Laporan Bioteknologi dan id bab 1
1
LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan
Pada Mata Kuliah Bioteknologi
OLEH :
ARDANA KURNIAJI
I1A210 097
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ikan merupakan faktor terpenting dalam pemeliharaan. Ikan
mampu mencapai tahap pertumbuhan optimum saat seluruh komponen sesuai
dengan kondisi habitat dimana ikan mampu untuk melakukan pertumbuhan secara
optimal. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
ikan adalah pakan yang diberikan. Kebutuhan ikan terhadap pakan merupakan
kebutuhan pokok yang harus dipenuhi seutuhnya. Kebutuhan ini juga menjadi
kebutuhan mendasar yang akan mempengaruhi pertumbuhan ikan selama masa
pemeliharaan.
Bagi semua maklukh hidup, pakan mempunyai peranan sangat penting
sebagai
sumber
energi
untuk
pemeliharaan
tubuh,
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga dapat digunakan untuk tujuan tertentu,
misalnya untuk menghasilkan warna dan rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya
yaitu sebagai pengobatan, reproduksi, perbaikan dan metabolisme. Menurut
Sunarto dan Sabariah (2009) bahwa dalam usaha budidaya ikan, pakan
merupakan salah satu faktor penting. Oleh sebab itu pakan harus berkualitas
dengan
kuantitas
yang
tepat
sesuai
dengan
kebutuhan
ikan
untuk
pertumbuhannya, pemeliharaan tubuh dan reproduksi.
Pakan buatan diramu dengan cara mencampur beberapa jenis bahan-bahan
tertentu. Hal yang perlu diperhatikan dalam meramu pakan buatan adalah
kandungan gizi dari bahan-bahan baku penyusunnya. Kandungan gizi bahanbahan baku pakan buatan sangat menentukan kandungan gizi pada pakan buatan
tersebut. Oleh karena itu pemilihan dan seleksi jenis bahan bahan baku sebelum
3
digunakan menjadi kegiatan yang penting dilakukan akarena akan menentukan
kualitas pakan yang dihasilkan.
Berbagai sumber nutrisi pakan telah banyak ditemukan, mulai dari umbiumbian, biji-bijian hingga bahan yang berasal dari ikan itu sendiri. Salah satu
jenis bahan yang dimanfaatkan dalam pembuatan pakan ikan maupun pakan
ternak adalah silase ikan. Silase ikan merupakan salah satu jenis bahan baku yang
digunakan untuk membuat pakan ikan. Silase ini dapat berasal dari ikan utuh yang
kemudian dicincang dan difermentasikan dengan penambahan asam atau berasal
dari limbah pengolahan ikan yang difermentasikan. Silase ini dapat berfungsi
sebagai bahan pengganti tepung ikan dalam proses pembuatan pakan ikan. Oleh
sebab itu, dilakukanlah praktikum pembuatan silase ini untuk mengetahui lebih
jauh mengenai metode pembuatan silase dan manfaat silase dalam sektor
perikanan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan pelaksanaan praktikum pembuatan silase ikan adalah untuk
mengatahui prosedur pembuatan silase ikan. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh, mahasiswa dapat mengetahui manfaat silase ikan terutama untuk
pembuatan pakan ikan maupun ternak.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Silase Ikan
Salah satu cara pemanfaatan limbah perikanan sebagai pakan ternak adalah
melalui proses fermentasi berupa silase. Ikan-ikan yang terbuang (tras fish)
maupun limbah industri pengelolahan hasil perikanan (fish waste) dapat diolah
menjadi sumber protein yang bernilai ekonomi tinggi melalui silase. Cara ini
sangat menguntungkan karena teknik pembuatannya relatif mudah, tidak
tergantung musim dan dapat dilakukan pada skala kecil. Dilihat dari kandungan
gizi dan proses pengelolahan, silase ikan dpat mensubtitusi tepung ikan dalam
pakan ternak, mengingat proses pembuatan tepung ikan yang sangat tergantung
pada cuaca (Akhirany, 2010).
Silase adalah produk yang berupa cairan kental hasil pemecahan senyawa
komplek menjadi senyawa sederhana yang dilakukan oleh enzim pada lingkungan
yang terkontrol, berdasarkan proses pengontrolan tersebut, maka pembuatan silase
ikan dapat dilakukan secara kimia dan biologis (Junianto, 2003).
