S SEJ 1204467 Chapter3

BAB III
METODE PENELITIAN

Bab III berisi pemaparan yang sifatnya lebih prosedural dan terstruktur
guna merancang alur penelitian. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis
untuk meneliti pembahasan mengenai “Peranan Paguyuban Pasundan dalam
Perkembangan Pendidikan di Tasikmalaya pada tahun 1913-1942” ialah
metode historis. Metode historis pada umumnya diawali dengan pengumpulan
sumber sejarah dan mengkritik sumber tersebut lalu menafsirkan sumber yang
didapatkan dalam sebuah rangkaian tulisan.

3.1

Metode Penelitian
Ciri-ciri dari setiap ilmu salah satunya ialah mempunyai metode. Hal

tersebut merupakan syarat agar pengetahuan tersebut bisa dipertanggungjawabkan
keilmiahannya. Dalam kamus Webster’s, (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 12) yang
dimaksud metode ialah suatu prosedur, teknik, atau cara melakukan penyelidikan
yang sistematis yang dipakai oleh atau yang sesuai untuk suatu ilmu (sains), seni,
atau disiplin tertentu. Penelitian yang akan digunakan oleh penulis ialah metode

sejarah yang mengkaji mengenai peristiwa masa lalu. Metode sejarah atau metode
historis menurut Louis Gottschalk (1985, hlm. 39) ialah proses menguji dan
menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Sedangkan,
menurut Abdurachman Surjomihardjo (1979, hlm. 112) metode historis
merupakan proses yang telah dilaksanakan oleh sejarawan dalam usaha mencari,
mengumpulkan, menguji, memilih, memisah dan menyajikan fakta sejarah serta
tafsirannya dalam susunan yang teratur. Jadi, penulis melakukan suatu teknik
yang sistematis guna menganalisis dan merekonstruksi peninggalan sejarah di
masa lampau.
Menurut Wood Gray (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 89) menjelaskan
bahwa terdapat enam tahapan dalam penelitian sejarah, yang terdiri dari :
1. Memilih suatu topik yang sesuai;
2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik;
39
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

40


3. Membuat catatan tentang itu apa saja yang dianggap penting dan relevan
dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung;
4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan /
kritik sumber;
5. Menyusun hasil-hasil penelitian / catatan fakta-fakta ke dalam suatu pola
yang benar sesuai sistematika;
6. Menyajikannya dengan cara yang menarik sehingga dapat dimengerti
sejelas mungkin.
Sebagai langkah awal, pemilihan topik menjadi hal yang terpenting guna
kelancaran dalam proses penelitian berlangsung. Oleh karena itu, Wood Gray
(dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 90) mengemukakan empat kriteria yang harus
diperhatikan dalam pemilihan topik untuk penelitian, diantaranya :
1. Nilai / value, topik yang dipilih harus memberikan penjelasan atas suatu
yang berarti dan universal. Topik yang dipilih harus memberikan arti
penting terhadap topik lain yang lebih luas.
2. Keaslian / originality, topik yang sudah dipilih pada langkah sebelumnya
harus menunjukan evidensi yang benar-benar baru terhadap topik
tersebut atau hanya interpretasi baru saja.
3. Kepraktisan / practicality, topik yang dipilih harus mempunyai prinsip

kepraktisan dalam hal keberadaan sumber yang mudah didapatkan,
kemampuan untuk menggunakan sumber tersebut dan ruang cakup
penelitian harus sesuai dengan medium yang akan dipresentasikan.
4. Kesatuan / unity, topik yang dipilih harus mempunyai kesatuan tema
yang diarahkan kepada suatu pertanyaan yang bulat.

Para sejarawan mempunyai perbedaan pendapat mengenai langkah-langkah
penelitian sejarah. Begitupun dengan Helius Sjamsuddin yang memaparkan
langkah-langkah dalam penelitian sejarah sebagai berikut :
1. Heuristik
Menurut Carrard (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 86) mengemukakan bahwa
heuristik atau Quellenkunde dalam bahasa Jerman ialah sebuah kegiatan mencari
sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah ataupun bukti
sejarah. Helius Sjamsuddin (2007, lhm. 86) mengemukakan bahwa tahap
pencarian sumber ini sangat menyita waktu, biaya, tenaga, pikiran dan perasaan.
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


41

Pada saat kita mendapatkan sumber yang kita cari, momen tersebut ibarat
menemukan sebuah lokasi tambang emas. Sebaliknya, apabila kita sulit bahkan
tidak mendapatkan sumber yang kita cari, maka kita akan frustasi. Oleh sebab itu,
kita harus mempunyai strategi agar proses pencarian sumber tersebut lebih efektif
dan efisien; di mana dan bagaimana kita akan mendapatkan sumber tersebut; siapa
saja pihak yang bersangkutan yang harus kita hubungi; berapa biaya yang harus
dikeluarkan termasuk biaya tidak terduga. Hal tersebut harus dipikirkan dengan
baik agar proses pencarian dan pengumpulan sumber tidak sia-sia.
Akan tetapi sebelum melakukan langkah pengumpulan sumber, tentunya
terdapat kriteria khusus untuk menjadi seorang “sejarawan ideal” (istilah Max
Weber) diantaranya :
a. Mempunyai kemampuan dalam mengartikulasi dan mengekspresikan
secara menarik pengetahuannya baik secara lisan / tulisan;
b. Mempunyai kecakapan dan atau berbicara dalam satu atau dua bahasa
asing atau daerah;
c. Menguasai satu atau dua disiplin kedua sebagai ilmu bantu;
d. Mempunyai kelengkapan dalam penggunaan pemahaman psikologis,
imajinasi dan empati;

