Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

SEMANTIK

SITI MULYANI

Silabus
Deskripsi mata kuliah:
Mahasiswa memahami konsep-konsep semantik seperti
arti, makna, tipe makna, relasi bentuk dan makna,
komponen dan kontras makna, perubahan makna,
hubungan semantik dengan cabang linguistik yang lain.
Standar Kompetensi:
1. Memahami pengertian semantik dan ruang lingkupnya
2. Memahami teorimakna, referensi, dan tipe makna
3. Memahami pengertian dan kajian semanti leksikal dan
semantik struktural
4. Memahami relasi atau hubungan bentuk dan makna
5. Memahami adanya perubahan makna
6. Memahami dan menerapkan prinsip-prinsip analisis
semantik

Strategi Perkuliahan

 Tatap Muka
1. Perkuliahan mimbar: tanya jawab, diskusi
2. Ujian tengah semester
3. Ujian semester
 Nontatap muka
1. Tugas individu
2. Tugas kelompok

Referensi:
3. Aminuddin. 1990. Pengantar Semantik. Bandung: Angkasa
4. Crus, D.A. 1986. Lexical Semantics. Cambridge: Cambridge University
Press
5. Kempson, Ruth M. 1986. Semantics Theory, Cambridge: CUP
6. Lyons, John. 1986. Semantics I,II. Cambridge: CUP
7. Palmer, FR. 1981. Semantics. Cambridge: CPU
8. Slamet Mulyana. 1965. Semantik. Jakarta: Fajar Bhakti
9. Verhaar, JWM. 1983: Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada UP
10. Allan, Keith. 1986. Linguistics Meaning. London: Routledge and Kegan
Paul Inc.
11. Parera, Jos Daniel. 1990. Teori Seamntik. Jakarta: Erlangga


Etimologi kata semantik
Bahasa Inggris: semantics
bahasa Yunani,
sema (nomina) ‘tanda/ lambang’
semaino/ samaino (verba) ‘menandai/berarti’
tanda/ lambang/ sema: tanda linguistik/ signe
linguistique (Bahasa Perancis)
Semantik:
cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandai/
bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna/
ilmu tentang makna/ arti
Semiotika:
ilmu yang mempelajari lambang-lambang dan tandatanda (rambu-rambu lalu lintas, morse dll)
Pemakai istilah makna pertama kali: Aristoteles (384-322
sm) melalui pengertian kata ( kata satuan terkecil yang
mengandung makna)

Tanda (bahasa Indonesia): bekas, tanda dengan yang

ditandai
bersifat langsung. Mis. lampu merah ,
suara
adzan
Lambang; tanda yang tidak secara langsung melainkan
melalui sesuatu yang lain, bersifat konvensional, perjanjian,
untuk mengetahui makna lambang harus mempelajari
misalnya warna merah dan putih pada bendera.
Bunyi bahasa termasuk lambang, untuk mengetahui makna
meja
(selain
orang
Indonesia)
harus
belajar

Lambang bahasa/ lambang/tanda yang lain ‘mewakili’
suatu konsep yang berada di dunia ide/ benak kita,
misal ‘kursi’ mewakili suatu konsep dalam benak kiita
berupa benda yang biasa digunakan sebagai tempat

duduk dengan wujud yang sedemikian rupa
Simbol: berpadanan dengan kata lambang, kedua kata
tersebut mewakili konsep yang sama meskipun
distribusi penggunaannya berbeda

Tanda menurut Ferdinand De Saussure terdiri atas:
a. Komponen yang mengartikan: bunyi bahasa
b. Komponen yang diartikan: makna dari komponen
pertama
a dan b merupakan lambang/ tanda sedang sesuatu yang
ditandai/ dilambangi berada di luar bahasa yang
disebut referen/ hal yang ditunjuk
‘makna’
yang diartikan
referen
Tanda linguistik
[bunyi]
yang mengartikan
Yang menandai/
intralingual


yang ditandai/
ekstralingual

Menurut Ogden dan Richard (1923) hubungan antara
tanda/ lambang, konsep (ada di benak masyarakat
dengan referen (sesuatu yang ditunjuk) nampak pada
segitiga semantik berikut ini (segitiga Ogden dan
Richard)
Konsep/ makna