Silase ikan ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu unsure yang
dicampurkan ke dalam makanan ikan atau makanan ternak lainnya. Penggunaan
silase ikan dalam makanan umumnya dimaksudkan untuk menggantikan seluruh
atau sebagian tepung ikan di dalam makanan. Penggunaan silase ikan sebagai
pengganti tepung ikan dianggap sangat menguntungkan, sebab selain harganya
relative murah kualitasnya pun tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil penelitian
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 4 kg silase ikan dapat
menggantikan 4 kg tepung ikan. Bahkan setelah mengalami perlakuan lebih
5
lanjut, penggunaan silase ikan dapat menghasilkan pertumbuhan ikan yang lebih
baik dibandingkan dengan penggunaan tepung ikan (Iwan, 2008).
2.2. Proses Pemebentukan Silase
Pembuatan silase termasuk proses fermentasi yaitu terjadinya perubahanperubahan bahan organik yang kompleks menjadi bahan-bahan yang lebih
sederhana oleh adanya kegiatan enzim, dimana bahan-bahan yang dihasilkan
dapat menghambat kegiatan mikroorganisme pembusuk. Selain menghambat
kegiatan mikroorganisme yang tidak diinginkan, perubahan-perubahan yang
terjadi dapat memperbaiki nilai gizi dari produk (Akhitany, 2010).
Pembuatan silase ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui
proses kimiawi dan melalui proses biologi. Pembuatan silase dengan proses
kimiawi
membutuhkan
adanya
penambahan
asam
untuk
menghambat
pertumbuhan mikroba patogen. Jenis asam yang digunakan dapat menggunakan
asam format, asam asetat maupun asam propionate. Selain menggunakan asamasam organik, dapat juga menggunakan asam mineral seperti asam klorida dan
asam sulfat. Penggunaan asam organik menghasilkan silase yang tidak terlalu
asam dibandingkan dengan menggunakan asam mineral. Pembuatan silase secara
biologis pada prinsipnya hampir sama dengan pembuatan silase secara kimiawi,
yaitu membuat suasana asam. Silase secara biologi ini dapat menggunakan bakteri
asam laktat. Pada prosesnya, penambahan bakteri asam laktat ini juga perlu
dibarengi dengan penambahan sumber karbohidrat supaya bakteri asam laktat
dapat berkembang. Sumber karbohidrat dapat menggunakan molasses pada
pengolahan gula tebu. Molases ini tersedia cukup banyak (Pryono, 2009).
6
Untuk mendapatkan produk silase yang baik dengan penggunaan asam
organik, ke dalam bahan bakunya harus ditambahkan campuran asam propionate
dan asam formiat sebanyak 3% dari volume bahan baku yang digunakan.
Sedangkan perbandingan antara asam propionate dan asam formiat di dalam
pencampuran adalah 1 : 1. Sebenarnya, bahan baku pembuatan silase yang hanya
diberi asam formiat sebesar 3% telah dapat menghasilkan silase. Tetapi pada
permukaan silase tersebut sering ditumbuhi jamur dan berubah menjadi asam
karena pH lingkungannya menjadi menurun, sehingga akhirnya silase mengalami
proses pembusukan dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Untuk menghindari
peertumbuhan jamur dan penurunan pH, sebaiknya dilakuka penambahan asam
propionate. Daya awet silase yang pembuatannya hanya mengandalakan
penambahan asam formiat saja cukup singkat dan akan mengalami pembusukan
setelah satu atau dua minggu. Sedangkan silase yang dibuat dengan penambahan
campuran asam propionate dan asam formiat masih tetap baik setelah disimpan
selama 3 bulan, meskipun tidak dikeringkan. Keuntungan penambahan campuran
asam propionate dan asam formiat pada pembuatan silase akan semakin nyata bila
pembuatan silase dilakukan pada musim penghujan. Karena silase akan tetap baik
mutunya meskipun proses pengeringannya sering terhambat akibat turunnya hujan
(Iwan, 2008).
Menurut Suriawiria (2004), tahapan proses yang umu doilakukan dalam
proses pembuatan silase yaitu: menyiapkan starter/inokulum bakteri laktat, terbuat
darirajangan kubis (kol). Unutk membuat starter/inokulum ambillah sebuah kubis.
Rajang hingga menjadi bagian yang kecil, masukkan kedalam tempat tertutp
missal kantung plastik. Beri air secukupnya dengan perbandingan 1:1 (jumlah air
7
sama dengan volume kubis). Kemudian tambahkan 2,33% garam dapur
(penambahan garam dapur ini karena akan menghambat pertumbuhan bakteri
belerang yang sudah ada pada kubis). Tutp rapat dan simpan selama 5-6 hari,
maka proses pembentukan asam laktat yang akan terjadi. Hal ini dapat diketahui
jika nilai pHnya diukur dengann kertas lakmus menunjukkan angka kurang dari 4.