e. Mempunyai kemampuan dalam membedakan antara profesi sejarah
dengan hanya sekedar kolektor barang-barang antik;
f. Pendidikan yang luas;
g. Mempunyai dedikasi yang tinggi sebagai sejarawan peneliti/sejarawan
pendidik (Sjamsuddin, 2007, hlm. 86-89).
2. Kritik Sumber
Demi mencari kebenaran atau truth, sejarawan dihadapkan dalam situasi
yang tidak pasti. Hal tersebut merupakan tantangan bagi para sejarawan melihat
sejarah bukan merupakan salah satu cabang dari rumpun ilmu alam. Dari berbagai
informasi sejarah yang sudah beredar dalam berbagai bentuk tulisan terdapat
banyak informasi yang palsu dan keliru, tugas sejarawan selanjutnya ialah
meluruskan informasi sejarah tersebut dengan bentuk tulisan yang baru. Oleh
karena

itu,

demi

tercapainya


sejarah

yang

ilmiah

dan

dapat

dipertanggungjawabkan informasinya, sejarawan harus mengerahkan segala
kemampuan pikiran, dan menggabungkan antara pengetahuan, sikap ragu, percaya
begitu saja, menggunakan akal sehat dan melakukan tebakan intelijen
(Sjamsuddin, 2007, hlm. 131-132). Hal tersebut menurut Jacques Barzun dan
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

42


Henry F. Graff (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 132) merupakan fungsi dari
sebuah kritik sehingga karya sejarah bukan hasil dari sebuah fantasi, manipulasi
dan atau hanya fabrikasi sejarawan.
Kritik sumber dibagi menjadi dua jenis yaitu kritik sumber eksternal dan
internal.
a. Kritik Sumber Eksternal
Kritik eksternal merupakan pengujian terhadap sumber yang telah
didapatkan dengan menekankan kepada aspek “luar”. Ismaun (2005, hlm. 50)
mengemukakan bahwa kritik eksternal fungsinya untuk menilai otentisitas sumber
sejarah. Sumber tersebut tidak harus sama dengan isi dari sumber aslinya, akan
tetapi sumber otentik itu merupakan salinan atau turunan dari sumber asli. Dalam
kritik eksternal lebih menekankan kepada bahan dan bentuk sumber, umur dan
asal dokumen, kapan sumber tersebut dibuat, dibuat oleh siapa, instansi apa, atau
atas nama siapa. Menurut Dasuki (dalam Ismaun, 2005, hlm. 51) kritik eksterrnal
mempersoalkan mengenai hal-hal, pertama dari bahan apa dokumen tersebut
dibuat: apakah dari batu, logam, kayu, bambu, papyrus, perkamen, kain sutera,
kertas dsb, kedua dengan alat apa tulisan itu dibuat: apakah dengan pahat, benda
runcing, apa bahan untuk menulisnya: tinta macam apa, serta bagaimana
menulisnya : dengan tangan atau dicetak, ketiga aksara apa yang digunakan dan

bentuk huruf-hurufnya, keempat bahasa apa yang digunakan dan dalam bentuk
apa beritanya disajikan.
b. Kritik Sumber Internal
Setelah sumber yang didapatkan “lolos” pada tahap kritik eksternal, sumber
tersebut masuk ke dalam tahap kritik internal. Kritik internal lebih menekankan
pada aspek-aspek “dalam” atau isi dari sumber yang sudah didapatkan. Kritik
internal lebih fokus kepada aspek kesahihan sumber atau kredibilitas. Daliman
(2012) mengemukakan bahwa setelah sejarawan menguji keaslian sumber,
langkah selanjutnya ialah menguji keabsahan atau kredibilitas konten dari sumber.
Uji tersebut untuk mengukur sejauh mana kebenaran yang dapat diperoleh dari
sumber tersebut . Jadi, uji kredibilitas ini bertujuan untuk mengungkapkan
informasi dari informan mengenai aspek, pertama kemampuan untuk melaporkan

Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

43


atau menuliskan secara akurat dan kedua kesediaan atau kemauan untuk melapor
dengan benar.

3. Historiografi
Tahap terakhir dalam metode penelitian sejarah ialah historiografi yang
sebenarnya mempunyai dua arti yaitu penulisan sejarah dan sejarah penulisan
sejarah. Hal tersebut tentunya berbeda dan pada tahap ini akan dilakukan
penulisan sejarah secara intelektual. Helius Sjamsuddin (2007, hlm. 155-156)
mengemukakan bahwa tahap-tahap dalam penulisan sejarah terdiri dari tiga tahap
yang terdiri dari interpretasi sejarah, eksplanasi sejarah dan presentasi atau
pemaparan sejarah. Ketiga tahap tersebut merupakan satu kegiatan yang dilakukan
secara bersamaan. Selain itu, Ismaun (2005, hlm. 60) menuturkan bahwa dalam
penulisan sejarah, sejarawan dituntut untuk jujur. Jujur disini mempunyai makna
kata lain dari sifat benar. Sejarawan harus berusaha mencari dan menuliskan
fakta-fakta sejarah mendekati kebenaran sejarah. Dengan pedoman metode yang
sistematis dan kritis akan menghasilkan sebuah karya sejarah yang objektif.

