Jumlah Koloni Candida Spp Pada Lansia Yang Memakai Dan Tidak Memakai Gigitiruan Penuh Dari Akrilik Pada Maksila
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lanjut usia (lansia) merupakan periode akhir dari rentang kehidupan manusia.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia, pada Bab I menjelaskan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun keatas.14
Penuaan adalah fase kehidupan dan proses biologis. Penuaan adalah proses
multidimensional dan mengacu pada proses kedewasaan seiring berjalannya waktu.
Hal ini diawali dengan pembuahan dan terus sepanjang hidup sampai kematian
terjadi. Penuaan bersifat progresif, di mana-mana dan tak terelakkan untuk semua
makhluk hidup. Penuaan normal dan penyakit yang berhubungan dengan penuaan
adalah dua kesatuan yang terpisah. Penuaan normal mengacu pada proses-proses
memburuk normal yang semua manusia akan mengalami jika mereka hidup cukup
lama, seperti massa tulang menurun, osteoarthritis, dan katarak. Penyakit yang
berhubungan dengan penuaan, tetapi tidak disebabkan oleh penuaan dan tidak terjadi
pada semua orang, termasuk demensia, hipotiroidisme, stroke, dan gagal jantung
kongestif, sedangkan secara umum tidak bisa dihindari oleh semua orang, dan tidak
semua lansia akan mengalaminya.15,16
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Pembagian lanjut usia secara epidemiologis, yaitu:17
1. Lanjut usia
: 65-74 tahun
2. Tua
: 75-84 tahun
3. Sangat tua
: >85 tahun
Universitas Sumatera Utara
7
World Health Organization (WHO) membagi lanjut usia menjadi beberapa
kelompok yaitu:17
1. Lanjut usia (elderly)
: 60-75 tahun
2. Tua (old)
: 75-90 tahun
3. Sangat tua (very old)
: >90 tahun
DEPKES RI mengelompokkan lanjut usia menjadi 3 kelompok yaitu:17
1. Masa lansia awal
: 46-55 tahun
2. Masa lansia akhir
: 56-65 tahun
3. Masa manula
: 65 ke atas
2.1.3 Etiologi Lansia
Dengan bertambahnya usia individu, perubahan terjadi pada kesehatan dan
reaksi terhadap penyakit mereka. Perubahan ini disebabkan oleh variasi dalam
fisiologi yang terjadi dengan penuaan, adanya penyakit lain yang berkembang dari
waktu ke waktu, kecenderungan genetik untuk penyakit tertentu, faktor gaya hidup
(pola makan, olahraga, paparan obat-obatan dan racun, merokok, alkohol yang
dikonsumsi secara berlebihan), dan variasi intrinsik penyakit.18
2.1.4 Teori Penuaan
1.Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok senyawa yang memiliki elektron tidak
berpasangan dan dapat berdiri sendiri serta sangat reaktif. Hal ini sangat reaktif
sebagai akibat kecenderungan atom tidak berpasangan mencari pasangannya sehingga
mudah bereaksi dengan biomolekul dalam sel yang penting untuk kehidupan sel.
Begitu reaktifnya radikal bebas sehingga dapat merusak membran sel dan keutuhan
sel-sel yang ada sehingga menyebabkan penyakit generatif. Teori penuaan akibat
radikal bebas, dikemukakan oleh dr. DenHam Harman.17,18
Normalnya radikal bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun
beberapa berhasil lolos dan berakumulasi didalam tubuh. Namun, karena manusia
secara alami mengalami degradasi seiring dengan peningkatan usia akibat radikal
Universitas Sumatera Utara
8
bebas itu sendiri, otomatis pemusnahannya tidak pernah mencapai 100% meski secara
teori dapat dipunahkan oleh berbagai antioksidan. Belum lagi adanya rangsangan
untuk membentuk radikal bebas yang berasal dari lingkungan sekitar. Karena itu
secara perlahan-lahan tapi pasti, terjadi kerusakan jaringan oleh radikal bebas yang
tidak terpunahkan tersebut.17,18
Umumnya radikal bebas dari luar tubuh dapat diperoleh dari asap rokok,
kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, asam lemak tidak jenuh, ozon,
pencemaran udara, stress dan sebagainya. Namun demikian, tidak semua radikal
bebas berasal dari luar. Tubuh juga memproduksi radikal bebas hasil metabolisme
mitokondria sel. Radikal bebas didapat berasal dari diet, obat-obatan, gaya hidup
yang tidak sehat (seperti merokok dan alkohol), radiasi dan lain-lain. Namun radikal
bebas juga dapat diproduksi secara alami di dalam tubuh, yang merupakan hasil dari
produksi energi.17,18
Menurut teori radikal bebas penuaan, sel terus-menerus menghasilkan radikal
bebas, dan radikal konstan akhirnya membunuh sel. Ketika radikal membunuh atau
cukup membuat kerusakan sel-sel pada suatu organisme. Penyakit degeneratif yang
berkaitan dengan penuaan umumnya melibatkan proses radikal bebas dan secara
kumulatif dimana akan terjadi penumpukan faktor-faktor penyebab kemunduran dari
waktu ke waktu yang membuat organisme lebih cepat mengalami penuaan.17,18
2. Teori Kerusakan DNA
Target utama dari oksigen radikal adalah merusak mitokondria DNA
(mtDNA). Setiap sel berisi kumpulan besar yang disebut DNA, suatu molekul kimia
yang menyediakan instruksi untuk sel agar berfungsi. DNA ini ditemukan dalam inti
sel, yang berfungsi sebagai “pusat komando” dari sel, dan juga di dalam mitikondria.
Kesalahan dapat terjadi pada DNA, dimana kesalahan tersebut pada DNA
mitokondria (mtDNA) tidak dapat langsung diperbaiki. Oleh karena itu, luas
kerusakan mtDNA terakumulasi dari waktu ke waktu dan menutup ke mitokondria,
menyebabkan sel mati dan organisme menua.17,18
Universitas Sumatera Utara
9
Perlindungan mtDNA dari radikal bebas dalam memperlambat penuaan di
laboratorium pada hewan percobaan telah banyak dilakukan. Untuk melakukan
perlawanan terhadap radikal bebas, tubuh memproduksi antioksidan alami.
Antioksidan adalah reduktor, dan membatasi kerusakan oksidatif struktur biologis
oleh passivating radikal bebas.17,18
3. Teori Telomer
Penuaan sel dikaitkan pula dengan pemendekan telomer pada setiap kali
membelah yang berperan sebagai penyebab penuaan sel dan merupakan komponen
pada jam mitosis (mitotic clocks). Mekanisme jam (clock mechanism) pada telomer
disebabkan oleh ketidakmampuan DNA polimerase untuk menyelesaikan replikasi
pada ujung kromosom linier yang mengakibatkan kromosom kehilangan sebagian
dari ulangan telomer (telomere repeats ) yaitu (TTAGGG). Pada akhirnya telomer
akan memendek secara bertahap pada setiap pembelahan sel (penuaan) yang
mengakibatkan kromosom tidak stabil.17,18
4. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu. Di dalam nukleus setiap spesies mempunyai suatu jam genetik yang berputar
menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan
replikasi sel bila tidak berputar. Jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita
akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau
penyakit.17,18
5. Teori Wear and Tear
Dipublikasikan pertama sekali oleh Dr. August Weissman seorang biologis
dari Jerman pada tahun 1882.Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti
mesin sehingga perlu adanya perawatan dan penuaan merupakan hasil dari
penggunaan
yang
terus-menerus
dan
berlebihan.
