Persiapan Implementasi Informasi dan Aks

Persiapan Implementasi Informasi dan Akses Pasar Tenaga Kerja ASEAN Economic
Community : Kesempatan dan Tantangan Peningkatan Kesetaraan Gender Tenaga Kerja

Indonesia
Vidya Nurina M.1
105120404111010
1

Mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya, Jln. Veteran, Malang 65145, Indonesia

ABSTRAK
Informasi dan akses pasar tenaga kerja merupakan hal yang penting bagi
tenaga kerja. Bagi tenaga kerja perempuan hal tersebut akan memberikan
kesempatan bagi mereka untuk dapat berkompetisi secara lebih maksimal dalam
dunia kerja sehingga dapat meningkatkan kesetaraan gender pada tenaga kerja itu
sendiri. Mekanisme informasi dan akses pasar tenaga kerja ini salah satunya diatur
dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015 melalui salah satu poin yang
terdapat dalam ASEAN Economic Community Blueprint (AECB). Adanya
mekanisme tersebut membuka kesempatan tersendiri bagi Indonesia untuk
meningkatkan kesetaraan gender pada tenaga kerjanya meskipun terdapat

tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaannya.
Keywords: AEC, AECB, kesetaraan gender, tenaga kerja

PENDAHULUAN
ASEAN Economic Community (AEC) 2015 merupakan suatu keputusan kerjasama yang
diharapkan akan memberi banyak manfaat secara ekonomi kepada seluruh masyarakat yang
berada dalam kawasan Asia Tenggara. Adanya AEC diperkirakan mampu memberikan peluang
secara ekonomi yang lebih besar kepada seluruh individu yang berada dalam wilayah ini. 1
Terbukanya kesempatan secara ekonomi ini merupakan suatu hasil dari akses pasar yang menjadi
lebih luas dan lebih mudah sebagai perwujudan dari AEC ini sendiri. Secara spesifik, AEC akan
menciptakan suatu wilayah yang menyepakati atas adanya free movement atas barang, jasa,
investasi, skilled labour dan perpindahan arus modal.
Terdapat beberapa karakteristik penting dari AEC ini sendiri yaitu single market dan
production base, wilayah ekonomi yang memiliki tingkat kompetisi tinggi, wilayah dengan

pembangunan ekonomi yang adil serta kawasan yang terintegrasi secara penuh terhadap pasar
global.2 Berbeda dengan AFTA yang hanya berfokus kepada usaha peningkatan integrasi
ekonomi melalui perdagangan, AEC memasukkan sektor lain seperti tenaga kerja sebagai salah
satu fokus pembahasannya melalui mekanisme free movement of skilled labour .


FEMINISME LIBERAL
Feminis liberal merupakan kategori feminis yang memiliki akar pemiran dari liberal yang
mengangkat tentang pentingnya kebebasan dan kemampuan individu untuk mengambil
keputusan bagi dirinya sendiri. Dalam relasi gender yang ada feminis liberal menitik beratkan
pandangannya terhadap usaha untuk membebaskan oppresi yang diterima perempuan akibat
perbedaan jenis kelamin.3 Perbedaan jenis kelamin sering kali dipergunakan sebagai alat untuk
melegalkan pemberian posisi yang lebih rendah pada perempuan baik pada berbagai bidang
seperti pendidikan, ekonomi, sosial ada politik. Keadaan ini menyebabkan perempuan tidak

1

Ad i istrator AEC a d Lao PDR, History of A“EAN , diakses dari http://www.asean.org/communities/aseaneconomic-community, pada tanggal 10 November 2013
2
Ibid.,
3
Rosemarie Tong, Feminist Thought : A More Comprehensive Introduction, (Colorado : Westview Press,
2009),hlm.34

dapat menggunakan posisinya sebagai individu yang bebas untuk mengambil keputusan bagi
dirinya.