3.2

Persiapan Penelitian

Penelitian skripsi ini sifatnya terstruktur dan mempunyai sistematika

sehingga mempunyai alur yang jelas guna mencapai kebenaran sejarah. Hal
tersebut penulis lakukan dengan melakukan beberapa persiapan sebelum
melakukan penelitian. Persiapan tersebut mencakup hal administratif dan
perencanaan penelitian yang terdiri dari :

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian
Langkah pertama yang sangat menentukan dalam semua rangkaian
penelitian ini ialah penentuan topik penelitian. Dalam penentuan topik, awalnya
penulis mengajukan pembahasan mengenai tokoh Hoegeng Iman Santoso. Ia
adalah tokoh polisi yang muncul ke permukaan setelah adanya testimoni dari
Presiden RI ke-4 yaitu Abdurachman Wahid atau Gus Dur. Penulis sangat tertarik
untuk mengangkat perjalanan karier politik Hoegeng Iman Santoso ke dalam
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

44


suatu karya ilmiah skripsi. Ketertarikan tersebut muncul ketika penulis masih
mengontrak mata kuliah Seminar Penulisan Karya Ilmiah sekitar bulan
September-Desember 2015. Akan tetapi, penulis menghadapi permasalahan
“klasik” dalam sebuah penelitian sejarah yaitu kekurangan sumber. Di samping
itu, meskipun terdapat sumber yang menuliskan mengenai tokoh Hoegeng,
sumber tersebut sifatnya lebih subjektif, lebih mengangkat sisi positif dari
kepribadian Hoegeng.
Setelah berpikir dan mencari dengan membaca beberapa literatur sejarah,
akhirnya penulis mendapatkan satu topik yang sangat menarik mengenai
pergerakan Paguyuban Pasundan di Tasikmalaya sekitar bulan April 2016. Hal
tersebut didasarkan kepada penelitian-penelitian terdahulu yang kebanyakan
sifatnya nasional. Oleh karena itu, penulis mencoba mengangkat kajian terebut
dalam skala lokal di Tasikmalaya. Setelah yakin dengan topik tersebut, penulis
mencoba mencari beberapa “ahli” yang memang bisa membantu dalam proses
penelitian. Penulis mencoba berkonsultasi dengan sejarawan lokal di Tasikmalaya
serta berkonsultasi kepada salah satu ahli sejarah di Pasca Sarjana Universitas
Pasundan Bandung.

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian
Perencanaan atau biasa disebut dengan proposal penelitian merupakan
tulisan awal sebagai pengantar sebelum penulis mengawali penelitian.
Penyusunan proposal penulis dimulai ketika masih mengontrak mata kuliah
Seminar Penulisan Karya Ilmiah. Dalam penyusunannya, proposal tersebut
mempunyai sistematika tersendiri yang terdiri dari :
1. Judul penelitian
2. Latar belakang masalah
3. Rumusan masalah
4. Tujuan penelitan
5. Manfaat penelitian
6. Metode penelitian
7. Kajian pustaka
8. Penelitian terdahulu
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

45

9. Sistematika penelitian
10. Daftar pustaka

Pelaksanaan seminar proposal dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2015
mempresentasikan judul mengenai Kepribadian dan Karier Politik Hoegeng Iman
Santoso pada tahun 1961-1971. Berhubung topik tersebut tidak dilanjutkan untuk
penulis kaji lebih dalam, pada bulan Juni 2016 penulis melaksanakan seminar
proposal

yang

baru

mengenai

Peranan

Paguyuban

Pasundan

dalam

Perkembangan Pendidikan di Tasikmalaya pada tahun 1913-1942 secara
langsung menghadap kepada calon pembimbing I yaitu Drs. Suwirta, M.Hum dan
pembimbing II H. Moch. Eryk Kamsori, S.Pd

3.2.3 Perizinan
Setelah melaksanakan seminar proposal, penulis mengurus perizinan agar
proposal yang disusun oleh penulis bisa dilanjutkan menjadi penelitian skripsi.
Penulis mengurus perizinan ke Departemen Pendidikan Sejarah pada tanggal 24
Juni 2016. Surat Keputusan atau SK 20/TPPS/JPS/PEM/2016 yang disetujui oleh
Ketua Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi yaitu Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si
dan Ketua Departemen Pendidikan Sejarah Dr. Agus Mulyana, M.Hum menjadi
legalitas penulis dalam melaksanakan penelitian skripsi. Di samping itu, SK
tersebut juga mengesahkan pembimbing yang akan membantu penulis dalam
proses penelitian ini dengan Drs. Suwirta, M.Hum sebagai pembimbing I dan
H.Moch. Eryk Kamsori, S.Pd sebagai pembimbing II.