Teori
wear
and
tear
mengungkapkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak
Universitas Sumatera Utara
10
sintesis DNA sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi
organ tubuh.17,18 August Weissman berpendapat bahwa sel somatik normal memiliki
kemampuan yang terbatas dalam bereplikasi dan menjalankan fungsinya. Kematian
sel terjadi karena jaringan yang sudah tua tidak bergenerasi dan jaringan yang mati
selamanya tidak dapat memperbaiki dirinya. Teori wear and tear mengungkapkan
bahwa organisme memiliki energi tetap yang tersedia dan akan habis sesuai dengan
waktu yang diprogramkan.17,18
2.1.5 Hubungan Umur dengan Perubahan pada Rongga Mulut
1. Mukosa Mulut
Gambaran klinis jaringan mukosa mulut pada lansia sehat tidak berbeda jauh
dengan individu yang muda. Meski demikian, riwayat adanya trauma (misalnya, pipi
tergigit), penyakit mukosa (misalnya, lichen planus), kebiasaan merokok, dan adanya
gangguan pada kelenjar saliva (misalnya, hipofungsi saliva) dapat mengubah
tampilan klinis dan karakter histologis jaringan mulut lansia.Pada lansia jaringan
mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah, mengkilap dan kering.
Terjadi perubahan pada struktur, fungsi, dan elastisitas jaringan mukosa mulut.
Mukosa mulut terlihat pucat, kering, hilangnya stippling, terjadinya oedema, dan
elastisitas jaringan berkurang. Jaringan mukosa mudah mengalami iritasi dan rapuh.
Perubahan ini dapat mempengaruhi mukosa mulut terhadap trauma dan infeksi,
terutama terkait dengan penggunaan gigitiruan dan hipofungsi saliva.19,17 Penuaan
juga menyebabkan daya reparasi dan regenerasi jaringan menjadi berkurang. Daya
reparasi jaringan akan menyebabkan proses penyembuhan luka khususnya pada
mukosa menjadi lebih sulit dan lama. Proses regenerasi jaringan akan mengalami
penurunan sehingga turnover time (waktu pergantian jaringan lama oleh jaringan
baru) menjadi lebih lama. Selain itu, pembentukan fiber elastic pada lapisan lamina
propia mengalami penurunan, sehingga elastisitas pada pasien lansia berkurang.
Langerhan’s cell pada penuaan akan mengalami penurunan dalam kemampuan
meregenerasi sehingga hal ini akan mempengaruhi daya imunitas sebab sel
Langerhan berperan sebagai antigen terhadap mikroorganisme patogen. Dengan
Universitas Sumatera Utara
11
berkurangnya daya imunitas ditambah dengan berbagai faktor pendukung lainnya
menjadikan orang lanjut usia rentan dengan penyakit dan keganasan (neoplasma)
khususnya pada rongga mulut.16,17
2. Gigi
Perubahan epidemiologi besar telah terjadi selama beberapa dekade terakhir
dalam hal retensi gigi-geligi. Hanya sekitar γ0% dari orang dewasa berusia ≥ 65
tahun yang tidak memiliki gigi, dan antara tahun 1983 dan 1993, prevalensi menurun
sebesar 10%. Usia diperkirakan akan terus berlanjut dengan meningkatnya kesehatan
mulut, pemeliharaan gigi, dan meningkatkan teknik dan bahan restoratif.19 Seiring
bertambahnya usia, banyak kehilangan gigi. Kehilangan gigi mengurangi kapasitas
pengunyahan, yang dapat mempengaruhi pemilihan makanan, status gizi, dan
kesehatan umum.20
3. Kelenjar Saliva
Saliva berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, dan
berkurangnya sekresi saliva dapat menyebabkan karies gigi, infeksi mukosa mulut,
gangguan sensorik, kesulitan berbicara, penurunan asupan nutrisi, dan kesulitan
dalam mengunyah, menelan, dan retensi gigitiruan. Hal ini bahwa perubahan dalam
produksi saliva kualitatif dan kuantitatif dikaitkan dengan penuaan normal. Hal ini
mungkin sebagian disebabkan oleh keluhan umum dari xerostomia (mulut kering)
pada orang tua. Namun, sekarang perubahan signifikan dalam aliran saliva tidak
diamati pada orang tua yang sehat. Selain itu, ada penurunan yang berhubungan
dengan usia pada sekresi saliva (misalnya, jumlah protein, protein yang kaya proline,
laktoferin, natrium, dan kalium) terlihat pada populasi yang sehat. Secara histologis,
ada perubahan yang berkaitan dengan usia dalam susunan sel kelenjar saliva, dengan
peningkatan jaringan ikat, deposisi lemak dan penurunan sel asinar.19
Universitas Sumatera Utara
12
2.2
Gigitiruan Penuh
Gigitiruan penuh adalah suatu alat tiruan yang menggantikan semua gigigeligi asli, berhubungan dengan struktur maksila dan mandibula, didukung oleh
membran mukosa, jaringan penghubung dan lapisan tulang. Banyak masalah terjadi
selama pemakaian gigitiruan seperti clicking, slipping, iritasi pada gingiva dan bau
pada rongga mulut, oleh karena itu harus dilakukan 3R (readjust, reline atau remade)
pada gigitiruan tersebut.21
Gambar 1. Gigitiruan penuh (maksila)22
Tujuan dasar gigitiruan penuh adalah mengembalikan fungsi, penampilan
wajah, maupun pemeliharaan atas kesehatan pasien. Pemakai gigitiruan penuh dapat
berbicara jelas dan merasakan kenyamanan pada mulutnya. Pengunyahan
makanan
menggunakan gigitiruan penuh membantu pasien edentulus dalam memperoleh
nutrisi yang cukup. Namun, gigitiruan penuh dibuat bahkan di bawah kondisi yang
paling ideal akan memiliki efisiensi mengunyah hanya sebagian kecil dari yang ada
pada gigi asli.23
Gigitiruan penuh dikatakan lengkap bila dalam bentuk, fungsi & estetika yang
24
tepat. Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan gigitiruan adalah resin
akrilik, polymethyl methacrylate (PMMA).25,26 Polymethyl methacrylate (PMMA)
basis gigitiruan yang memiliki sifat mekanis, biologis dan estetika yang baik.27
Keberhasilan gigitiruan dipengaruhi oleh dukungan biomekanik, stabilitas, dan
Universitas Sumatera Utara
13
retensi. Retensi atau resistensi terhadap gerakan gigitiruan terhadap jaringan
pendukung sangat penting. Kekuatan fisik yang mempengaruhi retensi gigitiruan
meliputi adhesi, kohesi, daya tarik kapiler, tegangan permukaan, viskositas fluida,
tekanan atmosfer, dan kekuatan eksternal yang berasal dari otot-otot orofasial.10
2.2.1 Indeks Kebersihan Gigitiruan
Hoad-Reddick dalam penelitiannya menetapkan kondisi kebersihan gigitiruan
berdasarkan ada atau tidaknya debris, stein dan kalkulus pada gigitiruan dengan
kategori sebagai berikut:28
Skor 1 (bersih) : Pada gigitiruan terlihat tidak ada debris, kalkulus atau stein.
Skor 2 (kotor) : Pada gigitiruan terlihat adanya debris di antara anasir gigitiruan
setelah dicuci di bawah air mengalir danterdapat kalkulus atau stein di sekitar
margin gingival dan bagian lingual insisivus sentralis atau bagian bukal molar
maksila.
