Hubungan Tekanan Panas Dengan Tekanan Darah Pada Pekerja Perparkiran Kendaraan Bermotor Di Basement Plaza Center Point Medan Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Panas
2.1.1 Definisi Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi yang kemudian dipadankan dengan
produksi panas oleh tubuh. Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah antara 24-260C
(Suma’mur, 2009). Suhu lingkungan di tempat kerja yang terlalu panas atau terlalu
dingin berbahaya terhadap kesehatan individu pekerja. Pajanan suhu yang terlalu
panas disebut juga heat stress (Harrianto, 2013).
Rentan temperatur dimana manusia merasa nyaman dengan suhu lingkungan
adalah antara 2-3 derajat celcius namun kenyamanan tersebut sangat bervariasi
tergantung pada jenis pakaian yang dipakai dan aktivitas fisik yang ia lakukan
(Nurmianto, 2004).
2.1.2 Lingkungan Kerja Panas
Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan,
boiler, oven, tungku, pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari
dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut,
tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas
lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari

luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut Tarwaka dkk (2004)

Universitas Sumatera Utara

bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu pengaturan
suhu. Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di antara panas
yang dihasilkan dari metabolism tubuh dan pertukaran panas di antara tubuh dan
lingkungan sekitarnya.
Produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan,
gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain.
Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh
dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi, panas radiasi,
dan panas penguapan (Tarwaka dkk, 2004).
Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat bekerja
secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24°C-26°C bagi orang Indonesia.
Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya
sekitar 29°C-30°C dengan kelembaban 85%-95%. Aklimatisasi terhadap panas
berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu minggu
pertama berada di tempat kerja. Setelah satu minggu pertama berada di tempat panas,
tenaga kerja mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas, hal ini tergantung dari

aklimatisasi setiap individu yang dilihat dari beban kerja sehingga diperlukan variasi
kerja (Suma’mur, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Fisiologi Pertukaran Panas Tubuh
Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas menurut Suma’mur (2009)
sebagai berikut :
1.

Konduksi
Konduksi adalah pertukaran panas antar tubuh dengan benda-benda sekitar

melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan
panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat
menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.
2.

Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari tubuh dan lingkungan melalui kontak


udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi
melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan
tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan
besarnya peran dalm pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan. Konveksi
dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh.
3.

Radiasi
Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memncarkan gelobang panas.

Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas
lewat mekanisme radiasi.
4.

Penguapan
Manusia dapat berkeringat dengan penguapan dipermukaan kulit atau melalui

paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan.


Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas
Menurut Tarwaka, dkk (2004) faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
tenaga kerja antara lain :
1. Umur
Daya tahan tubuh terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua.
Orang yang lebih tua akan lamban keluar keringatnya dibandingkan dengan orang
muda.
2. Jenis Kelamin
Terdapat perbedaan kecil dalam kapasitas antara laki-laki dan perempuan
untuk berkeringat secara cukup, dalam iklim panas tidak dapat beraklimatisasi secara
baik seperti laki-laki. Seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin dari pada suhu
panas. Hal tersebut disebabkan karena tubuh wanita mempunyai jaringan dengan
daya konduksi yang lebih tinggi terhadap panas bila dibandingkan dengan laki-laki.
3. Masa Kerja
Lamanya bekerja seseorang dari pertama bekerja hingga dilakukannya
penelitian pada sampel penelitian.
4. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya yang

ditandai dengan penurunan detak nadi dan suhu mulut atau suhu badan sebagai akibat
pembentukan keringat.

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Pengukuran Suhu Udara Atmosfer
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas, yaitu
adalah sebagai berikut (Suma’mur, 2009):
1. Suhu efektif, yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh
seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,
kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif
ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk
penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi,
dibuat skala Suhu Efektif Yang Dikoreksi (Corrected Effektive Temperature
Scalle). Namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak
diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh.
2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISSB) (Wet Bulb-Globe Temperature Index),
dengan rumus-rumus sebagai berikut:
ISBB = 0,7 X suhu basah + 0,2 X suhu radiasi + 0,1 suhu kering untuk
bekerja pada pekerjaan dengan adanya paparan sinar matahari).