3.3

Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian skripsi ini mengacu kepada metode historis dalam

penelitian sejarah. Akan tetapi, setiap ahli sejarah tentunya mempunyai
pandangan yang berbeda mengenai langkah-langkah dalam penelitian sejarah
yang mengembangkan dari formasi heuristik, kritik sumber, interpretasi dan
historiografi. Dalam penelitian ini, penulis akan memakai langkah-langkah yang
dijabarkan oleh Wood Grey. Langkah-langkah penelitian tersebut terdiri dari
enam langkah yaitu (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 89) :
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

46

3.3.1 Memilih suatu topik yang sesuai
Penulis mengambil keputusan untuk mengkaji topik Paguyuban Pasundan
ini sekitar bulan April 2016. Seperti yang sudah dipaparkan pada pembahasan
sebelumnya, pengambilan keputusan tersebut memperhatikan hal-hal berikut
dibawah ini :

3.3.1.1 Nilai / value
Topik yang dipilih “harus sanggup memberikan penjelasan atas suatu yang
berarti dan dalam arti suatu yang universal”. Topik mengenai pergerakan
Paguyuban Pasundan dalam bidang pendidikan di Tasikmalaya menjadi kajian
yang berarti. Kajian tersebut memberikan gambaran bagaimana seriusnya
Paguyuban Pasundan dalam mencapai tujuan organisasinya yang ingin
mensejahterakan masyarakat Sunda melalui bidang pendidikan dan pengajaran.
Fakta di lapangan menunjukan bahwa jumlah sekolah-sekolah yang didirikan oleh
Paguyuban Pasundan di Tasikmalaya lebih banyak dibandingkan dengan daerah
lain. Selain itu, terdapat tokoh-tokoh besar dari Tasikmalaya yang memberikan
kontribusi besar bagi Paguyuban Pasundan semisal R. Sutisna Senjaya dan R.
Ahmad Atmadja. Selain tokoh, terdapat media lokal Tasikmalaya dalam bentuk
koran menjadi media propaganda dan edukasi Paguyuban Pasundan yaitu
Sipatahoenan. Hal tersebut menjadi bagian dari “suatu wakil dari perkembanganperkembangan yang luas” yang disebutkan oleh Grey.
3.3.1.2 Keaslian / originality
Penelitian ini tentunya harus menghasilkan suatu informasi baru dimana
penulis harus menampilkan salah satu atau dua dari aspek, pertama evidensi baru
yang sangat substansial dan kedua interpretasi baru dari evidensi yang valid.
Penelitian ini menitikberatkan kepada evidensi baru yang valid yang penulis
dapatkan dari sumber primer surat kabar Sipatahoenan. Selain itu, penulis

Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

47

mencoba mencari interpretasi baru mengenai pergerakan Paguyuban Pasundan di
Tasikmalaya dalam bidang pendidikan.

3.3.1.3 Kepraktisan / practicality
Demi kelancaran penelitian, tentunya penulis sangat memperhatikan aspek
kepraktisan dalam menunjang proses penelitian berlangsung. Penulis memilih
ruang cakupan penelitian ini dalam bentuk skripsi yang menitikberatkan kepada
sumber-sumber primer. Akan tetapi, tidak ada salahnya untuk menggunakan
sumber sekunder sebagai pengantar awal penelitian yang dipaparkan secara
umum. Penulis mendapatkan sumber-sumber dari perpustakaan-perpustakaan di
sekitar Kota Bandung serta dari sejarawan lokal di Tasikmalaya yang membantu
dalam pelaksanaan penelitian dengan membantu membagi sumber primer berupa
surat kabar Sipatahoenan yang sudah berbentuk micro film kepada penulis.
Penulis merasa sangat terbantu, karena sumber lain baik berupa sumber primer
maupun sekunder dalam mengkaji penelitian ini belum pernah penulis dapatkan.
Sumber tersebut (Sipatahoenan) menjadi sumber utama penulis.

3.3.1.4 Kesatuan / unity
Dalam menentukan topik penelitian harus mempunyai aspek kesatuan,
dimana setiap penelitian harus mempunyai satu kesatuan tema, atau diarahkan
kepada satu pertanyaan atau proposisi yang bulat. Begitupun dengan penelitian
ini, yang menitikberatkan pada pertanyaan bagaimana peranan Paguyuban
Pasundan dalam perkembangan pendidikan di Tasikmalaya pada rentang tahun
1913-1942 ?

3.3.2 Mengusut semua evidensi (bukti) yang sesuai dengan topik
Pada tahap kedua ini, penulis mencoba mengusut bukti-bukti sejarah atau
sumber sejarah yang relevan dengan topik yang akan dikaji atau biasa disebut
dengan heuristic. Ismaun (2005, hlm. 42) membagi sumber sejarah menjadi tiga
bagian yang diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, pertama sumber dokumenter
(berupa bahan dan rekaman sejarah dalam bentuk tulisan), kedua sumber korporal
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