Tanda/lambang/ simbol
sesuatu yang
ditunjuk
kata/leksem (referen)
Hubungan antara tanda/ lambang dengan konsep/ makna
bersifat langsung , hubungan antara makna dengan
referen / sesuatu yang ditunjuk bersifat langsung,
namun hubungan antara tanda/ lambang dengan
sesuatu yang ditunjuk tidak bersifat langsung.


persepsi atau
perilaku manusia atau kelompok manusia
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau
ketidaksepadanan
antara bahasa dan alam di luar bahasa atau
antara ujaran
dan semua hal yang ditunjuknya
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa
Makna merupakan gejala dalam ujaran. Informasi
merupakan gejala di luar ujaran, sedang maksud gejala
luar ujaran.
Beda informasi dan maksud adalah informasi sesuatu luar
ujaran dilihat dari objeknya atau yang dibicarakan,
sedangkan maksud dilihat dari segi si pengujar, orang
yang berbicara atau subjeknya

Kaidah Umum:
1. Hubungan antara tanda (kata/leksem)dengan referen
bersifat arbitrer/ tidak ada hubungan wajib

2. Secara sinkronik makna sebuah kata /leksem tidak
berubah , secara diakronik kemungkinan berubah ada
3. Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda
maknanya
4. Setiap bahasa memiliki sistem semantik yang berbeda
dengan sistem semantik bahasa yang lain
5. Makna setiap kata dalam suatu bahasa dipengaruhi
oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat
6. Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk
gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk
tersebut
makna kereta lebih luas dibandingkan dengan
makna kereta api

Lambang/ kata adalah nama atau label dari sesuatu
yang dilambangkannya. Penamaan: pemberian
nama/ label terhadap sesuatu yang bersifat arbitrer
dan konvensional
Proses pemberian nama:
1. Peniruan bunyi; penamaan berdasarkan bunyi dari

benda / sesuatu tersebut
2. Penyebutan
bagian;
penamaan
sesuatu
berdasarkan bagian dari sesuatu tersebut, ada dua
macam pars pro toto (penyebutan bagian untuk
keseluruhan: minta kopi di rumah makan) dan
totem pro parte (penyebutan keseluruhan untuk
bagian: HIJAU nganakake pentas wayang kulit)
3. Penyebutan sifat khas; terjadi transposisi makna
dalam pemakaian (perubahan dari sifat menjadi
benda), misalnya: si bongsor , lurik

4. Penemu dan pembuat; penamaan berdasarkan pembuat/
penemu ( appelativa) misal: mujair (petani bernama Mujair di
Kediri), Volt (Volta/ sarjana fisika Italia), kodak / diesel/ciba/
aspirin – (pabrik dan merek dagang = nama benda)
5. Tempat asal; penamaan bedasarkan asal benda tersebut,
misalnya: kenari (pulau Kenari di Afrika), sarden (pulau

Sardenia di Italia), soto Kudus, nasi Padang
6. Bahan; penamaan berdasarkan nama bahan pokok benda itu,
misalnya kaca mata, kaca spion, kaca jendela, bambu runcing
7. Keserupaan; penamaan berdasarkan kesamaan sifat atau ciri
dari makna leksikal kata itu, misalnya sikil meja, sikil kursi,
kepala kantor, kepala surat, kepala paku
8. Pemendekan; penamaan berdasarkan hasil penggabungan
unsur-unsur dari beberapa kata, ABRI, KONI, rudal, pemda
9. Penamaan baru; nama/ istilah baru diadakan untuk
menggantikan nama lama yang dianggap kurang tepat, tidak
rasional, kurang halus, kurang ilmiah, misalnya wisatawan
turis/ pelancong, pramuwisma
babu/ jongos

Jenis makna
1. Berdasarkan jenis semantiknya: makna leksikal
2.
3.
4.
5.