Skor 3 (sangat kotor) : Pada gigitiruan terlihat adanya debris di antara anasir
gigitiruan dan di atas permukaan basis, dan terdapat kalkulus serta stein pada
anasir gigitiruan dan permukaan basis gigitiruan yang menutupi mukosa rongga
mulut dan palatum.
2.2.2 Faktor-faktor yang Terlibat dalam Kolonisasi Mikroorganisme pada
Gigitiruan
Penelitian menunjukkan banyak faktor yang dapat berkontribusi pada
perlekatan mikroorganisme pada permukaan gigitiruan. Bahan-bahan yang dipilih dan
metode yang digunakan untuk memproses gigitiruan tentu akan mempengaruhi
permukaan energi bebas. Telah dilaporkan bahwa metode penyinaran dan substrat itu
sendiri mempengaruhi perlekatan mikroba, hal ini tampaknya terutama berlaku untuk
bahan liner gigitiruan yang resilent. Sebaliknya, penelitian lain menunjukkan bahwa
baik metode polimerisasi maupun resin akrilik basis gigitiruan mempengaruhi
perlekatan Candida spp.12
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 2. Representasi skematis gigitiruan12
Menurut Moura dkk, saliva akan menurunkan perlekatan yeast secara
keseluruhan. Penelitian lain telah mencapai kesimpulan yang sama dan melaporkan
bahwa saliva mengurangi perlekatan Candida dan dengan demikian mengurangi
perlekatan mikrobiotik kekasaran permukaan dan perbedaan energi permukaan bebas
antara bahan. Sementara hidrofobisitas mikroorganisme, interaksi hidrofobik,
kekasaran permukaan, dan permukaan energi bebas mungkin terlibat dalam
perlekatan mikroorganisme ke permukaan dan pembentukan biofilm, tidak hanya
faktor penentu dalam retensi permukaan. Sementara perlekatan Candida spp pada
permukaan gigitiruan sangat penting untuk patogenesis denture stomatitis, tampaknya
ada faktor lain yang mendorong perlekatan awal.12
Pemakaian gigitiruan yang terus menerus dan kebersihan gigitiruan yang tidak
memadai akan mengakibatkan penumpukan plak pada permukaan gigitiruan, yang
merupakan tempat sangat ideal untuk pertumbuhan jamur dan mikroorganisme
lainnya yang akan memperbesar infeksi dan reaksi peradangan pada mukosa yang
berkontak dengan gigitiruan.10
Universitas Sumatera Utara
15
2.3 Candida spp
Genus Candida berisi lebih dari 200 spesies yang berbeda. Spesies Candida
yang paling umum ditemukan pada rongga mulut manusia, di kedua keadaan
komensal dan kasus kandidosis oral adalah Candida albicans. Candida merupakan
anggota dari flora normal kulit, membran mukosa, dan saluran pencernaan. Candida
spp berkoloni di permukaan mukosa semua manusia segera setelah lahir, dan berisiko
menyebabkan infeksi endogen. Candidiasis adalah Mycosis sistemik yang paling
umum, dan agen yang paling umum adalah Candida albicans, Candida parapsilosis,
Candida glabrata , Candida tropicalis, Candida guilliermondii, dan Candida
dubliniens. Istilah Candida berasal dari bahasa Latin candid, yang berarti
putih.29,30,31,32
Patogenesis infeksi Candida sangat kompleks dan kemungkinan bervariasi
dengan masing-masing spesies. Candida spp biasanya mengkolonisasi permukaan
mukosa, dan kemampuannya untuk menginvasi dan menyebabkan infeksi pertama
tergantung pada yang mengikat.33
2.3.1 Faktor Virulensi Candida spp
Salah satu faktor virulensi utama Candida spp adalah kemampuannya untuk
melekat pada permukaan host. Dalam rongga mulut, hal ini memungkinkan
organisme untuk menghindari penghapusan melalui efek aliran saliva dan penelanan.
Perlekatan dapat ke jaringan epitel rongga mulut atau biomaterial alat prostetik
seperti gigitiruan. Perlekatan seperti permukaan oral dapat spesifik atau non-spesifik,
yang melibatkan interaksi elektrostatik atau hidrofobik terakhir, bersama-sama
dengan penjeratan fisik sederhana dari mikroorganisme pada lokasi tertentu pada
rongga mulut.30,31
Molekul-molekul permukaan sel pada Candida yang terlibat dalam
perlekatan spesifik digambarkan sebagai sifat adhesi. Komponen host yang bersifat
adhesi ini berinteraksi dengan yang disebut sebagai reseptor. Perlekatan candida
adalah proses yang kompleks dan multifaktorial, tergantung pada kedua host dan
karakteristik candida.30
Universitas Sumatera Utara
16
2.3.2 Morfologi dan Identifikasi
Pada umumnya Candida spp tumbuh baik pada media Sabouraud Dextrosa
Agar , Candida spp menghasilkan koloni yang bulat, dengan diameter 2-4 milimeter,
berwarna putih kekuning-kuningan dengan permukaan halus, licin, atau berlipat-lipat,
dengan bau ragi. Secara mikroskopis, Candida spp merupakan organisme eukariot
uniseluler. Sel ragi dan sel tunas umumnya berbentuk bulat, oval, sampai hampir
silindris, dengan ukuran 3-6 mikrometer.29,30,33
Candida spp mempunyai dua morfologi, pada keadaan normalCandida spp
berada dalam bentuk ragi, yang merupakan sel tunggal. Dalam bentuk ini, Candida
spp bereproduksi dengan membentuk blastospora, yaitu spora yang dibentuk dengan
pembentukan tunas. Dalam proses ini, sel ragi Candida spp membentuk tunas yang
kemudian tumbuh semakin besar dan akhirnya melepaskan diri melalui proses
budding. Pada pengamatan secara mikroskopik, sel ragi Candida spp dapat terlihat
dalam bentuk bertunas tunggal ataupun multipel. Pada kondisi tertentu, termasuk
pada saat menginfeksi, organisme ini dapat mengalami perubahan morfologi menjadi
lebih bersifat invasif, yaitu bentuk hifa atau miselial atau filamentous. Transisi
morfologi ini merupakan bentuk adaptasi Candida spp terhadap lingkungan
sekitarnya. Dalam bentuk miselial, Candida spp membentuk hifa dan pseudohifa.
Hifa berbentuk tabung, hifa terbentuk dari blastospora yang terus menerus mengalami
pertumbuhan pada apeksnya, yang pada stadium awal terlebih dahulu membentuk
germ tube, sehingga tidak terdapat septum antara blastospora dan bagian sel yang
tumbuh.
