ProdukHukum BankIndonesia
BOKS
Program Pengembangan Desa Padurenan menjadi
Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan
Wisata Religi di Kudus
A. Latar Belakang
Pada tahun 2008 dengan terpilihnya Bp.Bibit Waluyo sebagai Gubernur
Provinsi Jawa Tengah telah dicetuskan suatu gerakan ”Bali Desa Mbangun Desa”
yang diprogramkan selama masa jabatannya (2008-2013). Gerakan ini bertujuan
mengarahkan kembali orientasi pembangunan ke perdesaan yang bersifat
menyeluruh,
terkait
dengan
pengembangan
sumberdaya
manusia,
alam,
lingkungan, sosial, budaya, politik dan kewilayahan. Pembangunan perdesaan
menjadi isu strategis dan penting, mengingat di Jawa Tengah terdapat 7.807 desa
yang dihuni oleh sekitar 60% dari jumlah penduduk Jawa Tengah yang mencapai
32,3 juta jiwa (pria 49,62% dan perempuan 50,38%). Dengan membangun
perdesaan diharapkan ekonomi masyarakat desa semakin meningkat dan pada
akhirnya tingkat kesejahteraan rakyat Jawa Tengah semakin membaik.
Selanjutnya untuk mengimplementasikan gerakan tersebut diharapkan
segenap potensi masyarakat Jawa Tengah yang memiliki pengetahuan, ketrampilan,
teknologi dan informasi hendaknya dapat ditularkan kepada masyarakat pedesaan.
Demikian pula bagi mereka yang memiliki kekayaan atau modal yang besar dapat
memberikan bantuan modal usaha atau bertindak sebagai bapak angkat guna
melindungi, memasarkan, dan mengembangkan usaha produktif yang dilakukan
masyarakat pedesaan. Adapun gerakan Bali Desa Mbangun Desa didasarkan atas
suatu Visi yaitu “Terwujudnya Masyarakat Jawa Tengah Yang Semakin Sejahtera”,
dengan menetapkan 6 butir Misi yang akan dijalankan, meliputi : (1) Mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan profesional serta sikap responsif aparatur, (2)
Pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian, UMKM dan industri padat
karya, (3) Memantapkan kondisi sosial budaya yang berbasiskan kearifan lokal, (4)
Pengembangan sumberdaya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan, (5)
Peningkatan perwujudan pembangunan fisik dan infrastruktur, (6)Mewujudkan
kondisi aman dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat.
Dengan adanya gerakan ”Bali Desa Mbangun Desa” yang diperkenalkan oleh
Gubernur, diharapkan pembangunan desa di Jawa Tengah bisa dilaksanakan secara
terpadu dan sinergis oleh semua pihak sehingga akan mampu mempercepat
pemberdayaan ekonomi perdesaan. Selanjutnya dalam rangka turut berperan serta
dalam gerakan ”Bali Desa Mbangun Desa” sekaligus implementasi progran kerja
klaster, maka pada tahun 2009 KBI Semarang akan melaksanakan program
Pengembangan Desa Padurenan menjadi Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan
Wisata Religi di Kudus
B. Gambaran Umum Desa Padurenan
Sentra industri konveksi pakaian jadi dan industri kain bordir berada di Desa
Padurenan- Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus bagian utara dekat dengan
pesisir pantai. Lokasi sentra berjarak sekitar 4 s.d 5 km dari pusat kota Kudus yang
banyak dikunjungi oleh wisatawan rohani/peziarah Masjid Menara Sunan Kudus.
Desa ini juga berjarak 3 km dari tempat ziarah Gunung Muria. Sentra ini
bertumbuh-kembang secara alami dan saat ini terdapat sekitar 200 unit usaha yang
menyerap sekitar 1.500 tenaga kerja. Dari populasi usaha tersebut, diperkirakan
sekitar 60% merupakan unit usaha konveksi dan 40% usaha industri kain dan baju
bordir. Sebagian besar produk dipasarkan di sekitar Pantura (pantai utara),
Semarang, Bali dan daerah lainnya.