ISBB = 0,7 X suhu basah + 0,3 suhu radiasi (untuk bekerja pada
pekerjaan tanpa disertai penyinaran sinar matahari).
ISBB adalah cara pengukuran yang paling sederhana karena tidak banyak
membutuhkan keterampilan cara atau metode yang tidak sulit dan besarnya
tekanan panas dapat diukur dengan cepat.
Nilai Ambang Batas untuk Indeks Suhu Basah dan Bola tekanan panas
yang diperkenankan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam surat

Universitas Sumatera Utara

keputusan nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB)
Pengaturan Waktu
ISBB (OC)
Kerja Setiap Jam
Beban Kerja
Ringan
Sedang

Berat
Berkerja
terus
menerus (8
jam/hari)
75% kerja
25% istirahat
50% kerja
50%istirahat
25% kerja
75%istirhat

30,0

26,7

25,0

30,6
31,4

32,2

28,0
29,4
31,1

25,9
27,9
30,0

Menurut Tarwaka (2010) peralatan modern yang digunakan untuk
mengukur ISBB adalah Area Heat Monitor. Dimana alat tersebut dioperasikan
secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan
ISBB atau WBGT in dan WBGT out yang hasilnya tinggal membaca pada alat
dengan menekan tombol operasional dalam satuan 0C atau 0F. pada waktu
pengukuran alat ditempatkan sekitar sumber panas dimana pekerja melakukan
pekerjaannya.
3. Prediksi kecepatan keluar keringat selama 4 jam (predicted – 4 – hour sweat rate
disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai
akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas

radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian
dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

4. Indeks Belding-Hacth, yaitu kemampuan berkeringat orang standar yaitu orang
muda dengan tinggi 170 cm dan berat badan 154 pon, dalam keadaan sehat
memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas.
Dalam lingkungan panas , efek pendinginan penguapan keringat adalah
mekanisme terpenting untuk mempertahankan keseimbangan termis badan. Maka
dari itu, Belding dan Hacth mendasarkan indeksnya atas perbandingan
banyaknya keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas
maksimal tubuh untuk berkeringat untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan
pengukuran suhu kering dan suhu basah, suhu bola, kecepatan aliran udara, dan
produksi panas sebagai akibat kegiatan melakukan pekerjaan. Namun Indeks
Belding-Hacth mempunyai kelemahan yaitu:


Dalam perusahaan dan terutama bagi bangsa (ras) yang berbeda, pengertian
orang standar tidak bisa berlaku untuk keseluruhan.




Indeks didasarkan atas percobaan orang tanpa pakaian, sedangkan tenaga
kerja melakukan pekerjaannya dengan berpakaian. Untuk itu, perlu koreksi
sekitar 40% terhadap Indeks Belding-Hacth, jika digunakan untuk orangorang yang berkerja.

2.1.6 Gangguan Kesehatan Akibat Tekanan Panas
Pekerjaan yang berisiko tinggi menimbulkan gangguan kesehatan dan
penyakit akibat pajanan lingkungan yang terlalu panas dapat mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara

gangguan kesehatan. Penyakit dan gangguan akibat pajanan lingkungan panas
sebagai berikut (Harrianto, 2013) :
1. Kelainan Kulit :
a. Heat edema. Biasanya terjadi pada Para pekerja yang baru bekerja di
lingkungan yang panas tanpa melaksanakan periode aklimatisasi. Paling
sering terlihat di pergelangan kaki. Kembali menjadi normal secara spontan
setelah 1 atau 2 hari berada di lingkungan yang lebih dingin.

b. Erythema igne. Nodul-nodul hyperkeratosis yang berlanjut pada luka bakar.
c. Intertrigo rash. Eritema disekitar ketiak, lipatan siku, lutut dan leher akibat
keringat yang berlebihan.
d. Heat rash (miliaria). Obstruksi saluran kelenjar keringat,sehingga terjadi
retensi keringat yang mengakibatkan timbulnya warna kemerahan dan papelpapel kecil di permukaan kulit.
2. Heat Cramps. Rasa nyeri tajam di otot yang dapat terjadi sendiri atau bersamasama dengan kelainan akibat pajanan lingkungan panas yang lain. Hal ini
diakibatkan oleh kegagalan tubuh mengganti kehilangan NaCl yang hilang
bersama keringat. Heat cramps sering kali terjadi bila banyak minum tanpa
disertai suplementasi NaCl. Paling sering terjadi pada otot-otot fleksor tangan
dan kaki untuk beberapa menit atau jam.
3. Heat Exhaustion. Heat exhaustion diakibatkan oleh kegagalan tubuh untuk
beradaptasi, karena darah mengalir secara serentak ke permukaan kulit akibat
vasodilatasi pembuluh darah kulit. Gejala yang timbul dalam bentuk pengeluaran