Pseudohifa
terbentuk
dari
sel
tunas,
seperti
blastospora,
yang
bermultiplikasi, tetapi sel anak tidak lepas dari sel induknya dan terus menerus
memanjang sehingga menyerupai hifa, sehingga terdapat septum antara blastospora
dan bagian sel yang tumbuh, serta pada bagian ini terdapat bagian yang menyempit.33
Bila Candida spp berada di lingkungan yang tidak optimal untuk melakukan
pertumbuhan atau pun ditanam di medium tertentu, seperti media Corn meal Agar
yang diinkubasi pada suhu 25°C ataupun medium Rice cream Agar (yang di inkubasi
pada suhu 28 °C, organisme ini dapat membentuk klamidospora, yaitu spora aseksual
yang terbentuk dari suatu sel atau segmen hifa yang membulat dan membesar, serta
Universitas Sumatera Utara
17
dindingnya mengalami penebalan. Klamidospora dibentuk di sepanjang hifa
berseptum ataupun di terminal, dan semakin lama semakin banyak, sehingga hifa
tersebut akhirnya tertutup dan tidak lagi terlihat jelas. Klamidospora biasanya
dihasilkan dari pseudohifa setelah Candida spp dikultur selama 24 jam. Kondisi yang
semi-anaerob diduga merupakan faktor yang sangat mendukung dalam pembentukan
klamidospora. Faktor-faktor yang dapat menghambat pembentukan klamidospora
adalah cahaya, klorampenikol dan obat anti jamur.33
Dinding sel Candida spp memiliki struktur yang unik dan dinamik, yang
terdiri dari beberapa lapisan. Komponen utama dinding sel Candida spp adalah
glucans, kitin, manoprotein, yaitu manan yang berikatan dengan protein, serta protein
lain, sedangkan komponen minornya adalah lemak dan garam anorganik. Komposisi
dinding sel pada sel ragi dan hifa relatif sama. Lapisan-lapisan β-glucans dan kitin
tersusun lebih padat di bagian dalam dinding sel. Kompleks β-glucans dan kitin yang
terbentuk dari ikatan glikosidik antara kedua polimer tersebut, terletak berbatasan
dengan membran plasma dan ruang periplasmik. Glucans memiliki beberapa peran
berbeda dalam fisiologi Candida spp, namun yang terpenting adalah fungsi
strukturalnya. Kitin hanya terdapat dalam jumlah sedikit pada sel Candida spp,
namun memiliki peran penting dalam menjaga integritas struktur dinding sel. Manoprotein dan protein lain tersusun dominan di lapisan luar dinding sel dan sebagian
terdistribusi di seluruh lapisan dinding sel, termasuk di bagian dalam. Manoprotein
menempel secara kovalen pada rangka β-glucans dan protein. Manoprotein
merupakan pencetus respon imun pada inang selama kandidiasis dan diduga terlibat
dalam menentukan morfologi sel. Manoprotein mempunyai aktivitas imunomodulasi
terhadap respon imun tubuh inang sehingga dapat mengatur seluruh sistem imun,
termasuk natural killer cell, sel fagositik (makrofaga), respon imun seluler dan
respon imun humoral. Lapisan luar dinding sel dapat membentuk fimbria, yang
terutama tersusun oleh glikoprotein. Fimbria terdapat pada bentuk ragi dan miselium.
Fimbria dapat menjadi perantara dalam adhesi Candida spp pada reseptor
glikosfingolipid di permukaan sel epitel manusia.33
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 3. Candida spp dilihat dari mikroskop
elektron (dokumentasi)
2.3.3 Isolasi Candida dari Rongga Mulut
Sampel dari rongga mulut dapat diperoleh dengan berbagai metode dengan
pendekatan yang paling umum adalah swab, kultur imprint, oral rinse dan kultur
saliva. Setiap metode memiliki kelebihan serta kekurangannya dan metode yang
paling tepat sebagian besar diatur oleh penyajian dari lesi. Dimana lesi diakses dan
didefinisikan jelas, pendekatan pengambilan sampel langsung seperti menggunakan
swab atau imprint sering disukai karena hal ini akan memberikan informasi yang ada
pada organisme di lesi itu sendiri. Dalam kasus di mana lesi sulit diakses, sampel
tidak langsung berdasarkan atas kultur spesimen saliva atau membilas mulut lebih
dapat diterima.30,32
Sampel oral untuk deteksi candida umumnya dikultur pada Sabouraud
dextrose agar (SDA) yang akan mendukung pertumbuhan semua spesies candida
pada rongga mulut dengan manfaat tambahan menekan pertumbuhan bakteri karena
pH-nya relatif rendah. Kadang-kadang ahli mikrobiologi akan menggabungkan
antibiotik ke dalam SDA untuk lebih meningkatkan selektivitasnya.30,32
Universitas Sumatera Utara
19
2.4 Landasan Teori
Lanjut usia (lansia) merupakan periode akhir dari rentang kehidupan manusia.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia, pada Bab I menjelaskan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun keatas.14
Gambaran klinis jaringan mukosa mulut pada lansia sehat tidak berbeda jauh
dengan individu yang muda. Meski demikian, riwayat adanya trauma (misalnya, pipi
tergigit), penyakit mukosa (misalnya, lichen planus), kebiasaan merokok, dan adanya
gangguan pada kelenjar saliva (misalnya, hipofungsi saliva) dapat mengubah
tampilan klinis dan karakter histologis jaringan mulut lansia. Pada lansia jaringan
mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah, mengkilap dan kering.
Terjadi perubahan pada struktur, fungsi, dan elastisitas jaringan mukosa mulut.
Mukosa mulut terlihat pucat, kering, hilangnya stippling, terjadinya oedema, dan
elastisitas jaringan berkurang. Jaringan mukosa mudah mengalami iritasi dan rapuh.
Perubahan ini dapat mempengaruhi mukosa mulut terhadap trauma dan infeksi,
terutama terkait dengan penggunaan gigitiruan dan hipofungsi saliva.19,17 Seiring
bertambahnya usia, banyak kehilangan gigi. Kehilangan gigi, yang dapat
mempengaruhi pemilihan makanan, status gizi, dan kesehatan umum.20 Selain itu, ada
penurunan yang berhubungan dengan usia pada sekresi saliva (misalnya, jumlah
protein, protein yang kaya proline, laktoferin, natrium, dan kalium) terlihat pada
populasi yang sehat. Secara histologis, ada perubahan yang berkaitan dengan usia
dalam susunan sel kelenjar saliva, dengan peningkatan jaringan ikat, deposisi lemak
dan penurunan sel asinar.19
Gigitiruan penuh adalah suatu alat tiruan yang menggantikan semua gigigeligi asli dan berhubungan dengan struktur maksila dan mandibula, didukung oleh
membran mukosa, jaringan penghubung dan lapisan tulang.21 Pemakaian gigitiruan
yang terus menerus dan kebersihan gigitiruan yang tidak memadai akan
mengakibatkan penumpukan plak pada permukaan gigitiruan, yang merupakan
tempat sangat ideal untuk pertumbuhan jamur dan mikroorganisme lainnya yang akan
Universitas Sumatera Utara
20
memperbesar infeksi dan reaksi peradangan pada mukosa yang berkontak dengan
gigitiruan.10
Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan gigitiruan adalah resin
akrilik, polymethyl methacrylate (PMMA).25,26 Polymethyl methacrylate (PMMA)
basis gigitiruan yang memiliki sifat mekanis, biologis dan estetika yang baik.27
Salah satu faktor virulensi utama Candida spp adalah kemampuannya untuk
melekat pada permukaan host.30,31 Pada umumnya Candida spp tumbuh baik pada
media Sabouraud Dextrosa Agar , Candida spp menghasilkan koloni yang bulat,
dengan diameter 2-4 milimeter, berwarna putih kekuning-kuningan dengan
permukaan
halus,
licin,
atau
berlipat-lipat,
dengan
bau
ragi.
Secara
mikroskopis,Candida spp merupakan organisme eukariot uniseluler. Sel ragi dan sel
tunas umumnya berbentuk bulat, oval, sampai hampir silindris, dengan ukuran 3-6
mikrometer.29,30,33
Sampel dari rongga mulut dapat diperoleh dengan berbagai metode dengan
pendekatan yang paling umum adalah swab, kultur imprint, oral rinse dan kultur
saliva.30,32
Universitas Sumatera Utara
21
Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
22
2.5
Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lanjut usia (lansia) merupakan periode akhir dari rentang kehidupan manusia.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia, pada Bab I menjelaskan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun keatas.14
Penuaan adalah fase kehidupan dan proses biologis. Penuaan adalah proses
multidimensional dan mengacu pada proses kedewasaan seiring berjalannya waktu.
