Karya Ilmiah CSR New

(1)

Karya Ilmiah

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Oleh:

Herti Diana Hutapea SE, MSi, Akt (Dosen Tetap Program Studi FE UHN)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, berkat dan

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan judul :

Corporate Social Responsibility”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dan member dukungan serta saran dalam penyelesaian karya ilmiah ini yaitu :

1. Rektor Universitas HKBP Nommensen Medan

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Medan

3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas HKBP Nommensen

4. Ketua Program Studi Akuntansi Universitas HKBP Nommensen Medan 5. Teman-teman sejawat dan Staf Pengajar Universitas HKBP Nommensen

khususnya Fakultas Ekonomi

6. Keluargaku yang mendukungku menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari

sempurna, namun besar harapan penulis bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Medan, Januari 2014


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

BAB II: PEMBAHASAN... 3

2.1 Sejarah Corporate Social Responsibility ... 3

2.2 Pengertian Corporate Social Responsibility ... 4

2.3 Konsep dan Model CSR Perusahaan ... 10

2.4 Manfaat CSR dan Tujuan CSR ... 12

2.5 Motif CSR ... 15

2.6 Strategi Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 19

2.7 Pandangan Kelompok Pro dan Kontra Mengenai CSR ... 19

2.8 Implementasi Program CSR di Indonesia ... 24

2.9 Bentuk-bentuk CSR di Indonesia... 28

BAB III : KESIMPULAN ... 31 DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel :


(5)

BAB I PENDAHULUAN

Munculnya isu pemanasan global, penipisan lapisan ozon, kerusakan hutan, kerusakan lokasi disekitar area pertambangan, pencemaran air akibat limbah beracun, pencemaran udara, pencemaran air akibat tumpahan minyak dari kapal tangki pengangkut minyak yang bocor, dan sebagainya merupakan akibat negative dari munculnya aktivitas bisnis yang hanya berorientasi pada keuntungan semata tanpa memperdulikan dampak negative yang merugikan masyarakat dan bumi ini. Munculnya konsep Corporate Social Responsibility

(CSR), analisis stakeholder dan sejenisnya merupakan respon atas tindakan perusahaan yang telah merugikan masyrakat dan bumi yang kita huni ini.

Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility saat ini menjadi isu utama di Indonesia sedangkan bagi pelaku perusahaan asing ini, kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu. Isu Corporate Social Responbility kini semakin diterima secara luas. Masyarakat saat ini juga semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap


(6)

lingkungan sosialnya.Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga ter-alienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja,melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.

CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategicstakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah goldenrules, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.


(7)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Corporate Social Responsibility (CSR)

Istilah CSR pertama kali menyeruak dalam tulisan Social Responsibility of the Businessman tahun 1953. Konsep yang digagas Howard Rothmann Browen ini menjawab keresahan dunia bisnis. Belakangan CSR segera diadopsi, karena bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dalam pikiran masyarakat dan lebih dari itu pengusaha di cap sebagai pemburu uang yang tidak peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan.

Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.

Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan. Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals with


(8)

Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P (profit, planet, dan people). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

2.2 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

CSR merupakan suatu konsep bahwa organisasi,khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki tanggung jawabter hadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan “pembangunan

berkelanjutan”, dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam

melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan factor keuangan, misalnya deviden melainkan juga berdasarkan konsekuensi social dan lingkungan untuk saat ini maupun jangka panjang.

Menurut World Business Council for Sustainable Development, CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan konstribusi kepada pengembang ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya


(9)

beserta seluruh keluarganya. Masyarakat Uni Eropa (European Commission) memberikan pengertian CSR yaitu : "A concept where by companies decide voluntarily to contribute to a better society and a cleaner environment. A concept where by companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis" Artinya suatu konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberikan kontribusi yang lebih baik kepada masyarakat dan lingkungan yang bersih. Suatu konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pihak yang berkepentingan secara sukarela.

Schermerhorn (1993) memberi definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayanai kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal.

CSR adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya. CSR berhubungan dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana terdapat argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya, tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.


(10)

CSR merupakan gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Kesadaran atas pentingnya CSR dilandasi pemikiran bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban ekonomi dan legal kepada pemegang saham

(shareholder), tetapi juga kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder). CSR menunjukkan tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu tanggung jawab perusahaan pada aspek sosial, lingkungan, dan keuangan.

Bateman dan Snell (2008, p.205) mendefinisiakn tanggung jawab sosial perusahaan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh perusahaan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakt dengan cara menigkatkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif yang terjadi pada masyarakat di masa depan karena hasil kontribusi asset yang ditanggung oleh perusahaan kepada masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat yang berkekurangan. Boone dan Kurtz (2007, p.43) mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai dukungan yang diberikan oleh manajemen perusahaan agar perusahaan mampu mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan, dan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengevaluasi kinerja perusahaan yaitu dengan mempertimbangkan income statement agar perusahaan dapat mengambil keputusan dengan benar untuk melakukan pemenuhan kebutuhan utama masyarakat yang harus ditanggung oleh perusahaan


(11)

tersebut. Hartman dan DesJardins (2008, p.155) mengemukakan pendapat bahwa tanggung jawab sosial perusahaan mencakup berbagai tanggung jawab dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan di mana perusahaan harus mengambil keputusan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik, serta menciptakan lingkungan yang lebih bersih.

Menurut Lingkar Studi CSR Indonesia, defenisi CSR adalah upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan

Menurut defenisi yang dikemukakan oleh The Jakarta Consulting Group, tanggung jawab sosial ini diarahkan baik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal) perusahaan. Ke dalam maksudnya, tanggung jawab ini diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan. Seperti diketahui, pemegang saham telah menginvestasikan sumber daya yang dimilikinya guna mendukung berbagai aktivitas operasional perusahaan. Karenanya mereka akan mengharapkan profitabilitas yang optimal serta pertumbuhan perusahaan sehingga kesejahteraan mereka di masa depan juga akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu perusahaan harus berjuang keras agar memperoleh laba yang optimal dalam jangka panjang serta senantiasa mencari peluang bagi pertumbuhan di masa depan. Di samping kepada pemegang


(12)

saham, tanggung jawab sosial ke dalam ini juga diarahkan kepada karyawan, karena hanya dengan kerja keras, kontribusi serta pengorbanan merekalah perusahaan dapat menjalankan berbagai aktivitas serta meraih kesuksesan. Oleh karenanya perusahaan dituntut untuk memberikan kompensasi yang adil serta memberikan peluang pengembangan karier bagi karyawannya. Tentu saja hubungan antara perusahaan dengan karyawan itu harus didasarkan pada prinsip hubungan yang saling menguntugkan (mutually beneficial). Artinya perusahaan harus memberikan kompensasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Namun di lain pihak karyawan pun dituntut untuk memberikan kontribusi yang maksimal bagi kemajuan perusahaan Ke luar, maksudnya tanggung jawab sosial ini berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. Pajak diperoleh dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Oleh karenanya, perusahaan harus dikelola sebaik-baiknya sehingga mampu meraih laba yang maksimal. Demi kelancaran aktivitas perusahaan dalam usaha mencapai tujuannya, perusahaan membutuhkan banyak tenaga kerja. Seiring dengan tumbuh kembangnya perusahaan, kebutuhan akan tenaga kerja ini akan mengalami peningkatan. Perusahaan berkewajiban untuk ikut berpartisipasi menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Lapangan kerja akan semakin banyak tersedia manakala perusahaan tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya perusahaan berkewajiban untuk selalu mencari peluang-peluang baru bagi


(13)

pertumbuhan tentu saja dengan tetap mempertimbangkan faktor keuntungan dan tingkat pengembalian finansial yang optimal. Perusahaan juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, baik yang berkaitan dengan perusahaan maupun yang tidak. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk memelihara kualitas lingkungan tempat mereka beroperasi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang, baik untuk generasi saat ini maupun untuk generasi penerus

Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai adanya tanggung jawab sosial perusahaan yang terdiri dari:

1. Teori Legitimasi

Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat. Teori tersebut dibutuhkan oleh institusi-institusi untuk mencapai tujuan agar kongruen dengan masyarakat luas. Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya sesuai dengan batasan dan norma-norma di mana perusahaan itu berada sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Dengan adanya


(14)

penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dapat mendorong atau membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan investasi.

2. Teori Agency

Teori Agency menjelaskan ada konflik kepentingan antara manajer (agen) dan principal (pemilik). Pemilik ingin mengetahui semua informasi di perusahaan termasuk aktifitas manajemen dan sesuatu yang terkait investasi/dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban atas kinerja manajer. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan akuntan publik yang mengevaluasi kinerja manajer.

3. Teori Stakeholders

Stakeholder didefinisikan seperti sebuah kelompok atau individual yang dapat memberi dampak atau terkena dampak oleh hasil tujuan perusahaan termasuk dalam stakeholder yaitu stockholders, creditors, employees, customers, suppliers,

public interest groups, dan govermental bodies. Perkembangan konsep

stakeholder dibagi menjadi tiga yaitu model perencanaan perusahaan dan kebijakan bisnis dan corporate social responsibility. Model perencanaan perusahaan dan kebijakan bisnis fokus pada perkembangan dan penentuan nilai startegi perusahaan yang dibuat oleh kelompok yang mendukung serta menghendaki perusahaan terus berlangsung. Model CSR dari analisis stakeholder


(15)

dalam perusahaan yang diasumsikan sebagai posisi lawan. Kelompok lawan dicirikan seperti peraturan atau kelompok khusus yang fokus pada isu-isu sosial.

CSR model mengikuti perubahan permintaan sosial dari kelompok non tradisional. Teori stakeholder menyediakan aturan yang tidak sah dalam pembuatan keputusan stategi perusahaan yang dipelajari dari aktivitas CSR. Teori

stakeholder terdiri atas stakeholder power, stategic posture, dan kinerja ekonomi berhubungan dengan corporate social disclosure. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkah laku investor sebagai salah satu pengguna laporan keuangan dapat mempengaruhi corporate social disclosure. Sebaliknya, dimana investor dalam melakukan investasi dapat menggunakan corporate social disclosure sebagai pertimbangan selain menggunakan laba.

2.3 Konsep dan Model CSR Perusahaan

Dewasa ini konsep CSR semakin berkembang, dan dengan berkembangnya konsep CSR maka banyak teori yang muncul yang diungkapkan mengenai CSR ini. Salah satu yang terkenal adalah teori triple bottom line. Konsep Triple Bottom Line ini telah diperkenalkan oleh John Elkington pada tahun 1988 yang sebelumnya perusahan hanya menekankan pada konsep single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) hanya ditekankan pada kondisi keuangannya

(financial) saja. Dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan, kini harus ditekankan pada konsep triple bottom line yang terdiri atas aspek finansial, aspek sosial, dan aspek lingkungan (profit, people, and


(16)

planet). Konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder

(pemegang saham). Aspek profit dalam konsep ini berarti hal yang terpenting dalam perusahaan adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya karena perusahaan telah mengimplementasikan dan melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaannya, sehingga masyarakat semakin respect terhadap perusahaan karena kepedulian perusahaan terhadap masyarakat. Aspek people

dalam konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan menyadari bahwa masyarakat yang berada di sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, perusahaan juga harus mempunyai komitmen bahwa dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan akan meningkatkan citra positif di mata masyarakat dengan cara perusahaan harus memberikan kontribusi berupa penjualan produk-produk buatan perusahaan kepada masyarakat. Aspek

planet pada konsep ini menekankan bahwa perusahaan sangat berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Penjagaan kelestarian lingkungan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan penghijauan. Dengan perusahaan mengimplementasikan program CSRnya dengan melakukan penghijauan yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, maka lingkungan akan memberikan manfaat yang baik, seperti pencegahan lingkungan dari timbulnya pemanasan global (global warming).


(17)

Hartman dan DesJardins (2008, p.156) mengungkapkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan mempunyai 3 (tiga) macam model yang menjelaskannya. Model-model tanggung jawab sosial perusahaan terdiri atas: 1. Model kewarganegaraan perusahaan dari CSR yang menjelaskan mengenai

seorang pemimpin perusahaan memiliki rasa tanggung jawab dan relasi di dalam

komunitasnya sebagai anggota dari perusahaan tersebut untuk

mengimplementasikan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut.

2. Model kontrak sosial dari CSR yang menjelaskan bahwa perusahaan perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak moral stakeholders.

Model kepentingan pribadi yang tercerahkan dari CSR yang menjelaskan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam budaya perusahaan akan menghasilkan keunggulan pasar kompetitif bagi perusahaan yang bersangkutan

2.4 Manfaat CSR dan Tujuan CSR

Tanggung jawab sosial tidak lepas dari keberadaan perusahaan yang tidak akan pernah melepaskan diri dari lingkungan sekitarnya, baik lingkungan social masyarakat lokal maupun lingkungan alam. Rusaknya kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan alam dapat dipastikan akan mengganggu bahkan menghentikan proses perusahaan, dan pada akhirnya akan menggagalkan maksimalisasi nilai keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Melalui CSR perusahaan akan dapat membangun reputasinya, seperti meningkatkan citra perusahaan. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa CSR berbeda dengan charity


(18)

atau sumbangan sosial. CSR harus dijalankan diatas suatu program dengan memperhatikan kebutuhan dan keberlanjutan program dalam jangka panjang. Sementara sumbangan sosial lebih bersifat sesaat dan berdampak sementara, sehingga diibaratkan hanya sebagai pelipur lara.

Manfaat adanya CSR melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun eksternal yang terdiri atas perusahaan, masyarakat, dan pemerintah. Bagi perusahaan, manfaat adanya CSR adalah membangun citra positif perusahaan di mata masyarakat dan pemerintah sehingga perusahaan dapat menunjukkan bentuk-bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang diimplementasikan oleh perusahaan tersebut. Bagi masyarakat, manfaat CSR

adalah kepentingan masyarakat dapat terakomodasi oleh perusahaan. Selain itu, manfaat lainnya bagi masyarakat adalah memperat hubungan masyarakat dengan perusahaan dalam situasi win-win solution. Manfaat CSR bagi pemerintah adalah memiliki partner dalam menjalankan misi sosial dan misi pemerintah dalam hal tanggung jawab sosial yang di masa depannya pemerintah juga mempunyai peran ikut serta dalam mengakomodasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan mutlak dan kebutuhan primer.

Adapun manfaat penerapan CSR yang dilaksanakan dengan berlandaskan pada nilai-nilai etis yaitu :

1. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan CSR secara konsisten akan


(19)

mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari aktivitas yang dijalankan. Program CSR akan mendongkrak citra perusahaan. 2.CSR dapat sebagai pelindung dan membantu meminimalkan dampak buruk yang

diakibatkan suatu krisis. Jika perusahaan sedang mendapatkan kabar yang tidak baik atau bahkan perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat akan lebih mudah memaafkannya.

3.Bila reputasi perusahaan baik, maka akan berdampak positif terhadap karyawan yang bekerja didalamnya. Kebanggaan akan menghasilkan loyalitas, sehingga akan termotivasi untuk bekerja lebih keras dan akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas perusahaan.

4.Program CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan stakeholders-nya(Susanto, 2009:15).

Sedangkan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility, adapun manfaat yang dapat diperoleh oleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain:

1. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (increased sales and market share) 2. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthed brand positioaning) 3. Meningkatkan citra perusahaan (enhanced corporate image clout)

4.Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi, dan mempertahankan pegawai (increased ability to attract, motivate, and retain employees)


(20)

5. Menurunkan biaya operasi (decreasing operating cost). Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analis keuangan (increased appeal to investors and financial analysts)

Tujuan adanya CSR adalah agar perusahaan dapat membagi kegiatan yang dilakukan sesuai dengan norma-norma moral dan etika. Dengan perusahaan membagi kegiatan yang dilakukan sesuai dengan norma-norma moral dan etika, perusahaan dapat menciptakan produk yang mampu memenuhi kebutuhan para penggunanya. Selain agar perusahaan mampu membagi kegiatan sesuai dengan norma moral dan etika, CSR juga mempunyai tujuan agar perusahaan dapat menyediakan informasi dan melakukan promosi yang jujur dan benar mengenai produk yang dihasilkan. Pada perusahaan manufaktur, CSR merupakan elemen yang sangat penting karena dengan adanya CSR, perusahaan memberikan informasi mengenai komposisi, manfaat, tanggal kadaluwarsa produk, kemungkinan efek samping, cara penggunaan yang tepat, kuantitas, mutu, dan harga dalam kemasan produknya untuk memungkinkan konsumen dapat mengambil keputusan yang rasional apakah akan menggunakan atau tidak akan

menggunakan produk tertentu. Semakin CSR dalam perusahaan

diimplementasikan, semakin terwujud citra positif perusahaan di mata masyarakat karena perusahaan berhasil melakukan kontribusi terhadap masyarakat demi memenuhi kebutuhan utama masyarakat, khususnya masyarakat yang berkekurangan dan yang membutuhkan hasil produk buatan perusahaan tersebut. Tujuan lain CSR selain agar dapat dipercaya oleh pelanggan


(21)

adalah agar perusahaan lebih dapat memperhatikan hasil produk buatan perusahaan tersebut, serta perusahaan harus memperhatikan keselamatan dan keamanan konsumen ketika mereka menggunakan produk tersebut karena perusahaan mempunyai rasa tanggung jawab sosial yang besar atas keselamatan dan keamanan pelanggan atau masyarakat.

2.5 Motif CSR

Selain manfaat yang telah diuraikan sebelumnya, tidak ada satu perusahaan pun yang menjalankan CSR tanpa memiliki motivasi. Karena bagimanapun tujuan perusahaan melaksanakan CSR terkait erat dengan motivasi yang dimiliki. Wibisono (2007, hal 78) menyatakan bahwa sulit untuk menentukan benefit perusahaan yang menerapkan CSR, karena tidak ada yang dapat menjamin bahwa bila perusahaan yang telah mengimplementasikan CSR dengan baik akan mendapat kepastian benefit-nya. Oleh karena itu terdapat beberapa motif dilaksanakanya CSR, diantaranya:

1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand imageperusahaan. Perbuatan destruktif akan menurunkan reputasi perusahaan. Begitupun sebaliknya, konstribusi positif akan mendongkrak reputasi perusahaan. Inilah yang menjadi modal non-financial utama bagi perusahaan dan bagi stakeholdes-nya yang menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan. 2. Layak mendapatkan social licence to operate. Masyarakat sekitar perusahaan


(22)

keberadaan perusahaan, maka pasti dengan sendirinya mereka ikut merasa memiliki perusahaan. Sebagai imbalan yang diberikan ke perusahaan paling tidak adalah keleluasaan perusahaan untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah tersebut. Jadi program CSR diharapkan menjadi bagian dari asuransi sosial (social insurance) yang akan menghasilkan harmoni dan persepsi positif dari masyarakat terhadap eksistensi perusahaan.

3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan. Perusahaan mesti menyadari bahwa kegagalan untuk memenuhi ekspektasi stakeholders akan menjadi bom waktu yang dapat memicu risiko yang tidak diharapkan. Bila itu terjadi, maka disamping menanggung opportunity loss, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya yang mungkin berlipat besarnya dibandingkan biaya untuk mengimplementasikan CSR. 4. Melebarkan akses sumber daya. Track record yang baik dalam pengelolaan CSR

merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu untuk memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan.

5. Membentangkan akses menuju market. Investasi yang ditanamkan untuk program CSR ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang pasar yang terbuka lebar. Termasuk didalamnya akan memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru.

6. Mereduksi biaya. Banyak contoh yang dapat menggambarkan keuntungan perusahaan yang didapat dari penghematan biaya yang merupakan buah dari implementasi dari penerapan program tanggung jawab sosialnya. Contohnya


(23)

adalah upaya untuk mereduksi limbah melalui proses recycle atau daur ulang kedalam siklus produksi.

7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.Implementasi program CSR tentunya akan menambah frekuensi komunikasi denganstakeholders. Nuansa seperti itu dapat membentangkan karpet merah bagi terbentuknya trust kepada perusahaan. 8. Memperbaiki hubungan dengan regulator. Perusahaan yang menerapkan program

CSR pada dasarnya merupakan upaya untuk meringankan beban pemerintah sebagai regulator. Sebab pemerintahlah yang menjadi penanggungjawab utama untuk mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan. Tanpa bantuan dari perusahaan, umumnya terlalu berat bagi pemerintah untuk menanggung beban tersebut.

9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. Kesejahteraan yang diberikan para pelaku CSR umumnya sudah jauh melebihi standar normatif kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan. Oleh karenanya wajar bila karyawan menjadi terpacu untuk meningkatkan kinerjanya.

10.Peluang mendapatkan penghargaan. Banyak reward ditawarkan bagi penggiat CSR, sehingga kesempatan untuk mendapatkan penghargaan mempunyai kesempatan yang cukup tinggi.

Salah satu motif perusahaan dalam melaksanakan CSR dan menjadi bagian penting adalah menjalin hubungan yang baik dengan regulator. Perusahaan berdiri berdasarkan izin yang diberikan pemerintah, dan diharapkan mampu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran kewajiban berupa pajak


(24)

dan lainnya, juga secara sadar turut membangun kepedulian terhadap meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.

Keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi dengan beberapa kepentingan. Menurut Mulyadi (2003, hal 4) setidaknya bisa diidentifikasi tiga motif keterlibatan perusahaan, yaitu: motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada masyarakat lokal. Tabel di bawah ini menggambarkan motif tersebut.

Tabel 2.1

Motif Perusahaan dalam Menjalankan Program CSR

Motif Keamanan

Motif memenuhi kewajiban

kontraktual

Komitmen Moral

Program dilakukan setelah ada tuntutan masyarakat yang biasanya diwujudkan melalui demonstrasi

Pertanggungjawaban

program CSR

kepada pemerintah

daerah dan

pemerintah pusat.

Wacana CSR

Program tidak dilakukan

setelah kontrak

ditandatangani.

Propaganda kegiatan CSR melalui media massa.

Propaganda

kegiatan CSR


(25)

Kecendrungannya program

dilakukan ketika

kebebasan masyarakat

sipil semakin besar pasca desentralisasi

massa

2.6 Strategi Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Ada beberapa macam strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dalam pengelolaan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu terdiri atas:

1. Strategi reaktif, yaitu strategi di mana kegiatan bisnis yang melakukan strategi reaktif dalam tanggung jawab sosial cenderung menolak dan menghindarkan diri dari tanggung jawab sosialnya.

2. Strategi defensif, yaitu strategi yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan dengaan penggunaan jalur hukum untuk mengindarkan diri atau menolak tanggung jawab sosial.

3. Strategi akomodatif, yaitu tanggung jawab sosial yang dijalankan oleh perusahaan karena adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

4. Strategi proaktif, yaitu strategi di mana perusahaan memandang bahwa tanggung jawab sosial merupakan bagian dari tanggung jawab untuk memuaskan

stakeholders, serta membangun citra positif perusahaan bila stakholders


(26)

2.7 Pandangan kelompok yang Pro dan Kontra mengenai CSR

Anggapan lainnya, bahwa kini makin banyak perusahaan sekarang telah berupaya memperhatikan pelaksanaan program kepentingan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam kegiatan kepedulian dan kedermawanan sosial terhadap masyarakat tersebut, tetapi secara praktik terdapat program kepedulian sosial perusahaan yang hanya bersifat secara fungsional atau instrumental. Artinya, pelaksanaan kepedulian terhadap tanggung jawab sosial perusahaan sekarang yang masih banyak berpandangan atau menganggap bahwa pelaksanaan

CSR tersebut hanya bersifat sekadar sebagai aksesoris belaka dari suatu „kegiatan

pemanis‟ program public relations, dan tujuan lain yang sesungguhnya program CSR adalah sebagai sarana untuk memaksimalkan profit yang menjadi target utama dalam kegiatan bisnisnya, maka program CSR telah dicanangkan tersebut bukanlah merupakan program prioritas utama atau secara integral yang merupakan sebagai bagian prioritas utama dalam kegiatan bisnis inti suatu perusahaan.

Bahkan kini, ada juga pihak perusahaan-perusahaan tertentu secara tegas untuk berpartisipasi menolak melaksanakan program CSR, karena dianggap dapat mengurangi pendapatan keuntungan, karena akan menambah menjadi beban berat bagi perusahaan yang bersangkutan, dan apalagi harus diatur mengenai pelaksanaan kewajiban program CSR ke dalam peraturan per -UU-an.

Penolakan Perusahaan Terhadap Kewajiban Undang-undang CSR Bertolak belakang dengan pandangan tersebut diatas, dan kemudian muncul


(27)

pemikiran yang mengkaitkan tentang penolakan kepentingan dunia usaha dengan kewajiban tanggung jawab sosialnya secara langsung. Jika perusahaan yang pendekatannya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dan diminta untuk memberikan konstribusi secara langsung demi kesejahteraan sosial (public well being), atau pengertian lainya kegiatan CSR yang sebelumnya adalah bersifat sukarela (voluntary), dan perkembangan kini bersifat menjadi suatu kewajiban yang mengikat (mandatory atau obligatory responsibility). Argumen pihak yang mewajibkan, yaitu merupakan suatu konsep yang berarti program CSR harus untuk dilaksanakan (mandatory). Sebaliknya, pihak-pihak menyatakan tanggung jawab pelaksanaan CSR tersebut hanya sebagai kegiatan sukarela (voluntary) yang sebetulnya adalah contadictioin-terminis atau merupakan pertentangan istilah?. Perkembangan wacana terkini yang nampaknya tengah menempatkan kubu pengusaha dengan pendekatan voluntary di posisi terdepan, maka argumen dikemukakan tersebut demi menciptakan iklim usaha yang kompetitif, dan dengan dikembangkan berbagai standar program CSR yang dapat diadopsi secara sukarela oleh setiap perusahaan tanpa paksaaan kewajiban melalui peraturan pemerintah yang mengikat.

Sedangkan kubu pengusaha pendukung CSR yang bersifat mandatory (kewajiban yang mengikat) yang tengah memperjuangkan keterlibatan seluruh manajemen perusahaan melalui kewajiban peraturan hukum, yang berarti sebagai bentuk corporate accountability movement. Lain halnya dengan mengkritik pandangan CSR voluntarisme, yang berpendirian bahwa perusahaan


(28)

dapat melaksanakan semaunya untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sama sekali mengenai program CSR. Pada hal, yang dimaksudkan voluntarisme tersebut sebagai upaya melampaui regulasi, yang berarti seluruh regulasi – baik secara lokal, nasional maupun internasional – harus dipatuhi dahulu, dan biasanya regulasi tersebut sifatnya penetapan batas minimum yang dapat diterima, karena kepatuhan perusahaan pada regulasi merupakan batas CSR minimum.

Disamping itu, masih terjadi wacana, penolakan keras dari kalangan

pelaku bisnis beraliran „kapitalisme‟ yang selama ini perusahaan beranggapan merasa telah patuh membayar pajak kepada pemerintah, dan seharusnya tidak perlu lagi memperhatikan atau bahkan dapat menolak memberikan dana sumbangan wajib terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap kesejahteraan sosial masyarakat, apa lagi harus diatur melalui peraturan per-UU atau hukum yang mewajibkan memberikan sumbangan dengan presentase tertentu dari nilai profit atau komponen biaya lainnya (biaya promosi atau operasional) yang dipotong khusus demi sumbangan pelaksanaan program CSR tersebut.

Hal ini, menurut pernyataan Thurow, menulis buku berjudul “The Future of Capitalism” (1966), yang beralasan untuk menolak CSR, yaitu berbunyi; There is no social „must‟ in capitalimn artinya, tidak ada namanya aspek sosial dalam pandangan kapitalisme. Bahkan pandangan penolakan pihak perusahaan terhadap berkewajiban dalam pelaksanaan CSR tersebut didukung


(29)

oleh pendapat pakar bisnis, Peter F. Drucker dalam bukunya The Corporation (2004), yang salah satu pendapatnya menyatakan bahwa kewajiban CSR adalah sebagai tindakan amoral, dan Jika anda menemui seorang eksekutif di perusahaan yang berniat ingin menjalankan tanggung jawab sosial, dan pecat dia segera.” Alasannya, bahwa perusahaan tersebut milik pemegang saham, dan kepentingannya adalah demi keuntungan pemegang saham, yaitu para eksekutif bertindak atau wajib memaksimalkan laba yang sebanyak-banyaknya, dan pendapat inilah didukung oleh Milton Friedman (1990) yang terkenal dengan

pemeo “The business of business is business” yang sekaligus merupakan pandangan imperatif dari bentuk moral bisnis secara sepihak.

Selanjutnya friedman (1990) menyatakan secara keras bahwa,there is one and only one social responsibility in business, to use its resources and engage in activities designed to increase its profits. Sesungguhnya CSR bukanlah menjadi tanggung jawab perusahaan, dan kegiatan bisnis yang dirancang khusus adalah menambah keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sebab, tugas untuk tanggung jawab sosial dan kelestarian lingkungan tersebut merupakan amanah yang hanya dibebankan ke pihak pemerintah yang selama ini telah memungut pajak terhadap perusahaan-perusahaan.

Pandangan mengenai penolakan CSR tersebut, maka bagi para pengusaha nasional adalah sebagai konsekuensi wajar selain dari pengaruh pandangan perusahaan, baik berbentuk kapitalisme maupun voluntarisme yang menolak pelaksanaan kewajiban CSR, dan sekaligus penolakan terhadap pemberlakuan


(30)

kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan alam yang tercantum pada pasal 74 dalam UU PT baru (UU No. 40/2007, tentang Peseroan Terbatas) yang telah disahkan pada medio Juli 2007, dan khususnya secara nasional pemberlakuannya tahun depan (2008) setelah PP-nya keluar, dan akan dikenakan bagi perusahaan-perusahaan yang selama ini bergerak bidang pengelolaan sumber daya alam (SDA). Seharusnya, kalau mau adil adalah dapat

diberlakukan hal sama pada perusahaan yang selama ini menjadi „musuh publik‟

atau memiliki resiko tinggi, seperti perusahaan-perusahaan bergerak bidang industri rokok, industri layanan jasa angkutan umum, perumahan atau properti termasuk pabrik/industri peralatan mesin, otomotif, PLTU/PLTN, SPBU (Pelayanan Pompa bensin), kimia serta jasa layanan jalan lintas cepat tol-way yang selama ini telah terbukti banyak menciptakan polusi atau pencemaran udara, atau perusahaan yang berindikasi tidak bersahabat dengan lingkungan kehidupan sosial dan alam sekitarnya.

Milton Friedman (1990), dalam bukunya; Business Ethic, Reading and Cases in Corporate Moralities, yaitu telah mengungkapkan, What does it mean to say that business has responsibility?. Only people can have responsibility, and a corporation is an artificial person and this sense may have artificial responsibilities. Asumsi Friedman tersebut yang secara implisit menjelaskan bahwa keberadaan perusahaan nasional atau milik asing yang seharusnya tidak diperlukan lagi untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR),


(31)

karena selama ini telah diwakilkan kepada negara melalui pajak-pajak atau pungutan resmi yang telah dibayar mahal secara periodik.

2.8 Implementasi Program CSR di Indonesia

Implementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko, serta kondisi operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan, karyawan, komunitas, dan lingkungan sekitar, yang merupakan titik awal yang sangat baik menuju pendekatan CSR yang lebih luas.

Terdapat 4 (empat) peraturan yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk menjalankan program tanggungjawab sosial perusahaan atau CSR dan satu acuan (Guidance) ISO 26000 sebagai referensi dalam menjalankan CSR, sebagaimana diuraikan Rahmatullah (2011, hal.14)

1. Keputusan Menteri BUMN Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL).

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program


(32)

pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Adapun ruang lingkup bantuan Program BL BUMN, berdasarkan Permeneg BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah:

a. Bantuan korban bencana alam;

b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; c. Bantuan peningkatan kesehatan;

d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; e. Bantuan sarana ibadah;

f. Bantuan pelestarian alam.

2. UU NO.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa:

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan,

2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran,

3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,


(33)

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007

Peraturan lain yang mewajibkan CSR adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal, baik penanaman modal dalam negeri, maupun penenaman modal asing. Dalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.

Sanksi-sanksi terhadap badan usaha atau perseorangan yang melanggar peraturan, diatur dalam Pasal 34, yaitu berupa sanksi administratif dan sanksi lainnya, diantaranya: (a) Peringatan tertulis; (b) pembatasan kegiatan usaha; (c) pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau(d) pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

4. Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001

Khusus bagi perusahaan yang operasionalnya mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dalam hal ini minyak dan gas bumi, terikat oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi, disebutkan pada Pasal 13 ayat 3 (p),: Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: (p) pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.

Berdasarkan Undang-undang tersebut, perusahaan yang operasionalnya terkait Minyak dan Gas Bumi baik pengelola eksplorasi maupun distribusi, wajib


(34)

melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat dan menjamin hak-hak masyarakat adat yang berada di sekitar perusahaan.

5. Guidance ISO 26000

Berbeda dari bentuk ISO yang lain, seperti ISO 9001: 2000 dan 14001: 2004. ISO 26000 hanya sekedar standar dan panduan, tidak menggunakan mekanisme sertifikasi. Terminologi Should didalam batang tubuh standar berarti shall dan tidak menggunakan kata must maupun have to. Sehingga Fungsi ISO 26000 hanya sebagai guidance.

Selain itu dengan menggunakan istilah Guidance Standard on Social Responsibility, menunjukkan bahwa ISO 26000 tidak hanya diperuntukkan bagi Corporate (perusahaan) melainkan juga untuk semua sektor publik dan privat. Tanggung jawab sosial dapat dilakukan oleh institusi pemerintah,Non governmental Organisation (NGO) dan tentunya sektor bisnis, hal itu dikarenakan setiap organisasi dapat memberikan akibat bagi lingkungan sosial maupun alam. Sehingga adanya ISO 26000 ini membantu organisasi dalam pelaksanaan Social Responsibility, dengan cara memberikan pedoman praktis, serta memperluas pemahaman publik terhadap Social Responsibility.

ISO 26000 mencakup beberapa aspek berikut:

 ISO 26000 menyediakan panduan mengenai tanggung jawab sosial kepada semua bentuk organisasi tanpa memperhatikan ukuran dan lokasi untuk:


(35)

b. Menyatukan, melaksanakan dan memajukan praktek tanggung jawab sosial c. Mengindetifikasi dan pendekatan/pelibatan dengan para pemangku

kepentingan

d. Mengkomunikasikan komitmen dan performa serta kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.

 ISO 26000 mendorong organisasi untuk melaksanakan aktivitas lebih sekedar dari apa yang diwajibkan.

 ISO 26000 menyempurnakan/melengkapi Instrumen dan inisiatif lain yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial

 Mempromosikan terminologi umum dalam lingkupan tanggung jawab sosial dan semakin memperluas pengetahuan mengenai tanggung jawab sosial.

 Konsisten dan tidak berkonflik dengan traktat internasional dan standarisasi ISO lainnya serta tidak bermaksud mengurangi otoritas pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab sosial oleh suatu organisasi.

 Prinsip ketaatan pada hukum/ legal compliance, prinsip penghormatan terhadap instrumen internasional, prinsip akuntabilitas, prinsip transparasi, prinsip pembangunan keberlanjutan, prinsip ethical conduct, prinsip penghormatan hak asasi manusia, prinsip pendekatan dengan pencegahan dan prinsip penghormatan terhadap keanekaragaman


(36)

Bentuk-bentuk program CSR yang dilaksanakan di Indonesia masih beraneka ragam, sesuai dengan motif dan tujuan perusahaan yang bersangkutan untuk melakukan program tersebut. Menurut Gunawan (2008), program CSR di Indonesia memiliki tiga bentuk yaitu :

1. CSR Berbasis Karikatif (Charity)

Program karikatif (charity) biasanya menjadi pijakan awal bagi sebuah perusahaan untuk melakukan program CSR. Program karikatif diwujudkan dengan memberikan bantuan yang diinginkan oleh masyarakat. Program karikatif umumnya berwujud hibah sosial yang dilaksanakan untuk tujuan jangka pendek dan penyelesaian masalah sesaat saja. Program ini diatur oleh kepanitiaan kecil dan fokus pada orang-orang miskin. Motivasi program karikatif berkisar pada agama, tradisi, dan adat. Untuk program pemerintah yang masuk kategori karikatif (charity) adalah pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT).Program karikatif biasa disebut program pemadam kebakaran saja. Saat masyarakat marah, melakukan demonstrasi, dan menutup akses jalan perusahaan. Lalu perusahaan yang panik serta merta memberikan sembako, membangun infrastuktur, memberi beasiswa tapi tanpa tahapan yang sesuai dengan metodologi. Bisa ditebak, program itu tidak akan berbekas di masyarakat. Semakin banyak program yang diberikan, semakin rajin demonstrasi dilakukan. 2. CSR Berbasis Kedermawanan (Philanthropy)

Dalam dunia CSR, program kedermawanan (philanthropy) merupakan bentuk CSR yang didasari oleh kesadaran norma etika dan hukum universal akan


(37)

perlunya redistribusi kekayaan. Program ini terencana dengan baik dibuktikan dengan terbentuknya yayasan independen yang menjadi agen perusahaan untuk melaksanakan program CSR filantropinya. Bill Gates mantan CEO Microsoft Corp dengan istrinya, Gates telah mendirikan Bill & Melinda Gates Foundation, sebuah yayasan sosial filantropi. Di Indonesia sendiri, program filantropi telah banyak dilaksanakan. Salah satunya adalah Sampoerna Foundation (SF). Selain dua yayasan di atas, masih banyak yayasan lain yang telah melaksanakan program Filantropi yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam tulisan ini. Mereka telah melaksanakan hal mulia yakni menebarkan cinta, memberikan sebagian kekayaan mereka untuk menolong sesama. Sifatnya yang lebih universal membuat program ini mempunyai efek yang lebih baik daripada program karikatif. Untuk program pemerintah yang masuk kategori Filantropi

(philanthropy) adalah Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA). 3. CSR Berbentuk Pemberdayaan Masyarakat (Community Development) Salah satu implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah melalui corporate citizenship. Corporate citizenship

merupakan suatu cara pandang perusahaan dalam bersikap dan berperilaku ketika berhadapan dengan pihak lain, misalnya pelanggan, pemasok, masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.


(38)

BAB III KESIMPULAN

Isu Corporate Social Responsibility (CRS) saat ini di Indonesia merupakan isu yang sangat hangat namun, oleh perusahaan-perusahaan multinasional hal ini sudah dilakuakn ratusan tahun lalu. CSR adalah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak hanya untuk mencari keuntungan tetapi bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.

Dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan, kini harus ditekankan pada konsep triple bottom line yang terdiri atas aspek finansial, aspek sosial, dan aspek lingkungan (profit, people, and planet). Konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan

stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham). Aspek profit dalam konsep ini berarti hal yang terpenting dalam perusahaan adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya karena perusahaan telah mengimplementasikan dan melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaannya, sehingga masyarakat semakin respect terhadap perusahaan karena kepedulian perusahaan terhadap masyarakat. Aspek people dalam konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan menyadari bahwa masyarakat yang berada di


(39)

sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, perusahaan juga harus mempunyai komitmen bahwa dengan adanya program

CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan akan meningkatkan citra positif di mata masyarakat dengan cara perusahaan harus memberikan kontribusi berupa penjualan produk-produk buatan perusahaan kepada masyarakat. Aspek planet

pada konsep ini menekankan bahwa perusahaan sangat berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Penjagaan kelestarian lingkungan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan penghijauan. Dengan perusahaan mengimplementasikan program CSRnya dengan melakukan penghijauan yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, maka lingkungan akan memberikan manfaat yang baik, seperti pencegahan lingkungan dari timbulnya pemanasan global (global warming).

Dalam pelaksanaan CSR ini, ada pandangan kelompok yang pro dan kotra. Beberapa alasan menolak pelaksaan CSR karena perusahaan mengggap bahwa perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan lembaga social, menimbulkan Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah, dan tidak semua perusahaan memiliki tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan social serta program CSR akan akan mengurangi pendapatan perusahaan dan menambah beban bagi perusahaan dan engenai pelaksaan kewajiban program CSR kedalam peraturan per Undang-undangan. Sedangkan kelompok yang pro , mendukung pelaksaan program CSR dengan beberapa alasan bahwa kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin


(40)

kritis terhadap dampak negatif dari tindakan perusahaan,menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik dan sumber daya yang semakin terbatas sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas dan menciptakan keuntungan jangka panjang bagi pihak-pihak yang berkepentingan (Stakeholder).

Implemetasi CSR di Indonesia juga saat ini semakin digerakkan, dimana imlementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko, serta kondisi operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan, karyawan, komunitas, dan lingkungan sekitar, yang merupakan titik awal yang sangat baik menuju pendekatan CSR yang lebih luas.

Terdapat beberapa peraturan yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk menjalankan program tanggungjawab sosial perusahaan yaitu Keputusan Menteri BUMN Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), UU NO.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001 dan satu acuan (Guidance) ISO 26000 sebagai referensi dalam menjalankan CSR.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

A.B. Susanto. 2009. Reputation Driven Corporate Social Responsibility pendekatan strategic management dalam CSR. Jakarta: Esensi Erlangga

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.

Boone, Louis E, David l. Kurtz, 2000, Pengantar Bisnis,Edisi 2000 yang diperbaruhi, Alih Bahasa Fadriansyah Anwar, Erlangga, Jilid dua, Jakarta.

Bateman S. Thomas dan Snell A. Scott. (2009). Management: Leading & Collaborating in the Competitive World (8th ed.). New York: McGraw-Hill. Hemingway, Christine A. and Patrick W. Maclagan (2004). „Managers‟ personal

values as drivers of corporate social responsibility‟, Journal of Business Ethics, Vol. 50,

Laura P.Hartman dan Joe Desjardins, Etika Bisnis Pengambilan Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial, Penerbit Erlangga 2011

Mallen Baker “Corporate Social Responsibility-what does it means?”, http://www.mallenbaker.net/, terakhir kali diakses tanggal 2 September 2010. Schermerhorn, John R., Management for Productivity, New York: John Wiley & Son,

1993.

Sutarto “Good Corporate Governance (GCG): Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pemberdayaan UMKM”, http://www.diskopjatim.go.id/, terakhir

kali diakses tanggal 1 September 2010.

Mulyadi (2003): Pengelolan Program Corporate Social Responsibility: Pendekatan, Keberpihakan dan Keberlanjutannya. Center for Populaton Studies, UGM Rahmatullah& Kurniati, Trianita. (2011). Panduan Praktis Pengelolaan CSR

(Corporate Social Responsibility).Yogyakarta: Samudra Biru.

Rudito, Bambang& Budimanta, Arif & Prasetijo, Adi (2004). Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Modal Pembangunan Indonesia Masa Kini. Jakarta: ICSD


(42)

Utama, Sidharta (2010). Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia.

Wibisono, Yusuf.(2007) Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho Publishing,


(1)

perlunya redistribusi kekayaan. Program ini terencana dengan baik dibuktikan dengan terbentuknya yayasan independen yang menjadi agen perusahaan untuk melaksanakan program CSR filantropinya. Bill Gates mantan CEO Microsoft Corp dengan istrinya, Gates telah mendirikan Bill & Melinda Gates Foundation, sebuah yayasan sosial filantropi. Di Indonesia sendiri, program filantropi telah banyak dilaksanakan. Salah satunya adalah Sampoerna Foundation (SF). Selain dua yayasan di atas, masih banyak yayasan lain yang telah melaksanakan program Filantropi yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam tulisan ini. Mereka telah melaksanakan hal mulia yakni menebarkan cinta, memberikan sebagian kekayaan mereka untuk menolong sesama. Sifatnya yang lebih universal membuat program ini mempunyai efek yang lebih baik daripada program karikatif. Untuk program pemerintah yang masuk kategori Filantropi (philanthropy) adalah Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA).

3. CSR Berbentuk Pemberdayaan Masyarakat (Community Development) Salah satu implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah melalui corporate citizenship. Corporate citizenship merupakan suatu cara pandang perusahaan dalam bersikap dan berperilaku ketika berhadapan dengan pihak lain, misalnya pelanggan, pemasok, masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.


(2)

BAB III KESIMPULAN

Isu Corporate Social Responsibility (CRS) saat ini di Indonesia merupakan isu yang sangat hangat namun, oleh perusahaan-perusahaan multinasional hal ini sudah dilakuakn ratusan tahun lalu. CSR adalah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak hanya untuk mencari keuntungan tetapi bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.

Dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan, kini harus ditekankan pada konsep triple bottom line yang terdiri atas aspek finansial, aspek sosial, dan aspek lingkungan (profit, people, and planet). Konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham). Aspek profit dalam konsep ini berarti hal yang terpenting dalam perusahaan adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya karena perusahaan telah mengimplementasikan dan melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaannya, sehingga masyarakat semakin respect terhadap perusahaan karena kepedulian perusahaan terhadap masyarakat. Aspek people dalam konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan menyadari bahwa masyarakat yang berada di


(3)

sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, perusahaan juga harus mempunyai komitmen bahwa dengan adanya program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan akan meningkatkan citra positif di mata masyarakat dengan cara perusahaan harus memberikan kontribusi berupa penjualan produk-produk buatan perusahaan kepada masyarakat. Aspek planet pada konsep ini menekankan bahwa perusahaan sangat berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Penjagaan kelestarian lingkungan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan penghijauan. Dengan perusahaan mengimplementasikan program CSRnya dengan melakukan penghijauan yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, maka lingkungan akan memberikan manfaat yang baik, seperti pencegahan lingkungan dari timbulnya pemanasan global (global warming).

Dalam pelaksanaan CSR ini, ada pandangan kelompok yang pro dan kotra. Beberapa alasan menolak pelaksaan CSR karena perusahaan mengggap bahwa perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan lembaga social, menimbulkan Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah, dan tidak semua perusahaan memiliki tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan social serta program CSR akan akan mengurangi pendapatan perusahaan dan menambah beban bagi perusahaan dan engenai pelaksaan kewajiban program CSR kedalam peraturan per Undang-undangan. Sedangkan kelompok yang pro , mendukung pelaksaan program CSR dengan beberapa alasan bahwa kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin


(4)

kritis terhadap dampak negatif dari tindakan perusahaan,menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik dan sumber daya yang semakin terbatas sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas dan menciptakan keuntungan jangka panjang bagi pihak-pihak yang berkepentingan (Stakeholder).

Implemetasi CSR di Indonesia juga saat ini semakin digerakkan, dimana imlementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko, serta kondisi operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan, karyawan, komunitas, dan lingkungan sekitar, yang merupakan titik awal yang sangat baik menuju pendekatan CSR yang lebih luas.

Terdapat beberapa peraturan yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk menjalankan program tanggungjawab sosial perusahaan yaitu Keputusan Menteri BUMN Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), UU NO.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001 dan satu acuan (Guidance) ISO 26000 sebagai referensi dalam menjalankan CSR.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A.B. Susanto. 2009. Reputation Driven Corporate Social Responsibility pendekatan strategic management dalam CSR. Jakarta: Esensi Erlangga

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.

Boone, Louis E, David l. Kurtz, 2000, Pengantar Bisnis,Edisi 2000 yang diperbaruhi, Alih Bahasa Fadriansyah Anwar, Erlangga, Jilid dua, Jakarta.

Bateman S. Thomas dan Snell A. Scott. (2009). Management: Leading & Collaborating in the Competitive World (8th ed.). New York: McGraw-Hill. Hemingway, Christine A. and Patrick W. Maclagan (2004). „Managers‟ personal

values as drivers of corporate social responsibility‟, Journal of Business Ethics, Vol. 50,

Laura P.Hartman dan Joe Desjardins, Etika Bisnis Pengambilan Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial, Penerbit Erlangga 2011

Mallen Baker “Corporate Social Responsibility-what does it means?”, http://www.mallenbaker.net/, terakhir kali diakses tanggal 2 September 2010. Schermerhorn, John R., Management for Productivity, New York: John Wiley & Son,

1993.

Sutarto “Good Corporate Governance (GCG): Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pemberdayaan UMKM”, http://www.diskopjatim.go.id/, terakhir kali diakses tanggal 1 September 2010.

Mulyadi (2003): Pengelolan Program Corporate Social Responsibility: Pendekatan, Keberpihakan dan Keberlanjutannya. Center for Populaton Studies, UGM Rahmatullah& Kurniati, Trianita. (2011). Panduan Praktis Pengelolaan CSR

(Corporate Social Responsibility).Yogyakarta: Samudra Biru.

Rudito, Bambang& Budimanta, Arif & Prasetijo, Adi (2004). Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Modal Pembangunan Indonesia Masa Kini. Jakarta: ICSD


(6)

Utama, Sidharta (2010). Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia.

Wibisono, Yusuf.(2007) Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho Publishing,