Universitas Sumatera Utara

keringat yang berlebihan, rasa lemah, pusing, penglihatan gelap, rasa sangat
haus, mual, muntah, diare, kram otot, kesemutan, palpitasi, dan kesukaran
bernapas. Penyakit ini akan sembuh setelah beristirahat di tempat yang dingin
dan rehidrasi serta restorasi cairan elektrolit yang cukup.
4. Heat Syncope. Kesadaran menurun secara mendadak akibat kehilangan cairan
yang berlebihan oleh pengeluran keringat dan terjadinya hipotensi serebri, yaitu
insufisiensi aliran darah ke otak untuk sementara pada saat berdiri, akibat
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah kulit secara serentak sehingga darah
menumpuk di tungkai. Biasanya terjadi pada para pekerja yang tidak
melaksanakan periode aklimatisasi. Penyakit ini akan sembuh setelah beristirahat
di tempat yang dingin dan rehidrasi serta restorasi cairan elektrolit yang cukup.
5. Heat Stroke dan Hiperpireksia. Meningkatnya suhu tubuh merupakan gangguan
kesehatan akibat bekerja di lingkungan panas yang paling serius. Gejalanya yaitu
kulit memerah, kering karena tubuh tidak mampu lagi menghasilkan keringat,
suhu tubuh mungkin lebih dari 41oC, lemah, sakit kepala, rasa berputar, nadi
cepat, kadang-kadang timbul kejang, kesadaran menurun sampai koma. Gejala
hiperpereksia hampir sama dengan heat stroke, tetapi pada hiperpereksia, kulit
masih terasa agak basah. Kedua kondisi ini memerlukan pertolongan secepatnya,
yaitu dengan membuka semua pakaian, menyemprot tubuh korban dengan air
dingin, mendinginkan suhu tubuh, dan meningkatkan proses evaporasi dengan
kipas angin, serta membawa korban sesegera mungkin kerumah sakit. Heat sroke
dan hiperpereksia dapat terjadi karena tidak dilaksanakan proses aklimatisasi,

Universitas Sumatera Utara

kondisi tubuh yang kurang fit, atau adanya gejala demam dan diare yang
meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya kondisi ini.
2.1.7 Pengendalian Pajanan Lingkungan Panas
Resiko gangguan kesehatan akibat bekerja di lingkungan panas yang terlalu
tinggi dapat dikurangi dengan cara (Harrianto, 2013) :
1. Pengendalian administratif
a. Periode aklimasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang penuh
b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek
tetapi sering dan rotasi pekerja yang memadai
c. Ruangan dengan penyejuk udara (AC) perlu disediakan untuk memberikan
efek pendinginan pada para pekerja waktu istirahat
d. Penyediaan air minum yang cukup
2. Pengendalian teknik. Pengendalian teknik merupakan usaha yang paling efektif
untuk mengurangi pajanan lingkungan panas yang berlebihan, yaitu dengan cara:
a. Mengurangi produksi panas metabolik tubuh
b. Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan
kerja fisik para pekerja
c. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan benda-benda yang
panas, dengan cara sebagai berikut:


Isolasi/penyekat. Melapisi permukaan benda-benda yang panas dengan
bahan yang memiliki emisi yang rendah, seperti alumenium atau cat

Universitas Sumatera Utara



Perisai. Dua jenis perisai panas radiasi yang dapat digunakan yaitu
dengan baja tahan karat, aluminium, atau benda logam lainnya yang
berwarna putih, sehingga akan memantulkan panas kembali ke
sumbernya, atau perisai absorben, misalnya jas pendingin yang dibuat
dari

alumenium

yang

permukaannya

berwarna

hitam

dapat

angin

untuk

mengabsorpsi dan membuang panas


Remote control

d. Mengurangi

bertambahnya

panas

konveksi.

Kipas

meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja yang panas
e. Mengurangi kelembapan. AC, peralatan penarik kelembaban dan upaya lain
untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban di
lingkungan tempat kerja
3. Alat pelindung diri
a. Untuk berkerja di tempat kerja yang panas dan lembap, perlu disediakan
baju yang tipis dan berwarna terang sehingga pengeluaran panas tubuh
dengan proses evaporasi keringat menjadi lebih efisien
b. Kacamata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan
benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang
panas.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Tekanan Darah
2.2.1 Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah dari sistem sirkulasi
atau sistem vascular terhadap dinding pembuluh darah (Joyce dkk, 2008). Tekanan
darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Tekanan darah dipengaruhi
oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih
rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari berbeda, paling tinggi di
waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari (Joyce dkk, 2008).
Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang diturunkan sampai suatu titik
dimana denyut dapat dirasakan, sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan diatas
arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi janyung atau denyut arteri
dengan jelas dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai menghasilkan perbedaan
tekanan antara sistole dan diastole disebut tekanan nadi dan normalnya adalah 30-50
mmHg (Hull, 1986).
2.2.2 Sistem Sirkulasi Tekanan Darah
Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung
oksigen ini memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh bagian tubuh
melalui pembuluh darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar
bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga berukuran
mikroskopik, yang akhirnya membentuk jaringan yang terdiri dari pembuluhpembuluh darah sangat kecil yang disebut kapiler. Jaringan ini mengalirkan darah ke
sel-sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk menghasilkan energi yang