6.

dan makna gramatikal
Berdasrkan ada tidaknya referen: makna
referensial dan makna nonreferensial
Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa: makna
denotatif dan makna konotatif
Berdasarkan ketepatan makna: makna kata dan
makna istilah/ makna umum dan makna khusus
Berdasarkan ada tidaknya hubungan makna:
makna konseptual dan makna asosiatif
Berdasarkan kriteria lain: makna idiomatik dan
makna peribahasa, makna kolokatif, makna
reflektif, makna kias

Makna Leksikal dan makna gramatikal
Leksikal
jenis katanya ajektif nominanya leksikon
(vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari
leksikon adalah leksem ; satuan bentuk bahasa yang

terkecil yang bermakna. Makna leksikal; makna yang
bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata,
makna yang sesuai dengan referennya, makna yang
sesuai dengan hasil observasi alat indera, makna yang
sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna
leksikal suatu kata adalah gambaran yang nyata tentang
suatu konsep seperti yang dilambangkan kata.
Makna leksikal berkenaan dengan makna leksem/ makna
sesuai dengan referennya.
Misalnya: tikus adalah sebangsa binatang pengerat yang
dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus, Tikus iku
mati kejiret. Tetapi dalam kalimat Sing dadi tikus ing
kantorku wong njero, tikus tidak bermakna leksikal, tetapi
bermakna gramatikal

Makna leksikal sering dipertentangkan dengan makna gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat
adanya proses gramatika, seperti proses afiksasi, proses
reduplikasi, dan proses komposisi. Misalnya kata sapu (alat
pembersih ruang): nyapu (melakukan pekerjaan dengan alat
disebut bentuk dasar), sapu-sapu (banyak sapu), sapu jagad
(nama sebuah do’a)
Selain itu makna suatu kata tergantung pada konteks kalimat/
konteks situasi, maka makna gramatikal juga disebut makna
kontekstual atau makna situasional, sering juga disebut
dengan makna struktural karena proses dan satuan-satuan
gramatikal
itu
selalu
berkenaan
dengan
struktur
ketatabahasaan.
Setiap bahasa mempunyai sarana/ alat gramatikal tertentu
untuk menyatakan makna/ nuansa makna gramatikal.
Misalnya dalam bahasa Jawa untuk menyatakan makna
sangat dengan pengubahan vokal / diftongisasi

Makna Referensial dan makna non-referensial
Pembedaan makna tersebut berdasarkan ada
tidaknya referen dari kata-kata itu.
Bila kata-kata itu mempunyai referen (sesuatu di
luar bahasa yang diacu/ ditunjuk) maka kata-kata
tersebut termasuk kata yang bermakna referensial,
namun apabila kata-kata itu tidak memiliki referen,
maka kata tersebut termasuk kata yang bermakna
non-referensial.
Biasanya kata-kata yang termasuk kata-kata yang
memiliki makna non-referensial adalah kosa kata
yang termasuk dalam kata tugas (function word);
kata yang terutama menyatakan hubungan
gramatikal yang tidak dapat bersambung dengan
afiks. Antara lain preposisi (ing, saka) konjungsi

Makna Denotatif dan makna Konotatif
Pembedaan makna denotatif dan makna konotatif didasarkan
pada ada tidaknya ‘nilai rasa’ pada sebuah kata.
Makna denotatif/ makna denotasional/ makna konseptual/
makna kognitif/ makna sebenarnya; makna yang sesuai
dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya, makna
yang mempunyai nilai rasa netral/ berkonotasi netral. Makna
ini menyangkut informasi faktual objektif
Sebuah kata mempunyai makna konotatif apabila kata itu
mempunyai nilai rasa, nilai rasa tersebut dapat berupa nilai
rasa rendah/ buruk dapat pula berupa nilai rasa tinggi/ baik.
Kata perempuan dan wanita merupakan dua kata yang
mempunyai makna denotatif yang sama namun nilai rasa
kedua kata tersebut berbeda, dewasa ini perempuan memiliki
nilai rasa rendah sedang wanita memiliki nilai rasa tinggi

dharma wanita gedung wanita, menteri urusan peranan
wanita.