48

(berwujud benda seperti bangunan, arca, perkakas, fosil, artefak dsb), ketiga
sumber lisan (terdiri dari sejarah lisan atau oral history). Sedangkan menurut Jan
Romein (dalam Ismaun, 2005, hlm. 42-43) membagi sumber sejarah menjadi dua
bagian yaitu sumber langsung dan sumber tidak langsung. Sumber langsung
dibagi menjadi dua, yaitu peninggalan disengaja dan peninggalan tidak disengaja.
Pengertian dari peninggalan disengaja ialah peninggalan yang disengaja
diwariskan dengan tujuan untuk tanda peringatan kepada generasi penerus
(piagam dan monumen). Sedangkan, pengertian dari peninggalan tidak disengaja
ialah peninggalan yang tidak mengandung maksud dan tujuan untuk diwariskan
sebagai tanda peringatan kepada generasi penerus.
Terdapat istilah lain mengenai sumber sejarah yaitu literatur atau
kepustakaan. Kedua konsep tersebut sebenarnya merupakan satu makna, sebab
antara literatur dengan sumber sejarah tidak mempunyai pemisah. Penggunaan
literatur menjadi keterbatasan seorang sejarawan dalam mencari sumber-sumber
asli. Sumber sejarah yang asli biasa disebut dengan sumber primer, sedangkan
sumber sejarah yang berupa garapan atau bacaan termasuk jenis literatur yang
termasuk ke dalam sumber sekunder (sampai juga kepada sumber tertier). Sumber
primer memuat bahan-bahan asli atau original sources, sedangkan sumber
sekunder memuat bahan-bahan asli yang sudah digarap atau derived sources
(Ismaun, 2005, hlm. 45).
Penulis, di tahap ini mencoba mencari sumber sebanyak mungkin dengan
berkunjung ke perpustakaan-perpustakaan yang mudah dijangkau. Penulis
berkunjung dan mendapatkan sumber sejarah dari beberapa perpustakaan di
bawah ini :
1. Perpustakaan Ajip Rosidi
Perpustakaan Ajip Rosidi terletak di Jl. Garut Kota Bandung. Koleksi dari
perpustakaan ini identik dengan karya ilmiah yang bernuansa Sunda. Hal tersebut
tidak mengherankan karena sosok Ajip Rosidi merupakan salah satu budayawan
Sunda. Selain terdapat buku atau literatur, terdapat banyak hasil penelitian berupa
karya ilmiah skripsi, tesis dan disertasi dari sejarawan ternama. Terkait dengan
sumber mengenai topik Paguyuban Pasundan, penulis mendapatkan beberapa
skripsi dan tesis ketika berkunjung ke perpustakaan ini pada tanggal 22 Agustus
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

49

2016, pertama tesis yang ditulis oleh Suharto pada tahun 1993 dengan judul
Pagoejoeban Pasoendan: 1927-1942 profil Pergerakan Etnonasionalis, kedua
skripsi yang ditulis oleh Iyan Tiarsah Saleh pada tahun 1975 dengan judul Sekitar
lahir dan Perkembangan Pagoejoeban Pasoendan (1914-1942), ketiga skripsi
yang ditulis oleh Hetty Rusianty Ramelan pada tahun 1983 dengan judul Sejarah
Pagoejoeban Pasoendan (1914-1982). Selain itu, penulis juga mendapatkan
kajian mengenai Tasikmalaya diantaranya, pertama buku yang berjudul Sejarah
Sukapura yang ditulis oleh Achmad Suhara dan yang kedua berjudul Hari Jadi
Tasikmalaya.
2. Perpustakaan Pusat Universitas Pendidikan Indonesia
Di perpustakaan UPI, sekitar bulan Juni-Agustus 2016 penulis mendapatkan
beberapa buku yang menjadi sumber penunjang penelitian ini diantaranya,
pertama buku yang berjudul Kebangkitan Kembali Orang Sunda: Kasus
Paguyuban Pasundan 1913-1918 yang ditulis oleh Edi Suhandi Ekadjati pada
tahun 2004, kedua buku yang berjudul Si Jalak Harupat Biografi R. Oto Iskandar
di Nata (1897-1945) yang ditulis oleh Nina Herlina Lubis pada tahun 2003, ketiga
buku yang berjudul Otoiskandardinata yang ditulis oleh Sri Sutjiatiningsih pada
tahun 1983, keempat buku-buku yang membahas mengenai metode sejarah,
pergerakan nasional, pendidikan, perubahan sosial serta konsep peranan, kelima
buku yang berjudul Ensiklopedi Sunda menjadi pegangan penulis dalam
memahami istilah, tokoh dan kebudayaan Sunda. Selain itu, penulis juga
mendapatkan jurnal yang membahas mengenai Tasikmalaya yang ditulis oleh
Ietje pada tahun 2001 dengan judul Peranan Bupati Wiratanuningrat (1908-1937)
dalam Memajukan Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Tasikmalaya, Jawa
Barat serta karya tulis ilmiah skripsi yang ditulis oleh Andre Bagus Irshanto yang
berjudul Kiprah Politik Paguyuban Pasundan Periode 1927-1959.
3. Perpustakaan BAPUSIPDA Provinsi Jawa Barat
Perpustakaan daerah ini terletak di Jalan Kawaluyaan Kota Bandung.
Penulis mendapatkan beberapa buku yang khusus membahas pergerakan
Paguyuban Pasundan ketika berkunjung ke perpustakaan daerah ini pada tanggal
30 Agustus 2016, pertama buku yang berjudul Perjoangan Paguyuban Pasundan
1914-1942 yang ditulis oleh Sjarif Amin / Mohamad Koerdi. Kedua, buku dari
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

50

Suharto yang merupakan suntingan dari tesis-nya yang berjudul Pagoejoeban
Pasoendan 1927-1942 Profil Pergerakan Etno-nasionalis.