Feminis liberal menekankan bahwa sistem patriarki inilah yang kemudian menyebabkan
terjadinya perbedaan peran yang diberikan terhadap perempuan akibat perbedaan jenis kelamin.
Feminis liberal berusaha untuk menerima adanya posisi status quo atas budaya patriarki yang
ada sehingga yang dilakukan bukan untuk merubah posisi tersebut tetapi memperbaiki sistem
yang ada sehingga memberikan posisi yang adil bagi perempuan untuk terlibat didalamnya.
Menurut feminis liberal, sistem perundang-undangan yang ada di masyarakat juga menyebabkan
terciptanya jarak bagi perempuan untuk melakukan pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan
yang maskulin seperti contohnya adalah aturan mengenai pelarangan adanya jam kerja malam
bagi perempuan.4 Dalam dunia kerja masih terjadi diskriminasi di mana untuk mengisi suatu
posisi tertentu antara kandidat perempuan dan laki-laki maka kandidat laki-laki lebih dipilih
dibandingkan kandidat perempuan.5
Dalam dunia kerja, yang diharapkan oleh feminis liberal ini adalah terciptanya tempat
kerja yang lebih family friendly6 di mana tercipta peluang dan hak sama antara tenaga kerja
perempuan dan tenaga kerja laki-laki. Prioritas mengenai perbaikan akan tempat kerja dianggap
sebagai suatu upaya yang lebih efisien dalam menghadapi ketidakdilan gender dibandingkan
melakukan konfrontasi secara langsung pada kehidupan publik dan domestik.7 Pemilihan bentuk
pendekatan yang lebih kepada asimilasi dengan sistem yang telah ada dibandingkan melakukan
reformasi dapat dilihat sebagai upaya dari feminis liberal untuk memperbaiki representasi
perempuan di berbagai bidang kehidupan publik terutama yang berkaitan dengan status yang
lebih tinggi, penghargaan secara ekonomi dan otoritas.8


PEMBAHASAN
Posisi Tenaga Kerja Indonesia Dibandingkan Tenaga Kerja Negara Anggota AEC Lainnya
4

Rosemarie Tong, Feminist Thought : A More Comprehensive Introduction, (Colorado : Westview Press,
2009),hlm.34
5
Ibid.,
6
Ibid.,
7
Ibid.,
8
Ibid.,

Posisi tenaga kerja Indonesia sendiri apabila dibandingkan dengan tenaga kerja dari
negara ASEAN yang lain, berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Untuk tingkat
pengangguran Indonesia berada pada posisi yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan
negara lain pendiri ASEAN.9 Bukan hanya pada tingkat pengangguran, untuk tingkat partisipasi

angkatan kerja, tenaga kerja Indonesia juga berada pada posisi yang rendah yaitu hanya setingkat
lebih tinggi dibandingkan partisipasi angkatan kerja Malaysia.10 Partisipasi tenaga kerja
perempuan Indonesia baru mencapai 52,4% dan tenaga kerja laki-laki baru mencapai 84,3% pada
tahun 2011.11 Hal ini berbeda dengan Kamboja yang menempati urutan tertinggi di mana
partisipasi tenaga kerja perempuannya telah mencapai 81,6% pada tahun 2011 dan tenaga kerja
laki-laki mencapai 89,% pada tahun yang sama.12
Kondisi yang demikian ini salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan tenaga
kerja itu sendiri di mana tingkat komposisi pendidikan angkatan kerja yang berpendidikan
setingkat Sekolah Dasar (SD) menempati komposisi yang paling besar yaitu sekitar 50 %. 13
Untuk tingkat melek huruf, posisi Indonesia dibandingkan dengan negara lain juga berada pada
posisi yang belum maksimal yaitu baru mencapai 90,5% untuk penduduk perempuan dan
95,35% untuk penduduk laki-lakipada tahun 2010.14 Keadaan ini sebenarnya dapat terus
diperbaiki dikarenakan untuk Brunei Darussalam yang menempati peringkat tertinggi dalam
capaian tingkat melek huruf Brunei Darussalam baru mencapai 95% pada penduduk
perempuannya dan 97,5% pada penduduk laki-laki di tahun 2010.15
Kondisi Ketidaksetaraan Gender Tenaga Kerja Indonesia

Persaingan yang terjadi sebenarnya bukan hanya antara tenaga kerja Indonesia dengan
tenaga kerja dari negara lain. Di dalam negeri persaingan tersebut telah terjadi antara tenaga


9

ASEAN Secretariat, ASEAN Community in Figures 2012, (Jakarta : ASEAN Secretariat, 2013),hlm. 59
Ibid.,hlm.60
11
Ibid.,
12
Ibid.,
13
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Jangka Panjang 20102015 Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian, (Jakarta : Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
2012),hlm.42
14
ASEAN Secretariat, ASEAN Community in Figures 2012, (Jakarta : ASEAN Secretariat, 2013),hlm. 57
15
Ibid.,
10

kerja perempuan dan tenaga kerja laki-laki. Untuk jumlah tenaga kerja perempuan, hanya 41%16
perempuan Indonesia yang bekerja dan termasuk dalam angkatan. Jumlah ini tentu saja jauh
lebih sedikit dibandingkan jumlah laki-laki Indonesia yang bekerja yang mencapai 73%.17 Untuk