Dapat pula disebutkan bahwa makna denotatif adalah
makna dasar/ makna asli/ makna pusat , sedang makna
konotatif adalah makna tambahan dalam hal ini sifatnya
memberi tambahan nilai rasa baik positif maupun negatif.

Nilai rasa yang melekat pada sebuah kata dapat
menjadi merosot akibat pemakaian kata tersebut
dalam masyarakat tidak sesuai dengan makna
denotasi/ makna yang sebenarnya dari kata
tersebut, contoh kata kebijaksanaan
Positif negatifnya makna juga karena digunakannya
referen kata tersebut sebagai perlambang, bila
referennya digunakan sebagai lambang positif
maka akan bernilai rasa positif sebaliknya bila
digunakan untuk lambang negatif maka akan
bernilai rasa negatif ( lambang positif bunga melati,

Makna kata dan makna istilah
Pembedaan makna kata dan makna istilah didasarkan pada
ketepatan
makna
satuan
lingual
tersebut
dalam
penggunaannya secara umum dari secara khusus.
Dalam pemakaian secara umum bersifat umum sehingga kata
mempunyai makna,
namun dalam bidang tertentu kata
memiliki makna khusus karena makna yang terkandung
adalah tetap dan pasti, misalnya kata tahanan masih bersifat
umum, namun dalam bidang hukum istilah tahanan mempunyai
makna orang yang ditahan sehubungan dengan kasus perkara,
dalam bidang kelistrikan istilah tahanan bermakna daya yang
menahan arus listrik.
Namun ada unsur-unsur bahasa yang menjadi unsur bahasa
umum karena frekuensi pemakaiannya tinggi, dan disebut
istilah umum mempunyai makna luas. Dan ada istilah yang
mempunyai makna khusus/ pengertian sempit. Misalnya kata
melihat mempunyai makna umum, sedang mengintip,
mengawasi, meninjau, melirik mengandung makna melihat
dengan kondisi tertentu.

Makna Konseptual dan makna asosiatif
Pembedaan makna konseptual dan asosiatif
didasarkan pada ada tidaknya hubungan (asosiatif,
reflektif) makna sebuah kata dengan makna kata
yang lain.
Leech membedakan makna atas makna konseptual
dan makna asosiatif, yang termasuk dalam makna
asosiatif adalah makna konotatif, makna stilistik,
makna afektif, makna reflektif, dan makna kolokatif
Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan
konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya,
makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan
apapun. Dapat dikatakan makna konseptual sama
dengan makna referensial, makna leksikal, dan

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan
keadaan di luar bahasa. Makna asosiatif ini sama dengan
perlambang-perlambang yang digunakan masyarakat
bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain.
Misalnya: melati berasosiasi dengan makna suci/ kesucian
karena melati sebagai perlambang kesucian, merah
berasosiasi dengan berani karena merah sebagai
perlambang keberanian.
Karena makna asosiasi berhubungan dengan nilai-nilai moral
dan pandangan hidup yang berlaku dalam masyarakat
bahasa berarti berurusan dengan nilai rasa bahasa
sehingga makna ini termasuk dalam makna konotatif
Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata
sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang
kegiatan di dalam masyarakat. Sehingga dibedakan antara
rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal;
guru, dosen, pengajar, instruktur

Makna afektif berkenaan dengan perasaan
pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik
terhadap mitra tutur maupun terhadap objek yang
dibicarakan.
Makna afektif ini lebih terasa dalam bahasa lisan.
Misalnya: Ayo padha dirungokake ana wong omong
rame wae!
Coba ta bab iki digatekake sapa ngerti
ana gunane!
Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata
dalam kaitannya dengan makna kata lain yang
mempunyai “tempat” yang sama sama sebuah
frasa (ko = sama, lokasi = tempat). Misalnya kata
endah, edi, peni, apik, asri kesemua kata tersebut
mempunyai makna “sama” tetapi masing-masing

Makna idiomatik ; idiom adalah satuan-satuan
bahasa (kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya
tidak dapat “diramalkan” dari makna unsurunsurnya maupun makna
gramatikal satuansatuan tersebut.
Misalnya; adus banyu wayu ‘mandi dengan air yang
didiamkan semalam’, adus banyu anget ‘mandi
dengan menggunakan air hangat’, adus kringet?
(makna satuan lingual ini tidak berkaitan dengan
makna leksikal maupun makna gramatikal unsurunsurnya)
Dalam bahasa Indonesia ada 2 jenis idiom: idiom
penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah
idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan
merupakan satu kesatuan dengan satu makna

Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan
bahasa
(kata,
frasa,
atau
kalimat)
yang
“menyimpang” dari makna leksikal atau makna
gramatikal unsur-unsur pembentuknya.
Beda idiom, ungkapan, dan metafora
Idiom dilihat dari segi makna (“menyimpangnya”
makna idiom dari makna leksikal dan makna
gramatikal unsur pembentuknya
Ungkapan dilihat dari segi ekspresi kebahasaan ;
usaha penutur untuk menyampaikan pikiran,
perasaan, dan emosinya dalam bentuk satuan
bahasa tertentu yang dianggap paling tepat dan
paling kena
Metafora dilihat dari segi digunakannya sesuatu
untuk memperbandingkan yang lain dari yang lain

Jika dilihat dari segi makna, maka satuan lingual di atas
termasuk idiom, jika dilihat dari segi ekspresi maka hal
itu termasuk ungkapan, namun jika dilihat dari segi
adanya perbandingan maka termasuk metafora.
Peribahasa, makna unsur-unsur pembentuknya dapat
diramalkan karena adanya asosiasi atau tautan antara
makna leksikal dan makna gramatikal unsur-unsur
pembentuk peribahasa dengan makna lain yang menjadi
tautannya
Misalnya dua orang yang tidak pernah akur/ damai
diungkapkan dalam bentuk peribahasa
‘kaya banyu karo lenga’ dalam kenyataan air dan
minyak tidak bisa menyatu
Peribahasa bersifat memperbandingkan sehingga sering
disebut perumpamaan, sehingga dalam bahasa Jawa
sering menggunakan kata bermakna umpama, misalnya
kaya, kadya, lir, pindha

Relasi makna
Dalam setiap bahasa kita temukan kosa kata yang
maknanya berhubungan dengan makna kosa kata
yang lain. Hubungan makna ini mungkin
menyangkut
kesamaan
makna
(sinonimi),
kebalikan makna (antonimi), ketercakupan makna,
atau bisa hubungan yang lain.
Sinonimi
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa
Yunani Kuno , yaitu syn ‘dengan’ dan anoma
‘nama’. Sinonimi berarti nama lai untuk benda
yang sama atau hal yang sama.
Verhaar mendefinisikan sinonimi sebagai unngkapan
(kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya kurang
lebih sama dengan makna ungkapan lain

Hubungan makna kata yang bersinonim bersifat dua
arah. Misalnya kata kembang bersinonim dengan puspa,
maka puspa bersinonim dengan kembang
kembang

puspa

Makna yang bersinonim tidak memiliki makna sama
persis, yang hanyalah bagian aytau unsur-unsur
tertentu. Misalnya kata mati dan seda, mati memiliki
komponen makna (1) tidak bernyawa, (2) dapat
dikenakan pada apa saja (manusia, binatang, pohon),
seda memiliki komponen makna (1) tidak bernyawa, (2)
hanya dikenakan pada manusia
Ketidak biasaan saling menggantikan tersebut karena; a)
faktor waktu, b) faktor tempat, c) faktor sosial, d) faktor
bidang kegiatan, e) faktor nuansa makna

Wujud satuan bahasa yang bersinonim
a. Sinonim morfem (bebas) dengan morfem (terikat), misalnya
antara panjenengan dengan –mu
b. Sinonimkata dengan kata, misal mangan dengan dhahar
c. Sinonim antara kata dengan frasa, misalnya kudu dengan ora
oleh ora
d. Sinonim antara frasa dengan frasa, misalnya bapak ibu dengan
wong tuwa
e. Sinonim antara kalimat dengan kalimat, misalnya ibu mundhut
beras dengan beras dipundhut ibu
Yang harus diperhatikan dalam sinonim:
1. Tidak semua kata memiliki sinonim
2. Kata yang bersinonim pada bentuk dasar tidak bersinonim pada
bentuk jadian (benar – betul)
3. Kata dalam arti sebenarnya tidak bersinonim tetapi dalam arti
kiasan mempunyai sinonim (hitam - jahat, buruk)
4. Kata tidak mempunyai sinonim dalam bentuk dasar tetapi
memiliki sinonim dalam bentuk jadian (kering- mengeringkan,
menjemur

Antonimi dan Oposisi
Kata antonimi berasal dari anti ‘melawan’ dan onoma
‘nama’ (bahasa Yunani kuna). Secara harafiah
antonim berarti nama lain untuk benda yang lain
pula. Secara semantik antonim berarti ungkapan
yang maknanya dianggap kebalikan dari makna
ungkapan lain, biasanya disebut lawan kata
sebetulnya yang berkebalikan itu maknanya.
Antonim tidak bersifat mutlak melainkan beroposisi,
oposisi tercakup konsep betul-betul berlawanan
sampai yang hanya bersifat kontras, sehingga oposisi
maknanya dapat dibedakan menjadi oposisi mutlak,
oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hierarkial,
oposisi majemuk
Oposisi mutlak , dalam antonim yang mengandung
oposisi makna secara mutlak misalnya mati dan urip,
obah lan meneng

Oposisi kutub, kata yang mempunyai oposisi makna kutub
pertentangan maknanya tidak mutlak melainkan bersifat
gradasi
kutub A (sugih, panas, seneng, adoh)

batas

kutub B (mlarat, adhem, susah, cedhak)
Kata-kata yang beroposisi kutub umumnya adalah kata-kata dari
kelas adjektif.
Oposisi hubungan; satuan lingual yang mempunyai oposisi
relasional ini bersifat saling melengkapi, adanya suatu kata
karena hadirnya kata lain yang menjadi oposisinya ( dodol –
tuku).

Oposisi hubungan dapat terjadi pada keta kerja
dan dapat pula terjadi pada kata benda; majumundur, menehi-nampa, guru-murid, dokterpasien
Oposisi Hierarkial; makna satuan lingual yang
beroposisi hierarkial ini menyatakan suatu deret
jenjang atau tingkatan.
Kosa kata yang mempunyai oposisi hierarkial ini
biasanya berupa nama satuan ukuran (berat,
panjang, isi) nama satuan hitungan, nama
jenjang kepangkatan
Misalnya: senti – meter, gram – ons
Oposisi
majemuk,
mempunyai oposisi

satuan
lingual
yang
makna lebih dari satu

Homonimi, homofoni, homografi
Homonimi berasal dari kata homo ‘sama’ dan onoma
‘nama’, homonimi: nama sama untuk benda atau hal
lain
Homonimi sebagai ungkapan yang bentuknya sama
dengan ungkapan lain yang maknanya tidak sama
Misalnya, bisa dalam bahasa Indonesia
Kemungkinan penyebab adanya homonimi
1. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari
bahasa/ dialek yang berbeda . Misalnya, bisa
(racun/ Indonesia) bisa (dapat / Jawa)
2. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu terjadi
sebagai hasil proses morfologi. Misalnya, mengukur
( ukur, kukur)
Beda homonimi, homofoni dan homografi ? Cari
contoh