4. Buku-buku Koleksi Pribadi
Penulis mengkaji buku-buku pribadi sekitar bulan Juni-Agustus 2016.
Penulis mempunyai beberapa buku dan jurnal yang berhubungan dengan kajian
skripsi ini diantaranya, pertama buku yang berjudul Sejarah Kota Tasikmalaya
1820-1942 yang ditulis oleh Miftahul Falah, kedua buku yang berjudul Sejarah
Tatar Sunda Jilid 2 yang ditulis oleh Nina Herlina Lubis, ketiga buku yang
berjudul Oto Iskandar Di Nata the Untold Stories yang ditulis oleh Iip Dzulkipli
Yahya. Selain buku, penulis mempunyai beberapa jurnal yaitu jurnal Historia
Soekapoera serta sumber primer berupa surat kabar Sipatahoenan yang penulis
dapatkan dari Muhajir Salam (Soekapoera Institute) dan laporan tahunan dari Bale
Pawulangan Pasundan (Jaarverslag) pada tahun 1940 yang didapatkan dari Iip
Dzulkipli Yahya (Paguyuban Pasundan) dari Perpustakaan Nasional.

3.3.3 Membuat catatan sesuatu yang dianggap penting dan relevan dengan
topik ketika penelitian berlangsung
Secara garis besar, guna memudahkan ingatan semua literatur yang sudah
dibaca, penulis mencoba membuat catatan-catatan penting. Catatan tersebut
penulis susun dalam bentuk kronologi atau rentetan tahun-tahun penting yang
berkaitan dengan Paguyuban Pasundan semisal tahun 1913 (Paguyuban Pasundan
terbentuk), 1919 (Paguyuban Pasundan aktif di politik), 1922 (HIS Pasundan
Tasikmalaya didirikan), 1928 (MULO Pasundan Tasikmalaya didirikan) 1929
(Oto menjadi pemimpin PP) dan 1942 (organisasi pergerakan dibatasi
pergerakannya oleh pemerintah Nippon). Selain itu, penulis menggunakan buku
Ensiklopedi Sunda untuk mempermudah dalam mencari istilah-istilah Sunda.

3.3.4 Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang dikumpulkan (kritik
sumber)

Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

51

Kritik sumber merupakan tahap yang penting dalam menguji kebenaran
dalam suatu sumber sejarah. Penulis tidak serta merta menggunakan semua
sumber yang sudah dikumpulkan, sebagaimana penuturan dari Helius Sjamsuddin
(2007, hlm. 131) yang menuturkan bahwa :
Dalam usaha mencari kebenaran truth, sejarawan dihadapkan dengan
kebutuhan untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar (palsu),
apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil. Masalahnya
dalam kehidupan nyata sehari-hari, manusia selain telah banyak berbuat
yang benar tidak jarang pula membuat kesalahan-kesalahan (disengaja
ataupun tidak disengaja), bahkan ada pula yang tidak segan-segan
melakukan pemalsuan atau kejahatan lainnya.
Oleh karena itu, sejarawan atau penulis harus lebih selektif dalam
menggunakan sumber sejarah demi tercapainya kebenaran dalam sejarah. Oleh
karena itu langkah mengkritik suatu sumber sejarah sangat penting dilakukan.
Kritik sumber tersebut dibagi menjadi dua yaitu kritik eksternal dan kritik
internal:

3.3.4.1 Autentisitas (Kritik Eksternal)
Kritik eksternal merupakan langkah pengujian terhadap sumber sejarah
yang terfokus kepada aspek “luar” sumber tersebut. Helius Sjamsuddin
(2007,hlm. 133-134) menuturkan pengertian dari kritik eksternal ialah :
Suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan
atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang
mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal
mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Kritik
eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa : kesaksian itu
benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu itu (authenticity),
kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan
(uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilanganpenghilangan yang substansial (integrity).
Penulis menggunakan beberapa sumber primer dalam penelitian ini. Sumber
tersebut ialah laporan tahunan dari Bale Pawulangan Pasundan pada tahun 1940
yang berjudul “Jaarverslag 1940 Bale Pamoelangan Pasoendan”. Berdasarkan
penuturan dari Lucey (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 134) bahwa :
Sebuah sumber sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli
jika itu benar-benar adalah produk dari orang yang dianggap sebagai
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

52

pemiliknya (atau dari periode yang dipercaya sebagai masanya jika tidak
mungkin menandai pengarangnya) atau jika itu yang dimaksudkan oleh
pengarangnya.

Informasi yang didapatkan dari laporan tahunan tersebut dikeluarkan oleh
Gezien : Voorzitter Bale Pamoelangan Paseondan, AHMAD ATMADJA dan
Directur Mulo Pasoendan Tasikmalaja J. VAN DER VELDEN. Penulis
mengidentifikasi bahwa sumber tersebut otentik karena dikeluarkan atau produk
dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya dan berada pada masa itu. Selain
itu, penulis tidak terlalu menemui kesulitan dalam melakukan kritik eksternal
terhadap surat kabar Sipatahoenan. Surat kabar tersebut sudah berbentuk micro
film yang dalam setiap roll-nya terdapat keterangan yang detail mengenai asal
sumber tersebut yag dikeluarkan oleh pihak Perpustakaan Nasional. Hal tersebut
juga memberikan kepraktisan bagi penulis dalam mengkaji penelitian ini karena
apabila penulis tidak mendapatkan sumber tersebut dalam bentuk micro film
penulis akan merasa kesulitan dan menemui hambatan dengan harus membuka
satu per satu surat kabat tersebut secara manual.