pasar tenaga kerja sendiri, juga terdapat diskriminasi di mana tenaga kerja perempuan relatif
lebih susah untuk mendapat pekerjaan dan bahkan pada sektor formal, jumlah upah yang
diterima oleh tenaga kerja perempuan relatif lebih rendah dibandingkan tenaga kerja laki-laki.18
Keadaan ini terjadi salah satunya diakibatkan oleh keadaan perempuan Indonesia yang
masih kurang memiliki akses yang cukup terhadap pendidikan ataupun akses informasi yang
dapat meningkatkan kualitas diri mereka. Tingkat melek aksara huruf bagi perempuan Indonesia
baru mencapai 86% di mana jumlah ini lebih kecil daripada laki-laki yang telah mencapai 94%.19
Jumlah rata-rata sekolah perempuan Indonesia juga lebih pendek di mana rata-rata sekolah
perempuan baru mencapai 6,5 tahun dan rata-rata sekolah laki-laki mencapai 7,6 tahun.
Hal yang menarik dari tingkat kompetisi antara tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja
laki-laki adalah dengan terbatasnya informasi dan akses pasar tenaga kerja, tenaga kerja
perempuan telah mengambil porsi 45% dari seluruh partisipasi angkatan kerja yang ada.Untuk
sektor pertanian sendiri kebanyakan tenaga kerja perempuan menjadi tenaga kerja tanpa upah
dikarenakan dari 80% sektor pertanian yang ada merupakan usaha keluarga20 sehingga mereka
tidak menerima upah atas kerja mereka. Berdasarkan hal tersebut maka bisa terlihat bahwa
perempuan kurang mendapatkan akses atas informasi pasar tenaga kerja di mana pekerjaan yang
mereka lakukan kebanyakan masih berada pada sektor privat dan bisa berada pada kondisi yang
lebih baik apabila mereka mendapatkan informasi dan akses akan tenaga kerja yang lebih luas.
Untuk upah tenaga kerja sendiri sebenarnya kesenjangan upah antara tenaga kerja lakilaki dan tenaga kerja perempuan telah mengalami penurunan dalam jumlah yang signifikan
antara tahun 2004-2008. Upah perjam yang diterima oleh tenaga kerja perempuan sebagai

16

Ba k Du ia da Isu Ge der di I do esia , diakses dari
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,co
ntentMDK:21728626~pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:447244,00.html, pada tanggal 14 November 2013
17
Ba k Du ia da Isu Ge der di I do esia , diakses dari
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,co
ntentMDK:21728626~pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:447244,00.html, pada tanggal 14 November 2013
18
Ibid.,
19
Ibid.,
20
Ibid.,

persentase upah perjam yang diterima oleh tenaga kerja laki-laki mengalami kenaikan sebesar
77,8% pada tahun 2004 dan menjadi 82,8% pada tahun 2008.21 Untuk upah secara keseluruhan
sendiri upah tenaga kerja laki-laki meningkat sebesar 2,9% dan upah tenaga kerja perempuan
meningkat sebesar 3,3% pada tahun 2012.22

Persiapan Implementasi Informasi dan Akses Pasar Tenaga Kerja AEC 2015

Implementasi informasi dan akses pasar tenaga kerja dalam AEC 2015 sebenarnya
merupakan salah satu poin yang terdapat dalam ASEAN Economic Community Blueprint
(AECB) yang mana AECB merupakan panduan bagi pelaksanaan AEC. Berkaitan dengan free
movement of skilled labour terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan

AECB. Yang pertama adalah dengan memfasilitasi pengeluaran visa dan employment passes
untuk tenaga kerja profesional yang berhubungan dengan perdagangan cross border dan kegiatan
investasi lain yang berkaitan.23 Yang kedua adalah untuk memfasiliatsi adanya free flow of
services maka ASEAN bekerjasama dalam suatu harmonisasi dan standarisasi yang

memfasilitasi pergerakan dalam wilayah tersebut melalui beberapa kegiatan. 24

Posisi dari

implementasi informasi dan akses pasar tenaga kerja dalam AEC 2015 termasuk dalam kegiatan
yang kedua di mana harus meningkatkan informasi dan akses pasar tenaga kerja antara antar
anggota ASEAN.25
Dalam pelaksanaanya, hingga tahun 2013 AEC melalui AECB masih memberikan

fokusnya hanya kepada persamaan kualifikasi profesional dalam kawasan yang diwujudkan
dalam bentuk Mutual Recognation Agreement (MRA).26 MRA yang telah diimplementasikan
adalah MRA untuk bidang teknik dan arsitektur sedangkan untuk menciptakan adanya
operasionalisasi secara efektif maka akan dilakukan MRA pada bidang lainnya yaitu perawat,
kesehatan, kedokteran gigi, akuntasi dan survey. Fokus AEC yang masih kepada pelaksanaan
MRA ini menyebabkan poin implementasi informasi dan akses pasar tenaga kerja menjadi hal

