T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: PrinsipPrinsip Pengaturan tentang Pencegahan dan Kebakaran Hutan T1 BAB I

Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting tidak hanya
sebagai sumber daya kayu, tetapi juga sebagai salah satu komponen
lingkungan hidup.1 Hutan dapat meyediakan barang dan jasa sebagai material
dasar untuk pembangunan.2 Kata hutan dalam bahas inggris disebut forest,
sementara untuk hutan rimba di sebut jungle.Dalam bahasa Indonesia dikenal
berbagai sebutan terahadap hutan, misalnya hutan belukar, hutan perawan,
dan lain-lain.3 Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas
alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang
lainnya4 menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan. Kehutanan sendiri memiliki arti sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu5 menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
1

Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa, Rineka
Cipta, Jakarta, 2005, hal.6.
2

San Afri Awang, Dekontruksi Sosial Forestri: reposisi Masyarakat dan Keadilan Lingkungan, BIGRAF
Publishing, Yogyakarta, 2004, hal.31.
3
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan, dan Satwa, Erlangga, Jakarta, 1995,
hal. 11
4
Pasal 1 ayat (1), Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberatasan
perusakan hutan
5
Pasal 1 ayat (2), Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberatasan
perusakan hutan

Nomor 41 tahun 1999. Sedangkan pengertian hutan secara umum adalah suatu
wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat yang berisi antara lain
pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain sebagainya serta
menempati daerah yang cukup luas.6Menurut Salim hutan merupakan dataran
tanah yang bergelombang dan dapat di kembangkan untuk kepentingan
pariwisata.7Jadi hutan juga berpotensi dikembangkan untuk kepentingan
pariwisata yang dapat berguna untuk pemasukan bagi daerah-daerah yang
memiliki hutan yang juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata

dan secara tidak langsung daerah tersebut dapat di kenal oleh masyarakat
karena memiliki potensi pariwisata hutan yang baik dan bagus.
Manfaat hutan tersendiri di bagi menjadi menjadi 2 yaitu manfaat
langsung dan tidak langsung 8:
1. Manfaat

langsung

ialah

masyarakat

dapat

mengguanakan

dan

memanfaatkan hasil hutan, antara lain kayu yang merupakanhasil utama
hutan, serta berbagai hasil utama ikutan hutan, sepeti rotan, getah, buahbuahan, madu dan lain-lain.

2. Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak langsung dinikmati
oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu
sendiri adalah mengatur tata air, mencegah erosi, memberikan suplai
oksigen, dan lain-lain.
6

Pengertian Hutan, http://ilmuhutan.com/pengertian-hutan/, diakses pada tanggal 21 Juli 2016
Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hal. 34
8
ibid, hal. 38

7

Hutan memiliki manfaat yang luar biasa untuk kehidupan manusia
karena fungsi hutan sendiri sebagai tempat penyuplai oksigen yang besar di
bumi dan juga sebagai tembat sumber untuk memenuhi kebutuhan pokok
manusia yaitu kayu untuk membangun tempat tinggal dan juga makanan
yaitu tempat bagi hewan-hewan dan buah-buhanan dapat tumbuh dengan
baik.
Penegakan hukum terhadap kejahatan di bidang kehutanan tidak lepas

dari konsep penegakan hukum terhadap lingkungan.Hal ini merupakan
konsekuensi logis bahwa hutan merupakan salah satu sector lingkungan
hidup.Penegakan hukum lingkungan di Indonesia mencangkup penataan dan
penindakan (compliance and enforcement) yang meliputi bidang hukum
administrasi negara, bidang hukum perdata, dan bidang hukum pidana.9
Namun, ada banyak sekali terjadi perbuatan-perbuatan yang dapat
merusak keindahan hutan salah satunya pembakaran hutan yang terjadi di
Indonesia seperti di Kalimantan Tengah terkhusus di daerah Kotawaringin
Timur sudah sering terjadi pembakaran hutan.Penyebabab adalah penyiapan
lahan untuk perkebunan, hutan tanaman industri, dan perladangan karena
mekukan pembakaran dianggap murah, mudah, dan cepat. Padahal
pembakaran hutan dan lahan telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan

9

Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia, Alumni, Bandung,
2001, hal. 215

asap yang di timbulkan telah mengganggu berbagi aspek kehidupan bagi
masyarakat.10

Dalam undang-undang sendiri juga terdapat ketentuan perbuatan
perusakan hutan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013
tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang terdapaat
dalam Pasal 11 yang berbunyi “Perbuatan perusakan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan pembalakan liar
dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara
terorganisasi.11”
Dari luas kabupaten Kotawaringin Timur saja terdapat 1.554.456,688
hektar luas hutan dan perairan. Pada tahun 2014 ada 6.844,35 hektar hutan
yang terbakat dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 8.750,10 hektar hal
tersebut merupakan kondisi yang sangat menyedihkan padahal dulu Pulau
Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia karena memiliki luas hutan yang
sangat besar.12
Pada tahun 2014, dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten
Kotawaringin Timur ada 14 kecamatan yang terjadi kebakaran sedangkan 3
kecamatan tidak terjadi kebakaran. Total hutan dan lahan yang terbakar pada

10

Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Pengendalian Pembakaran Hutan, Manggala Agni,

Jakarta, 2008, hal. 1
11
Pasal 11, Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberatasan perusakan
hutan
12
Data kejadian kebakaran hutan, lahan dan kebun di seluruh kecamatan tahun 2015 dinas
kehutanan dan perkebunan kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2015.

tahun 2014 adalah kurang lebih 5.542 hektar. Masalah yang dihadapi dalam
melakukan pengawasan tersebut adalah data yang di dapatkan dari beberapa
kecamatan tidak lengkap dan anggaran yang terbatas yang tersedia. 13
Pada tahun 2015 di jelaskan secara spesifik lagi tentang kebakaran yang
terjadi, dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur ada
11 kecamatan yang mengalami kebakaran, 1 kecamatan tidak mengalami
kebakaran, dan 5 kecamatan yang datanya belum masuk. Pembakaran hutan
dan lahan yang terjadi pada 11 kecamatan tersebut dilakukan untuk
penanaman kembali berbagai macam kebun tanaman yaitu karet, sawit,
rotan, kelapa, belukar, dan lain-lain. Jumlah total dari kebakaran yang terjadi
pada tahun 2015 adalah 1,592.00 untuk karet, 1,071.00 untuk sawit, 530.50
untuk rotan, 122.00 untuk kelapa, 3,557.10 untuk belukar dan 1,843.00 untuk

hal yang lain, jadi jumlah totalnya adalah 8,715.60. Dari jenis lahan yang di
bakar tersebut diantara lahan gambut dan lahan non gambut.14
Kebakaran yang terjadi selain dari kecamatan yang pembakarannya
dilakukan oleh warga ada juga kebakaran yang di dilakukan oleh perusahaanperusahaan perkebunan yang pada tahun 2014 terjadi 204.79 hektar dan pada

13

Data kejadian kebakaran hutan, lahan dan kebun di seluruh kecamatan tahun 2015 dinas
kehutanan dan perkebunan kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2014.
14
Data kejadian kebakaran hutan, lahan dan kebun di seluruh kecamatan tahun 2015 dinas
kehutanan dan perkebunan kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2015.

tahun 2015 terjadi 494,48 hektar kebarakaran di area perusahaan tersebut
yang di peruntukan untuk area konservasi dan kebun masyarakat.15
Jadi dapat diketahui terjadi peningkatan intensitas kebakaran yang
terjadi dari tahun 2014 sampai 2015 baik yang di lakukan oleh masyarakat
maupun yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan dan
peningkatan yang terjadi tersebut sangat besar. Efek dari pembakaran hutan
lahan yang terjadi tersebut adalah pencamaran lingkungan yang di sebabkan

oleh asap dari pembakaran hutan dan lahan tersebut dan akibat dari
munculnya kabut asap tersebut adalah terganggunya kesehatan warga di
sekitar lokasi pembakaran bahkan sudah mencapai perkotaan.
Pada tahun 2013 dan 2014 ada 12,5 hektar hutan yang di bakar dengan
sengaja (dalam adalah perbuatan manusia) dan yang berhasil di data hanya 2
kasus pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 hanya terjadi 3 kasus yang
berhasil di data oleh dinas Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Timur.16
Upaya pengendalian kebakaran pun sudah dilakukan yaitu dimulai dari
pencegahan, yaitu upaya mencegah terjadinya kebakaran hutan, pemadaman
yaitu kegiatan untuk memadamkan kejadian kebakaran hutan dan selanjutnya
penanganan paska kabakaran yaitu untuk menidentifikasi dan mengevaluasi