3.3.4.2 Kredibilitas (Kritik Internal)
Kritik internal merupakan bentuk kritik terhadap sumber sejarah yang
terfokus kepada aspek “dalam” atau isi dari sumber yaitu kesaksian atau
testimony. Setelah kritik eksternal melakukan tugasnya dengan menegakan fact of
testimony, selanjutnya ialah melakukan evaluasi terhadap kesaksian tersebut yang
harus memutuskan kesaksian tersebut dapat diandalkan atau tidak. Pada tahap
tersebut, sejarawan biasanya berada dalam sikap mudah percaya dan raga-ragu.
Kedua sikap tersebut harus dihindari oleh sejarawan karena pencarian sejarawan
itu untuk kebenaran substansial (Sjamsuddin, 2007, hlm. 143 & 147).
Pada tahap ini, penulis mengalami kebingungan karena menemukan
informasi yang keliru mengenai waktu peristiwa atau metachronism pada hari
lahirnya Paguyuban Pasundan dan ketua pertama dari Paguyuban Pasundan.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa hari lahir Paguyuban Pasundan itu pada
tanggal 20 Juli 1913, 22 September 1914 dan 9 Desember 1914. Hal tersebut
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

53

menjadi perdebatan dan bertahan cukup lama. Oleh karena itu, penulis mencoba
membandingkan beberapa buku-buku tersebut seperti yang diungkapakan oleh
Lucey (dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 148) yang menyebutkan bahwa :
Dalam membandingkan satu sumber dengan sumber-sumber lain untuk
kredibilitas, terdapat tiga kemungkinan:
1. Sumber-sumber lain dapat cocok dengan sumber A, sumber yang
dibandingkan
2. Sumber-sumber lain berbeda dengan sumber A
3. Sumber-sumber lain itu “diam” saja, artinya tidak menyebutkan apa-apa.
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis melakukan kaji banding fakta antar
buku tersebut sehingga penulis mengambil keputusan untuk menggunakan buku
tulisan dari Edi Suhandi Ekadjati yang menyebutkan bahwa hari lahir atau
berdirinya Paguyuban Pasundan itu ialah tanggal 20 Juli 1913 ketika para pemuda
mengadakan pertemuan di kediaman Daeng Kanduruan Ardiwinata, Paseban,
Jakarta. Hal tersebut penulis pertimbangkan karena Edi Suhandi Ekadjati dalam
pemaparannya menemukan dan menggunakan sumber primer berupa majalah
Sunda yang diterbitkan oleh Paguyuban Pasundan yaitu majalah Papaes Nonoman
serta menggunakan pendekatan penulisan yang indonesiasentris. Di samping itu,
mengenai ketua pertama Paguyuban Pasundan terdapat fakta baru yang ditemukan
oleh Edi S. Ekadjati dimana ketua pertama Paguyuban Pasundan itu ialah Dayat
Hidayat bukan D.K. Ardiwinata. Daeng Kanduruan Ardiwinata merupakan ketua
pertama setelah statuta organisasi disahkan oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda.
Kritik internal yang penulis lakukan lebih kepada kaji banding buku. Oleh
karena itu, wajar apabila terdapat buku yang mencantumkan informasi yang
kurang reliable, karena sejarah itu berbicara mengenai sumber dan sejarawan.
Apabila ditemukan sumber baru, secara otomatis tulisan-tulisan sebelumnya
dianjurkan tidak digunakan karena kurang bisa dipercaya kebenaran informasinya.

3.3.5 Menyusun hasil-hasil penelitian
Syarat dalam suatu keilmuan itu ialah adanya objektivitas. Untuk mencapai
kebenaran sejarah, sejarawan harus objektif dalam menuliskan fakta dalam
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

54

rangkaian tulisan. Akan tetapi, unsur subjektivitas dalam sejarah tidak bisa
dihilangkan. Kuntowijoyo (2013, hlm. 78) mengemukakan bahwa
Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subjektivitas. Itu
sebagian benar, tetapi sebagian salah. Benar, karena tanpa penafsiran
sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur akan
mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain
dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Itulah sebabnya, subjektivitas
penulisan sejarah diakui, tetapi lebih dihindari. Interpretasi itu ada dua
macam yaitu analisis dan sintesis.
Guna meminimalisasi subjektivitas yang ada dalam tahap interpretasi
sehingga fakta yang didapatkan menjadi sebuah kebenaran sejarah yang objektif,
penulis dalam menyusun dan menginterpretasikan penelitian ini menggunakan
penafsiran

sosiologis.

Barnes

(dalam

Sjamsuddin,

2007,

hlm.