Hal ini diawali dengan pembuahan dan terus sepanjang hidup sampai kematian
terjadi. Penuaan bersifat progresif, di mana-mana dan tak terelakkan untuk semua
makhluk hidup. Penuaan normal dan penyakit yang berhubungan dengan penuaan
adalah dua kesatuan yang terpisah. Penuaan normal mengacu pada proses-proses
memburuk normal yang semua manusia akan mengalami jika mereka hidup cukup
lama, seperti massa tulang menurun, osteoarthritis, dan katarak. Penyakit yang
berhubungan dengan penuaan, tetapi tidak disebabkan oleh penuaan dan tidak terjadi
pada semua orang, termasuk demensia, hipotiroidisme, stroke, dan gagal jantung
kongestif, sedangkan secara umum tidak bisa dihindari oleh semua orang, dan tidak
semua lansia akan mengalaminya.15,16
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Pembagian lanjut usia secara epidemiologis, yaitu:17
1. Lanjut usia
: 65-74 tahun
2. Tua
: 75-84 tahun
3. Sangat tua
: >85 tahun
Universitas Sumatera Utara
7
World Health Organization (WHO) membagi lanjut usia menjadi beberapa
kelompok yaitu:17
1. Lanjut usia (elderly)
: 60-75 tahun
2. Tua (old)
: 75-90 tahun
3. Sangat tua (very old)
: >90 tahun
DEPKES RI mengelompokkan lanjut usia menjadi 3 kelompok yaitu:17
1. Masa lansia awal
: 46-55 tahun
2. Masa lansia akhir
: 56-65 tahun
3. Masa manula
: 65 ke atas
2.1.3 Etiologi Lansia
Dengan bertambahnya usia individu, perubahan terjadi pada kesehatan dan
reaksi terhadap penyakit mereka. Perubahan ini disebabkan oleh variasi dalam
fisiologi yang terjadi dengan penuaan, adanya penyakit lain yang berkembang dari
waktu ke waktu, kecenderungan genetik untuk penyakit tertentu, faktor gaya hidup
(pola makan, olahraga, paparan obat-obatan dan racun, merokok, alkohol yang
dikonsumsi secara berlebihan), dan variasi intrinsik penyakit.18
2.1.4 Teori Penuaan
1.Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok senyawa yang memiliki elektron tidak
berpasangan dan dapat berdiri sendiri serta sangat reaktif. Hal ini sangat reaktif
sebagai akibat kecenderungan atom tidak berpasangan mencari pasangannya sehingga
mudah bereaksi dengan biomolekul dalam sel yang penting untuk kehidupan sel.
Begitu reaktifnya radikal bebas sehingga dapat merusak membran sel dan keutuhan
sel-sel yang ada sehingga menyebabkan penyakit generatif. Teori penuaan akibat
radikal bebas, dikemukakan oleh dr. DenHam Harman.17,18
Normalnya radikal bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun
beberapa berhasil lolos dan berakumulasi didalam tubuh. Namun, karena manusia
secara alami mengalami degradasi seiring dengan peningkatan usia akibat radikal
Universitas Sumatera Utara
8
bebas itu sendiri, otomatis pemusnahannya tidak pernah mencapai 100% meski secara
teori dapat dipunahkan oleh berbagai antioksidan. Belum lagi adanya rangsangan
untuk membentuk radikal bebas yang berasal dari lingkungan sekitar. Karena itu
secara perlahan-lahan tapi pasti, terjadi kerusakan jaringan oleh radikal bebas yang
tidak terpunahkan tersebut.17,18
Umumnya radikal bebas dari luar tubuh dapat diperoleh dari asap rokok,
kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, asam lemak tidak jenuh, ozon,
pencemaran udara, stress dan sebagainya. Namun demikian, tidak semua radikal
bebas berasal dari luar. Tubuh juga memproduksi radikal bebas hasil metabolisme
mitokondria sel. Radikal bebas didapat berasal dari diet, obat-obatan, gaya hidup
yang tidak sehat (seperti merokok dan alkohol), radiasi dan lain-lain. Namun radikal
bebas juga dapat diproduksi secara alami di dalam tubuh, yang merupakan hasil dari
produksi energi.17,18
Menurut teori radikal bebas penuaan, sel terus-menerus menghasilkan radikal
bebas, dan radikal konstan akhirnya membunuh sel. Ketika radikal membunuh atau
cukup membuat kerusakan sel-sel pada suatu organisme. Penyakit degeneratif yang
berkaitan dengan penuaan umumnya melibatkan proses radikal bebas dan secara
kumulatif dimana akan terjadi penumpukan faktor-faktor penyebab kemunduran dari
waktu ke waktu yang membuat organisme lebih cepat mengalami penuaan.17,18
2. Teori Kerusakan DNA
Target utama dari oksigen radikal adalah merusak mitokondria DNA
(mtDNA). Setiap sel berisi kumpulan besar yang disebut DNA, suatu molekul kimia
yang menyediakan instruksi untuk sel agar berfungsi. DNA ini ditemukan dalam inti
sel, yang berfungsi sebagai “pusat komando” dari sel, dan juga di dalam mitikondria.
Kesalahan dapat terjadi pada DNA, dimana kesalahan tersebut pada DNA
mitokondria (mtDNA) tidak dapat langsung diperbaiki. Oleh karena itu, luas
kerusakan mtDNA terakumulasi dari waktu ke waktu dan menutup ke mitokondria,
menyebabkan sel mati dan organisme menua.17,18
Universitas Sumatera Utara
9
Perlindungan mtDNA dari radikal bebas dalam memperlambat penuaan di
laboratorium pada hewan percobaan telah banyak dilakukan. Untuk melakukan
perlawanan terhadap radikal bebas, tubuh memproduksi antioksidan alami.
Antioksidan adalah reduktor, dan membatasi kerusakan oksidatif struktur biologis
oleh passivating radikal bebas.17,18
3. Teori Telomer
Penuaan sel dikaitkan pula dengan pemendekan telomer pada setiap kali
membelah yang berperan sebagai penyebab penuaan sel dan merupakan komponen
pada jam mitosis (mitotic clocks). Mekanisme jam (clock mechanism) pada telomer
disebabkan oleh ketidakmampuan DNA polimerase untuk menyelesaikan replikasi
pada ujung kromosom linier yang mengakibatkan kromosom kehilangan sebagian
dari ulangan telomer (telomere repeats ) yaitu (TTAGGG). Pada akhirnya telomer
akan memendek secara bertahap pada setiap pembelahan sel (penuaan) yang
mengakibatkan kromosom tidak stabil.17,18
4. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu. Di dalam nukleus setiap spesies mempunyai suatu jam genetik yang berputar
menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan
replikasi sel bila tidak berputar. Jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita
akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau
penyakit.17,18
5. Teori Wear and Tear
Dipublikasikan pertama sekali oleh Dr. August Weissman seorang biologis
dari Jerman pada tahun 1882.Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti
mesin sehingga perlu adanya perawatan dan penuaan merupakan hasil dari
penggunaan
yang
terus-menerus
dan
berlebihan.