21

International Labour Organization, Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2012: Upaya Untuk
Menciptakan Ekonomi yang Adil dan Berkelanjutan, (Jakarta : Kantor Perburuhan Internasional Kantor ILO untuk
Indonesia, 2013), hlm.19
22
Ibid.,
23
ASEAN Secretariat, ASEAN Economic Community Blueprint, (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008),hlm.16
24
Ibid.,
25
Ibid.,

26
ASEAN Secretariat, ASEAN Economic Community Scorecard, (Jakarta : ASEAN Secretariat, 2012),hlm.5

yang terlupakan. Padahal adanya informasi dan akses pasar tenaga kerja yang optimal akan
memberikan pemahaman mengenai kebutuhan dari pasar tenaga kerja itu sendiri sehingga tenaga
kerja yang ada dapat menyiapkan diri sesuai dengan kebutuhan.

ANALISA
Implementasi informasi dan akses pasar tenaga kerja AEC 2015 sebenarnya merupakan
salah satu kesempatan untuk meningkatkan kesetaraan gender tenaga kerja Indonesia. Adanya
informasi dan akses tenaga kerja akan mempersempit kesenjangan yang terjadi antara tenaga
kerja perempuan dan tenaga kerja laki-laki yang ada di Indonesia dikarenakan masing-masing
kelompok dapat mengetahui sektor mana saja yang membutuhkan tenaga kerja pada kelompok
tertentu supaya dapat mengoptimalkannya. Pemaksimalan masing-masing kategori ini akan
menyebabkan tiap tenaga kerja mampu mengetahui kekuatannya masing-masing sehingga dapat
mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai hasil maksimal. Adanya mekanisme ini juga
sesuai dengan pandangan dari feminisme liberal yang berusaha untuk menciptakan lingkungan
kerja yang lebih family friendly sehingga akan membuka kesempatan yang lebih bagi perempuan
untuk dapat terlibat dalam dunia kerja.
Mekanisme pengimplementasian informasi dan akses pasar tenaga kerja AEC 2015 akan
menjadi kesempatan bagi perempuan untuk memperoleh hak yang sama dalam dunia kerja
seperti yang selama ini selalu diperjuangkan oleh feminis liberal. Perbaikan dunia kerja yang
dilakukan melalui mekanisme ini diharapkan akan menjadi suatu upaya yang efektif dalam
memperbaiki ketidaksetaraan gender yang masih terjadi khususnya dalam dunia tenaga kerja.
Tenaga kerja perempuan utamanya di Indonesia, masih berada pada posisi yang kurang
menguntungkan dimana dari segi informasi, terbatasnya akses informasi menjadi pembatas bagi
tenaga kerja perempuan untuk dapat mengetahui apa saja hak yang dapat mereka miliki dan
bidang apa saja yang sebenarnya dapat mereka kembangkan sehingga dapat memperoleh hasil
yang maksimal. Ketika ketidaksetaraan gender dalam dunia kerja ini telah berhasil dikurangi
maka diharapkan ketidaksetaraan gender dalam bidang lainnya secara bertahap juga akan
berkurang dengan sendirinya. Hal ini didasarkan pemikiran feminis liberal dimana perbaikan
akan tempat kerja dianggap sebagai suatu upaya yang lebih efisien dalam menghadapi

ketidakdilan gender dibandingkan melakukan konfrontasi secara langsung pada kehidupan
publik dan domestik.27.
Pengimplementasian dari informasi dan akses pasar tenaga kerja AEC 2015 ini sendiri
dalam pelaksanaannya juga menemui beberapa tantangan. Tantangan paling utama yang
kemudian harus dihadapi adalah keadaan bahwa dalam persiapan pelaksanaan AEC yang
menjadi fokus baik dalam blueprint ataupun scorecard adalah persamaan kualifikasi professional
melalui mekanisme MRA. Keadaan ini menyebabkan upaya informasi dan akses pasar tenaga
kerja menajdi mekanisme yang kurang diperhatikan dan pengimplementasiannyapun menjadi
kurang maksimal. Persiapan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam hal ini juga dirasa
kurang maksimal dikarenakan untuk informasi mengenai AEC itu sendiri masih banyak
masyarakat Indonesia yang belum mengetahui dan memahami AEC 2015 akibat kurangnya
informasi. Apalagi informasi mengenai akses pasar tenaga kerja yang sebenarnya bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Bukan hanya dari segi penyebaran informasi saja yang kurang, dari segi persiapan
pelaksanaan, mekanisme ini memiliki tantangan lain yaitu kurang memasukkan unsur responsif
gender dalam pembuatannya. Mekanisme tersebut dibentuk hanya untuk memberikan
kesempatan bagi seluruh tenaga kerja yang tanpa melihat bahwa dalam tenaga kerja sebenarnya
terbagi menajdi dua kelompok yaitu tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja laki-laki sehingga
dalam pengimplementasiannya harusnya diberikan mekanisme yang berbeda untuk tiap
kelompoknya. Hal ini dikarenakan tiap kelompok memiliki dinamika permasalahan masingmasing yang berbeda antara satu dengan lainnya. Contohnya seperti masih adanya streotipe
dalam masyarakat yang melihat bahwa perempuan cukup berada di rumah dan tidak bekerja.
Mekanisme implementasi informasi dan akses pasar tenaga kerja sebenarnya dapat menjadi
kesempatan untuk memberikan informasi yang dapat mengurangi streotipe tersebut sehingga
memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk dapat bekerja.
Kurangnya peran aktif pemerintah Indonesia sendiri dalam memberikan program
pendukung yang disesuaikan dengan pelaksanaan implementasi informasi dan akses pasar tenaga
kerja AEC 2015 menyebabkan kesempatan terciptanya kesetaraan gender yang dapat diraih
27

Rosemarie Tong, Feminist Thought : A More Comprehensive Introduction, (Colorado : Westview Press,
2009),hlm.34

melalui mekanisme ini menjadi tidak bisa terjadi secara maksimal. Pemerintah Indonesia lebih
berfokus

kepada

persiapan

secara

infrastruktur

dalam

menghadapi

AEC

sehingga

mengenyampingkan kondisi tenaga kerjanya terutama kesetaraan gender yang terjadi di
dalamnya. Padahal ketika AEC 2015 terjadi dan persaingan tenaga kerja menjadi hal yang harus
dihadapi, kesiapan tenaga kerja menjadi salah stau hal utama yang harusnya supaya Indonesia
dapat bersaing dnegan negara lainnya. Ketika tenaga kerja Indonesia tidak dapat bersaing dengan
tenaga kerja dari negara lainnya maka bukan hanya memberikan dampak negatif bagi
perekonomian Indonesia namun juga memberikan dampak bagi meningkatnya ketidaksetaraan
gender yang terjadi pada tenaga kerja itu sendiri dikarenakan terbatasnya informasi dan akses
pasar tenaga kerja yang dimiliki perempuan yang menyebakan tenaga kerja perempuan kuranag
dapat bersaing secara maksimal dalam pasar tenaga kerja.

KESIMPULAN
Implementasi informasi dan akses pasar tenaga kerja sebenarnya merupakan kesempatan
yang baik dalam meningkatkan kesetaraan gender yang ada di Indonesia. Terbukan informasi
dan akses pasar tenaga kerja memberikan kesempatan bagi perempuan ntuk dapat terlibat secara
lebih maksimal dalam pasar tenaga kerja. Hal ini tentu akan berdampak pada meningkatnya
kesetaraan gender pada tenaga kerja Indonesia. Akan tetapi, kesempatan yang baik ini akan
percuma apabila dalam pelaksanaannya dilakukan secara kurang maksimal. Terbatasnya
persiapan fokus AEC 2015 yang lebih kepada kualifikasi professional melalui mekanisme MRA,
menyebabkan pengimplementasian dari poin ini kurang dapat terjadi. Pembuatan mekanisme ini
sendiri yang sedari awal memang tidak memasukkan unsur responsive gender di dalamnya,
menyebabkan pelaksanaannya juga tidak memasukkan unsur responsive gender yang dapat
mengurangi ketidaksetaraan gender yang terjadi pada tenaga kerja Indonesia. Keadaan ini
diperparah dengan kurangnya kesadaran pemerintah Indonesia dalam memberikan program
pendukung yang dapat meningkatkan implementasi informasi dan akses pasar tenaga kerja
dengan dasar responsive gender. Berbagai hal tersebut membuat implementasi informasi dan
akses pasar tenaga kerja AEC 2015 kurang memberikan dampak bagi terciptanya kesetaraan
gender tenaga kerja Indonesia.