Setelah tercium bau asam (umumnya antara 4-5 hari) campurkan rajangan kubis
tersebut kedalam ikan atau ikan membusuk. Lalu simpan pada tempat tertutup
selama 4-6 hari.
8
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan silase ikan dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 8
Juni 2013 pukul 08.00-sampai selesai. Bertempat di laboratorium parasit dan
penyakit ikan fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo.
Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan beserta kegunaann yang digunakan dalam pratikum
pembuatan silase ikan ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan pembuatan tepung limbah kepala ikan dan kepala udang
No.
1.
2.
Alat dan Bahan
Kegunaan
Alat
- Pisau
- Talenan
- Timbangan
- Batang Pengaduk
- Baskom
- Pipet Ukur
- Tabung Ukur
- Toples
- Kantong Plastik
- Alat Tulis
Memotong dan mencincang ikan
Wadah untuk memotong
Mengukur berat masing-masing sampel
Mengaduk silase ikan dalam toples
Wadah penyimpanan silase sebelum disimpan
Mengukur volume senyawa yang digunakan
Mengukur volume senyawa yang digunakan
Wadah penyimpanan silase ikan
Penutup toples
Mencatat hasil-hasil pengamatan
Bahan
- Ikan
- Asam formiat 3%
- Asam Propionat
- Air bersih
- Tisu
Bahan pembuatan silase
Untuk menurunkan pH
Untuk menurunkan pH
Untuk mencuci
Untuk membersihkan
9
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum pembuatan silase ikan ini
adalah sebagai berikut:
1.
Mencuci daging ikan dengan air mengalir sampai bersih.
2.
Mencincang ikan tersebut sampai halus (kurang lebih 1-2 cm atau lebih halus
lagi). Setelah mencincang sesuai ukuran yang diharapkan daging ikan
tersebut, kemudian memasukkan ke dalam toples yang bersih dan kering.
3.
Mengaduk daging ikan tersebut yang telah dibubuhi asam formiat 3% dan
asam propionat sampai benar-benar tercampur secara merata. (Proses
pengadukan tersebut dilakukan 3-4 kali sehari selama 4 hari pertama,
sedangkan hari-hari selanjutnya cukup dilakukan pengadukan secara berkala).
10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum pembuatan silase ikan ini
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Silase Ikan
Hari
Pengamatan
Aroma: Aroma asam formiat sangat menyengat
1
2
3
4
Bentuk: Daging ikan cincang masih menggumpal bekum ada perubahan
Warna : Warna dari silase ikan berwarna abu-abu
Aroma : Aroma asam formiat dan aroma daging ikan masih menyengat
namun tidak setajam hari pertama
Bentuk : Daging sudah mulai hancur karena pencampuran asam formiat
Tersebut
Warna : Warna dari silase ikan adalah berwarna abu-abu
Aroma : Sudah tidak terlalu menyengat
Bentuk : Silase ikan sudah mulai menjadi pasta
Warna : Warna silase sudah mulai berubah menjadi kecoklatan
Aroma : Tidak menyengat sama sekali hanya bearoma daging ikan
Bentuk : Sudah menjadi cair bahkan diatas silase ikan sudah terlihat
cairan minyak
Warna : Warna silase ikan sudah kecoklatan
4.2. Pembahasan
Silase ikan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu unsur yang dicampurkan
kedalam makanan ikan atau makanan ternak lainnya. Penggunaan silase ikan
dalam makanan umumnya dimasudkan untuk menggantikan seluruh atau sebagian
tepung ikan didalamnya. Pada dasarnya, prinsip pembuatan silase ikan adalah
menurunkan pH ikan agar pertumbuhan maupun perkembangan bakteri pembusuk
terhenti. Dengan terhentinya aktivitas bakteri, aktivitas enzim (baik yang berasal
11
dari tubuh ikan itu sendiri maupun dari asam yang sengaja ditambahkan)
meningkat.
Prosesing silase secara kimiawi adalah proses pembuatan silase dengan
menambahkan bahan kimia yang bersifat asam ke dalam bahan baku. Bahan
kimia tersebut dapat berfungsi ganda yaitu menumbuhkan bakteri pembusuk dan
mulai berfungsi sebagai pemecah rantai asam amino pada protein yang disebut
hidrolisa. Dalam suasana asam maka bakteri tahan asam misalnya Bacillus yang
secara alamiah taerdapat di lingkungan kita akan tumbuh berkembang dan
menyebabkan fermentasi. Oleh sebab itu fungsi bahan kimia taersebut juga dapat
dikatakan sebagai starter. Hal ini akan mempercepat waktu proses paembuatan
silase menjadi + 7 hari.