Teori
wear
and
tear
mengungkapkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak
Universitas Sumatera Utara
10
sintesis DNA sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi
organ tubuh.17,18 August Weissman berpendapat bahwa sel somatik normal memiliki
kemampuan yang terbatas dalam bereplikasi dan menjalankan fungsinya. Kematian
sel terjadi karena jaringan yang sudah tua tidak bergenerasi dan jaringan yang mati
selamanya tidak dapat memperbaiki dirinya. Teori wear and tear mengungkapkan
bahwa organisme memiliki energi tetap yang tersedia dan akan habis sesuai dengan
waktu yang diprogramkan.17,18
2.1.5 Hubungan Umur dengan Perubahan pada Rongga Mulut
1. Mukosa Mulut
Gambaran klinis jaringan mukosa mulut pada lansia sehat tidak berbeda jauh
dengan individu yang muda. Meski demikian, riwayat adanya trauma (misalnya, pipi
tergigit), penyakit mukosa (misalnya, lichen planus), kebiasaan merokok, dan adanya
gangguan pada kelenjar saliva (misalnya, hipofungsi saliva) dapat mengubah
tampilan klinis dan karakter histologis jaringan mulut lansia.Pada lansia jaringan
mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah, mengkilap dan kering.
Terjadi perubahan pada struktur, fungsi, dan elastisitas jaringan mukosa mulut.
Mukosa mulut terlihat pucat, kering, hilangnya stippling, terjadinya oedema, dan
elastisitas jaringan berkurang. Jaringan mukosa mudah mengalami iritasi dan rapuh.
Perubahan ini dapat mempengaruhi mukosa mulut terhadap trauma dan infeksi,
terutama terkait dengan penggunaan gigitiruan dan hipofungsi saliva.19,17 Penuaan
juga menyebabkan daya reparasi dan regenerasi jaringan menjadi berkurang. Daya
reparasi jaringan akan menyebabkan proses penyembuhan luka khususnya pada
mukosa menjadi lebih sulit dan lama. Proses regenerasi jaringan akan mengalami
penurunan sehingga turnover time (waktu pergantian jaringan lama oleh jaringan
baru) menjadi lebih lama. Selain itu, pembentukan fiber elastic pada lapisan lamina
propia mengalami penurunan, sehingga elastisitas pada pasien lansia berkurang.
Langerhan’s cell pada penuaan akan mengalami penurunan dalam kemampuan
meregenerasi sehingga hal ini akan mempengaruhi daya imunitas sebab sel
Langerhan berperan sebagai antigen terhadap mikroorganisme patogen. Dengan
Universitas Sumatera Utara
11
berkurangnya daya imunitas ditambah dengan berbagai faktor pendukung lainnya
menjadikan orang lanjut usia rentan dengan penyakit dan keganasan (neoplasma)
khususnya pada rongga mulut.16,17
2. Gigi
Perubahan epidemiologi besar telah terjadi selama beberapa dekade terakhir
dalam hal retensi gigi-geligi. Hanya sekitar γ0% dari orang dewasa berusia ≥ 65
tahun yang tidak memiliki gigi, dan antara tahun 1983 dan 1993, prevalensi menurun
sebesar 10%. Usia diperkirakan akan terus berlanjut dengan meningkatnya kesehatan
mulut, pemeliharaan gigi, dan meningkatkan teknik dan bahan restoratif.19 Seiring
bertambahnya usia, banyak kehilangan gigi. Kehilangan gigi mengurangi kapasitas
pengunyahan, yang dapat mempengaruhi pemilihan makanan, status gizi, dan
kesehatan umum.20
3. Kelenjar Saliva
Saliva berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, dan
berkurangnya sekresi saliva dapat menyebabkan karies gigi, infeksi mukosa mulut,
gangguan sensorik, kesulitan berbicara, penurunan asupan nutrisi, dan kesulitan
dalam mengunyah, menelan, dan retensi gigitiruan. Hal ini bahwa perubahan dalam
produksi saliva kualitatif dan kuantitatif dikaitkan dengan penuaan normal. Hal ini
mungkin sebagian disebabkan oleh keluhan umum dari xerostomia (mulut kering)
pada orang tua. Namun, sekarang perubahan signifikan dalam aliran saliva tidak
diamati pada orang tua yang sehat. Selain itu, ada penurunan yang berhubungan
dengan usia pada sekresi saliva (misalnya, jumlah protein, protein yang kaya proline,
laktoferin, natrium, dan kalium) terlihat pada populasi yang sehat. Secara histologis,
ada perubahan yang berkaitan dengan usia dalam susunan sel kelenjar saliva, dengan
peningkatan jaringan ikat, deposisi lemak dan penurunan sel asinar.19
Universitas Sumatera Utara
12
2.2
Gigitiruan Penuh
Gigitiruan penuh adalah suatu alat tiruan yang menggantikan semua gigigeligi asli, berhubungan dengan struktur maksila dan mandibula, didukung oleh
membran mukosa, jaringan penghubung dan lapisan tulang. Banyak masalah terjadi
selama pemakaian gigitiruan seperti clicking, slipping, iritasi pada gingiva dan bau
pada rongga mulut, oleh karena itu harus dilakukan 3R (readjust, reline atau remade)
pada gigitiruan tersebut.21
Gambar 1. Gigitiruan penuh (maksila)22
Tujuan dasar gigitiruan penuh adalah mengembalikan fungsi, penampilan
wajah, maupun pemeliharaan atas kesehatan pasien. Pemakai gigitiruan penuh dapat
berbicara jelas dan merasakan kenyamanan pada mulutnya. Pengunyahan
makanan
menggunakan gigitiruan penuh membantu pasien edentulus dalam memperoleh
nutrisi yang cukup. Namun, gigitiruan penuh dibuat bahkan di bawah kondisi yang
paling ideal akan memiliki efisiensi mengunyah hanya sebagian kecil dari yang ada
pada gigi asli.23
Gigitiruan penuh dikatakan lengkap bila dalam bentuk, fungsi & estetika yang
24
tepat. Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan gigitiruan adalah resin
akrilik, polymethyl methacrylate (PMMA).25,26 Polymethyl methacrylate (PMMA)
basis gigitiruan yang memiliki sifat mekanis, biologis dan estetika yang baik.27
Keberhasilan gigitiruan dipengaruhi oleh dukungan biomekanik, stabilitas, dan
Universitas Sumatera Utara
13
retensi. Retensi atau resistensi terhadap gerakan gigitiruan terhadap jaringan
pendukung sangat penting. Kekuatan fisik yang mempengaruhi retensi gigitiruan
meliputi adhesi, kohesi, daya tarik kapiler, tegangan permukaan, viskositas fluida,
tekanan atmosfer, dan kekuatan eksternal yang berasal dari otot-otot orofasial.10
2.2.1 Indeks Kebersihan Gigitiruan
Hoad-Reddick dalam penelitiannya menetapkan kondisi kebersihan gigitiruan
berdasarkan ada atau tidaknya debris, stein dan kalkulus pada gigitiruan dengan
kategori sebagai berikut:28
Skor 1 (bersih) : Pada gigitiruan terlihat tidak ada debris, kalkulus atau stein.
Skor 2 (kotor) : Pada gigitiruan terlihat adanya debris di antara anasir gigitiruan
setelah dicuci di bawah air mengalir danterdapat kalkulus atau stein di sekitar
margin gingival dan bagian lingual insisivus sentralis atau bagian bukal molar
maksila.
