Pemodelan Arus Pasang Surut dan Sedimen Melayang di Muara Sungai Belawan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Muara Sungai
Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan
laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river
mouth) dan estuari. Mulut sungai adalah bagian paling hilir dari muara sungai

yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai
yang dipengaruhi oleh pasang surut. Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi
aliran (kecepatan, debit, profil muka air, intrusi air asin) di estuari dapat sampai
jauh ke hulu sungai, tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan
karakteristik estuari (tampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya).
Muara sungai berfungsi sebagai pengeluaran/ pembuangan debit sungai
terutama pada waktu banjir ke arah laut. Karena letaknya yang di ujung hilir,
maka debit aliran di muara adalah lebih besar dibanding pada penampang sungai
disebelah hulu. Selain itu, muara sungai juga harus melewatkan debit yang
ditimbulkan oleh pasang surut yang bisa lebih besar dari debit sungai. Sesuai
dengan fungsinya tersebut, muara sungai harus cukup lebar dan dalam.
Permasalahan yang sering dijumpai adalah banyaknya endapan di muara sungai
sehingga tampang alirannya kecil, yang dapat mengganggu pembuangan debit

sungai ke laut. Ketidaklancaran pembuangan tersebut dapat mengakibatkan banjir
didaerah sebelah hulu muara (Triadmodjo, 1999).

6
Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Jenis-Jenis Muara Sungai
Muara sungai dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan faktor
dominan yang mempengaruhinya. Ketiga faktor tersebut adalah gelombang, debit
sungai, dan pasang surut (Nur Yuwono dalam Triadmodjo 1999). Ketiga faktor
tersebut akan berperan secara bersamaan dalam suatu muara, hanya saja salah satu
yang akan mendominasi.
A. Muara yang Didominasi Gelombang Laut
Gelombang laut yang besar dapat menyebabkan transportasi sedimen dari
laut menuju muara dan menyebabkan endapan. Apabila debit sungai kecil
kecepatan arus tidak mampu mengerosi endapan tersebut sehingga muara sungai
benar-benar akan tertutupi sedimen. Permasalahan akan timbul pada musim hujan,
dimana debit banjir dari daerah aliran sungai tidak dengan lancar dapat dialirkan
menuju laut. Akibatnya, banjir dapat terjadi di daerah sebelah hulu muara baik itu
permukiman ataupun persawahan. Jika debit sungai sepanjang tahun cukup besar,

kecepatan arus dapat mengerosi endapan tersebut, sehingga mulut sungai selalu
terbuka.
B. Muara yang Didominasi Debit Sungai
Muara dengan jenis ini terjadi pada sungai yang debit sepanjang tahunnya
cukup besar sedangkan gelombang lautnya relatif lebih kecil. Sungai dengan debit
besar tentunya membawa angkutan sedimen yang lebih besar dari hulunya. Ketika
sampai pada muara, sedimen yang terendap merupakan sedimen dengan suspensi
partikel yang sangat kecil, yaitu dalam beberap mikron. Sifat-sifat sedimen ini
lebih tergantung pada gaya-gaya permukaan dari pada gaya berat, yang berupa
gaya tarik-menarik dan tolak menolak. Mulai salinitas air sekitar 1 sampai 3 o/oo,

7
Universitas Sumatera Utara

gaya tolak menolak antara partikel berkurang dan partikel-partikel tersebut akan
bergabung membentuk flokon dengan diameter jauh lebih besar dari partikel
individu (Triatmodjo, 1999). Bersatunya partikel tersebut juga dibarengi
kecepatan endap yang meningkat tajam.
Pada saat terjadi surut, sedimen akan terdorong ke muara dan terdorong ke
laut. Selama periode titik balik dimana kecepatan aliran kecil, sebagian suspensi

mengendap. Saat berikutnya dimana air mulai pasang, kecepatan aliran bertambah
besar dan sebagian suspensi dari laut masuk kembali ke sungai bertemu dengan
sedimen yang berasal dari hulu. Dialur sungai, terutama pada waktu air surut
kecepatan aliran besar, sehingga sebagian sedimen yang telah diendapkan tererosi
kembali. Tetapi didepan muara dimana aliran telah menyebar, kecepatan aliran
lebih kecil sehingga tidak mampu mengerosi semua sedimen yang telah
diedapkan. Dengan demikian dalam satu siklus pasang surut jumlah sedimen
yang mengendap jauh lebih banyak dari yang tererosi, sehingga terjadi
pengendapan didepan mulut sungai. Proses tersebut terjadi terus-menerus
sehingga muara sungai akan maju ke arah laut membentuk delta.
C. Muara yang Didominasi Pasang Surut
Pada muara yang mengalami pasang yang cukup tinggi, air laut akan
masuk ke sungai dengan volume yang cukup besar. Air tersebut akan
berakumulasi dengan air dari hulu sungai. Pada waktu surut, volume air yang
sangat besar itu mengalir keluar dalam periode waktu tertentu yang tergantung
pada tipe pasang surut. Dengan demikian, kecepatan arus selama air surut tersebut
besar dan cukup potensial untuk membentuk muara sungai. Muara sungai ini
berbentuk seperti lonceng.