Dari sisi produksi, tidak terdapat kendala yang berarti baik dari segi
pengadaan bahan baku, proses produksi maupun peralatan produksi. Kendala
utama yang dihadapi adalah dalam segi pemasaran dan penyediaan modal. Dari
segi pemasaran produk, para pengusaha konveksi dan bordir mempunyai
bargaining position yang rendah terhadap pedagang di pasar tujuan, sehingga
mereka tidak bebas dalam menetapkan harga jual produk. Meskipun demikian
mereka mengaku mendapatkan tingkat keuntungan antara 10% s.d 25%, bahkan
untuk produk dengan desain baru, tingkat keuntungannya bisa mencapai 100%.
Dengan hasil keuntungan tersebut, tingkat ekonomi keluarga dapat dikatakan
mapan/sejahtera, hal ini terlihat dari kondisi rumah tinggal mereka yang rata-rata
cukup baik. Bahkan ada yang memiliki mobil sebagai sarana angkutan. Dari segi
modal atau keuangan, mereka tidak mampu mengumpulkan modal dengan cepat.
Karena, mereka harus mengeluarkan biaya secara tunai baik untuk membeli bahan
baku (bahkan kadangkala harus membayar uang muka) maupun untuk membayar
upah tenaga kerja. Sementara itu hasil penjualan produk, baru dibayar oleh
pelanggan/sales mereka setelah 1 bulan bahkan dengan kredit yang akan dilunasi
menjelang hari raya. Di sisi lain, meskipun usaha tersebut dalam satu sentra namun
masih perlu ditingkatkan upaya peningkatan modal sosial dan kebersamaan untuk
mengembangkan sentra menjadi sebuah klaster.
Pada saat ini peluang untuk mengembangkan sentra ini menjadi suatu klaster
yang produktif mendapatkan dukungan yang cukup baik dari beberapa pihak
antara lain dari Bupati/Pemkab.Kudus beserta seluruh jajaran Satuan Kerja
Perangkat Desa (SKPD) yang berkomitmen untuk mengupgrade klaster di
Padurenan baik dari sisi modal sosial, infrastruktur maupun kompetensi
UMKM/pelaku usahanya. Disamping itu, komitmen yang kuat juga diperoleh dari
aparat maupun masyarakat desa di Padurenan serta stakeholder lain (BPPTK
Disnaker Propinsi Jawa Tengah, BUMN dan perbankan).
Rencana Program Pengembangan Desa Padurenan menjadi
Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan Wisata Religi di Kudus
Koperasi (bahan
baku,dana,
pemasaran dll)
Jasa-Jasa
Pemeliharaan
Agen
Perjalanan
Operator
Tour
Industri Bordir
&
Produk Tekstil
Jasa Parkir
Rumah
Makan
Transportasi
Lokal
Desainer
Jasa
Pelatihan
ATM
Areal Kios
Perdagangan
Jasa Lain
(toilet umum
dll)
Stakeholders :
Pemda – Perbankan – PKBL(BUMN) – masyarakat – Lembaga Donor/BDS/LSM,dll
C.
Program Pembangunan Desa Wisata Padurenan
Pengembangan desa didasarkan atas potensi sumber daya termasuk komoditas
unggulan yang dimiliki perdesaan, dengan model pengembangan Klaster Pariwisata
Industri Bordir dan Produk Tekstil terpadu dengan wisata religi (Menara Kudus dan
Gunung Muria). Hal tersebut akan dilakukan dengan (1) mendorong peningkatan
peran lembaga desa, lembaga pendidikan, institusi terkait, perusahaan swasta,
BUMD, BUMN serta masyarakat desa untuk membangun ekonomi perdesaan secara
sinergis, (2) memobilisasi sumber-sumber pendanaan (APBN, APBD, Bank, LKBB,
CSR dll) sebagai pinjaman atau modal penyertaan dalam pembangunan ekonomi
perdesaan.