Skor 3 (sangat kotor) : Pada gigitiruan terlihat adanya debris di antara anasir
gigitiruan dan di atas permukaan basis, dan terdapat kalkulus serta stein pada
anasir gigitiruan dan permukaan basis gigitiruan yang menutupi mukosa rongga
mulut dan palatum.
2.2.2 Faktor-faktor yang Terlibat dalam Kolonisasi Mikroorganisme pada
Gigitiruan
Penelitian menunjukkan banyak faktor yang dapat berkontribusi pada
perlekatan mikroorganisme pada permukaan gigitiruan. Bahan-bahan yang dipilih dan
metode yang digunakan untuk memproses gigitiruan tentu akan mempengaruhi
permukaan energi bebas. Telah dilaporkan bahwa metode penyinaran dan substrat itu
sendiri mempengaruhi perlekatan mikroba, hal ini tampaknya terutama berlaku untuk
bahan liner gigitiruan yang resilent. Sebaliknya, penelitian lain menunjukkan bahwa
baik metode polimerisasi maupun resin akrilik basis gigitiruan mempengaruhi
perlekatan Candida spp.12
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 2. Representasi skematis gigitiruan12
Menurut Moura dkk, saliva akan menurunkan perlekatan yeast secara
keseluruhan. Penelitian lain telah mencapai kesimpulan yang sama dan melaporkan
bahwa saliva mengurangi perlekatan Candida dan dengan demikian mengurangi
perlekatan mikrobiotik kekasaran permukaan dan perbedaan energi permukaan bebas
antara bahan. Sementara hidrofobisitas mikroorganisme, interaksi hidrofobik,
kekasaran permukaan, dan permukaan energi bebas mungkin terlibat dalam
perlekatan mikroorganisme ke permukaan dan pembentukan biofilm, tidak hanya
faktor penentu dalam retensi permukaan. Sementara perlekatan Candida spp pada
permukaan gigitiruan sangat penting untuk patogenesis denture stomatitis, tampaknya
ada faktor lain yang mendorong perlekatan awal.12
Pemakaian gigitiruan yang terus menerus dan kebersihan gigitiruan yang tidak
memadai akan mengakibatkan penumpukan plak pada permukaan gigitiruan, yang
merupakan tempat sangat ideal untuk pertumbuhan jamur dan mikroorganisme
lainnya yang akan memperbesar infeksi dan reaksi peradangan pada mukosa yang
berkontak dengan gigitiruan.10
Universitas Sumatera Utara
15
2.3 Candida spp
Genus Candida berisi lebih dari 200 spesies yang berbeda. Spesies Candida
yang paling umum ditemukan pada rongga mulut manusia, di kedua keadaan
komensal dan kasus kandidosis oral adalah Candida albicans. Candida merupakan
anggota dari flora normal kulit, membran mukosa, dan saluran pencernaan. Candida
spp berkoloni di permukaan mukosa semua manusia segera setelah lahir, dan berisiko
menyebabkan infeksi endogen. Candidiasis adalah Mycosis sistemik yang paling
umum, dan agen yang paling umum adalah Candida albicans, Candida parapsilosis,
Candida glabrata , Candida tropicalis, Candida guilliermondii, dan Candida
dubliniens. Istilah Candida berasal dari bahasa Latin candid, yang berarti
putih.29,30,31,32
Patogenesis infeksi Candida sangat kompleks dan kemungkinan bervariasi
dengan masing-masing spesies. Candida spp biasanya mengkolonisasi permukaan
mukosa, dan kemampuannya untuk menginvasi dan menyebabkan infeksi pertama
tergantung pada yang mengikat.33
2.3.1 Faktor Virulensi Candida spp
Salah satu faktor virulensi utama Candida spp adalah kemampuannya untuk
melekat pada permukaan host. Dalam rongga mulut, hal ini memungkinkan
organisme untuk menghindari penghapusan melalui efek aliran saliva dan penelanan.
Perlekatan dapat ke jaringan epitel rongga mulut atau biomaterial alat prostetik
seperti gigitiruan. Perlekatan seperti permukaan oral dapat spesifik atau non-spesifik,
yang melibatkan interaksi elektrostatik atau hidrofobik terakhir, bersama-sama
dengan penjeratan fisik sederhana dari mikroorganisme pada lokasi tertentu pada
rongga mulut.30,31
Molekul-molekul permukaan sel pada Candida yang terlibat dalam
perlekatan spesifik digambarkan sebagai sifat adhesi. Komponen host yang bersifat
adhesi ini berinteraksi dengan yang disebut sebagai reseptor. Perlekatan candida
adalah proses yang kompleks dan multifaktorial, tergantung pada kedua host dan
karakteristik candida.30
Universitas Sumatera Utara
16
2.3.2 Morfologi dan Identifikasi
Pada umumnya Candida spp tumbuh baik pada media Sabouraud Dextrosa
Agar , Candida spp menghasilkan koloni yang bulat, dengan diameter 2-4 milimeter,
berwarna putih kekuning-kuningan dengan permukaan halus, licin, atau berlipat-lipat,
dengan bau ragi. Secara mikroskopis, Candida spp merupakan organisme eukariot
uniseluler. Sel ragi dan sel tunas umumnya berbentuk bulat, oval, sampai hampir
silindris, dengan ukuran 3-6 mikrometer.29,30,33
Candida spp mempunyai dua morfologi, pada keadaan normalCandida spp
berada dalam bentuk ragi, yang merupakan sel tunggal. Dalam bentuk ini, Candida
spp bereproduksi dengan membentuk blastospora, yaitu spora yang dibentuk dengan
pembentukan tunas. Dalam proses ini, sel ragi Candida spp membentuk tunas yang
kemudian tumbuh semakin besar dan akhirnya melepaskan diri melalui proses
budding. Pada pengamatan secara mikroskopik, sel ragi Candida spp dapat terlihat
dalam bentuk bertunas tunggal ataupun multipel. Pada kondisi tertentu, termasuk
pada saat menginfeksi, organisme ini dapat mengalami perubahan morfologi menjadi
lebih bersifat invasif, yaitu bentuk hifa atau miselial atau filamentous. Transisi
morfologi ini merupakan bentuk adaptasi Candida spp terhadap lingkungan
sekitarnya. Dalam bentuk miselial, Candida spp membentuk hifa dan pseudohifa.
Hifa berbentuk tabung, hifa terbentuk dari blastospora yang terus menerus mengalami
pertumbuhan pada apeksnya, yang pada stadium awal terlebih dahulu membentuk
germ tube, sehingga tidak terdapat septum antara blastospora dan bagian sel yang
tumbuh.