8

Universitas Sumatera Utara

2.2 Estuari
Estuari dibentuk oleh kenaikan air laut yang dipengaruhi oleh glasiasiasi
atau umur es (Woodroffe dalam Hardisty, 2007), dan interaksi nonlinear dari
pasang, arus, garam, air, dan sedimen (Hardisty, 2007). Sirkulasi aliran diestuari
dipengaruhi oleh sifat-sifat morfologi estuari, pasang surut dan debit aliran dari
hulu (debit sungai). Sirkulasi aliran tersebut meliputi penjalaran gelombang
pasang surut, pencampuran antara air tawar dan air asin, gerak sedimen, polutan
(biologi, kimiawi dan fisis) dan sebagainya.
Debit sungai dan perubahan musimnya adalah salah satu dari parameter
penting dalam sirkulasi di estuari. Debit sungai tergantung pada karakteristik
hidrologi dan daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai yang baik (hutan yang
masih terjaga) memberikan debit aliran yang relatif konstan sepanjang tahun.
Sedang jika kondisinya jelek variasi debit antara musim basah dan kering sangat
besar. Hidrograf diujung hulu estuari merupakan fungsi waktu dengan arah aliran
selalu ke hilir (menuju ke laut). Pada musim hujan debit aliran besar sementara
pada musim kemarau kecil. Pada umumnya debit sungai jauh lebih kecil dari pada
debit yang ditimbulkan oleh pengaruh pasang surut. Pengaruh debit aliran lebih
dominan bagian hulu estuari disbanding dengan bagian hilir. Pada waktu banjir

debit sungai mendorong polutan (garam, sedimen dan sebagainya) ke laut
sehingga batas intrusi air asin dan kekeruhan terdorong lebih ke hilir sedang pada
debit kecil polutan bergerak lebih ke hulu.

9
Universitas Sumatera Utara

Menurut Hardisty, 2007 ada lima tahapan dalam proses pembentukan
estuari yaitu:
1. Bathimetri: sebuah mulut sungai digenangi oleh air laut ketika air laut
mengalami kenaikan sesudah kebangkitan periode glasial berdasarkan
tiga bentuk dimensi.
2. Pasang: laut mengalami pasang surut. Pada saat pasang, air laut mengalir
kedalam mulut sungai membuat estuari mengandung garam, sedangkan
pada saat surut air kembali ke laut membuat kadar garam menjadi
berkurang.
3. Arus: aliran masuk, aliran keluar dan pencampuran dari air laut dengan air
daratan menghasilkan air baru dan arus pasang didalam estuari.
4. Temperatur dan salinitas: perpindahan panas arus pasang dan garam
didalam estuari beraasal dari proses adveksi dan difusi.

5. Partikel/ sedimen: partikel padat juga tererosi, terbawa, dan terdeposisi
menyebabkan bathimetri berubah dan memberikan pengaruh pada pasang
surut, arus, dan proses pengangkutan.
2.2.1 Bathimetri
Bathimetri adalah bentuk/ peta tiga dimensi dari suatu kawasan estuari.
Estuari merupakan kawasan bagian muara yang umunya digunakan untuk
kegiatan pelayaran dan perkapalan yang selalu di tinjau secara rutin dan
berkesinambungan.

Peta

bathimetri

menggambarkan

serta

memaparkan

komponen-komponen pokok estuari seperti kedalaman, lebar dan peta kontur.


10
Universitas Sumatera Utara

A. Lebar dan Kedalaman sebagai Fungsi Jarak
Seorang ilmuan Inggris bernama Prandle (1986) menyatakan bahwa lebar
dan kedalaman sebuah estuari dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan
fungsi terhadap jarak.
……………………...………(2.1)
dan
………………………..……(2.2)
dimana
= lebar estuari dititik x (m)
= lebar estuari tepat dimulut muara (m)
= kedalaman estuari dititik x (m)
= kedalaman estuari di titik x (m)
x = jarak titik dari mulut muara (m)
λ = dimensi horizontal dari panjang kawasan estuari (m)
m & n = koefisien dari percobaan Prandel (1986)