Program Pengembangan Desa Padurenan menjadi
Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan
Wisata Religi di Kudus
A. Latar Belakang
Pada tahun 2008 dengan terpilihnya Bp.Bibit Waluyo sebagai Gubernur
Provinsi Jawa Tengah telah dicetuskan suatu gerakan ”Bali Desa Mbangun Desa”
yang diprogramkan selama masa jabatannya (2008-2013). Gerakan ini bertujuan
mengarahkan kembali orientasi pembangunan ke perdesaan yang bersifat
menyeluruh,
terkait
dengan
pengembangan
sumberdaya
manusia,
alam,
lingkungan, sosial, budaya, politik dan kewilayahan. Pembangunan perdesaan
menjadi isu strategis dan penting, mengingat di Jawa Tengah terdapat 7.807 desa
yang dihuni oleh sekitar 60% dari jumlah penduduk Jawa Tengah yang mencapai
32,3 juta jiwa (pria 49,62% dan perempuan 50,38%). Dengan membangun
perdesaan diharapkan ekonomi masyarakat desa semakin meningkat dan pada
akhirnya tingkat kesejahteraan rakyat Jawa Tengah semakin membaik.
Selanjutnya untuk mengimplementasikan gerakan tersebut diharapkan
segenap potensi masyarakat Jawa Tengah yang memiliki pengetahuan, ketrampilan,
teknologi dan informasi hendaknya dapat ditularkan kepada masyarakat pedesaan.
Demikian pula bagi mereka yang memiliki kekayaan atau modal yang besar dapat
memberikan bantuan modal usaha atau bertindak sebagai bapak angkat guna
melindungi, memasarkan, dan mengembangkan usaha produktif yang dilakukan
masyarakat pedesaan. Adapun gerakan Bali Desa Mbangun Desa didasarkan atas
suatu Visi yaitu “Terwujudnya Masyarakat Jawa Tengah Yang Semakin Sejahtera”,
dengan menetapkan 6 butir Misi yang akan dijalankan, meliputi : (1) Mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan profesional serta sikap responsif aparatur, (2)
Pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian, UMKM dan industri padat
karya, (3) Memantapkan kondisi sosial budaya yang berbasiskan kearifan lokal, (4)
Pengembangan sumberdaya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan, (5)
Peningkatan perwujudan pembangunan fisik dan infrastruktur, (6)Mewujudkan
kondisi aman dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat.
Dengan adanya gerakan ”Bali Desa Mbangun Desa” yang diperkenalkan oleh
Gubernur, diharapkan pembangunan desa di Jawa Tengah bisa dilaksanakan secara
terpadu dan sinergis oleh semua pihak sehingga akan mampu mempercepat
pemberdayaan ekonomi perdesaan. Selanjutnya dalam rangka turut berperan serta
dalam gerakan ”Bali Desa Mbangun Desa” sekaligus implementasi progran kerja
klaster, maka pada tahun 2009 KBI Semarang akan melaksanakan program
Pengembangan Desa Padurenan menjadi Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan
Wisata Religi di Kudus
B. Gambaran Umum Desa Padurenan
Sentra industri konveksi pakaian jadi dan industri kain bordir berada di Desa
Padurenan- Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus bagian utara dekat dengan
pesisir pantai. Lokasi sentra berjarak sekitar 4 s.d 5 km dari pusat kota Kudus yang
banyak dikunjungi oleh wisatawan rohani/peziarah Masjid Menara Sunan Kudus.
Desa ini juga berjarak 3 km dari tempat ziarah Gunung Muria. Sentra ini
bertumbuh-kembang secara alami dan saat ini terdapat sekitar 200 unit usaha yang
menyerap sekitar 1.500 tenaga kerja. Dari populasi usaha tersebut, diperkirakan
sekitar 60% merupakan unit usaha konveksi dan 40% usaha industri kain dan baju
bordir. Sebagian besar produk dipasarkan di sekitar Pantura (pantai utara),
Semarang, Bali dan daerah lainnya.
