KAUM PEREMPUAN SEKARANG LEBIH KRITIS

KAUM PEREMPUAN SEKARANG LEBIH KRITIS
Totok Raharjo
Aktifis LSM Insist
Soal pendampingan LSM ke masyarakat saya pesimis. Soalnya tidak jelas sistemnya. Banyak yang sia-sia.
Ada LSM, ada masyarakat, tapi hubungannya tak ada. Fungsi dan peran LSM di masyarakat harus lebih
diperjelas.Kalau fungsinya suporting masayarakat, menurut saya lebih baik dilakukan oleh Ormas. Agar
tidak gampang dibawa arus maka masyarakat harus disupport. Ini merupakan tantangan LSM.
Forum-forum pertemuan di masssyarakat baik formal maupun informal bisa dilakukan untuk meningkatkan
daya kritis. Ikatan yang sudah ada bisa diperkuat. Yang pentingn bagaimana membangun kesepakatankesepakatan.
Kalau massayarakat hanya jadi obyek propaganda saja, menurut saya ini sudah merupakan dehumanisasi.
Masyarakat hanya dijadikan sebagai komoditi.
Kusumo
Aktivis LSM “Satu Nama”
Masyarakat selama ini memang bersikap diam dan tidak kritis.Soal konsesi yang harus dimiliki tahu atapi
tidak berani memperjuangkan. Saya kira masyarakat terjebak dalam paradigma bahwa korupsi sudah jadi
budaya. Karena sudah budaya maka diperkenankan dan dibiarkan tumbuh subur. Apa-apa pakai uang
dibiarkan saja. Upaya untuk memerangi atau memberantas bisa dibilang sudah tak ada. Baru kalau ada
akibat merka lalu sadar. Misaslnya soal PLN. Kalau baru dicabut listriknya baru membayar. Soal hak dan
kewajiban kurang difahami. Oleh sebab itu kekritisan untuk bisa mengetahui mana hak dan mana
kewajiban harus dimengerti dan diperjuangkan.
Saya pikir kekurangkritisan masyarakat ini berawal dari kurang tahu. Jadi ini soal pendidikan. Rakyat lama

dididik untuk tidak kritis. Tapi setelah tidak kritis, muncul perilaku buruk yaitu anarkis. Mial demonstrasi.
Oleh sebab itu perlu dikaji ulang benarkan masyarakat tidak kritis ? Memang benar media baik cetak
maupun elektronik menyiarkan propaganda. Namun sejauh mana propaganda ini mempengaruhi
masyarakat perlu dipertanyakan lebih lanjut. Iklan-iklan yang ada perlu diteliti, apakah mereka punya niat
baik untuk mempengaruhi masyarakat. Maksudnya dibalik propaganda yang ada adaklah naiat baik untuk
melakukan pendidikan bagi massyarakat misalnya.
Akibatnya kadang muncul persoalan-persoalan irasional. Masyarakat sebenarnya cenderung meniolak
untuk dilemahkan.
Pada beberapa hal memang perlu pendampingan.Mereka mulai kritis.Misalnya soal beras yang
dikendalikan oleh KUD. Mereka melihat soal distribusi benih, penyediaan pupul dan soal harga gabah. Halhal semacam ini mulai disadari oleh masyarakat dan mereka lalu tergugah memperjuangkannya.Bahkan
banjirnya barang impor sudah menggugah kesadaran mereka.
Wahana arisan dan pengajian di desa saya setuju jika digunakan untuk meningkatkan daya kritis mereka..
Oleh sebab itu pihak-pihak yang secara intelektual lebih tinggi dibanding mereka, sseyogyanya memberi
inspirasi atau punya andil dalam meningkatkan kekritisan mereka.
Sanaullaili
Aktivis Solidaritas Perempuan Indonesia
Saya yakin aneka pendampingan LSM perempuan di daerah-daerah itu jelas ada banyak manfaatnya dalam
menumbuhkan daya kritis kaum perempuan selaku warga negara. Pengalaman saya dalam beberapa tahun
terakhir ini membuktikan hal tersebut, bukti yang paling nyata adalah kesadaran kaum perempuan itu
dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan (di daerah ini belum ada puskesmas) tetapi lama kelamaan ada

keberanian dari kaum perempuan di daerah itu untuk meminta pemerintah memberikan fasilitas kesehatan
yang memang sangat dibutuhkan oleh kaum perempuan anak-anak. Misalnya tenaga bidan dan lainlainnya.
Tentang demokratisasi dan daya kritis kaum perempuan, itu memang terlalu kompleks. Selain faktor
budaya yang sekarang ada (yang meminggirkan dan tidak memperhitungkan kaum perempuan) karena
faktor pemerintah kita yang memang tidak ada good will ke arah sana. Dengan pendampinganpendampingan yang ada kaum perempuan di daerah-daerah yang tidak ada televisi apalagi koran itu
(sumber informasi) kaum perempuan tersebut menjadi lebih tahu akan hak-hak kewargaan mereka. Dan
celakanya pemerintah seringkali memanfaatkan ketidaktahuan mereka itu. Sebetulnya mereka itu

mempunyai banyak kearifan, dan lebih dari mereka itu membutuhkan orang yang mau mendengar dan
sedikit dukungan saja.
Dan memang seharusnya pendampingan bagi kaum perempuan itu tidak berjalan sendiri tetapi harus
dibarengi dengan yang lain misalnya perbaikan pendidikan dan aneka kebutuhan dasar masyarakat
setempat, karena yang hendak dirubah itu lebih banyak menyangkut aspek budaya masyarakat maka semua
unsur perubahan budaya itu selayaknya memang berjalan secara bersamaan agar tidak berat sebelah.
Siti Aminah
Aktivis Sanggar Sastra Jawa Yogyakarta
Pendampingan-pendampingan LSM perempuan di daerah-daerah itu saya kira sangat besar manfaatnya
dalam mengembangkan daya kritis kaum perempuan. Maka kalu ada tokoh yang menyatakan kalau
sekarang ini kaum perempuan pinggiran dan kaum lelaki pinggiran itu sebetulnya lebih kritis kaum
perempuannya karena salah satunya merupakan jasa dari LSM-LSM perempuan itu.

Dengan beberapa agenda pendampingan kaum perempuan itu terdasar kalau sesungguhnya masalah yang
dihadapinya adalah juga masalah yang dihadapi perempuan lain dan kelompok perempuan laindari negara
yang berbeda. Jadi wajar saja kalau perempuan sekarang lebih kritis dari yang terdahulu.
Gadis Arivia
Redaktur Jurnal Perempuan, Penulis Buku Filsafat Perspektif Feminis
Secara kuantitas, sangat banyak LSM yang bertebaran sampai ke tingkat akar rumput. Partisipasi ini
membuat masyarakat (seharusnya) bisa menentukan model pembangunan yang sedang berjalan secara
sadar. Dan menurut pengamatan saya, peran LSM-LSM itu sudah mampu membangkitkan kegairahan yang
tinggi ditingkatan akar rumput untuk berpartisipasi dalam setiap momentum pembangunan. Akan tetapi di
tingkat pengambil keputusan, dinamikanya masih statis. Sepertinya, pola pengembangan LSM di negara
kita sekarang tidak perlu terlalu signifikan ke bawah, akan tetapi mengarah ke atas, ke tingkat elit.
Secara khusus, peran LSM perempuan pasca reformasi yang mencapai 200-an lebih sudah menunjukkan
hasil yang efektif meski belum bisa dikatakan maksimal. Saat ini, wacana gender yang diperjuangkan
mereka sudah memasuki pemikiran-pemikiran yang menjadi mainstream (arus besar).(im, fik, is, nafi)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 15 2004