Hiponimi dan hipernimi
Hiponimi berasal dari kata hypo ‘di bawah’ dan onoma
‘nama’ , jadi nama yang termasuk di bawah nama lain
Hiponimi:
ungkapan
yang
maknanya
dianggap
merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain
Ikan
tongkol

bandeng

tenggiri teri mujair cakalang
kohiponim
Relasi leksikon yang berhiponim bersifat searah.
Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya
kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna kata
yang berada di bawah makna kata yang lain. Ada kata
yang merupakan hipernimi terhadap sejumlah kata
lain.
Relasi ini mudah diterapkan pada leksikon berjenis
benda.

Polisemi diartikan sebagai satuan lingual yang
mempunyai makna lebih dari satu
Misalnya: kepala (Indonesia) memiliki makna:
1. Bagian tubuh dari leher ke atas; kepala kambing
2. Bagian sesuatu yang letaknya di bagian atas/
depan/ yang penting; kepala surat, kepala kereta
api
3. Bagian sesuatu yang berbentuk bulat; kepala
jarum
4. Pemimpin/ ketua; kepala sekolah, kepala kantor
5. Jiwa/ orang; setiap kepala membayar Rp. 5000,6. Akal budi; badannya besar tetapi kepalanya
kosong

Munculnya polisemi polisemi disebabkan leksikon
memiliki komponen makna tidak hanya satu,
masing-masing komponen makna berkembang
menjadi makna tersendiri
Apa bedanya homonimi dengan polisemi?
Ambiguitas/ ketaksaan sering diartikan dengan
satuan lingual yang bermakna ganda/ mendua
arti
Kegandaan makna dalam satuan lingual ini
disebabkan karena adanya proses gramatik
yang membentuk frasa atau satuan lingual
yang lebih luas lagi
Garwane pak lurah sing anyar pinter masak.

Perubahan makna
Sebab-sebab perubahan makna
1. Perkembangan dalam ilmu dan teknologi; dalam
perjalanan waktu satuan lingual tetap digunakan
namun awalnya mengandung konsep yang sederhana
berubah akibat perkembangan teknologi. Kerteta api
(awal bertenaga uap sekarang bertenaga diesel/listrik)
2. Perkembangan sosial dan budaya; sarjana (orang
pandai/ cendekiawan – lulusan perguruan tinggi)
3. Perbedaan bidang pemakaian; bajak, garap dengan
bentuk derivasinya (relasi – polisemi karena masih
ada pertautan makna dasar)
4. Adanya
asosiasi;
pemakaian
satuan
lingual
diasosiasikan dengan sesuatu yang lain, asosiasi ini
dapat berkenaan dengan wadah, waktu atau tempat
(amplop/ uang sogok, 17 Agustusan/ HUT RI, Pakem/
tempat perawatan orang stres)

5.

Pertukaran tanggapan indera; panca indera
manusia sudah mempunyai tugas masing-masing
untuk menangkap gejala yang berasal dari luar
dirinya, misalnya rasa pait, manis diterima oleh
alat perasa lidah, rangsangan yang menyangkut
panas dingin, kasar dan halus ditetima oleh indera
perasa kulit, gejala yang terakait dengan terang
gelap diterima oleh indera mata, sedang yang
berkenaan dengan bau-bauan diterima oleh indera
penciuam (hidung)
Namun dalam kehidupan sering dijumpai adanya
pertukaran indera dalam menangkap rangsangan
dari luar, misalnya pedhes seharusnya ditera oleh
indera perasa lidah namun ditanggakap oleh
indera pendengaran (swaramu iku pedhes
dirungokake)

Perubahan makna sebagai akibat adanya pertukaran
tanggapan indera ini disebut sinesthesia yang
berasal darti kata sun ‘sama’ dan aisthetikas
‘tampak’ (Yunani)
6. Perbedaan tanggapan; karena pandangan hidup
dan ukuran dalam norma kehidupan dalam
masyarakat ada kata mengalami perubahan nilai
rasa (dapat menjadi memiliki nilai rasa tinggi/
amelioratif atau menjadi memiliki nilai rasa rendah/
peyoratif) – konotatif
7. Adanya pengembangan istilah; pembentukan
istilah baru dengan memanfaatkan satuan lingual
yang sudah ada dengan mengubah makna dapat
menjadi lebih luas ataupun menjadi lebih sempit.
Misalnya papan (Indonesia) ‘lempengan kayu tipis
lebar’ sekarang mempunyai makna perumahan.

Jenis perubahan
1. Meluas; makna satuan lingual berubah menjadi lebih
luas
2. Menyempit; makna satuan lingual berubah menjadi
lebih sempit/ khusus
3. Perubahan total, sene ‘buang air kecil’ – sumene
‘istirahat’
4. Penghalusan/ ufemia; dalam rangka penghalusan
dimunculkan satual lingual baru yang mempunyai nilai
rasa lebih halus batur – abdi
5. Pengasaran kasusnya seperti dalam penghalusan, jadi
memunculkan satuan lingual baru yang dapat
memberikan nilai rasa lebih kasar dengan tujuan
memberi tekanan/ untuk menunjukkan suasana tidak
aramah atau untuk menunjukkan kejengkelan, namun
kekasaran tidak terasa. Misalnya Tim olah raga saka RT
1 wis mlebu kothak.

Medan Makna
Kata-kata dapat dikelompokkan yang maknanya saling
berkaitan/ berdekatan karena sama-sama berada dalam
bidang kegiatan
atau keilmuan. Misalnya
beras,
minyak, gula, teh, kopi, susu, sabun mandi, sabun cuci
pasta gigi dapat dikelompokkan menjadi satu karena
semuanya terkait dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun kata dapat pula dikelompokkan atas dasar
komponen- komponen makna tertentu sehingga akan
nampak perbedaan dan persamaan makna antara kata
yang satu dengan kata yang lain.
Medan makna/ semantik field/ semantic domain; bagian
sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian
dari bidang kebudayaan/ realitas alam semesta tertentu
dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksiokal
yang maknanya berhubungan

Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu golongan kolokasi
dan golongan set
Kolokasi adalah sejumlah kata yang berada bersama
dalam satu tempat/ lingkungan dan bersifat
sintakmatik (hubungan linier antara unsur-unsur
bahasa dalam tataran tertentu).
Misalnya, jaka bagus
Set menunjuk hubungan paradigmatik (hubungan antara
unsur-unsur bahasa dengan unsur lain di luar tingkat
itu yang dapat saling dipertukarkan/menggantikan)
Suatu set biasanya berupasekelompok unsur leksikal dari
kelas yang sama yang nampak sebagai satu kesatuan
Setiap leksikal dalam satu set dibatasi oleh tempatnya
dalam hubungan dengan anggota dalam set tersebut.

Misalnya kita tahu batas suhu adhem, anget, panas.
Pengelompokkan unsur leksikal berdasarkan kolokasi dan
set dapat memberikan gambaran teori medan makna.
Setiap unsur leksikal memiliki komponen makna
masing-masing yang mungkin ada persamaan dan
perbedaan.
Komponen makna/ komponen semantik/ semantic feature/
semantic property/ semantic marker; setiap leksikal
terdiri dari satu/ beberapa unsur yang bersama-sama
membentuk makna kata/ makna unsur leksikal tersebut.
Misalnya; bapak mengandung komponen makna : +insan,
+dewasa,
+jantan,
dan
+kawin,
sedang
ibu
mengandung komponen makna +insan, +dewasa, +
Komponen
Bapak
Ibu
kawin, dan
–jantan
makna
Insan

+

+

Dewasa

+

+

Jantan

+

-

kawin

+

+