Dari sisi produksi, tidak terdapat kendala yang berarti baik dari segi
pengadaan bahan baku, proses produksi maupun peralatan produksi. Kendala
utama yang dihadapi adalah dalam segi pemasaran dan penyediaan modal. Dari
segi pemasaran produk, para pengusaha konveksi dan bordir mempunyai
bargaining position yang rendah terhadap pedagang di pasar tujuan, sehingga
mereka tidak bebas dalam menetapkan harga jual produk. Meskipun demikian
mereka mengaku mendapatkan tingkat keuntungan antara 10% s.d 25%, bahkan
untuk produk dengan desain baru, tingkat keuntungannya bisa mencapai 100%.
Dengan hasil keuntungan tersebut, tingkat ekonomi keluarga dapat dikatakan
mapan/sejahtera, hal ini terlihat dari kondisi rumah tinggal mereka yang rata-rata
cukup baik. Bahkan ada yang memiliki mobil sebagai sarana angkutan. Dari segi
modal atau keuangan, mereka tidak mampu mengumpulkan modal dengan cepat.
Karena, mereka harus mengeluarkan biaya secara tunai baik untuk membeli bahan
baku (bahkan kadangkala harus membayar uang muka) maupun untuk membayar
upah tenaga kerja. Sementara itu hasil penjualan produk, baru dibayar oleh
pelanggan/sales mereka setelah 1 bulan bahkan dengan kredit yang akan dilunasi
menjelang hari raya. Di sisi lain, meskipun usaha tersebut dalam satu sentra namun
masih perlu ditingkatkan upaya peningkatan modal sosial dan kebersamaan untuk
mengembangkan sentra menjadi sebuah klaster.
Pada saat ini peluang untuk mengembangkan sentra ini menjadi suatu klaster
yang produktif mendapatkan dukungan yang cukup baik dari beberapa pihak
antara lain dari Bupati/Pemkab.Kudus beserta seluruh jajaran Satuan Kerja
Perangkat Desa (SKPD) yang berkomitmen untuk mengupgrade klaster di
Padurenan baik dari sisi modal sosial, infrastruktur maupun kompetensi
UMKM/pelaku usahanya. Disamping itu, komitmen yang kuat juga diperoleh dari
aparat maupun masyarakat desa di Padurenan serta stakeholder lain (BPPTK
Disnaker Propinsi Jawa Tengah, BUMN dan perbankan).
Rencana Program Pengembangan Desa Padurenan menjadi
Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan Wisata Religi di Kudus
Koperasi (bahan
baku,dana,
pemasaran dll)
Jasa-Jasa
Pemeliharaan
Agen
Perjalanan
Operator
Tour
Industri Bordir
&
Produk Tekstil
Jasa Parkir
Rumah
Makan
Transportasi
Lokal
Desainer
Jasa
Pelatihan
ATM
Areal Kios
Perdagangan
Jasa Lain
(toilet umum
dll)
Stakeholders :
Pemda – Perbankan – PKBL(BUMN) – masyarakat – Lembaga Donor/BDS/LSM,dll
C.
Program Pembangunan Desa Wisata Padurenan
Pengembangan desa didasarkan atas potensi sumber daya termasuk komoditas
unggulan yang dimiliki perdesaan, dengan model pengembangan Klaster Pariwisata
Industri Bordir dan Produk Tekstil terpadu dengan wisata religi (Menara Kudus dan
Gunung Muria). Hal tersebut akan dilakukan dengan (1) mendorong peningkatan
peran lembaga desa, lembaga pendidikan, institusi terkait, perusahaan swasta,
BUMD, BUMN serta masyarakat desa untuk membangun ekonomi perdesaan secara
sinergis, (2) memobilisasi sumber-sumber pendanaan (APBN, APBD, Bank, LKBB,
CSR dll) sebagai pinjaman atau modal penyertaan dalam pembangunan ekonomi
perdesaan.