Asam yang digunakan dapat berupa asam anorganik, misalnya asam
khlorida, asam nitrat dan bahkan asam sulfat atau asam organic misalnya asam
formiat, asetat dan propionat. Umumnya penggunaan asam mineral tidak disukai
karena asam tersebut relatif kurang dapat diterima oleh makhluk hidup yang
mengkonsumsi silase khususnya bila berlebihan. Teknologi prosesing silase
dengan asam formiat sangat sederhana yaitu dengan memasukkan ikan ke dalam
wadah (bak) dan bila ikan/sisa ikan terlalu besar perlu dilakukan pencincangan
terlebih dahulu penambahan asam formiat saebanyak 3 % dari berat ikan dan
dituang sambil diaduk agar merata.
Berdasarkan hasil pengamatan asam formiat yang dilakukan mampu
membuat ikan yang dicincang menjadi bentuk pasta dalam waktu 4 hari. Pada
saat hari pertama pencampuran warna cincangan ikan yang diberi asam formiat
berubah warna menjadi keabu-abuan, dan setelah mengalami inkubasi dan
12
pengadukan sebanyak 3 kali sehari terjadi perubahan bentuk cincangan ikan
tersebut menjadi hancur dan berair, setelah beberapa hari kemudian cincangan itu
bewarna menjadi kecoklatan dan bentuknya berubah menjadi pasta dan bau asam
formiat sudah tidak tercium lagi.
Pemanfaatan ikan rucah atau sisa hasil pengolahan untuk makanan ikan
atau ternak lain dengan cara mengolahnya lebih lanjut menjadi silase merupakan
suatu langkah yang menguntungkan, karena selain teknik pengerjaannya mudah
dan murah, juga tidak tergantung pada kuantitas atau kualitas bahan baku yang
digunakan. Ditinjaun dari ketersediaan bahan baku, pembuatan silase sangat
cocok diterapkan di Indonesia untuk memanfaatkan ikan-ikan yang tidak
digunakan. Pembuatan silase dapat dilakukan diaerah-daerah yang produksi ikan
rucah atau sisa olahannya tidak banyak dan tidak teratur. Demikian pula, di
daerah-daerah yang belum cukup mampu untuk mendirikan pabrik tepung ikan
sebaiknya pengolahan limbah hasil perikanan dilakukan dengan cara fermentasi.
Keuntungan lain ialah bahwa pengolahan ikan menjadi silase tidak menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan, karena tidak ada bagian ikan yang terbuang.
Kelemahan silase adalah masalah penyimpanan. Silase yang terbentuk cairan
membutuhkan ruang penyimpanan yang besar. Untuk mengatasi masalah
tersebut, biasanya silase dicampur dengan karbohidrat dan dijemur hingga kering
baru kemudian disimpan di tempat kering dan sejuk.
13
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Silase ikan ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu unsure yang
dicampurkan ke dalam makanan ikan atau makanan ternak lainnya.
Penggunaan silase ikan dalam makanan umumnya dimaksudkan untuk
menggantikan seluruh atau sebagian tepung ikan di dalam makanan.
b. Silase ikan yang dibuat bewarna menjadi kecoklatan dan bentuknya berubah
menjadi pasta dan bau asam formiat sudah tidak tercium lagi sehingga dapat
digunakan untuk menjadi bahan pembuatan pakan.
5.2. Saran
Saran yang dapat diajukan dalam pelaksanaan praktikum ini sebaiknya
dilakukan uji biologi pembuatan silase dan uji proksimat untuk mengetahui nilai
nutrisi yang terkandung di dalam silase ikan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan E, Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Akhirany, Nunung. 2010. Silase Ikan Untuk Pakan Ternak. UPTD-PSP3 Dinas
Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia
Press. Jakarta
Iwan. 2008. Pembuatan Silase Ikan. http://berteriakbebas.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 20 Juni 2013.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarto dan Sabariah.2009.Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda
Terhadap Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor
douronensis) Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia .
VIII (1) : 67-76.
Suriawiria, U. 2004. Silase Untuk Pakan Ternak. www.pikiran _rakyat.com. 23
Maret 2007 pukul 06.00 WIB.
Pryono. 2009. Pemanfaatan Limbah Perikanan Sebagai Bahan Silase Ikan.
Fakultas Peternakan Universitas Dipobegoro.
Winarno, F.G dan S. Fardiaz. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa protein.
Angkasa. Bandung.
LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan
Pada Mata Kuliah Bioteknologi
OLEH :
ARDANA KURNIAJI
I1A210 097
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ikan merupakan faktor terpenting dalam pemeliharaan. Ikan
mampu mencapai tahap pertumbuhan optimum saat seluruh komponen sesuai
dengan kondisi habitat dimana ikan mampu untuk melakukan pertumbuhan secara
optimal. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
ikan adalah pakan yang diberikan. Kebutuhan ikan terhadap pakan merupakan
kebutuhan pokok yang harus dipenuhi seutuhnya. Kebutuhan ini juga menjadi
kebutuhan mendasar yang akan mempengaruhi pertumbuhan ikan selama masa
pemeliharaan.
Bagi semua maklukh hidup, pakan mempunyai peranan sangat penting
sebagai
sumber
energi
untuk
pemeliharaan
tubuh,
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga dapat digunakan untuk tujuan tertentu,
misalnya untuk menghasilkan warna dan rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya
yaitu sebagai pengobatan, reproduksi, perbaikan dan metabolisme. Menurut
Sunarto dan Sabariah (2009) bahwa dalam usaha budidaya ikan, pakan
merupakan salah satu faktor penting. Oleh sebab itu pakan harus berkualitas
dengan
kuantitas
yang
tepat
sesuai
dengan
kebutuhan
ikan
untuk
pertumbuhannya, pemeliharaan tubuh dan reproduksi.
Pakan buatan diramu dengan cara mencampur beberapa jenis bahan-bahan
tertentu. Hal yang perlu diperhatikan dalam meramu pakan buatan adalah
kandungan gizi dari bahan-bahan baku penyusunnya. Kandungan gizi bahanbahan baku pakan buatan sangat menentukan kandungan gizi pada pakan buatan
tersebut. Oleh karena itu pemilihan dan seleksi jenis bahan bahan baku sebelum
3
digunakan menjadi kegiatan yang penting dilakukan akarena akan menentukan
kualitas pakan yang dihasilkan.
Berbagai sumber nutrisi pakan telah banyak ditemukan, mulai dari umbiumbian, biji-bijian hingga bahan yang berasal dari ikan itu sendiri. Salah satu
jenis bahan yang dimanfaatkan dalam pembuatan pakan ikan maupun pakan
ternak adalah silase ikan. Silase ikan merupakan salah satu jenis bahan baku yang
digunakan untuk membuat pakan ikan. Silase ini dapat berasal dari ikan utuh yang
kemudian dicincang dan difermentasikan dengan penambahan asam atau berasal
dari limbah pengolahan ikan yang difermentasikan. Silase ini dapat berfungsi
sebagai bahan pengganti tepung ikan dalam proses pembuatan pakan ikan. Oleh
sebab itu, dilakukanlah praktikum pembuatan silase ini untuk mengetahui lebih
jauh mengenai metode pembuatan silase dan manfaat silase dalam sektor
perikanan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan pelaksanaan praktikum pembuatan silase ikan adalah untuk
mengatahui prosedur pembuatan silase ikan. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh, mahasiswa dapat mengetahui manfaat silase ikan terutama untuk
pembuatan pakan ikan maupun ternak.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Silase Ikan
Salah satu cara pemanfaatan limbah perikanan sebagai pakan ternak adalah
melalui proses fermentasi berupa silase. Ikan-ikan yang terbuang (tras fish)
maupun limbah industri pengelolahan hasil perikanan (fish waste) dapat diolah
menjadi sumber protein yang bernilai ekonomi tinggi melalui silase. Cara ini
sangat menguntungkan karena teknik pembuatannya relatif mudah, tidak
tergantung musim dan dapat dilakukan pada skala kecil. Dilihat dari kandungan
gizi dan proses pengelolahan, silase ikan dpat mensubtitusi tepung ikan dalam
pakan ternak, mengingat proses pembuatan tepung ikan yang sangat tergantung
pada cuaca (Akhirany, 2010).
Silase adalah produk yang berupa cairan kental hasil pemecahan senyawa
komplek menjadi senyawa sederhana yang dilakukan oleh enzim pada lingkungan
yang terkontrol, berdasarkan proses pengontrolan tersebut, maka pembuatan silase
ikan dapat dilakukan secara kimia dan biologis (Junianto, 2003).
Silase ikan ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu unsure yang
dicampurkan ke dalam makanan ikan atau makanan ternak lainnya. Penggunaan
silase ikan dalam makanan umumnya dimaksudkan untuk menggantikan seluruh
atau sebagian tepung ikan di dalam makanan. Penggunaan silase ikan sebagai
pengganti tepung ikan dianggap sangat menguntungkan, sebab selain harganya
relative murah kualitasnya pun tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil penelitian
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 4 kg silase ikan dapat
menggantikan 4 kg tepung ikan. Bahkan setelah mengalami perlakuan lebih
5
lanjut, penggunaan silase ikan dapat menghasilkan pertumbuhan ikan yang lebih
baik dibandingkan dengan penggunaan tepung ikan (Iwan, 2008).
2.2. Proses Pemebentukan Silase
Pembuatan silase termasuk proses fermentasi yaitu terjadinya perubahanperubahan bahan organik yang kompleks menjadi bahan-bahan yang lebih
sederhana oleh adanya kegiatan enzim, dimana bahan-bahan yang dihasilkan
dapat menghambat kegiatan mikroorganisme pembusuk. Selain menghambat
kegiatan mikroorganisme yang tidak diinginkan, perubahan-perubahan yang
terjadi dapat memperbaiki nilai gizi dari produk (Akhitany, 2010).
Pembuatan silase ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui
proses kimiawi dan melalui proses biologi. Pembuatan silase dengan proses
kimiawi
membutuhkan
adanya
penambahan
asam
untuk
menghambat
pertumbuhan mikroba patogen. Jenis asam yang digunakan dapat menggunakan
asam format, asam asetat maupun asam propionate. Selain menggunakan asamasam organik, dapat juga menggunakan asam mineral seperti asam klorida dan
asam sulfat. Penggunaan asam organik menghasilkan silase yang tidak terlalu
asam dibandingkan dengan menggunakan asam mineral. Pembuatan silase secara
biologis pada prinsipnya hampir sama dengan pembuatan silase secara kimiawi,
yaitu membuat suasana asam. Silase secara biologi ini dapat menggunakan bakteri
asam laktat. Pada prosesnya, penambahan bakteri asam laktat ini juga perlu
dibarengi dengan penambahan sumber karbohidrat supaya bakteri asam laktat
dapat berkembang. Sumber karbohidrat dapat menggunakan molasses pada
pengolahan gula tebu. Molases ini tersedia cukup banyak (Pryono, 2009).
6
Untuk mendapatkan produk silase yang baik dengan penggunaan asam
organik, ke dalam bahan bakunya harus ditambahkan campuran asam propionate
dan asam formiat sebanyak 3% dari volume bahan baku yang digunakan.
Sedangkan perbandingan antara asam propionate dan asam formiat di dalam
pencampuran adalah 1 : 1. Sebenarnya, bahan baku pembuatan silase yang hanya
diberi asam formiat sebesar 3% telah dapat menghasilkan silase. Tetapi pada
permukaan silase tersebut sering ditumbuhi jamur dan berubah menjadi asam
karena pH lingkungannya menjadi menurun, sehingga akhirnya silase mengalami
proses pembusukan dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Untuk menghindari
peertumbuhan jamur dan penurunan pH, sebaiknya dilakuka penambahan asam
propionate. Daya awet silase yang pembuatannya hanya mengandalakan
penambahan asam formiat saja cukup singkat dan akan mengalami pembusukan
setelah satu atau dua minggu. Sedangkan silase yang dibuat dengan penambahan
campuran asam propionate dan asam formiat masih tetap baik setelah disimpan
selama 3 bulan, meskipun tidak dikeringkan. Keuntungan penambahan campuran
asam propionate dan asam formiat pada pembuatan silase akan semakin nyata bila
pembuatan silase dilakukan pada musim penghujan. Karena silase akan tetap baik
mutunya meskipun proses pengeringannya sering terhambat akibat turunnya hujan
(Iwan, 2008).
Menurut Suriawiria (2004), tahapan proses yang umu doilakukan dalam
proses pembuatan silase yaitu: menyiapkan starter/inokulum bakteri laktat, terbuat
darirajangan kubis (kol). Unutk membuat starter/inokulum ambillah sebuah kubis.
Rajang hingga menjadi bagian yang kecil, masukkan kedalam tempat tertutp
missal kantung plastik. Beri air secukupnya dengan perbandingan 1:1 (jumlah air
7
sama dengan volume kubis). Kemudian tambahkan 2,33% garam dapur
(penambahan garam dapur ini karena akan menghambat pertumbuhan bakteri
belerang yang sudah ada pada kubis). Tutp rapat dan simpan selama 5-6 hari,
maka proses pembentukan asam laktat yang akan terjadi. Hal ini dapat diketahui
jika nilai pHnya diukur dengann kertas lakmus menunjukkan angka kurang dari 4.
Setelah tercium bau asam (umumnya antara 4-5 hari) campurkan rajangan kubis
tersebut kedalam ikan atau ikan membusuk. Lalu simpan pada tempat tertutup
selama 4-6 hari.
8
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan silase ikan dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 8
Juni 2013 pukul 08.00-sampai selesai. Bertempat di laboratorium parasit dan
penyakit ikan fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo.
Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan beserta kegunaann yang digunakan dalam pratikum
pembuatan silase ikan ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan pembuatan tepung limbah kepala ikan dan kepala udang
No.
1.
2.
Alat dan Bahan
Kegunaan
Alat
- Pisau
- Talenan
- Timbangan
- Batang Pengaduk
- Baskom
- Pipet Ukur
- Tabung Ukur
- Toples
- Kantong Plastik
- Alat Tulis
Memotong dan mencincang ikan
Wadah untuk memotong
Mengukur berat masing-masing sampel
Mengaduk silase ikan dalam toples
Wadah penyimpanan silase sebelum disimpan
Mengukur volume senyawa yang digunakan
Mengukur volume senyawa yang digunakan
Wadah penyimpanan silase ikan
Penutup toples
Mencatat hasil-hasil pengamatan
Bahan
- Ikan
- Asam formiat 3%
- Asam Propionat
- Air bersih
- Tisu
Bahan pembuatan silase
Untuk menurunkan pH
Untuk menurunkan pH
Untuk mencuci
Untuk membersihkan
9
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum pembuatan silase ikan ini
adalah sebagai berikut:
1.
Mencuci daging ikan dengan air mengalir sampai bersih.
2.
Mencincang ikan tersebut sampai halus (kurang lebih 1-2 cm atau lebih halus
lagi). Setelah mencincang sesuai ukuran yang diharapkan daging ikan
tersebut, kemudian memasukkan ke dalam toples yang bersih dan kering.
3.
Mengaduk daging ikan tersebut yang telah dibubuhi asam formiat 3% dan
asam propionat sampai benar-benar tercampur secara merata. (Proses
pengadukan tersebut dilakukan 3-4 kali sehari selama 4 hari pertama,
sedangkan hari-hari selanjutnya cukup dilakukan pengadukan secara berkala).
10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum pembuatan silase ikan ini
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Silase Ikan
Hari
Pengamatan
Aroma: Aroma asam formiat sangat menyengat
1
2
3
4
Bentuk: Daging ikan cincang masih menggumpal bekum ada perubahan
Warna : Warna dari silase ikan berwarna abu-abu
Aroma : Aroma asam formiat dan aroma daging ikan masih menyengat
namun tidak setajam hari pertama
Bentuk : Daging sudah mulai hancur karena pencampuran asam formiat
Tersebut
Warna : Warna dari silase ikan adalah berwarna abu-abu
Aroma : Sudah tidak terlalu menyengat
Bentuk : Silase ikan sudah mulai menjadi pasta
Warna : Warna silase sudah mulai berubah menjadi kecoklatan
Aroma : Tidak menyengat sama sekali hanya bearoma daging ikan
Bentuk : Sudah menjadi cair bahkan diatas silase ikan sudah terlihat
cairan minyak
Warna : Warna silase ikan sudah kecoklatan
4.2. Pembahasan
Silase ikan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu unsur yang dicampurkan
kedalam makanan ikan atau makanan ternak lainnya. Penggunaan silase ikan
dalam makanan umumnya dimasudkan untuk menggantikan seluruh atau sebagian
tepung ikan didalamnya. Pada dasarnya, prinsip pembuatan silase ikan adalah
menurunkan pH ikan agar pertumbuhan maupun perkembangan bakteri pembusuk
terhenti. Dengan terhentinya aktivitas bakteri, aktivitas enzim (baik yang berasal
11
dari tubuh ikan itu sendiri maupun dari asam yang sengaja ditambahkan)
meningkat.
Prosesing silase secara kimiawi adalah proses pembuatan silase dengan
menambahkan bahan kimia yang bersifat asam ke dalam bahan baku. Bahan
kimia tersebut dapat berfungsi ganda yaitu menumbuhkan bakteri pembusuk dan
mulai berfungsi sebagai pemecah rantai asam amino pada protein yang disebut
hidrolisa. Dalam suasana asam maka bakteri tahan asam misalnya Bacillus yang
secara alamiah taerdapat di lingkungan kita akan tumbuh berkembang dan
menyebabkan fermentasi. Oleh sebab itu fungsi bahan kimia taersebut juga dapat
dikatakan sebagai starter. Hal ini akan mempercepat waktu proses paembuatan
silase menjadi + 7 hari.
Asam yang digunakan dapat berupa asam anorganik, misalnya asam
khlorida, asam nitrat dan bahkan asam sulfat atau asam organic misalnya asam
formiat, asetat dan propionat. Umumnya penggunaan asam mineral tidak disukai
karena asam tersebut relatif kurang dapat diterima oleh makhluk hidup yang
mengkonsumsi silase khususnya bila berlebihan. Teknologi prosesing silase
dengan asam formiat sangat sederhana yaitu dengan memasukkan ikan ke dalam
wadah (bak) dan bila ikan/sisa ikan terlalu besar perlu dilakukan pencincangan
terlebih dahulu penambahan asam formiat saebanyak 3 % dari berat ikan dan
dituang sambil diaduk agar merata.
Berdasarkan hasil pengamatan asam formiat yang dilakukan mampu
membuat ikan yang dicincang menjadi bentuk pasta dalam waktu 4 hari. Pada
saat hari pertama pencampuran warna cincangan ikan yang diberi asam formiat
berubah warna menjadi keabu-abuan, dan setelah mengalami inkubasi dan
12
pengadukan sebanyak 3 kali sehari terjadi perubahan bentuk cincangan ikan
tersebut menjadi hancur dan berair, setelah beberapa hari kemudian cincangan itu
bewarna menjadi kecoklatan dan bentuknya berubah menjadi pasta dan bau asam
formiat sudah tidak tercium lagi.
Pemanfaatan ikan rucah atau sisa hasil pengolahan untuk makanan ikan
atau ternak lain dengan cara mengolahnya lebih lanjut menjadi silase merupakan
suatu langkah yang menguntungkan, karena selain teknik pengerjaannya mudah
dan murah, juga tidak tergantung pada kuantitas atau kualitas bahan baku yang
digunakan. Ditinjaun dari ketersediaan bahan baku, pembuatan silase sangat
cocok diterapkan di Indonesia untuk memanfaatkan ikan-ikan yang tidak
digunakan. Pembuatan silase dapat dilakukan diaerah-daerah yang produksi ikan
rucah atau sisa olahannya tidak banyak dan tidak teratur. Demikian pula, di
daerah-daerah yang belum cukup mampu untuk mendirikan pabrik tepung ikan
sebaiknya pengolahan limbah hasil perikanan dilakukan dengan cara fermentasi.
Keuntungan lain ialah bahwa pengolahan ikan menjadi silase tidak menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan, karena tidak ada bagian ikan yang terbuang.
Kelemahan silase adalah masalah penyimpanan. Silase yang terbentuk cairan
membutuhkan ruang penyimpanan yang besar. Untuk mengatasi masalah
tersebut, biasanya silase dicampur dengan karbohidrat dan dijemur hingga kering
baru kemudian disimpan di tempat kering dan sejuk.
13
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Silase ikan ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu unsure yang
dicampurkan ke dalam makanan ikan atau makanan ternak lainnya.
Penggunaan silase ikan dalam makanan umumnya dimaksudkan untuk
menggantikan seluruh atau sebagian tepung ikan di dalam makanan.
b. Silase ikan yang dibuat bewarna menjadi kecoklatan dan bentuknya berubah
menjadi pasta dan bau asam formiat sudah tidak tercium lagi sehingga dapat
digunakan untuk menjadi bahan pembuatan pakan.
5.2. Saran
Saran yang dapat diajukan dalam pelaksanaan praktikum ini sebaiknya
dilakukan uji biologi pembuatan silase dan uji proksimat untuk mengetahui nilai
nutrisi yang terkandung di dalam silase ikan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan E, Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Akhirany, Nunung. 2010. Silase Ikan Untuk Pakan Ternak. UPTD-PSP3 Dinas
Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia
Press. Jakarta
Iwan. 2008. Pembuatan Silase Ikan. http://berteriakbebas.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 20 Juni 2013.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarto dan Sabariah.2009.Pemberian Pakan Buatan Dengan Dosis Berbeda
Terhadap Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor
douronensis) Dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia .
VIII (1) : 67-76.
Suriawiria, U. 2004. Silase Untuk Pakan Ternak. www.pikiran _rakyat.com. 23
Maret 2007 pukul 06.00 WIB.
Pryono. 2009. Pemanfaatan Limbah Perikanan Sebagai Bahan Silase Ikan.
Fakultas Peternakan Universitas Dipobegoro.
Winarno, F.G dan S. Fardiaz. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa protein.
Angkasa. Bandung.