Universitas Sumatera Utara

dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian darah, yang sudah tidak beroksigen
kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena, dan di pompa kembali ke paruparu untuk mengambil oksigen lagi. Saat jantung berdetak, otot jantung berkontraksi
untuk memompakan darah ke seluruh tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi dikenal
sebagai tekanan sistolik. Kemudian otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya,
dan tekanan ini paling rendah, yang dikenal sebagai tekanan diastolik. Tekanan
sistolik dan diastolik ini diukur ketika Anda memeriksakan tekanan darah (Dian,
2011).
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu:
1. Olahraga
Respon fisiologis terhadap olahraga adalah meningkatnya curah jantung yang
akan disertai meningkatnya distribusi oksigen ke bagian tubuh yang membutuhkan,
sedangkan pada bagian-bagian yang kurang memerlukan oksigen akan terjadi
vasokonstriksi, misal, traktus digestivus. Meningkatnya curah jantung pasti akan
mempengaruhi tekanan darah (Ridjab, 2005).
2. Emosi
3. Stress
4. Umur
Tekanan darah akan cenderung tinggi bersama dengan peningkatan usia.
Umumnya sistolik akan meningkat sejalan dengan peningkatan usia, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

diastolik akan meningkat sampai usia 55 tahun, untuk kemudian menurun lagi (Vita,
2004). Semakin tua seseorang tekanan sistoliknya akan semakin tinggi.
5. Jenis Kelamin
Tekanan darah pada perempuan sebelum menopause adalah 5-10 mmHg lebih
rendah dari pria seumurnya, tetapi setelah menopause tekanan darahnya lebih
meningkat (Vita, 2004).
6. Obesitas
Jika mempunyai ukuran tubuh yang termasuk kedalam katagori obesitas yaitu
dengan nilai IMT lebih dari 27,5 maka memungkinkan terjadinya

peningkatan

tekanan darah.
7. Minum Alkohol
Minuman alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan
menyebabkan resistensi terhadap obat anti hipertensi (Vita,2004).
8. Merokok
Pada keadaan merokok pembuluh darah di beberapa bagian tubuh akan
mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi
supaya darah dapat mengalir ke bagian tubuh dengan jumlah yang tetap (Vita, 2004).
Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan darah pada
pembuluh darah meningkat (Wardoyo, 1996).

Universitas Sumatera Utara

9. Faktor Eksternal
Selain faktor dari pribadi, ada juga faktor yang mempengaruhi perubahan
tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Faktor tersebut adalah faktor yang
berasal dari lingkungan, khususnya lingkungan kerja, seperti:


Tekanan panas
Pada lingkungan kerja panas, tubuh mengatur suhunya dengan penguapan
keringat yang dipercepat dengan pelebaran pembuluh darah tepi dan pembuluh
darah dalam yang disertai meningkatnya denyut nadi dan tekanan darah,
sehingga beban kardiovaskular bertambah (Suma’mur, 2009).



Kebisingan
Efek kebisingan terlihat dari persyarafan otonom yang ditandai dengan
kenaikan tekanan darah, percepatan denyut jantung, pengerutan pembuluh darah
kulit, bertambah cepatnya metabolisme, menurunnya aktivitas alat pencernaan.
Kebisingan menyebabkan kelelahan, kegugupan, rasa ingin marah, hipertensi dan
menambah stress (Dian, 2011).



Masa kerja
Semakin lama masa kerja dapat dikatakan semakin tinggi pula
kemampuan kerja yang dimiliki, semakin efesien badan dan jiwa bekerja,
sehingga beban kerja relatif sedikit. Lamanya bekerja seseorang dari pertama
bekerja hingga dilakukannya penelitian pada sampel penelitian, baik dari hari ke
hari ataupun seumur hidup (Tarwaka dkk, 2004).

Universitas Sumatera Utara



Lama paparan
Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk
memelihara keseimbangan panas. Selanjutnya apabila pemaparan terhadap panas
terus berlanjut, maka resiko terjadinya gangguan kesehatan juga akan meningkat
(Dian, 2011).



Beban kerja
Menurut Meskahati dalam Tarwaka 2010, dapat didefenisikan sebagai
suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan
pekerjaan yang harus dihadapi.

2.2.4 Penggolongan Tekanan darah
1. Tekanan darah normal
Tekanan darah normal bila tekanan sistolik menunjukkan kurang dari 140
mmHg dan diastolik kurang dari 90 mmHg (Guyton dkk, 2008). Menurut WHO –
ISH 1999 tekanan darah normal adalah