15

Ibid
Data kejadian kebakaran hutan, lahan dan kebun di seluruh kecamatan tahun 2013 dan 2014 dinas
kehutanan dan perkebunan kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2013 dan 2014.

16


serta merehabilitasi dan monitoring bekas kebakaran lahan dan hutan.17Untuk
melaksanakan kegitan tersebut diperlukan kelembagaan yang jelas, baik yang
meliputi perangkat lunak maupun perangkat keras. Pada dasarnya kegiatan
pencegahan lebih diutamakan karena pada hakekatnya apabila kebakaran
telah terjadi akan sulit dikendalikan apabila apainya sudah terlanjur besar dan
luas.18
Dalam undang-undang juga mengatur tentang pencegahan kebakaran
hutan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan. Dalam undang-undang
tersebut yang terdapat dalam pasal 6 angka (1) dikatakan bahwa tindakan
pencegahan perusakan hutan dalam rangka agar terjadi perusakan lagi maka
dilakukan dengan cara membuat kebijakan yang oleh pemerintah yang
berbunyi19 :
a. koordinasi lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan;
b. pemenuhan kebutuhan sumber daya aparatur pengamanan hutan;
c. insentif bagi para pihak yang berjasa dalam menjaga kelestarian
hutan;

17


Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Pengendalian Pembakaran Hutan, Manggala Agni,
Jakarta, 2008, hal. 1
18
Ibid hal.2
19
pasal 6 ayat (1), Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberatasan
perusakan hutan

d. peta penunjukan kawasan hutan dan/atau koordinat geografis sebagai
dasar yuridis batas kawasan hutan; dan
e. pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan.
Dalam peraturan daerah provinsi Kalimantan Tengah nomor 5 tahun
2003 tentang Pengendalian Kebakran Hutan dan atau Lahan juga mengatur
tentang pencegahan kebakaran hutan yang terdapat dalam pasal 4 yang
berbunyi setiap penanggung jawab usaha yang usahanya menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan
wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan ataau lahan di lokasi

usaha.20
Akan tetapi di daerah Kabupaten Kotawaringin Timur tidak mengatur
secara khusus tentang pembakaran hutan dan lahan, yang ada hanya
menagtur tentang pencegahan pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang
terdapat pada Peraturan daerah nomor 7 tahun 2003 tentang pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran di Kabupaten Kotawaringin Timur yang
terdapat dalam Pasal 2 yang berbunyi Setiap orang wajib aktif/ikut serta

20

Pasal 4, Peraturan Daerah ProvInsi Kalimantan Tengah nomor 5 tahun 2003 tentang pengendalian
kebakaran hutan dan atau lahan

dalam mencegah mencegah kebakaran baik untuk kepentingan sendiri
maupun kepentingan umum.21
Jadi dalam hal pengaturan/pelaksanaan pemerintah sudah cukup baik
dalam mengatur hal tersebut, pencegahan memang sangat penting untuk
dilakukan agar tidak terjadi kabakaran yang tidak diinginkan. Tapi hal itu
tidak dapat membuat kebakaran hutan berhenti atau setidaknya berkurang
untuk setiap tahunnya.
Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pun untuk mengatasi
pembakaran yang sudah terjadi pun sudah cukup baik yaitu dengan bergerak
cepat dengan mengirim regu pemadam kebakaran ke dalam titik api, selain
itu

juga

juga

membuat

undang-undang

tentang

pencegahan

dan

pemberantasan kebakaran hutan. Kerena seharusnya kegiatan-kegiatan yang
di urus oleh Negara dalam bidang kehutanan meliputi22 :
1. mengatur

dan

melaksanakan

perlindungan,

pengukuhan,

penataan,pembinaan, dan pengusahaan hutan serta penghijauan.
2. Mengurus hutan suaka alam dan hutan wisata serta membina marga
satwa dan pemburuan.
3. Menyelengarakan inventarisasi hutan.

21

Pasal 2, Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur nomor 7 tahun 2003 tentang
Pencegahan dan Penaggulangan Bahaya Kebakaran di Kabupaten Kotawaringin Timur
22
Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hal. 13

4. Melaksanakan penelitian tentan hutan dan hasil hutan serta
manfaatnya, serta penelitian sosial ekonomi dari rakyat yang hidup di
dalam dan di sekitar hutan.
Sanksi yang di berikan pun sudah cukup baik yang di jelaskan dalam
undang-undang bagi para pelaku pembakaranbaik sanksi adminsratif maupun
sanksi pidana. Sanksi administratif sendiri di golongkan menjadi lima yaitu
23

:
1. Penghentian pelayanan administratif;
2. Penghentian penebangan untuk jangka waktu tertentu;
3. Pengurangan target produksi;
4. Pengenaan denda;
5. Pencabutan hak pengusahaan hutan (HPH) atau izin eksploitasi hutan
lainya.

Sedangkan untuk sanksi pidana di bagi menjadi 4 yaitu24 :
1. Hukuman penjara;
2. Hukuman kurungan;
3. Hukuman denda;
4. Perampasan benda.

23

Ibid, hal. 112
Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hal. 120

24

Penindakan bagi pelaku pembakaran hutan sudah jelas tertulis dalam
undang-undang yang terdapat dalam pasal Bab X pasal 82 sampai pasal 109
Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 yang memuat berbagai jenis
ketentuan pidaan bagi pelaku pembakaran dan perusakan hutan mulai dari
tindakan yang dilakukan perseorangan sampai tindakan yang dilakuan oleh
kelompok. Hukuman bagi pelaku pembakaran dan perusakan hutan sendiri
ada berupa hukuman penjara sampai dengan denda.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur nomor 7
tahun 2003 tentang pencegahan dan penaggulangan bahaya kebakaran di
Kabupaten Kotawaringin Timur yang terdapat dalam pasal 52 yang berbunyi
barang siapa yang dengan sengaja ataupunkarena kelalaian melamggar
aturaan yang berlaku maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling
lama 6 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000.25
Undang-undang yang terdahulu juga ada membuat aturan-aturan
tentang pembakaran hutan yang diantaranya terdapat pada Pasal 10 ayat (1)
dan Pasal 18 ayat (1) Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1985 dan pasal 5
ayat (1) Undang-Undang nomor 5 tahun 1967.26
Dalam hal ketentuan pidana pemerintah sudah membuat undangundang terhadap tindakan pidana yang dilakuan oleh pelaku pembakaran

25

pasal 52 ayat (1), Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur nomor 7 tahun 2003 tentang
Pencegahan dan Penaggulangan Bahaya Kebakaran di Kabupaten Kotawaringin Timur
26
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan, dan Satwa, Erlangga, Jakarta, 1995,
hal. 19

yang sudah di jelaskan diatas bahwa dari peraturan-peraturan terdahulu
sampai dengan peraturan-peraturan yang terbaru, dari peruran perundangundangan sampai peruran daerah semua sudah di tentukan dalam undangundang yang telah di buat dan hal itu tentu adalah perauran yang berlaku dan
seharusnya para pelaku merasa takut untuk melakukan tindakan pembakaran
tersebut.
Bahkan ASEAN sendiri telah membuat suatu perjanjian yaitu
ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution yang bertujuan untuk
untuk mengatasi masalah kabut asap lintas batas negara. dengan
menggunakan metode Library Research dan menganalisanya menggunakan
metode deskriptif. Munculnya kabut asap di Asia Tenggara membawa
berbagai macam dampak negatif. Kabut asap hasil kebakaran hutan
menimbulkan ancaman pada kelestarian lingkungan hidup berupa penurunan
kualitas udara, sehingga berdampak secara langsung pada munculnya
berbagai macam gangguan kesehatan seperti asma dan bronkhitis. Masalah
lain yang timbul akibat kabut asap ini adalah ancaman bagi perekonomian
berupa banyaknya penundaan dan pembatalan penerbangan. Efeknya, terjadi
penurunan jumlah kunjungan wisatawan

ke Indonesia, Malaysia dan

Singapura yang secara langsung mempengaruhi industri pariwisata ketiga
negara tersebut. Munculnya berbagai macam ancaman tersebut memaksa
ASEAN sebagai organisasi regional berinisiatif membentuk sebuah
perjanjian yang difokuskan untuk menghadapi masalah kabut asap ini.

Pembentukan perjanjian ini sangat penting dalam menghadapi masalah kabut
asap, karena masalah yang dihadapi merupakan masalah lintas teritorial
negara, sehingga perlu dilakukan penanganan bersama agar pertukaran
teknologi dan informasi dalam penanganan kebakaran hutan yang terjadi di
ASEAN.27
Dilihat dari jurnal tersebut kebakaran hutan yang terjadi telah
menimbulkan banyak dampak negative yang terjadi di Asia Tenggara di
mulai dari masalah lingkungan, masalah kesehatan, bahkan masalah
ekonomi, yang tentu saja merugikan bagi negara maka dari itu perjanjian
tersebut di buat.

B. Rumusan Masalahnya
1. Bagaimana prinsip-prinsip pengaturan tentang pengaturan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui apa saja prinsip-prinsip pengaturan tentang pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan di Indonesia.

27

Mukhammad Syaifulloh, Drs. Djoko Susilo, M.Si., Drs. Pra Adi Soelistijono, M.Si., Pembentukan
ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution (The Forming Of ASEAN Agreement On
transboundary Haze Pollution), Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Jember (UNEJ), Vol. 1, 2013.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum pada
khususnya,maupun masyarakat pada umumnya mengenai kebijakan
pemerintah untuk mengatur per.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
kegiatanpenelitian berikutnya yang sejenis.
2. Manfaat praktis
a. Menyebarkan luaskan informasi serta masukan tentang prinsip-prinsip
pengaturan tentang pengaturan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran hutan di Indonesia.
b. Hasil penelitian ini dapat ditransformasikan kepada para aparat
pemerintah negara dan juga masyarakat luas.

E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu :
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum
normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum

tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu
kesimpulan dalam hubungnnya dengan masalah yang diteliti.
2. Pendekatan penelitian
Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan ialah pendekatan undangudang. Pendekatan undang-undang adalah pendekatan dengan melakukan
penelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan
isu hukum yang sedang ditangani sesuai dengan topik skripsi yang penulis
tulis.
3. Jenis data dan sumber data
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan
hukum primer serta bahan hukum sekunder yang meliputi:
a. Bahan hukum primer, merupakan norma-norma dasar atau
peraturan tertulis yang terkait dengan pembahasan skripsi ini,
antara lain: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup, Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2013

tentang pencegahan dan pemberatasan perusakan hutan.
b. Bahan hukum sekunder, merupakan penjelasan atas bahan hukum
primer, antara lain; buku-buku, jurnal-jurnal, makalah tentang
kehutanan, dan data-data dari dinas kehutanan.

c. Bahan hukum tersier berisikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder anta lain berupa Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Ensiklopedia.

F. Sistematika Penulisan
Agar dapat memberikan gambaran yang sistematika dari penulisan
skripsi ini, maka skripsi ini dibagi kedalam Tiga Bab yang meliputi:
Bab I yaitu merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan tentang latar sub
bagian pertama belakang masalah, sub bagian kedua perumusan masalah, sub
bagian ketiga tujuan penelitian, sub bagian keempat manfaat penelitian, sub
bagian kelima metode penelitian, sub bagian keenam sistematika penulisan
serta sub bagian ketujuh daftar bacaan.
Bab II yaitu tinjauan pustaka, yang berisi tentang pasal-pasal apa saja yang di
inventarisasi
Bab III berisi analisis yaitu mencari intisari dari pasal-pasal yang sudah di
inventarisasi
Bab III yaitu merupakan Bab penutup, yang berisi kesimpulan yang dan
rekomendasi dari hasil penelitian ini.