Tabel 2.1: Koefisien estuari Prandle.
Muara

Panjang
(km)
135

n

m

-0,7

0,7

Rotterdam

99

0


0

Hudson

248

0,7

Potomac

184

Delaware

214

Fraser

Muara


Panjang
(km)
55

n

m

2,7

0

Bay of Fundy

635

1,5

1,0


0,4

Thames

95

2,3

0,7

1,0

0,4

Bristol Channel

623

1,7

1,2

2,1

0,3

St Lawrence

418

1,5

1,9

Miramichi

11
Universitas Sumatera Utara

B. Lebar dan Kedalaman sebagai Fungsi Eksponensial Jarak
Dyer (1986) mencatat bahwa banyak estuari yang menunjukkan sebuah
fungsi eksponensial antara jarak, kedalaman, dan area cross section dengan jarak
dari hulunya. Dengan cara yang sama Prandle (1986) menggantikan persamaan
2.1 dan 2.2 menjadi.
………………...……………(2.3)
dan
……………...………………(2.4)
dimana
= lebar estuari dititik x (m)
= lebar estuari tepat dimulut muara (m)
= kedalaman estuari di titik x (m)
= kedalaman estuari tepat dimulut muara (m)
x = jarak titik dari mulut muara (m)
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh wright et al. (1973).
..……………..………………(2.5)
dan
……………..……...…………(2.6)
dimana
L = panjang estuari (m)
a = koefisien lebar muara
b = koefisien kedalaman muara

12
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik
benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di
bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena
jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan
terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik
bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya
tarik matahari (Triadmodjo, 1999).
A. Tipe Pasang Surut
Perbedaan lokasi menyebabkan adanya perbedaan pasang surut diberbagai
daerah. Ada yang mengalami satu hingga dua kali pasang surut dalam sehari. Pada
umumnya pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe,
yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide)
dan dua jenis campuran.
1. Pasang Harian Ganda (semidiurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan
tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur.
Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
2. Pasang Harian Tunggal (diurnal tide)
Dalam satu kali terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode
pasang surut rata-rata adalah 24 jam 50 menit.

13
Universitas Sumatera Utara

3. Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Ganda (mixed tide prevailing
semidiurnal)

Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi
tinggi periodenya berbeda.
4. Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Tunggal (mixed tide prevailing
diurnal)

Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi
terkadang dalam sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.
Perbedaan dari ketiga tipe tersebut akan ditunjukkan di gambar 2.1.

Gambar 2.1: Tipe pasang surut (Triadmodjo, 1999)
B. Kurva Pasang Surut
Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tinggi (puncak air
pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut
adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi

14
Universitas Sumatera Utara

yang sama berikutnya. Periode dimana muka air naik disebut pasang, sedang pada
saat air turun disebut surut. Variasi muka air menimbulkan arus yang disebut
dengan arus pasang surut, yang mengangkut massa air dalam jumlah sangat besar.
Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang dan arus surut terjadi pada periode
air surut. Titik balik (slack) adalah saat dimana arus berbalik antara arus pasang
dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka
air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol.

Gambar 2.2: Kurva pasang surut

C. Pembangkit Pasang Surut
Berdasarkan hukum Newton tentang gravitasi terdapat hubungan gaya
tarik-menarik antara bumi, bulan dan matahari. Hal ini menyebabkan bumi bulan
menjadi satu sistem kesatuan yang berotasi bersama-sama terhadap sumbu
perputaran bersama (common axis of revolution). Sumbu ini terletak pada jarak
2.900 km dari pusat bumi. Dengan adanya perputaran tersebut maka terjadi gaya
sentrifugal (Fc) dengan arah keluar/ menjauhi sumbu perputaran bersama. Selain
itu, setiap lokasi dibumi juga mengalami gravitasi (Fg). Pada sumbu bumi gaya

15
Universitas Sumatera Utara

gravitasi dan sentrifugal adalah seimbang. Air (laut) yang berada pada sisi bumi
yang terjauh dari bulan akan mengalami gaya sentrifugal yang lebih besar dari
gaya gravitasi bulan, (Fc > Fg). Sehingga resultannya keluar dan permukaan air
tertarik keluar, sedangkan pada belahan bumi yang terdekat dengan bulan, Fg > Fc
resultannya juga keluar (ke arah bulan) dan permukaan air tertarik kearah bulan.
Oleh karena itu, permukaan air berubah menjadi bentuk ellipsoida. Keadaan
serupa juga terjadi pada sistem bumi-matahari. Dengan demikian pasang surut
yang terjadi adalah gabungan dari pengaruh gaya tarik bulan dan matahari.