170)

mengemukakan bahwa
Penafsiran ini mencoba melihat asal-usul, struktur dan kegiatan masyarakat
manusia dalam interaksinya dengan lingkungan fisiknya; masyarakat dan
lingkungan fisik bersama-sama maju dalam suatu proses evolusi. Sosiologi
(bersama-sama dengan antropologi budaya) mencoba menjelaskan
pengulangan dan keseragaman dalam kausalitas sejarah.
Sartono Kartodirdjo (1992, hlm. 145) mengemukakan bahwa “apabila
sejarah dikonsepsikan sebagai proses yang mengaktualisasikan perubahan sosial,
maka tema besar ini tak mungkin digarap secara mendalam tanpa bantuan alat-alat
analitis dari sosiologi”. Penulis mencoba menghubungkan penafsiran sosiologis
ini dengan konsep perubahan sosial seperti yang sudah disebutkan bahwa
“masyarakat dan lingkungan fisik bersama-sama maju dalam suatu proses
evolusi” terdapat korelasi dengan konsep perubahan sosial yang menyebutkan
bahwa “perubahan sosial itu terjadi di setiap masyarakat, meskipun dengan laju
perubahan yang bervariasi”. Dari dua definisi diatas terdapat titik temu mengenai
konsep “perubahan”. Perubahan merupakan salah satu indikasi bahwa masyarakat
tersebut melakukan reaksi dari tantangan lingkungannya. Begitupun dengan
Paguyuban Pasundan yang bergerak dalam bidang pendidikan mempunyai tujuan
untuk mewujudkan perubahan menuju kesejahteraan pendididikan bagi orangorang Sunda. Orang-orang Sunda pada saat itu mengalami ketertinggalan dari

Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

55

etnis lainnya sehingga guna mewujudkan perubahan dan kemajuan, Paguyuban
Pasundan berdiri dan aktif dalam kegiatan pendidikan.

3.3.6 Menyajikan semenarik mungkin dan mengkomunikasikannya kepada
pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam rangkaian pelaksanaan
penelitian. Tahap ini biasa disebut dengan historiografi. Helius Sjamsuddin (2007,
hlm. 156) mengemukakan pengertian historiografi ialah ketika sejarawan
mengerahkan seluruh daya pikirannya tidak hanya mengandalkan hal-hal yang
sifatnya teknis saja seperti penggunaan kutipan dan catatan-catatan. Akan tetapi,
sejarawan harus bisa melakukan analisis terhadap fakta yang sudah didapatkan
sehingga menghasilkan suatu sintesis.
Penulisan dan penyajian penelitian menurut Kuntowijoyo (2013, hlm. 80)
dibagi menjadi tiga bagian
1. Pengantar
Pengantar berisikan latar belakang masalah, teori, konsep, rumusan
masalah dan pendapat penulis mengenai penelitian terdahulu. Dalam
penelitian ini, bagian pengantar masuk ke dalam Bab I, II, dan III.
2. Hasil penelitian
Hasil penelitian merupakan pemaparan jawaban dari pertanyaanpertanyaan yang ditulis pada bab sebelumnya. Penulis memaparkan hasil
kajiannya dalam rangkaian tulisan yang sifatnya lebih analitis.
Pemaparan pada pembahasan ini dalam penelitian yang penulis lakukan
terdapat di bab IV.
3. Simpulan
Simpulan berisikan generalisasi dari buah pemikiran penulis dari kajian
pada bab sebelumnya. Pemaparan simpulan terdapat di bab V pada
penelitian yang akan penulis lakukan.

Guna menyajikan suatu rangkaian peristiwa sejarah agar menarik dan bisa
dimengerti sejelas mungkin oleh pembaca, Helius Sjamsuddin (2007, hlm. 237)
Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

56

membagi 3 cara penyajian atau pemaparan sejarah: Pertama, deskriptif naratif
yaitu cara pemaparan yang terlalu menyandarkan diri kepada peristiwa-peristiwa
lama atau tradisional sehingga sejarawan dianggap hanya sebagai narator saja
karena kajiannya yang kurang mendalam. Kedua, analitis-kritis yaitu pemaparan
yang lebih mengedepankan aspek permasalahan dan struktur sehingga disebut
dengan sejarah struktural. Cara pemaparan seperti ini lebih mengedepankan
analisis dibandingkan dengan narasi. Pemaparan seperti ini pun biasa disebut
dengan sejarah akademik. Ketiga, gabungan analitis kritis dengan naratif
deskritptif yaitu pemaparan dengan cara mengintegrasikan peristiwa yang naratif
dengan struktur yang analitis.
Penulis menggunakan cara gabungan antara naratif deskriptif dan analitis
kritis dalam menyajikan kajian mengenai peranan Paguyuban Pasundan dalam
perkembangan pendidikan di Tasikmalaya pada tahun 1913-1942. Cara naratif
deskriptif dan analitis kritis, penulis gunakan dalam menyajikan rangkaian
perjalanan Paguyuban Pasundan pada rentang tahun 1913-1942. Menurut Burke
(dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 239) menjelaskan bahwa pemaparan tersebut tidak
hanya memperbanyak narasi, akan tetapi penulis juga melukiskan strukturstruktur seperti lembaga-lembaga sosial, cara-cara berpikir dan sebagainya.
Oleh karena itu, penulis dalam menyajikan pemaparan tersebut juga
menyajikan penjelasan mengenai struktur internal Paguyuban Pasundan (badan
khusus dan cabang organisasi) serta memaparkan pemikiran-pemikiran dari
Paguyuban Pasundan yang berperan besar dalam pergerakan Paguyuban Pasundan
dalam bidang pendidikan di Tasikmalaya.

Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

57

Rifki Adiyana, 2016
PERANAN PAGUYUBAN PASUNDAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI TASIKMALAYA PADA
TAHUN 1913-1942
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu