Hubungan Pengetahuan Remaja Mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan Perilaku Seks Bebas di SMA Swasta Darussalam Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengetahuan

2.1.1 Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, indera pendengaran,
indera penciuman, indera perasa dan indera peraba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behavior ) (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), ada enam tingkatan pengetahuan yang
dicapai dalam domain kognitif yang meliputi :
1.

Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah


dipelajari sebelumnya.
2.

Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar.
3.

Aplikasi (Application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara

4.

Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.

Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut (Notoadmodjo, 20010) ada dua cara untuk memperoleh
pengetahuan, yaitu:
1.


Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan
Cara tradisional ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan,

sebelumnya ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematis dan logis. Cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain
meliputi :
a. Cara coba-salah (Trial and Error )
Cara coba-coba dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

Universitas Sumatera Utara

b. Cara kekuasaan atau otoritas
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan
baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan.
c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
2.

Cara Modern Memperoleh Pengetahuan
Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Dilakukan mula-mula dengan mengadakan
pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau masyarakat. Kemudian
hasil pengamatan tersebut dikumpulkan, diklasifikasikan dan akhirnya diambil
kesimpulan umum.
2.2

Infeksi Menular Seksual (IMS)

2.2.1 Defenisi Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan infeksi yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual. Dahulu orang menyebutnya sebagai penyakit
kelamin yang tebatas hanya pada beberapa penyakit, diantaranya gonore atau
lazim disebut kencing nanah dan sifilis alias rajasinga. Dalam perkembangannya,
semakin banyak mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit kelamin

sehingga namanya berubah menjadi Penyakit Menular Seksual (PMS). Pada
kenyataannya, PMS banyak yang tidak menimbulkan keluhan atau gejala
meskipun orangnya telah terinfeksi. Istilah PMS diganti lagi menjadi Infeksi

Universitas Sumatera Utara

Menular Seksual (IMS). Istilah IMS dapat digunakan untuk infeksi yang tidak
muncul gejalanya maupun yang sudah muncul gejalanya (Utama, 2007).
Infeksi menular seksual adalah penyakit yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara
genito-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, atau ano genital sehingga
kelainan yang timbul akibat penyakit ini tidak terbatas pada daerah kelamin
genital saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstragenital. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, karena
ada beberapa yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat,
handuk, termometer, dan ada juga yang ditularkan dari ibu kepada bayinya yang
ada di dalam kandungan. (Djuanda, 2007).
2.2.2 Penyebab Infeksi Menular Seksual
Menurut MAYOCLINIC (2014), faktor resiko terbesar penularan IMS dapat
terjadi melalui :

1.

Hubungan seks yang tidak aman seperti hubungan seks tanpa kondom dan
oral seks.

2.

Hubungan seks dengan banyak pasangan. Semakin sering berhubungan
seksual dengan banyak pasangan maka resiko penularan IMS semakin
besar.

3.

Memiliki riwayat IMS. Apabila sudah terinfeksi salah satu IMS maka
kemungkinan untuk terinfeksi IMS lainnya lebih mudah.

4.

Penggunaan narkoba dan alkohol.


5.

Melalui transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV.

Universitas Sumatera Utara

6.

Saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba.

7.

Tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja.

8.

Menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril.

9.


Penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka
dan menyisakan darah pada alat).

10. Penularan dari ibu ke bayi.
IMS juga dapat ditularkan lewat aktifitas yang nampaknya tidak berbahaya
yaitu berciuman. Ciuman dapat menyebabkan sifilis, herpes dan infeksi menular
seksual lainnya (Indonesia Medicine, 2014).
2.2.3 Jenis dan Gejala Infeksi Menular Seksual
Menurut Diskes Provinsi Bali (2014), Infeksi menular seksual dapat
diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, yakni :
1.

Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidium,
Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis,
Gardnerella vaginalis, Salmonella sp, Shigellia sp, Campylobacter sp,
Streptococussgroup B, Mobiloncus sp.

2.

Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba

histolytica, Giardia lamblia , dan protozoa enterik lainnya.

3.

Dari golongan virus, yakni Human immunodeficiency virus (tipe 1 dan 2),
Herpes simplex virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma virus (banyak tipe),
Cytomegalovirus, Epstein barr virus, Molluscum contagiosum virus , dan

virus-virus entric.
4.

Dari golongan ektoparasit, yakni Phithirus pubis dan Sarcoptes scabei.

Universitas Sumatera Utara

5.

Dari golongan jamur, yakni jamur Candida Albicanus.
Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di sekitar


alat kelamin, benjolan atau lecet di sekitar alat kelamin, bengkak di sekitar alat
kelamin, buang air kecil yang lebih sering dari biasanya, demam, lemah, kulit
menguning dan rasa nyeri disekujur tubuh, kehilangan berat badan, diare, keringat
malam, pada wanita bisa keluar darah di luar menstruasi, rasa panas seperti
terbakar atau sakit saat buang air kecil, kemerahan di sekitar kelamin, rasa sakit di
bawah perut pada wanita di luar menstruasi, dan bengkak dan bercak darah setelah
berhubungan seksual (Lestari, 2008).
Menurut Dinas Kesehatan Surabaya (2013), jenis-jenis dan gejala Infeksi
Menular Seksual (IMS) adalah :
1.

Gonore (Kencing Nanah, Uretris Spesifik, GO)

Gejala Umum : Nyeri, gatal, panas saat kencing.
Gejala Khusus : Pada laki-laki dan perempuan gejala ini bisa tanpa gejala,
namun umumnya baik perempuan maupun laki-laki gejala yang umum
terjadi adalah tampak cairan berupa nanah kental pada kemaluan, atau ada
perasaan tidak enak ketika pembuangan air kecil. Bila melakukan seks anal
maka akan keluar cairan yang sama dari dubur. Jika melakukan oral seks
(melalui mulut) maka Gonore akan menginfeksi kerongkongan.

2.

Klamidia (chlamidya, uretris non-gonore, uretris non-spesifik atau UNS)

Gejala Umum : Nyeri saat kencing
Gejala Khusus : Tidak jauh dari gejala dan tanda akibat Gonore, Klamidia
juga menimbulkan nyeri dan bila berkelanjutan akan mengeluarkan cairan

Universitas Sumatera Utara

lendir dan bening dari kemaluan, terasa gatal berwarna kuning atau
kehijauan dan bau. Pada perempuan penyakit ini bisa menyebabkan radang
leher rahim mucopurulent. Infeksi Klamidia yang berkelanjutan dapat
menyebabkan penyakit peradangan leher rahim kronis dan kemandulan.
3.

Sifilis (Raja Singa)

Gejala Umum : Bintil-bintil berair seperti cacar disertai timbulnya luka yang
tidak terasa nyeri di sekitar kelamin yang dikenal sebagai chancre.
Umumnya di tempat hubungan pertama kali terjadi (penis, leher rahim,
dubur, dinding belakang kerongkongan/faring). Biasanya sembuh tanpa
diobati, tetapi bakteri sifilis tetap ada dalam tubuh.
Gejala Khusus : Setelah beberapa waktu, kuman kemudian memasuki darah,
dalam waktu 1-3 bulan muncul tahap kedua. Pada tahap ini ditandai dengan
munculnya ruam yang menyebar pada kulit, termasuk pada telapak tangan
dan kaki, selain itu dapat juga terjadi pembengkakan kelenjar; pasien
mungkin mengalami gejala serupa flu. Setelah masa laten selama 5-20 tahun
dengan sedikit atau tanpa gejala, Sifilis pada stadium lanjut dapat merusak
organ tubuh termasuk jantung dan mata yang mungkin dapat mengakibatkan
kebutaan dan demensia. Selain itu Sifilis juga menyerang susunan saraf
pusat atau sistem kardiovaskular, yang bisa menyebabkan kelumpuhan dan
kematian muda. Pengobatan yang baku untuk sifilis awal adalah suntikan
penisilin benzatin satu kali.

Universitas Sumatera Utara

4.

Cankroid (Ulkus mole)

Gejala Umum : ditandai dengan pembengkakan yang sakit dari kelenjar
setempat
Gejala Khusus : ditandai dengan luka yang bernanah atau memborok yang
akut dan sakit di bagian kelamin, biasanya satu luka dan diameternya
berukuran kurang dari 1 cm. Pada perempuan umumnya Cankroid terjadi
tanpa gejala.
5.

Limfogranuloma Venerum (LGV)

Gejala Umum : luka kecil yang tidak sakit di daerah kemaluan yang
biasanya tidak diperhatikan.
Gejala Khusus : luka kecil yang tidak sakit itu diikuti oleh pembengkakan
yang menyakitkan dan parah dari kelenjar dan jaringan-jaringan di
sekitarnya.
6.

Infeksi Trikomona (Trikomoniasis vaginalis)

Gejala Umum : infeksi umum yang terjadi terus menerus di saluran kencing
perempuan.
Gejala Khusus : Infeksi ini dapat menyebabkan gejala seperti gatal-gatal,
nyeri saat buang air kecil, dan peradangan pada vagina sehingga
mengeluarkan banyak cairan vagina berwarna kuning dan berbau tidak
enak, tetapi umumnya tidak menimbulkan komplikasi yang berat. Dalam
skala kecil biasanya menunjukkan gejala berupa peradangan saluran
kencing, tetapi umumnya tidak memiliki gejala. Pengobatan bakunya adalah
dengan metronidazol oral.

Universitas Sumatera Utara

7.

Herpes Genitalis (Herpes)

Gejala Umum : Badan lemas, nyeri sendi pada daerah terinfeksi, demam.
Gejala lain yang umum adalah bintil-bintil kecil berisi cairan yang terasa
sakit, di alat kelamin/dubur atau mulut.
Gejala Khusus : Bintil-bintil akan timbul selama 1-3 minggu, dan kemudian
menghilang. Beberapa waktu kemudian bintil-bintil akan muncul dan hilang
secara berulang. Sebelum bintil-bintil muncul alat kelamin akan terasa gatal
atau panas. Pada waktu bintil-bintil tersebut muncul maka kemungkinan
besar orang tersebut mengalami gejala seperti flu.
8.

Kutil Kelamin (Kutil anogenital, Jengger ayam)

Gejala Umum : Timbul kutil pada daerah yang terinfeksi.
Gejala Khusus : dalam kasus lanjut kutil ini akan bergerombol seperti
jengger ayam di daerah kemaluan dan daerah anus.
9.

Granuloma Inguinale (Donovanosis)

Gejala Umum : luka kecil di kulit di bagian kemaluan.
Gejala Khusus : luka yang umumnya terjadi tersebut kemudian menyebar
dan membentuk sebuah massa granulomatous (benjolan-benjolan kecil)
yang bisa menyebabkan kerusakan berat pada organ-organ kemaluan.
Infeksi ini biasanya kebal terhadap pengobatan.
10. Hepatitis
Gejala Umum : Badan lemas, kurang gairah dan terkadang demam
Gejala Khusus : Pada kasus kelanjutan, tampak kulit selaput mata berwarna
kuning. Hepatitis dapat merusak fungsi hati. Sedangkan apabila melakukan

Universitas Sumatera Utara

oral seks, Hepatitis A menular melalui anilingus karena virusnya terdapat
dalam feces, Hepatitis B dan Hepatitis C menular karena kontak dengan
cairan seksual dan darah penderita. Hepatitis B dapat menyebabkan
kematian.
11. HIV/AIDS
Gejala Umum : Virus walaupun sudah ada di dalam darah tidak
menunjukkan gejala sama sekali
Gejala Khusus : Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV adalah
darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang
tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air
liur, air mata dan lain-lain. Gejala tidak terlihat walau telah terjangkit virus,
bahkan alat kelamin masih terlihat sehat. HIV/AIDS ini sangat berbahaya
dan mematikan, karena menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Gejala
yang ditimbulkan pun sangat kompleks, yang sulit dibedakan dengan
penderita kanker stadium lanjut. Namun, umumnya gejala yang ditimbulkan
akibat HIV/AIDS adalah demam, keringat malam, sakit kepala, kemerahan
di ketiak, paha atau leher, mencret yang terus menerus, penurunan berat
badan secara cepat, batuk, dengan atau tanpa darah, dan bintik ungu
kebiruan pada kulit.
Penularan HIV selama seks oral juga terjadi seperti pada penularan
Hepatitis B dan C, yaitu melalui kontak dengan cairan penderita seperti
semen, cairan vagina, dan darah. Resiko ini diperbesar karena adanya luka,
sobekan, radang, atau ulcus pada mulut atau kerongkongan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Pencegahan Infeksi Menular Seksual
Menurut WHO (2013), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua
bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer
terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman dan penggunaan kondom.
Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan
perawatan pada pasien yang sudah terinfeksi oleh infeksi menular seksual.
Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi perilaku pencarian pengobatan
untuk infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta
pemberian dukungan dan konseling tentang infeksi menular seksual dan
HIV/AIDS.
Langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual adalah
menghindari kontak langsung dengan cara berikut:
1.

Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia).

2.

Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual.

3.

Memakai kondom dengan benar dan konsisten.
Selain pencegahan diatas, pencegahan infeksi menular seksual juga dapat

dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa
kebersihannya dari mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, berhatihati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar,
mencegah pemakaian alat-alat yang tembus kulit (jarum suntik, alat tindik) yang
tidak steril, dan menjaga kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir
penularan (Dinkes Surabaya, 2013).

Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Dampak Infeksi Menular Seksual bagi Remaja
Menurut Depkes RI (2007), secara psikologis dan fisik dampak IMS bagi
remaja adalah sebagai berikut :
1.

Dampak secara psikologis

a. Rendah diri
b. Malu dan takut sehingga tidak mau berobat yang akan memperberat
penyakit atau bahkan akan mengobati jenis dan dosis tidak tepat yang justru
akan memperberat penyakitnya disamping terjadi resistensi obat.
c. Gangguan hubungan seks setelah menikah karena takut terlutal lagi atau
takut menularkan penyakit pada pasangannya.
2.

Dampak secara fisik

a. Bekas bisul atau nanah di daerah alat kelamin dapat mengganggu kualitas
hubungan seksual di kemudian hari karena menimbulkan rasa nyeri dan
tidak nyaman waktu berhubungan seks.
b. Nyeri sewaktu BAK (disuria) karena peradangan mengenai saluran kemih.
c. Gejala neurologi atau gangguan saraf (stadium lanjut sifilis).
d. Lebih mudah terinfeksi HIV.
e. Kemandulan dikarenakan perlengketan saluran reproduksi dan gangguan
produksi sperma.

Universitas Sumatera Utara

2.3

Remaja

2.3.1 Defenisi Remaja
Masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanakkanak dan
masa dewasa,merupakan waktu kematangan fisik, kognitif, sosial dan emosional
yang cepat pada anak laki-laki untuk mempersiapkan diri menjadi laki-laki
dewasa dan anak perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi wanita dewasa.
Batasan yang tegas pada remaja sulit ditetapkan, tetapi periode ini biasanya
digambarkan pertama kali dengan penampakan karakteristik seks sekunder pada
sekitar usia 11 sampai 12 tahun dan berakhir dengan berhentinya pertumbuhan
tubuh pada usia 18 sampai 20 tahun (Wong,et al. 2008).
Masa remaja (adolescence) merupakan masa dimana terjadi transisi masa
kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13 sampai 20 tahun. Istilah
adolescence merujuk kepada kematangan psikologis individu, sedangkan pubertas
merujuk pada saat dimana telah ada kemampuan reproduksi. Masa remaja dapat
dibagi menjadi tiga subtipe yaitu masa remaja awal ( usia 11 sampai 14 tahun),
masa remaja akhir (usia 15 sampai 17 tahun), masa remaja akhir (usia 18 sampai
20 tahun) (Potter & Perry 2009).
2.3.2 Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Pinem (2009), tahap perkembangan remaja dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu :
1.

Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas : Ingin bebas, lebih dekat
dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak dan lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhnya.

Universitas Sumatera Utara

2.

Masa remaja tengah (13-15 tahun) dengan ciri khas : Mencari identitas diri,
timbul keinginan untuk berkencan berkhayal tentang aktivitas seksual,
mempunyai rasa cinta yang mendalam.

3.

Masa remaja akhir (16-19 tahun) dengan ciri khas : Mampu berfikir abstrak,
lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani
dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.

2.3.3 Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut Hurlock (2004) masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya, yaitu:
1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan
yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada
individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan
selanjutnya.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Disini berarti perkembangan masa
kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status
remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba
gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat
yang paling sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),
perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

Universitas Sumatera Utara

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa
usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam
masyarakat.
5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan
demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal
ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.
6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung
memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat
dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan
sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau
kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya
dan di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa,
yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan
dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini
akan memberikan citra yang mereka inginkan.
Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja,
kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan
dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

Universitas Sumatera Utara

2.4

Perilaku Seks Bebas

2.4.1 Defenisi Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati langsung oleh pihak luar.
Menurut Skiner (1938) (dalam Notoadmodjo, 2010) seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau ransangan dari luar. Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon,
maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon.
Skiner membedakan adanya dua respon, yakni:
1.

Respondent respons atau reflesive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

ransangan-ransangan (stimulus tertentu).
2.

Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
2.4.2 Bentuk Perilaku
1.

Perilaku tertutup (covert behavior ) Respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan
atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2.

Perilaku terbuka (overt behavior ) Respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus

Universitas Sumatera Utara

tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang
dengan mudah dapat diamati oleh orang lain. (Notoadmodjo, 2010).
2.4.3 Perilaku Seks Bebas pada Remaja
Menurut Sarwono (2011), perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan
jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama.
Saraswati (2002), menjelaskan bahwa perilaku seks bebas adalah hubungan seks
secara bebas dan merupakan tindakan hubungan seksual yang tidak bermoral,
terang-terangan dan tanpa malu-malu sebab didorong oleh hawa nafsu seks yang
tidak terintegrasi, tidak matang, dan tidak wajar.
2.4.4 Bentuk-bentuk Perilaku Seks Bebas
Menurut Simkins dalam Sarwono (2011), perilaku seksual adalah segala
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya
maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam,
mulai dari membaca buku pornografi, nonton film pornografi, perasaan tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama.
Menurut Simanjuntak (2002), bentuk perilaku seksual yang biasa dilakukan
pelajar adalah sebagai berikut:
a. Bergandengan tangan adalah perilaku seks mereka hanya terbatas pada pergi
berdua/bersama dan saling berpegangan tangan, belum sampai pada tingkat
yang lebih dari bergandengan tangan, seperti berciuman atau lainnya.
Bergandengan tangan termasuk dalam perilaku seks pranikah karena adanya

Universitas Sumatera Utara

kontak fisik secara langsung antara dua orang lawan jenis yang didasari dengan
rasa suka/cinta.
b. Berciuman, didefinisikan sebagai suatu tindakan saling menempelkan bibir ke
pipi atau bibir ke bibir, sampai saling menempelkan lidah sehingga dapat
menimbulkan rangsangan seksual antar keduanya.
c. Bercumbu adalah tindakan yang sudah dianggap rawan yang cenderung
menyebabkan suatu rangsangan akan melakukan hubungan seksual (senggama)
dimana pasangan ini sudah memegang atau meremas payudara baik melalui
pakaian atau secara langsung, juga saling menempelkan alat kelamin tapi
belum melakukan hubungan seksual atau senggama secara langsung.
d. Berhubungan seksual, yaitu melakukan hubungan seksual atau terjadi kontak
seksual.
2.4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas
Menurut Sarwono (2011) hal-hal yang berpengaruh terhadap perilaku
seksual bebas pada remaja adalah :
1.

Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri remaja. Perubahanperubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan
hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku
seksual tertentu.

2.

Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar remaja.

a. Penundaan usia perkawinan, baik secara hukum maupun norma sosial yang
menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).

Universitas Sumatera Utara

b. Norma agama yang berlaku melarang perilaku seksual yang bisa mendorong
remaja melakukan senggama, seperti berpegangan tangan, berciuman,
sendirian dengan pasangan ditempat sepi.
c. Adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa
yaitu dengan adanya teknologi canggih seperti VCD, Internet, majalah, TV,
video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta meniru
dengan apa yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja pada
umumnya mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.
d. Orang tua, ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih mentabukan
pembicaraan seks dengan anak tidak terbuka terhadap anak, bahkan
cenderung membuat jarak dengan anak tentang masalah ini akibatnya
pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Peran orang tua
dalam pendidikan anak sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan
tentang seksualitas.
e. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecendrungan pergaulan yang
makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akibat
berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita
makin sejajar dengan pria.

Universitas Sumatera Utara

2.4.6 Dampak Perilaku Seks Bebas pada Remaja
Menurut Sarwono (2011), Perilaku seks bebas dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :
1.

Dampak psikologis Dampak psikologis dari perilaku seks bebas pada remaja
diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan
berdosa.

2.

Dampak Fisiologis Dampak fisiologis dari perilaku seks bebas tersebut
diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

3.

Dampak sosial Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seks bebas yang
dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada
remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum
lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut.

4.

Dampak fisik lainnya sendiri adalah berkembangnya penyakit menular
seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular
seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit
menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta
meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.

Universitas Sumatera Utara