Gambar 2.3: Gaya pembangkit pasang surut
Pemaparan tersebut dengan asumsi bahwa bumi dikelilingi oleh laut secara
merata. Pada kenyataannya dipermukaan bumi terdapat pulau-pulau dan benuabenua. Selain itu dasar laut juga tidak rata, karena adanya palung yang dalam,
perairan dangkal, selat, teluk, gunung bawah laut dan sebagainya. Hal ini
menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari kondisi yang ideal

16
Universitas Sumatera Utara

dan dapat menimbulkan ciri-ciri pasang surut yang berbeda dari satu lokasi ke
lokasi lainnya. Selain itu, kedudukan bulan dan matahari juga selalu berubah
terhadap bumi, sehingga tinggi pasang surut tidak konstan dalam satu periode
panjang (satu bulan).
D. Pasang Surut Muara Sungai
Pugh (2004) menggambarkan ramalan pasang surut akibat gaya tarik
matahari (solar ) dan gaya tarik bulan (lunar ) dalam persamaan:
hS2(t) = AS2 sin(2πt/TS2) ……………………….(2.7)
dan
hM2(t) = AM2 sin(2πt/TM2) ……………………….(2.8)
kedalaman air yang sebenarnya tiap waktu h(t) adalah penjumlahan numerik dari
kedalaman yang sesuai dengan datum, DT.
h(t) = hS2 (t) + hM2 (t) + DT …….......................(2.9)
dimana
h(t) = kedalaman air total pada waktu t (m)
hS2(t), hM2(t) = kedalaman air akibat pengaruh matahari (solar semidiurnal) dan
bulan (lunar semidiurnal) pada waktu t (m)
t = waktu (jam)
AS2, AM2 = amplitudo pasang surut pengaruh matahari dan bulan (m)
2π = sudut rotasi bulan terhadap bumi dan bumi terhadap matahari
TS2, TM2 = periode pasang surut akibat matahari (solar ) (12 jam) dan bulan
(lunar ) (12,42 jam)
DT = kedalaman air, Wx (m).

17
Universitas Sumatera Utara

Saat memasuki muara sungai, air menjadi dangkal dan gelombang pasang
terlihat menjadi asimetri karena memasuki daerah hulu. Penjelasan asimetri
tersebut karena adanya gesekan antara gelombang dengan kedalaman air (Pugh
dalam Hardisty, 2007).


dimana

……………………………(2.10)

c = kecepatan pasang surut (m/det)

g = percepatan gravitasi (9.81m/det2)
h = kedalaman air, Dx (m)

Panjang dari gelombang pasang adalah hasil dari perkalian kecepatan dan
periode pasang surut.
λT = c T …………………………….(2.11)
dimana
λT = panjang dari gelombang pasang (m)
T = periode pasang surut (jam)
Dengan demikian, kecepatan dan panjang gelombang akan berkurang,
karena pasang berpindah dari laut yang dalam ke dalam perairan dangkal.
Hasilnya adalah muara sungai berada pada puncak air yang lebih dalam. kasus
yang sederhana untuk komponen pasut M4, Pugh (2004) menunjukkan bahwa
komponen pasut M4 termasuk ke dalam kategori overtide, yaitu komponen pasut
yang lajunya 2 kali laju komponen M2. overtide adalah sebuah komponen pasut
harmonik (arus pasut) dimana lajunya merupakan perkalian eksak dari laju suatu
komponen dasar pasut yang dibangkitkan dari gaya pembangkit pasang surut.

18
Universitas Sumatera Utara

Biasanya overtide ini muncul atau dominan di perairan dangkal dan bentuk
amplitudonya.
AM4 =

………………………(2.12)



dimana

AM4 = amplitudo seperempat pasut diurnal (lunar quarter diurnal) (m)
x = jarak titik dari mulut muara (m)
TM4 = periode pasut lunar quarter diurnal (6.21 jam)
Dengan demikian, Amplitudo M4 akan bertambah seiring bertambahnya
jarak disepanjang saluran. Amplitudo dari quarter-diurnal juga bertambah jika
kedalaman saluran tersebut kecil, dan sebagai luas dari komponen semidiurnal.
Oleh karena itu, ketinggian pasang surut komponen M4 adalah :

hM4(t) = AM4 sin(2πt/TM4) …………………. (2.13)
dimana
hM4(t) = kedalaman air akibat pengaruh pembangkit pasang surut, seperampat
pasut diurnal ( lunar quarter-diurnal ) pada waktu t (m)
Kedalaman air yang sebenarnya adalah penggabungan dari kedalaman
pada lunar semidiurnal, solar semidiurnal dan lunar quarter-diurnal pada waktu t
dan dikalkulasikan dengan kedalaman datum, seperti persamaan berikut :
h(t) = hS2(t) + hM2(t) +hM4(t) + DT
= AS2 sin

+ AM2 sin

+



sin

+ DT ....(2.14)

19
Universitas Sumatera Utara