyat.
Mereka pun santai saja jika uang pajak mereka dikorupsi oleh petinggi-petinggi negara ini.
Marah sih kadang-kadang. Tapi, Ah, itu hanya sesaat dan kemudian ya ketawa-ketawa dan
bersenda gurau lagi. Bukankah hidup hanya sebatas senda gurau belaka? Itu prinsip yang

rakyat pegang.

Rakyat sendiri baru saja terkena PHK karena ekonomi memburuk dan kekurangan lahan
pekerjaan. Eh, pemerintah malah menyuruh rakyat untuk kerja,kerja,kerja. Jika mereka
miskin, maka memang rakyat yang salah karena malas dan kurang kreatif, katanya. Meskipun
mereka sendiri sudah kerja dari pagi hingga malam dan menjadi korban kemiskinan
struktural.

Bagi rakyat Indonesia. Kewajiban membela negara mereka terima dengan ikhlas. Meskipun
di dalam lubuk hati mereka, kewajiban dalam upaya bela negara justru merendahkan
martabat dan nilai-nilai kemuliaan diri mereka sendiri. Bagi mereka, bela negara itu sodaqoh,
bukanlah zakat. Bagi mereka, sodaqoh itu lebih mulia ketimbang zakat. Karena zakat adalah
kewajiban, sedangkan sodaqoh adalah sunnah. Orang berzakat ya bernilai biasa saja, karena
kewajiban, kewajiban ya pasti dilakukan. Sedangkan sodaqoh, hanya orang-orang yang
berhati besar, ikhlas, berjiwa mulai yang mau menyisikan rezekinya untuk sodaqoh. Rakyat

tak mau mengejar nilai yang biasa saja, mereka ingin nilai yang lebih mulia. Maka,
seharusnya kata kewajiban itu dihapus saja dari depan kata bela negara. Begitulah kearifan
rakyat Indonesia dalam memandang konteks bela negara.


Rakyat Indonesia diwajibkan bela negara? Tak masalah. Meskipun hingga saat ini substansi
pembedaan negara dan pemerintah masih sangat rancu alias tak begitu jelas. Pembedaan
mana Lembaga Negara dan mana Lembaga Pemerintah masih tak jelas. Pegawai negeri yang
katanya abdi negara, Eh, ternyata realitasnya hanyalah abdi pemerintah. Karena mereka
tunduk, patuh dan ewuh pakewuh pada perintah walikota, bupati, gubernur maupun presiden.
Patuh kepada pegawai outsorcing 5 tahunan. Bukan tunduk dan patuh pada perintah undangundang dan kepentingan rakyat.

Kapolri, Jaksa Agung, jajaran pemimpin KPK yang katanya adalah lembaga negara, malah
dilantik dan disumpah oleh kepala negara yang sekaligus kepala pemerintahan yang notabene
justru orang nomor satu yang harus mereka awasi tindak tanduknya.

Disaat pemisahan makna negara dan pemerintah tak begitu jelas. Tentu mempengauhi makna
bela negara sendiri. Rakyat bertanya dalam hati, “Ini program bela negara atau bela
pemerintah?”. “Hushh..Ah, lupakan, ini pasti setan yang sedang berbisik.” Sanggahnya.

Jika kepala negara dipersamakan dengan kepala pemerintah. Makna negara dipersamakan
dengan makna pemerintah. Maka siapapun yang tak setuju dan melawan pemerintah sama
saja dengan tidak setuju dan melawan negara. Dan rakyat sebagai pasukan bela negara
mempunyai kewajiban untuk membela negara. Siapapun yang melawan pemerintah harus
diperangi dan dibasmi dari bumi pertiwi karena sama saja dengan melawan negara. Rakyat

bertanya, “Agenda melanggengkan rezim kekuasaan kah?”. “Ah, Hussh. aku ngomong apa
sih?” Sanggah diri mereka sendiri.

Bela negara? Rakyat pasti protes, jika hanya dilaksanakan satu bulan. Kurang lama. Maklum
rakyat sudah pusing, hidup miskin, pengangguran dan hidup gak jelas. Lebih baik ikut
program bela negara saja. Jelas. Makan dan minum terjamin, tempat tidur tersedia. Kalau
diterjunkan ke medan perang pasti semangat. Lebih baik mati dengan status membela negara
menjadi pahlawan. Ketimbang mati menyandang status miskin, pengangguran, hidup tak
jelas dan mati kelaparan terkena busung lapar bak pecundang!

Eh, tunggu dulu. “Kalau negara perlu dibela, berarti Negara ini lemah dong?” Begitulah
pertanyaan yang terlontar dari mulut rakyat. Benar juga. Negara memang lemah, rakyat yang
kuat. Maka negara perlu dibela. Tidak mungkin dong sesuatu yang sudah kuat, hebat dan
besar dibela oleh sesuatu yang lemah, kecil dan tak berdaya. Kalau yang lemah, kecil dan tak
berdaya membela yang kuat, hebat dan besar, itu bukan membela, ngerusuhi namanya,
malah bikin repot. Jadi Rakyat tak perlu dibela negara. Justru negara-lah yang harus dibela
rakyat. Karena rakyat itu kuat, hebat dan besar sedangkan negara itu lemah, kecil dan tak
berdaya. HIDUP RAKYAT INDONESIA!!!