Pseudohifa
terbentuk
dari
sel
tunas,
seperti
blastospora,
yang
bermultiplikasi, tetapi sel anak tidak lepas dari sel induknya dan terus menerus
memanjang sehingga menyerupai hifa, sehingga terdapat septum antara blastospora
dan bagian sel yang tumbuh, serta pada bagian ini terdapat bagian yang menyempit.33
Bila Candida spp berada di lingkungan yang tidak optimal untuk melakukan
pertumbuhan atau pun ditanam di medium tertentu, seperti media Corn meal Agar
yang diinkubasi pada suhu 25°C ataupun medium Rice cream Agar (yang di inkubasi
pada suhu 28 °C, organisme ini dapat membentuk klamidospora, yaitu spora aseksual
yang terbentuk dari suatu sel atau segmen hifa yang membulat dan membesar, serta
Universitas Sumatera Utara
17
dindingnya mengalami penebalan. Klamidospora dibentuk di sepanjang hifa
berseptum ataupun di terminal, dan semakin lama semakin banyak, sehingga hifa
tersebut akhirnya tertutup dan tidak lagi terlihat jelas. Klamidospora biasanya
dihasilkan dari pseudohifa setelah Candida spp dikultur selama 24 jam. Kondisi yang
semi-anaerob diduga merupakan faktor yang sangat mendukung dalam pembentukan
klamidospora. Faktor-faktor yang dapat menghambat pembentukan klamidospora
adalah cahaya, klorampenikol dan obat anti jamur.33
Dinding sel Candida spp memiliki struktur yang unik dan dinamik, yang
terdiri dari beberapa lapisan. Komponen utama dinding sel Candida spp adalah
glucans, kitin, manoprotein, yaitu manan yang berikatan dengan protein, serta protein
lain, sedangkan komponen minornya adalah lemak dan garam anorganik. Komposisi
dinding sel pada sel ragi dan hifa relatif sama. Lapisan-lapisan β-glucans dan kitin
tersusun lebih padat di bagian dalam dinding sel. Kompleks β-glucans dan kitin yang
terbentuk dari ikatan glikosidik antara kedua polimer tersebut, terletak berbatasan
dengan membran plasma dan ruang periplasmik. Glucans memiliki beberapa peran
berbeda dalam fisiologi Candida spp, namun yang terpenting adalah fungsi
strukturalnya. Kitin hanya terdapat dalam jumlah sedikit pada sel Candida spp,
namun memiliki peran penting dalam menjaga integritas struktur dinding sel. Manoprotein dan protein lain tersusun dominan di lapisan luar dinding sel dan sebagian
terdistribusi di seluruh lapisan dinding sel, termasuk di bagian dalam. Manoprotein
menempel secara kovalen pada rangka β-glucans dan protein. Manoprotein
merupakan pencetus respon imun pada inang selama kandidiasis dan diduga terlibat
dalam menentukan morfologi sel. Manoprotein mempunyai aktivitas imunomodulasi
terhadap respon imun tubuh inang sehingga dapat mengatur seluruh sistem imun,
termasuk natural killer cell, sel fagositik (makrofaga), respon imun seluler dan
respon imun humoral. Lapisan luar dinding sel dapat membentuk fimbria, yang
terutama tersusun oleh glikoprotein. Fimbria terdapat pada bentuk ragi dan miselium.
Fimbria dapat menjadi perantara dalam adhesi Candida spp pada reseptor
glikosfingolipid di permukaan sel epitel manusia.33
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 3. Candida spp dilihat dari mikroskop
elektron (dokumentasi)
2.3.3 Isolasi Candida dari Rongga Mulut
Sampel dari rongga mulut dapat diperoleh dengan berbagai metode dengan
pendekatan yang paling umum adalah swab, kultur imprint, oral rinse dan kultur
saliva. Setiap metode memiliki kelebihan serta kekurangannya dan metode yang
paling tepat sebagian besar diatur oleh penyajian dari lesi. Dimana lesi diakses dan
didefinisikan jelas, pendekatan pengambilan sampel langsung seperti menggunakan
swab atau imprint sering disukai karena hal ini akan memberikan informasi yang ada
pada organisme di lesi itu sendiri. Dalam kasus di mana lesi sulit diakses, sampel
tidak langsung berdasarkan atas kultur spesimen saliva atau membilas mulut lebih
dapat diterima.30,32
Sampel oral untuk deteksi candida umumnya dikultur pada Sabouraud
dextrose agar (SDA) yang akan mendukung pertumbuhan semua spesies candida
pada rongga mulut dengan manfaat tambahan menekan pertumbuhan bakteri karena
pH-nya relatif rendah. Kadang-kadang ahli mikrobiologi akan menggabungkan
antibiotik ke dalam SDA untuk lebih meningkatkan selektivitasnya.30,32
Universitas Sumatera Utara
19
2.4 Landasan Teori
Lanjut usia (lansia) merupakan periode akhir dari rentang kehidupan manusia.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia, pada Bab I menjelaskan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun keatas.14
Gambaran klinis jaringan mukosa mulut pada lansia sehat tidak berbeda jauh
dengan individu yang muda. Meski demikian, riwayat adanya trauma (misalnya, pipi
tergigit), penyakit mukosa (misalnya, lichen planus), kebiasaan merokok, dan adanya
gangguan pada kelenjar saliva (misalnya, hipofungsi saliva) dapat mengubah
tampilan klinis dan karakter histologis jaringan mulut lansia. Pada lansia jaringan
mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah, mengkilap dan kering.
Terjadi perubahan pada struktur, fungsi, dan elastisitas jaringan mukosa mulut.
Mukosa mulut terlihat pucat, kering, hilangnya stippling, terjadinya oedema, dan
elastisitas jaringan berkurang. Jaringan mukosa mudah mengalami iritasi dan rapuh.
Perubahan ini dapat mempengaruhi mukosa mulut terhadap trauma dan infeksi,
terutama terkait dengan penggunaan gigitiruan dan hipofungsi saliva.19,17 Seiring
bertambahnya usia, banyak kehilangan gigi. Kehilangan gigi, yang dapat
mempengaruhi pemilihan makanan, status gizi, dan kesehatan umum.20 Selain itu, ada
penurunan yang berhubungan dengan usia pada sekresi saliva (misalnya, jumlah
protein, protein yang kaya proline, laktoferin, natrium, dan kalium) terlihat pada
populasi yang sehat. Secara histologis, ada perubahan yang berkaitan dengan usia
dalam susunan sel kelenjar saliva, dengan peningkatan jaringan ikat, deposisi lemak
dan penurunan sel asinar.19
Gigitiruan penuh adalah suatu alat tiruan yang menggantikan semua gigigeligi asli dan berhubungan dengan struktur maksila dan mandibula, didukung oleh
membran mukosa, jaringan penghubung dan lapisan tulang.21 Pemakaian gigitiruan
yang terus menerus dan kebersihan gigitiruan yang tidak memadai akan
mengakibatkan penumpukan plak pada permukaan gigitiruan, yang merupakan
tempat sangat ideal untuk pertumbuhan jamur dan mikroorganisme lainnya yang akan
Universitas Sumatera Utara
20
memperbesar infeksi dan reaksi peradangan pada mukosa yang berkontak dengan
gigitiruan.10
Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan gigitiruan adalah resin
akrilik, polymethyl methacrylate (PMMA).25,26 Polymethyl methacrylate (PMMA)
basis gigitiruan yang memiliki sifat mekanis, biologis dan estetika yang baik.27
Salah satu faktor virulensi utama Candida spp adalah kemampuannya untuk
melekat pada permukaan host.30,31 Pada umumnya Candida spp tumbuh baik pada
media Sabouraud Dextrosa Agar , Candida spp menghasilkan koloni yang bulat,
dengan diameter 2-4 milimeter, berwarna putih kekuning-kuningan dengan
permukaan
halus,
licin,
atau
berlipat-lipat,
dengan
bau
ragi.
Secara
mikroskopis,Candida spp merupakan organisme eukariot uniseluler. Sel ragi dan sel
tunas umumnya berbentuk bulat, oval, sampai hampir silindris, dengan ukuran 3-6
mikrometer.29,30,33
Sampel dari rongga mulut dapat diperoleh dengan berbagai metode dengan
pendekatan yang paling umum adalah swab, kultur imprint, oral rinse dan kultur
saliva.30,32
Universitas Sumatera Utara
21
Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
22
2.5
Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara