Efektivitas konseling dengan terapi menggambar dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al Mukhlishin Ciseeng Bogor.

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

KHOIRUL AKBAR NIM: B53213053

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN DAKWAH

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM 2017


(2)

NIM : B53213053

Judul : Efektivitas Konseling dengan Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Surabaya, 10 Juli 2017 Dosen Pembimbing,

Lukman Fahmi, S.Ag., M.Pd NIP. 197311212005011002


(3)

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Dekan,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si NIP. 196004121994031001

Penguji I,

Lukman Fahmi, S.Ag., M.Pd NIP. 197311212005011002

Penguji II,

H. Rudy Al Hana, M.Ag NIP. 196809031991031001

Penguji III,

Dra. Faizah Noer Laila, M.Si NIP. 196012111992032001

Penguji IV,

Dr. Arif Ainur Rofiq, S.Sos.I, M.Pd NIP. 1977080820071089


(4)

Nama : Khoirul Akbar

NIM. : B53213053

Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam

Alamat : Kampung Bojong Indah, RT/RW 004/001, Desa Bojong

Indah, Parung, Bogor, Jawa Barat

Judul : “Efektivitas Konseling dengan Terapi Menggambar dalam

Mengurangi Emosi Negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor”

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa:

1. Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

2. Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.

3. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang berlaku.

Surabaya, 20 Juli 2017 Yang menyatakan,

Khoirul Akbar NIM. B53213053


(5)

(6)

ABSTRAK

Khoirul Akbar (B53213053), Efektivitas Konseling dengan Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana efektivitas konseling dengan terapi menggambar dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan proses treatment dengan menggunakan tahapan Pendekatan Humanistik. Sementara untuk membuktikan apakah terapi menggambar efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII, maka peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan bentuk pretest-posttest control group design yang berfungsi untuk mengungkap hasil dari semua data dan fakta yang telah diperoleh selama penelitian ini berlangsung.

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah, konseling dengan terapi menggambar (variabel bebas), dan emosi negatif siswa kelas VIII (variabel terikat). Objek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A, B, dan C yang terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kontrol dengan jumlah total 60 siswa. Sementara metode pengumpulan data yang dipilih oleh peneliti adalah berupa wawancara, angket dan dokumentasi.

Untuk menguji apakah konseling dengan terapi menggambar efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII, maka peneliti menguji hasil pretest dan posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan rumus uji independent sample t-test.

Hasil pengujian tes tersebut menunjukan bahwa konseling dengan terapi menggambar belum efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Kerangka Teori dan Hipotesis ... 8

F. Metode Penelitian ... 9

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 9

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 10

3. Variabel dan Indokator Penelitian ... 11

4. Definisi Operasional ... 15

5. Teknik Pengumpulan Data ... 16

6. Teknik Analisis Data ... 18

G. Sistematika Pembahasan... 19

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Konseling ... 21

1. Pengertian Konseling ... 21

2. Konseling Person-Centered Therapy ... 22

B. Tinjauan Tentang Terapi Menggambar ... 24

1. Pengertian Terapi Menggambar ... 24

2. Gambar Sebagai Diagnosa ... 25

3. Langkah-Langkah Terapi Menggambar ... 26

C. Tinjauan Tentang Emosi Negatif ... 30

1. Pengertian Emosi Negatif ... 30

2. Emosi Negatif dalam Islam ... 32

3. Fungsi Emosi ... 38

4. Jenis-Jenis Emosi Negatif ... 41

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi Negatif ... 47

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 48


(8)

BAB III: PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin ... 52

1. Profil Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin ... 52

2. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah ... 53

3. Kondisi Eksternal Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin ... 54

4. Data Kependidikan dan Non Kependidikan ... 56

5. Jumlah Siswa ... 58

6. Kegiatan Pengembangan Diri ... 58

B. Deskripsi Penilaian, Indikator, dan Responden ... 60

1. Penilaian Angket... 60

2. Aspek dan Indikator Angket ... 61

3. Responden Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif ... 62

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 64

1. Proses Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif Siswa Kelas VIII MTs Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor ... 64

2. Efektivitas Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif Siswa Kelas VIII MTs Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor ... 72

3. Uji Keabsahan Instrumen ... 75

4. Pengujian Hipotesis ... 78

BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Tahap Pertama ... 81

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 81

2. Uji Normalitas ... 83

3. Uji Hipotesis ... 85

B. Analisis Tahap Kedua ... 87

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 87

2. Uji Normalitas ... 90

3. Uji Hipotesis ... 91

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu karakter bernama Ai Haibara dalam serial anime Jepang Detective Conan: Crossroad Ancient Capital karya Aoyama Gosho, pernah

mengatakan “manusia tidak dapat selalu akur satu sama lain. Emosi, atribut

menyusahkan yang tidak terlihat, manusia memiliki itu”.

Emosi adalah salah satu kondisi keberadaan manusia yang memiliki akar evolusi yang sangat panjang. Saat manusia semakin mengembangkan fungsi-fungsi kognitif mereka dalam proses evolusi yang panjang, keintiman mereka dengan emosi mengalami transformasi. Pada manusia, emosi merupakan bagian integral dari keberadaa mereka, tetapi di saat yang sama, dengan berkembanganya kemampuan kognitif dan metakognitif yang canggih, menjadi mungkin bagi manusia untuk mengambil jarak dan menelaah emosinya sendiri. Meskipun tidak dapat (dan tidak perlu) melepaskan diri dari emosi, manusia dapat menentukan sikap pada emosinya sendiri, ia dapat berpikir tentang emosinya, mencoba memahaminya, dan menguasainya.2

Melalui pemahaman tersebut kita dapat mengambil garis besar bahwa emosi adalah hal yang pasti ada pada manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang Nabi sekalipun pasti pernah merasakan kesedihan, kemarahan,

2 Iman Setiadi Arif, Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan, (Jakarta:


(10)

ketakutan. Pada suatu kisah dalam Al-Qur’an, sekembalinya Nabi Musa a.s dari gunung sinai untuk menerima wahyu, kaum Nabi Musa menyembah patung anak sapi yang terbuat dari emas. Melihat apa yang diperbuat kaumnya, Nabi Musa menjadi marah dan sedih. Kisah ini diabadikan dalam

Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 150:

َََو

ا܅ݙ

َ

َِهِمۡوَقَ ٰ

َِإَ ٓ ََوُ َ َعَجَر

َ

ۦَ

ََܱۡ

َ

أَ ۡݗُتۡݖِجَع

َ

أَۖ يِܯۡعَبَ ۢݚِمَ ِِوُݙُتۡفَݖَخَاَݙَسۡئِبَ َلاَقَامفِسَأَ َݚَٰبۡضَغ

َ ََۡل

َ

أَوَۖۡݗُكِ بَر

ََحاَو

ۡ َ ۡ

ۡٱ

َ

َُه܆ُܱ َََِهيِخ

َ

أَ ِس

ۡ

أَِܱبَََܰخ

َ

أَو

َ ۥَ

َ َلاَقَِۚهۡ

ََِإ

ََݚۡبٱ

َ

َ ܅نِإَ܅م

ُ

أ

ََمۡوَقۡلٱ

َ

َِِوُفَع ۡضَتۡسٱ

ََوَ

َْاوُل ََ

ََ َِِ ۡتِݙ ۡش

ُتَ َََفَ َِِنوُݖُتۡقَي

ََء اَܯۡع

َ ۡ

ۡٱ

َ

ََعَمَ ِِ

ۡݖَعۡ َََ َََو

َِمۡوَقۡلٱ

َ

ََيِݙِݖٰ ܅ظلٱ

َ

٠

َ

َ

“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”. (QS. Al-A’raf [7]: 150).3

Masalah yang berkaitan dengan emosi ini tidak hanya terjadi pada mereka yang sudah dewasa, anak-anak hingga remaja juga bisa mengalaminya. Menurut Mappiare, masa remaja berlangsung sejak umur 12/13 tahun sampai dengan usia 17/18 tahun sebagai masa remaja awal, sedangkan usia 17/18 tahun hingga usia 21/22 tahun sebagai masa remaja akhir.

3 Tim Syaamil Al-Qur’an, Syaamil Al-Qur’an Terjemah Per Kata, (Bandung: Sygma


(11)

Secara psikologis, Piaget mengatakan bahwa remaja adalah suatu usia dimana seorang individu menjadi terintegrasi dengan masyarakat dewasa. Pada masa ini, seorang anak merasa bahwa dirinya tidak berada di bawah tingkatan orang yang lebih tua darinya, melainkan sama atau paling tidak sejajar. Remaja menjadi masa tanpa tempat yang jelas. Seorang remaja bukan lagi anak-anak, namun bukan juga orang dewasa. Oleh karena itu, seringkali masa remaja dikenal sebagai masa pencarian jati diri, dimana individu terus berkembang baik fisik, mental, dan emosional.4

Problema masa remaja ini juga dapat terjadi dimana pun, kapan pun dan terjadi pada siapa pun. Begitu pula pada siswa-siswi di Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng, Bogor, dimana ada kemungkinan terjadi pertikaian antar siswa baik itu dalam kelas yang sama ataupun dalam kelas yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Al-Mukhlishin, dimana terdapat siswa yang mukim di pondok pesantren, juga siswa yang setiap harinya pergi-pulang ke sekolah yang sama. Perbedaan tersebut memungkinkan adanya kelompok-kelompok antar siswa.5

Meskipun demikian, permasalahan yang bersifat emosional ini dianggap lumrah terjadi di kalangan anak-anak yang sedang beralih ke masa remaja, dimana mereka masih dalam proses mengenali diri mereka sendiri. Dalam menghadapi masalah seperti ini, terkadang siswa menunjukkan sikap

4 Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik,

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 9

5 Lihat Lampiran 2, Hasil Wawancara dengan Bapak Iwan Sarwani (Guru IPA Kelas VIII),


(12)

penolakan terhadap gurunya. Apabila terjadi masalah dengan teman-temannya, biasanya mereka menjauh. Hal ini ditandai dengan tempat duduk berjauhan, yang biasanya saling menyapa menjadi saling mendiamkan, atau menunjukkan emosinya di sosial media. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan tempat untuk berbagi atau mencurahkan isi hati kepada orang yang bisa dipercaya, khususnya di lingkungan sekolah. Kebanyakan dari siswi tentunya bisa saja menceritakan masalahnya kepada ibu guru atau guru yang disenanginya, namun bagi siswa masih jarang sekali yang mau terbuka kepada guru ataupun orang lain.6

Selain itu, siswa-siswi di Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin belum sepenuhnya mengerti dan mengikuti program layanan konseling individu yang diadakan guru bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, sedikit sekali siswa maupun siswi yang dengan kesadaran tinggi untuk berbagi masalahnya dengan guru bimbingan dan konseling, baik itu masalah dengan teman-temannya, dengan guru, orang tua ataupun masalah pribadi.7

Di zaman yang serba modern ini, dimana teknologi semakin canggih, banyak kita temukan fenomena yang disebutkan oleh reporter teknologi New York Times, Matt Ritchell sebagai “invasi layar”. Dalam fenomena ini orang -orang baik anak-anak, remaja maupun dewasa lebih banyak membenamkan diri pada teknologi seperti handphone dan internet, serta mengabaikan dunia sekitar. Keterlibatan kita bersama orang sekitar menjadi berkurang. Perhatian

6 Lihat Lampiran 2, Hasil Wawancara dengan Ibu Nina Yulyana, S.Pd.I (Wali Kelas VIII)

pada tanggal 20 Mei 2017 di Ruang Guru MTs. Al-Mukhlishin

7 Lihat Lampiran 2, Hasil Wawancara dengan Bapak Mustopa (Waka-Bid Humas dan Guru


(13)

kita teralihkan. Dengan demikian kita semakin merasakan dorongan yang kuat, namun tidak diimbangi dengan kepuasan yang biasanya tercapai setelah melakukan hal produktif. Hal ini bukannya menjadikan kita rileks, sikap seperti ini dapat menimbulkan kegelisahan, keterasingan, dan stress jika dilakukan dalam jangka waktu yang panjang.8

Di sisi lain, gambar merupakan bahasa universal yang telah ada dan berkembang sebelum masa ditemukannya tulisan. Pada masa prasejarah manusia primitif telah menggunakan gambar sebagai bahasa rupa. Hal ini dibuktikan dengan adanya lukisan-lukisan di dinding goa. Pada gambar-gambar tersebut biasanya memiliki kesamaan tema yang pada umumnya mengenai kehidupan manusia sehari-hari pada zaman itu.

Seiring perkembangan zaman, menggambar juga mengalami

perkembangan. Tiap suku memiliki gaya tersendiri dalam menggambar, dimana gambar-gambar tersebut memiliki makna dan filosofi yang dianggap sakral. Namun dewasa ini, menggambar sudah beralih fungsi dan makna. Saat ini menggambar sudah menjadi keilmuan yang memiliki banyak cabang menurut fungsinya, tidak terkecuali yang berhubungan dengan bidang ilmu psikologi.9

Dewasa ini, menggambar menjadi salah satu tren cara untuk mengekspresikan perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Baik seniman lukis, komikus dan profesi sejenisnya terbiasa menyalurkan

8 Suni Brown, The Doodle Revolution Kekuatan Rahasia Untuk Berpikir Secara Berbeda,

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2016), hal. 32

9 Veri Apriyanto, Cara Mudah Mengggambar dengan Pensil, (Depok: Kawan Pustaka,


(14)

emosi positif atau negatif melalui goresan-goresan pensil pada kertas, atau cat pada kanvas. Dikutip dari intisari-online.com, Jason Abrams, seorang seorang akuntan manajer di salah satu perusahaan Public Relation ternama di New York. Kecemasan tinggi akan jadwal yang super padat dan tugas-tugas penuh deadline membuat Jason membutuhkan sesuatu untuk menangani stresnya. Delapan tahun lalu, ia menggunakan buku mewarnai sebagai terapi untuk menenangkan diri.

Tidak semua orang mampu menjadi pelukis hebat (dalam konteks menjadi seniman berbakat), tapi semua orang entah ketika kanak-kanak atau saat berada di bangku sekolah, pasti pernah menggambar, mewarnai, atau mencorat-coret sesuatu. Maka dari itu, semua orang bisa menggunakan cara yang positif untuk mengungkapkan tekanan-tekanan dalam dirinya, yakni dengan menggambar.

Berdasarkan dua hal di atas, peneliti memahami bahwa melalui menggambar kita dapat mengurangi emosi negatif yang terpendam, atau secara tidak langsung, emosi negatif dapat disalurkan dengan cara menggambar, begitu pula emosi negatif pada remaja yang dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Efektivitas Konseling dengan Terapi Menggambar dalam Mengurangi Emosi Negatif Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor”.


(15)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah konseling dengan terapi menggambar efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui keefektifan konseling dengan terapi menggambar dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta bahan pertimbangan, khususnya bagi konselor dan umunya tenaga pendidik dalam memberikan pendidikan kepada siswa-siswi di sekolah.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi siswa-siswi yang merasa sulit untuk mengatur emosi negatifnya.

c. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih berupa pemikiran kepada guru BK dan konselor di sekolah dalam menjalankan praktik konseling dengan menggunakan kegiatan


(16)

menggambar sebagai salah satu upaya dalam mengurangi emosi negatif siswa-siswi.

2. Manfaat Teoritis

a. Dengan dilakukannya penelitian ini, maka diharapkan dapat

memberikan wawasan keilmuan, pemikiran serta tambahan

pengetahuan yang berkaitan dengan penggunaan kegiatan menggambar dalam mengurangi emosi negatif siswa-siswi.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan referensi pada penelitian yang sejenis di masa mendatang.

E. Kerangka Teori dan Hipotesis

1. Kerangka Teori

Adanya kerangka teori dalam sebuah penelitian dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan dalam penelitian termasuk variabel-variabel permasalahan yang akan diteliti.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan dan untuk menjaga agar tidak terjadi penafsiran yang bermacam-macam dan pemahaman yang menyimpang, maka selanjutnya peneliti membatasi masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya dalam ruang lingkup rumusan masalah berikut:

a. Ada tidaknya efektivitas bimbingan konseling dengan menggunakan terapi menggambar.


(17)

b. Sejauh mana taraf signifikansi konseling dengan terapi menggambar terhadap berkurangnya emosi negatif pada siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.

2. Hipotesis

a. Hipotesis Penelitian/Kerja (Ha)

Konseling dengan terapi menggambar efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.

b. Hipotesis Nol (Ho)

Konseling dengan terapi menggambar tidak efektif dalam mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis desain penelitian eksperimen murni (true experimental design). Desain penelitian ini disebut dengan true experimental design karena peneliti dapat mengontrol variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Sehingga validitas internal (kualitas rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi.

Bentuk desain penelitian ini adalah pretest-posttest control group design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random. Kelompok pertama disebut kelompok eksperimen yang


(18)

merupakan subjek penelitian dimana anggotanya diberikan treatment. sedangkan kelompok kedua yang juga dipilih secara acak, namun setara dengan kelompok eksperimen, yakni kelompok yang tidak diberi treatment disebut kelompok kontrol. Kedua kelompok ini diberikan pretest dan posttest namun hanya satu kelompok yang diberikan treatment yaitu kelompok eksperimen.10

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

a. Populasi

Populasi merupakan suatu wilayah yang terdiri dari obyek atau subyek secara menyeluruh, yang memiliki kuantitas dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk ditarik kesimpulan. Populasi menggambarkan berbagai karakteristik subjek penelitian untuk kemudian menentukan pengambilan sampel.11 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka populasi subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi dalam penelitian. Untuk mendapatkan kesimpulan pada populasi maka perlu mempelajari sampel. Kesimpulan pada sampel berlaku secara menyeluruh pada populasi. Oleh karena itu,

10 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2015), hal. 112-113

11 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,


(19)

sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar dapat mewakili keseluruhan populasi.12

Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti mengambil sampel sebanyak 30 orang untuk kelompok eksperimen dan 30 orang untuk kelompok kontrol dari keseluruhan populasi kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor sebanyak 77 orang.

c. Teknik Sampling

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik sampling purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampling purposive ini termasuk dalam nonprobability sampling dimana dalam pengambilan sampling tidak diberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.13 Pengambilan sampel dilakukan secara merata atau seimbang dari setiap kelas yang menjadi subyek penelitian.

3. Variabel dan Indikator Penelitian

a. Variabel Penelitian

Menurut Y. W Best yang disunting oleh Sanpiah Faisal dalam (Hadi, Amirul dan Haryono, 1998: 204-205) variabel penelitian adalah kondisi-kondisi atau serenteristik-serenteristik yang oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol atau diobservasi dalam satu penelitian.

12 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

hal. 118

13 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,


(20)

Variabel dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu variabel bebas atau variabel independen (x) dan variabel terikat atau variabel dependen (y). Variabel bebas adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena diobservasi. Sedangkan variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah atau muncul ketika peneliti mengintroduksi, mengubah atau mengganti variabel bebas. Dengan demikian, kedua variable dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Variabel bebas (x) : Konseling dengan Terapi Menggambar 2) Variabel terikat (y) : Emosi Negatif

b. Indikator Penelitian

Dalam hal ini, indikator penelitian ditentukan sesuai dengan sub variabel atau aspek dari variabel terikat. Selanjutnya, peneliti menentukan sub variabel dari emosi negatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Untuk emosi marah, peneliti menggunakan karakteristik kemarahan oleh W. Robert Nay yaitu, (a) pasif-agresi, (b) sarkasme, (c) kemarahan dingin, (d) permusuhan, dan (e) agresif.14

Sementara itu untuk emosi sedih, sub variabel diambil dari gabungan beberapa teori yakni Gohm dan Clore yaitu (a) kejelasan, (b)

14 W. Robert Nay, Mengelola Kemarahan; Terapi Menangani Konflik, Melanggengkan

Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), hal. 69


(21)

ekspresi,15 ditambah dengan mengambil kriteria yang disebutkan Robert E. Lane yakni (c) respons fisiologis.16

Untuk emosi takut, peneliti mengambil pendapat Darwis Hude yakni (a) perubahan tingkah laku, dan (b) respon fisiologis. Sedangkan untuk emosi malu, sub variabelnya adalah (a) ekspresi wajah dan (b) tingkah laku. Selanjutnya peneliti menentukan indikator penelitian sesuai dengan sub variabel dari emosi negatif, sebagai berikut:

Tabel 1.1 Indikator Penelitian

No Sub Variabel/ Aspek Indikator

1

Marah

Pasif-Agresi Menahan pujian atau

kepedulian

Melanggar komitmen Membuat orang kesal

2 Sarkasme Melontarkan sindiran atau

“banyolan” yang menyakitkan Mengeraskan suara

Bersikap menjengkelkan

3 Kemarahan

dingin

Menjauhkan diri dari orang lain selama beberapa waktu Menjaga jarak

Menolak untuk menunjukkan masalah

Menghindari pembicaraan emosional

4 Permusuhan Menunjukkan perasaan

bergejolak

Meninggikan volume suara lebih tertekan

Tergesa-gesa seprti diburu waktu

Menunjukkan kekesalan secara jelas

5 Agresif Menghina, sumpah serapah,

menuduh orang lain dengan

15 Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi; Sebuah Panduan Cerdas

Bagaimana Mengelola Emosi dalam Hidup Anda, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),hal. 17-18

16 Qomaruzzaman Awwab, Laa Tahzan for Teens; Menjadi Remaja Bebabs Stres ‘n Selalu


(22)

suara tinggi

Memiliki keinginan untuk menyakiti orang lain Menumpahkan kemarahan dengan tindakan mendorong atau memukul

6 Sedih Kejelasan Tidak memahami penyebab

kesedihan

Mencemaskan masalah Diam dan atau merenung Menolak bercerita Menceritakan kesedihan

7 Perubahan

tingkah laku

Menghindari keramaian Wajah muram

Menangis tiba-tiba

Enggan melakukan kegiatan Menangis tersedu-sedu/histeris Pengambilan keputusan

8 Fisiologis Degup jantung

Tenggorokan kering Nafsu makan hilang Sulit tidur (insomnia)

9 Takut Perubahan

tingkah laku Terkejut Melarikan diri Mendadak diam Berteriak histeris Menutup telinga Menghindar Enggan mencoba

10 Fisiologis Sakit kepala

Keringat dingin

Jantung berdebar-debar Pucat

Lemas

Nyeri lambung

11 Malu Ekspresi Wajah Pipi merah

Pendiam

Menghindari pandangan orang Minder

Menghindari keramaian Gugup gemetar


(23)

4. Definisi Operasional

Definisis operasional diperlukan dalam penelitian, untuk menghindari pemahaman yang keliru dalam menafsirkan maksud dan tujuan penelitian beserrta permasalahan yang dibahas. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel sesuai dengan judulnya, maka definisi operasioanl dari kedua variabel adalah sebagai berikut:

a. Konseling

Konseling merupakan hubungan profesional antara konselor dengan klien. Hubungan ini dapat bersifat individu ataupun melibatkan lebih banyak orang. Konseling didesain untuk menolong klien mencapai tujuan tertentu. Rogers mendefinisikan konseling sebagai hubungan yang membantu, dalam artian menyediakan keterampilan yang dapat membuat individu dapat membantu dirinya sendiri.17

b. Terapi Menggambar

Menggambar merupakan salah satu teknik dalam terapi seni. Melalui terapi menggambar, dua buah disiplin ilmu (psikologi dan seni) bergabung menjadi sebuah terapi yang apik. Gambar-gambar yang tercipta dari seseorang yang mengalami tekanan dalam dirinya memiliki interpretasi tersendiri. Dengan menggambar, tidak hanya seniman tapi juga individu pada umumnya mampu mengekspresikan isi hatinya.


(24)

c. Emosi Negatif

Daniel Goleman memberikan definis emosi dengan merujuk pada makna harfiah yang diambil dari Oxford English Dictionary, dimana emosi memiliki makna sebagai setiap pergolakan pikiran, perasaan, keadaan mental yang meluap-luap.18 Emosi negatif adalah keadaan dalam diri seseorang yang tidak menyenangkan, sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain.19

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan alat yang digunakan.

Ada berbagai macam teknik pengumpulan data yang bisa dipakai dalam suatu penelitian pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Ada perbedaan yang signifian antara teknik yang dipakai dalam penelitian pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Khusus untuk penelitian dengan pendekatan kuantitatif, teknik yang dipakai dan menghasilkan instrumen penelitian harus sudah ditentukan di awal sebelum melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dokumentasi, dan kuesioner (angket).

18 Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik,

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal. 62

19Risa Yuliani, “Emosi Negatif Siswa Kelas XI SMAN 1 Sungai Ilmu”, Konselor, Jurnal


(25)

a. Angket

kuesioner (angket) adalah teknik pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis yang akan dijawab oleh subyek penelitian.20 Dalam penelitian ini, angket yang digunakan dalam bentuk skala psikologi untuk mengukur variabel terikat (dependen) yaitu skala angket emosi negatif karena emosi negatif menjadi variabel terikat dalam penelitian ini.

Skala angket emosi negatif disusun berdasarkan alternatif jawaban dengan metode skala psikologi yaitu metode yang digunakan untuk mengukur perilaku dengan menyatakan sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang suatu objek sosial.21 Skala angket ini terdiri dari empat alternatif jawaban subyek penelitian, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Angket disebarkan kepada semua anggota kelompok eksperimen dan kontrol dua kali penyebaran, yaitu saat pretest dan posttest.

b. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan subyek penelitian, serta pihak lain yang terkait seperti guru bimbingan dan konseling, Wali kelas VIII, guru mata pelajaran dan lain-lain. Wawancara dilakukan

20 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

hal. 199

21 Saifuddin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.


(26)

untuk mendapatkan data secara langsung dari sumber-sumber terkait agar mendapat data yang valid.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dapat peneliti peroleh dari dari pihak-pihak sekolah terkait, seperti kepala sekolah untuk memperoleh data tentang sejarah dan perkembangan sekolah, dan tata usaha untuk memperoleh data-data sarana dan prasarana sekolah, keadaan siswa dan guru serta masalah-masalah yang berhubungan dengan administrasi sekolah yaitu berupa arsip dan lain-lain bisa didapatkan di kesekretariatan Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin.

6. Teknik Analisia Data

Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menguraikan keterangan atau data-data yang diperoleh agar dapat dipahami. Data yang diperoleh dari hasil angket, selanjutnya diolah dengan menggunakan rumus statistik deskriptif seperti menghitung mean (nilai rata-rata), median, modus, mencari deviasi standar (simpangan baku), dan lain-lain.22

Setelah data diolah dengan rumus statistik deskriptif, selanjutnya data diolah dengan rumus statistik inferensi untuk menguji hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini melalui perbandingan dari hasil dua kali analisis. Analisis pertama adalah menguji perbedaan emosi negatif awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu dari

22 Singgih Santoso, Menguasai Statisktik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS,


(27)

hasil pretest dengan menggunakan rumus t-test untuk sampel terpisah (independent samples t-test). Rumusnya adalah sebagai berikut:23

t = M − M

√ ∑ xn + n − 2 + ∑ x2 n + n Keterangan:

Ma dan Mb = mean kelompok a dan b

xa dan xb = deviasi kelompok a dan b

na dan na = jumlah subyek kelompok a dan b

Analisis kedua adalah untuk menguji hipotesis yang diajukan. Teknik analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah memakai rumus yang sama seperti rumus diatas.

G. Sistematika Pembahasan

1. BAB I PENDAHULUAN: berisi tentang pengantar bagi pembaca untuk dapat memahami latar belakang permasalahan dalam penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA: berisi tentang tinjauan pustaka dari objek penelitian yang dikaji yakni mengenai efektivitas terapi menggambar dalam mengurangi emosi negatif siswa dari segi kajian teoritiknya, hasil penelitian terdahulu yang relevan, serta hipotesis penelitian.


(28)

3. BAB III PANYAJIAN DATA: bab ini berisi tentang deskripsi umum obyek penelitian, deskripsi hasil penelitian, serta pengujian hipotesis melalui data yang telah didapatkan.

4. BAB IV ANALISIS DATA: dalam bab ini diterangkan tentang

argumentasi teoritis terhadap hasil pengujian hipotesis disertai dengan memberikan alasan diterima atau ditolaknya hipotesis, dilengkapi dengan analisis statistik deskriptif, uji normalitas, dan uji hipotesis

5. BAB V PENUTUP: bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian serta saran dari peneliti kepada pembaca dan berbagai pihak lainnya.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Konseling 1. Pengertian Konseling

Konseling diambil dari bahasa latin “Counselium” yang memiliki arti “bicara bersama-sama” atau dalam hal lain berarti pembicaraan antara konselor dengan seseorang atau beberapa klien. Rogers berpandangan bahwa konseling adalah hubungan konselor dan klien dengan tujuan untuk melakukan perubahan pada diri klien.24

Menurut The American Psychology Association, Division of Counseling Psychology, Committe on Definition, mendefinisikan konseling sebagai “sebuah roses membantu individu untuk mengatasi maslah -masalahnya dalam perkembangan dan membantu mencapai perkembangan yang optimal dengan menggunakan sumber-sumber dirinya”.

Dari definisi di atas dapat dililhat bahwa konseling memiliki berbagai variasi makna. Burks dan Stefflre menekankan pada ide hubungan profesional dan pentungnya tujuan self-detemination. Sedangkan Rogers dan Cavanagh berpendapat bahwa konseling merupakan hubungan yang membantu, dimana di dalamnya mengandung proses yang harus dibangun


(30)

oleh konselor dan konseli, serta melibatkan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan konseling.25

2. Konseling Person-Centered Therapy

Konseling person-centered therapy (PCT) atau biasa disebut psikoterapi Rogerian pertama kali dikembangkan oleh Dr. Carl Ransom Rogers yang pada awalnya disebut dengan Client-Centered yakni sebuah terapi bicara non-direktif pada 11 Desember 1940. Dalam PCT, proses konseling bersifat nondirektif drngan pendekatan empati dan bertujuan untuk memberdayakan dan memotivasi klien dalam prosesnya. PCT menerima setiap individu sebagai pribadi dengan kapasitas dan keinginan untuk bertumbuh dan berubah. Rogers menamakan dorongan alamiah ini sebagai aktualisasi diri.26

Rogers seringkali mempertanyakan validitas keyakinan bahwa dalam proses konseling, konselor dianggap sebagai orang yang paling mengetahui. Dalam pandangan Rogers manusia pada dasarnya dapat dipercaya dan memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri dan mengatasi masalahnya tanpa intervensi langsung dari konselor.

Pendekatan PCT meyakini bahwa manusia pada dasarnya baik. Menurut PCT manusia adalah insan yang rasional, makhluk sosial, realistis dan berkembang. Manusaia memiliki perasaan negatif dan emosi anti-sosial

25 Gantina Komalasari dkk., Teori dan Teknik Konseling, hal. 10

26 Adi W. Gunawan, Client-Centered Therapy Rogers dan Client-Centered Hypnotherapy

AWGI, 2016, (http://www.adiwgunawan.com/articles/client-centered-therapy-rogers-dan-client-centered-hypnotherapy-awgi diakses pada tanggal 22 Juli 2017)


(31)

merupakan hasil dari kefrustasian atas tidak terpenuhinya impuls-impuls yang berhubungan dengan hirarki kebutuhan Maslow.27

Rogers tidak mengemukakan teorinya sebagai suatu pendekatan yang terapi yang tetap dan tuntas. Ia mengharapkan orang lain akan memandang teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan perkembangan prosees terapi, dan bukan sebagai suatu dogma.28

Di era selanjutnya, person-centered therapy inilah yang menggambarkan dasar pilosofis dari expressive art therapy yang dikembangkan oleh anak dari Carl Rogers, Natalie Rogers. Natalie mengatakan “client-centered therapy atau person-centerd therapy yang dikembangkan oleh ayahku, Carl Rogers, menekankan peran konselor yang empati, terbuka, jujur, kongruen, dan peduli dengan apa yang didengarnya secara mendalam, dan memfasilitasi perkembangan individu atau kelompok. Filosofi ini menggabungkan kepercayaan bahwa masing-masing individu memiliki harga diri, martabat dan kapasitas untuk mencapai self-direction.

Sikap empati dan penerimaan memberikan seseorang kesempatan untuk memperkuat dirinya dan menjelajahi potensi uniknya. Aftmosfir dari pengertian dan penerimaan ini juga akan memberikan cukup rasa aman pada

27 Gantina Komalasari dkk, Teori dan teknik Konseling, hal. 262

28 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Refika


(32)

konselor dan klien untuk mencoba expressive art sebagai jalan menuju kesempurnaan.29

B. Tinjauan Tentang Terapi Menggambar 1. Pengertian Menggambar

Menggambar adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan rileks dan menyenangkan dalam mengekspresikan perasaan, pikiran, kreativitas, dan keunikan seseorang. Menggambar merupakan cara meluapkan isi hati dan pikiran baik positif maupun negatif mengenai diri sendiri, keluarga maupun dunia. Ketika imajinasi dan kreativitas yang kita buat dinilai oleh orang lain, rasa menghargai diri akan berkembang.

Pada dasarnya menggambar adalah keterampilan yang bisa dipelajari oleh setiap orang, terutama bagi yang memiliki minat. Menggambar adalah sebuah proses kreasi yang harus dilakukan secara intensif dan terus-menerus. Menggambar merupakan suatu cara pengeksplorasian teknik dan gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan dapat dijadikan sarana untuk aktualisasi diri. Hal ini dikarenakan selain memiliki fungsi praktis, menggambar juga memiliki fungsi sebagai terapi psikologis.30

Menggambar juga dapat dijadikan sebagai terapi alternatif atau komplementer untuk mengatasi kecemasan. Contohnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Dyah Utari dari fakultas kedokteran Universitas Brawijaya. Dyah menggunakan terapi menggambar untuk mengatasi

29 Natalie Rogers, The Path to Wholeness: Person-Centered Expressive Art Therapy, 2005,

(http://www.psychoterapy.net/article/expressive-art-therapy diakses pada tanggal 22 Juli 2017)


(33)

kecemasan anak yang akan dikhitan. Menggambar merupakan media yang paling ekspresif, yang secara langsung dapat mengekspresikan gagasan dari dalam diri seorang anak.31

Menggambar merupakan kegiatan paling sederhana. Kapanpun pensil dan kertas tersedia, anak akan menggambar secara otomatis. Menggambar dapat dikatakan sebagai terapeutic play karena dalam menggambar anak dapat mengekspresikan perasaannya. Apa yang anak pikirkan dapat dilihat dari apa yang digambarnya.32

2. Gambar Sebagai Diagnosa

Pada dasarnya manusia memiliki kecerdasan visual. Sebagian besar orang yang dapat melihat dapat mengidentifikasi dan mengenali informasi visual. Sebagai contoh ketika seorang teman mengatakan “Awas ada ular!” secara refleks kita akan menghindar karena otak kita memvisualisasikan betapa menakutkannya seekor ular. Namun tetap saja kemampuan kita dalam menginterpretasi informasi visual masih kurang mengesankan.

Lebih lanjut lagi kita telah gagal total dalam mengomunikasikan sesuatu menggunakan bahasa visual. Saat ini penggunaan bahas visual telah sangat rusak. Anak-anak dapat mengekspresikan gagasan unik mereka menggunakan bahasa visual yakni melalui coretan dan gambar dengan mudahnya. Namun tanpa disengaja kemampuan tersebut hilang dan berganti

31Dyah Utari, “Pengaruh Menggambar sebagai Terapi Bermain Terhadap penurunan Tingkat

Kecemasan pada Anak yang akan Menjalani Prosedur Khitan” Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol 2 No.

4 (Oktober, 2007), hal. 98

32 Nancy Beal & Gloria Bley Miller, Rahasia Mengajarkan Seni pada Anak di Sekolah dan


(34)

dengan bahasa angka dan kata. Seiring perkembangan menjadi dewasa, orang dewasa cenderung mengatakan bahwa mereka tidak bisa menggambar. Melihat fenomena ini penggunaan bahasa visual yang mengandung banyak makna semakin berkurang.33

Dalam kaitannya pada aspek penyembuhan, seni memiliki peranan penting dimana apa yang tidak mampu diutarakan dengan kata-kata atau bahasa verbal, dapat dikomunikasikan dengan bahasa rupa atau bahasa visual. Dengan demikian apa yang selama ini sulit untuk diungkapkan dapat terkatakan.

Margaret Naumburg menilai bahwa terapi seni dapat diibaratkan sebagai “pembicaraan simbolik”. Dalam artian, melalui media karya seni, kata-kata serumit dan sekompleks apapun dapat tersalurkan melalui kegiatan menggambar atau melukis. Pendekatan ini seringkali disebut “Art Psychoterapy”.34

3. Langkah-Langkah Terapi Menggambar

Setelah memahami bahwa menggambar memiliki makna tersendiri dalam kaitannya dengan emosi, berikutnya akan dibahas mengenai langkah-langkah terapi menggambar. Namun sebelum itu, perlu kiranya diadakan pembahasan tentang beberapa contoh terapi yang menggunakan gambar sebagai media, sebagai berikut.

33 Sunni Brown, The Doodle Revolution, Kekuatan untuk Berpikir Secara Berbeda, hal. 5 34Sarie Rahma Anoviyanti, “Terapi Seni Melukis Pada Pasien Penderita Skizofrenia dan Ketergantungan Narkoba”, Jurnal Psikologi, Vol 2 No 1 (2008), hal. 78


(35)

a. Tes Davido-CHaD

Tes Davido-CHad merupakan sebuah teknik proyektif gagasan Dr. Roseline Davido yang bertujuan untuk memunculkan segala sesuatu yang tersembunyi di alam bawah sadar, khususnya hal-hal yang dialami di masa kanak-kanak. Dalam tes menggambar ini, dibutuhkan empat jenis gambar yang dapat diinterpretasi maknanya. Dari gambar tersebut kita dapat menggali kepribadian anak dan masalah afektifnya. Tes Davido-CHad akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai masalah-masalah yang tidak dapat diungkapkan di dalam sebuah gambar seorang anak (atau orang dewasa).35

b. Art Therapy

Terapi ini merupakan terapi seni yang digagas oleh Susan Buchalter (2002). Dalam teknik ini terdapat banyak komponen menggambar. Namun yang lebih ditekankan adalah warming ups, mindfulness, dan drawing.

c. Terapi Marah dengan Menggambar

Terapi ini menggunakan gabungan aktivitas menggambar dengan hipnosis. Dalam teknik ini, peserta terapi akan dibuat senyaman mungkin dengan hipnosis. Kemudian menggali kemarahan terpendam pada diri sesorang untuk digambar menjadi sebuah pohon kemarahan. Di akhir sesi terapi, gambar yang telah dibuat akan dihancurkan oleh

35 Roseline Davido, Mengenal Anak Melalui Gambar, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012),


(36)

peserta terapi sebagai cara menghilangkan marah. Setelah semua sesi selesai, peserta terapi diajak melakukan meditasi penutup.36

Melihat dari tiga macam model terapi di atas, peneliti memilih menggunakan langkah-langkah terapi menggambar yang digunakan oleh Susan Buchalter.

a. Warming-Up

Warming-up atau pemanasan bisa dianggap sebagai “peregangan mental”. Dalam tahapan ini biasanya dibutuhkan durasi waktu sekitar lima hingga sepuluh menit untuk membantu agar responden terbiasa dengan menggambar dan mengekspresikan kreativitas mereka. Pemanasan ini relatif sederhana dan hampir menjamin hasil yang baik, yakni mengangkat harga diri dan membuat responden nyaman untuk melanjutkan kreasinya.

Tahap ini menyampaikan pesan bahwa dalam terapi seni tidak ada salahnya hanya menggambar satu gambar saja. Yang terpenting adalah ekspresi pemikiran dan perasaan. Fungsi lain dari pemanasan ini adalah membuat responden merasa nyaman, mengambil nafas dan menyapa satu sama lain. Dalam sesi ini tidak perlu diperkenalkan keseluruhan terapi, tetapi memberikan transisi yang mudah dan menyenangkan sebelum memasuki tahap selanjutnya.37

36 Edy Pekalongan, Terapi Marah dengan Menggambar; untuk Menghapus Marah yang

Terpendam dan Menanam Benih Kesabaran, (Pekalongan: 2007), hal. 28

37 Susan I. Buchalter, Art Therapy Techniques and Applications, (London: Jessica Kingsley


(37)

b. Mindfulness

Mindfulness merupakan tahapan yang penting dalam terapi, karena tahapan ini membiarkan responden merasakan pengalaman selama beberapa saat. Hal ini memberikan rasa damai dan ketenangan serta cara membersihkan pikiran buruk, kecemasan dan stress mereka, meskipun hanya sebentar. Anggota kelompok didorong untuk memusatkan perhatian penuh mereka pada apa yang mereka alami dan membiarkan pikiran terbuka mereka mengalir dengan baik. Responden didukung untuk mengakui keunikan mereka, dan menggunakan perasaan mereka untuk memperoleh sebanyak mungkin pengalaman yang keluar.

Tujuan yang penting adalah berfokus pada cara memahami kebahagiaan seseorang “disini dan sekarang” sebanyak mungkin. Hal ini akan mengurangi stress dan membuka mata responden untuk melihat apa yang mereka miliki, seperti cinta dari keluarga, musik, seni serta alam yang memberikan keindahannya.38

c. Drawing

Drawing (menggambar) memberikan responden kesempatan untuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan, keresahan, masalah, keinginan, harapan dan mimpi mereka dengan cara yang tidak membahayakan. Hal ini berguna sebagai sarana untuk mengungkapkan ketidaksadaran sebaik kesadaran dan keyakinan. Ekspresi yang kreatif


(38)

memberikan individu kesempatan untuk menunjukkan bagian luar dan dalam pada dirinya, dilihat dari cara yang ia pilih. Tidak ada penilaian baik atau buruk tentang caranya menggambar. Mereka boleh menggunakan stick figure, garis, bentuk, warna, abstrak ataupun realis, untuk melukiskan pikiran mereka. Responden dapat menentukan alat apa yang hendak ia gunakan untuk menggambar. Terkadang mereka diminta untuk membuat kelompok secara spontan, kemudian mereka diminta untuk menggambar apapun yang terlintas dalam pikiran mereka saat itu juga, atau sesuatu yang berhubungan dengan apa yang terjadi selama berada dalam kelompoknya.

Memberikan waktu untuk mendiskusikan karya seni mereka selama sesi menggambar memberikan klien kesempatan untuk mengobservasi, menganalisa, serta merepresentasikan ilustrasi yang mereka buat. Cara ini dapat memberikan interaksi dalam kelompok serta umpan balik bagi mereka. Anggota kelompok bisa menggambarkan simbol yang telah digambar, dan pemikiran yang mungkin disampaikan jika tidak bisa disampaikan secara verbal.39

C. Tinjauan Tentang Emosi Negatif 1. Pengertian Emosi Negatif

Kata emosi berasal dari bahasa Prancis emotion yang berasal dari kata emonvoir yang artinya kegembiraan. Emosi juga berasal dari bahasa Latin


(39)

emovere, dengan e (eks) yang berarti “luar”, dan movere yang artinya “bergerak”.40

JP Du Prezz mendefinisikan emosi sebagai suatu reaksi tubuh terhadap situasi tertentu. Sifat dan intensitasnya berkaitan erat dengan proses kognitif manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi merupakan hasil dari reaksi kognitif terhadap situasi yang spesifik.41

Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan-perubahan perilaku. Plutchick, (1987) mendefinisikan emosi dasar negatif adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang dirasakan kurang menyenangkan sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam berhubungan dengan orang lain.42

Secara fisiologis, emosi terletak di dalam otak tepatnya pada satu bagian dalam sistem limbik yaitu otak kecil di atas tulang belakang, atau di bawah tulang tengkorak. Sistem limbik ini bertugas sebagai pengontrol emosi, seksualitas, dan pusat-pusat kenikmatan, yang merupakan hal penting dalam proses perkembangan. Oleh sebab itu, kemampuan seseorang

40As’adi Muhammad, Cara Kerja Emosi dan Pikiran Manusia, (Yogyakarta: Diva Press,

2011), hal. 12

41 Coky Aditya Z., Berbagai Terapi Jitu Atasi Emosi Sehari-Hari, (Yogyakarta: Flashbook,

2015), hal. 10

42 Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik,


(40)

dalam mengatur dan mengendalikan emosi berperan penting dalam keberhasilan hidupnya.43

2. Emosi Negatif dalam Islam

Banyak tokoh keilmuan Islam yang membahas perihal emosi. Pada umumnya mereka membahasnya sebagai cinta, marah, sedih, dan semacamnya. Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh yang sering memperbincangkan masalah emosi. Teorinya tentang nafs dia pecahkan menjadi nafs muthmainnah, lawwamah, dan ammarah.

Proses penciptaan manusia menurut Al-Ghazali melalui tiga hal yaitu: a. Taswiyyah, yaitu aktivitas di dalam penerimaan ruh, yaitu tanah (al-thin) bagi adam dan air mani (al-nuthfat) bagi anak cucunya. Kondisi taswiyah ini bersih dan suci dari segala kotoran.

b. Nafkh, yaitu menyulutnya cahaya pada saraf. Nafkh merupakan citra dan hasil. Citranya seperti mengeluarkan angin dari lambung zat yang meniupkan pada lambung orang yang diberi, sehingga syaraf-syarafnya menyalakan cahaya.

c. Ruh, yaitu substansi yang bukan baru datang (‘aradh), sebab ia mampu mengenali dirinya sendiri dan penciptanya, serta mampu memahami hal-hal yang masuk akal.44

Selain Al-Ghazali, ahli psikologi Islam lainnya seperti Al-Razi, Utsman Najati, Muhammad Izudin Taufik, Hassan Langgulung dan Samith

43As’adi Muhammad, Cara Kerja Emosi dan Pikiran Manusia, hal. 12


(41)

At-tif Al-Zin juga mengatakan bahwa emosi negatif dalam diri manusia juga merupakan perwujudan dari hilangnya keimanan kepada Allah. Perasaan tidak tenang serta emosi negatif yang muncul dikarenakan manusia tidak berusaha mendekatkan diri atau menghubungkan hatinya kepada Allah.

Muhammad Uthman Najati mengatakan bahwa emosi merupakan luapan perasaan seseorang dari dalam hatinya sebagai respon dari suatu keadaan. Keadaan atau peristiwa tersebut menimbulkan emosi seperti takut, marah, kecewa, gembira, suka dan kasih sayang. Oleh sebab itu, emosi negatif diartikan sebagai keadaan seseorang yang terdesak perasaannya akibat pengalaman atau beban di luar kemampuannya untuk mengatasi hal tersebut.45

Tidak ditemukan kosakata yang spesifik yang menyebutkan tentang emosi dalam Al-Qur’an. Namun kita dapat menemukan ayat-ayat yang membahas tentang perilaku manusia dalam kehidupannya yang berhubungan dengan emosi. Ungkapan emosi hanya digambarkan langsung bersama sebuah peristiwa yang terjadi. Beberapa peristiwa emosional digambarkan dalam al-Qur’an meskipun topik utamanya bukanlah tentang emosi.

Dalam kamus Al-Munawwir sendiri tidak dijelaskan secara spesifik. Kata emosi sepadan dengan kata جلخ (penderitaan, perasaan, sentimen),

45Fariza Md. Sham, “Tekanan Emosi Remaja Islam”, Islamiyyat, Vol 27 No 1, (Nopember,


(42)

اعفنا (nafsu, kegirangan), ا ج (perasaan, suara hati), وعش (perabaan, sensasi, persepsi, kesadaran, sensitif, kasih sayang).

Ketika seseorang merasakan emosi, terlihat perubahan emosi yang mengiringinya, baik dirasakan maupun tidak. Ketika takut biasanya jantung bertegup kencang, kaki gemetar, berkeringat dan lain-lain.46 Secara umum Al-Qur’an mengidentifikasi emosi melalui perubahan fisiologis yang terlihat dalam sikap dan tingkah laku. Seperti dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Gambaran Emosi dalam Al-Qur’an

No Perubahan fisiologis Ayat QS

1 Degup jantung م بولق تلج Anfal:2,

Al-Hajj: 35

2 Reaksi kulit ولج ه م عشقت Al-Zumar: 23

3 Reaksi pupil mata اصباا هيف ص شت Ibrahim: 42,

Al-Anbiya: 97

4 Reaksi pernafasan اًقيض ص Al-An’am: 125,

Al-Hijr: 97 5 Wajah hitam pekat atau

merah padam

اوه اً وسم ه ج

ميظك Al-Nahl: 58, Al-Zumar: 60 6 Pandangan tidak

konsentrasi اصباا تغا

Al-Ahzab: 10, Shad: 63 7 Menutup telinga karena

takut

يف م عبأصأ ولعجي قعاوصلا نم م نا اء

و لا ح Al-Baqarah: 19

8 Menggigit ujung jari لماناا م يلع اوضع

ظيغلا نم Ali Imran: 119

9

Reaksi kinesitas,

membolak-balik telapak tangan karena menyesal

هيفك بلقي Al-Kahfi: 92

Salah satu emosi yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an ialah takut. Takut merupakan emosi yang penting dalam hidup manusia. Sebab, takut dapat membantu manusia agar tetap waspada akan bahaya yang


(43)

mengancam. Dalam Al-Qur’an ketakutan tidak hanya tentang dunia melainkan juga tentang akhirat.

ݗُك܅نَݠُݖۡبَ َََو

َݚقكم لء ۡ ََقب

قفۡݠَ

ۡٱ

ۡ

َو

قصݠُ

ۡٱ

ۡ

َݚقكم لܹۡݐَنَو

قلَٰوۡم

َ ۡ

ۡٱ

َو

قُܳفن

َ ۡ

ۡٱ

َو

قتَٰرَݙ܅ثٱ

ق قكشَبَو

َݚيق قِٰ ܅صلٱ

٥

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah [2]: 155).47

Takut adalah sebuah kondisi berupa gangguan yang tajam yang bisa terjadi pada semua individu. Al-Qur’an menggambarkan gangguan tersebut dengan keguncangan hebat yang menghilangkan kemampuan berpikir dan pengendalian diri. Emosi takut dapat dilihat dari banyaknya perubahan fungsi-fungsi fisiologis yang tersumbat, rona wajah, nada suara, dan kondisi fisik.

Biasanya manusia merespon keadaan bahaya yang mengancamnya dengan berlari menjauhkan diri dari bahaya. Hal tersebut digambarkan Al-Qur’an orang-orang kafir dan kaum-kaum terdahulu yang ditimpakan azab karena mereka mendustakan nabi-nabi mereka dan bersikukuh dalam kekafiran.48

Selain takut, marah juga merupakan emosi yang digambarkan dalam Al-Qur’an. Marah membantu manusia dalam menjaga diri. Saat manusia

47 Adul Syakur Mughni, Emosi dalam Perspektif Al-Qur’an, 20014,

(http://studiilmudakwah.blogspot.co.id/2014/02/emosi-dalam-perspektif-al-quran.html/, diakses

pada tanggal 03 April 2017)

48 Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al-Quran; Terapi Qur’ani dalam


(44)

marah, kekuatannya bertambah dalam melakukan pekerjaan berat dan keras. Yang memungkinkannya mampu mempertahankan diri atau menguasai berbagai kendala yang menghadang.

Al-Qur’an telah memperlihatkan gambaran kemarahan dan dampaknya bagi manusia. Tatkala kemarahan Nabi Musa a.s pada kaumnya dikarenakan mereka menyembah patung anak sapi yang terbuat dari emas. Kemudian Musa melemparkan Lauh seraya menarik kepala saudaranya, Harun dengan marah.

ا܅ݙَ َو

قݝقمۡݠَق ٰ

َقإ ٓ ََݠُ َعَجَر

َ

ۦ

َܱۡ

َ

أ ۡݗُتۡݖقجَع

َ

أ ۖ يقܯۡعَب ۢݚقم قِݠُݙُتۡف

َݖَخ اَݙَسۡئقب َلاَق امفقسَأ َݚَٰبۡضَغ

ََۡل

أَو ۖۡݗُكقكبَر

َ

َحاَݠ

ۡ َ ۡ

ۡٱ

ُه܆ُܱ ََ قݝيقخ

َ

أ قس

ۡ

أَܱقب ََܰخ

َ

أَو

ۥ

َلاَق ۚقݝۡ

ََقإ

َݚۡبٱ

܅نقإ ܅م

ُ

أ

َمۡݠَݐۡلٱ

قِݠُفَع ۡضَتۡسٱ

ۡتقݙ ُܸۡت

َََف قَِنݠُݖُتۡݐَي ْاوُلَََو

َ قِ

َء اَܯۡع

َ ۡ

ۡٱ

َعَم قِ

ۡݖَعۡ ََ َََو

قمۡݠَݐۡلٱ

َيقݙقݖٰ ܅ لٱ

٠

“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”.(QS. Al-A’raf [7]: 150).49 Ketika manusia dikuasai marah, kemampuannya dalam berpikir jernih tidak dapat berjalan dengan baik. Terkadang muncul tindakan dan perkataan yang tidak menyenangkan yang kemudian akan disesali setelah kemarahan itu reda. Saat tidak bisa berpikir jernih, emosi memuncak, kita perlu

49 Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al-Quran; Terapi Qur’ani dalam


(45)

menahan diri dari perbuatan yang bisa jadi akan menimbulkan penyesalan sesudahnya. Oleh karena itu, marah perlu dikendalikan.

Selanjutnya adalah sedih. Sedih merupakan emosi yang bertolak belakang dengan senang. Kesedihan dapat terjadi karena banyak hal. Kehilangan seseorang, sesuatu yang berharga, tertimpa bencana, atau gagal dalam suatu urusan. Al-Qur’an menceritakan kesedihan, salah satunya adalah kesedihan Ya’qub saat kehilangan Yusuf.50

Sikap sedih dianggap dapat memadamkan bara harapan, mematikan ruh cita-cita, dan membekukan semangat jiwa. Kesedihan layaknya demam yang melumpuhkan umat Islam. Oleh karena itu kesedihan merupakan hal yang dilarang Allah melalui firman-Nya:

قلاَبقعٰ َي

ُݗُكۡيَݖَع ٌفۡݠَخ

َ

َ

َمۡݠَ

َٱ

ۡ

َنݠُنَܲۡ

َ ۡݗُتن

َ

َ

أ

ََو

َ

٨

“Hai hamba-hambaku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati.” (QS. Al-Zukhruf [43]: 68)

َ

َ

قݝقب اَݜۡع܅تَم اَم ٰ

َقإ َݑۡيَنۡيَع ܅ن܅ܯُݙَت

َ

ۦ

َو ۡݗقݟۡي

َݖَع ۡنَܲۡ ََ َََو ۡݗُݟۡݜقكم امجَٰوۡزَأ

ۡضقفۡخٱ

َݑَحاَݜَج

َيقݜقمۡؤُݙۡݖق

٨

“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Hijr [15]: 88).

Kesedihan diibaratkan seperti sebuah berikade yang tidak mudah untuk dilalui, yang menghalangi setiap gerak manusia menuju kebahagiaan.

50 Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Al-Quran; Terapi Qur’ani dalam


(46)

Bahkan kesedihan merupakan situasi yang paling disukai setan karena melalui kesedihan setan menurunkan keyakinan hati manusia akan keadilan dan kasih sayang Allah.

اَݙ܅نقإ

ٰىَݠۡج܅َٱ

َݚقم

قݚٰ َ ۡي ܅ܸ ٱ

َنُܲۡحَ قَ

َݚيق

َٱ

܅

ۡيَش ۡݗقهقكر

اَضقب َܳۡيَلَو ْاݠُݜَماَء

قنۡمقذقب

َقإ ا

܅

هق܅لٱ

َ َََو

ق ܅لٱ

ق

܅ََݠَتَيۡݖَف

َنݠُݜقمۡؤُݙ

ۡ

ٱ

٠

“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal”. (QS. Al-Mujadilah [58]: 10).51

3. Fungsi Emosi

Dalam teori yang dikemukakan oleh Coleman dan Hammen, emosi pada manusia tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan kehidupannya seperti halnya pada hewan. Terlepas dari positif atau negatif, emosi juga memiliki fungsi sebagai pembangkit energi yang meningkatkan gairah hidup. Selain itu, emosi juga berfungsi sebagai alat menyampaikan pesan. a. Emosi sebagai Survival

Dalam hal ini emosi berperan sebagai alat mempertahankan kehidupan manusia. Manusia mendapatkan kekuatan dari emosi untuk menghindari ancaman dan gangguan. Cinta, cemburu, marah, benci membuat manusia mampu menikmati hidupnya dengan orang lain.

51 Qomaruzzaman Awwab, La Tahzan For Teens, Menjadi Remaja Bebas Stres ‘N Selalu


(47)

b. Emosi sebagai Energizer

Emosi diibaratkan sebagai pembangkit energi yang memberikan semangat dalam bekerja dan hidup. Namun di sisi lain emosi juga dapat memberi dampak yang buruk apabila mendatangkan perasaan sedih dan benci.

c. Emosi sebagai Messenger

Emosi yang terjadi dapat menyampaikan suatu informasi kepada orang lain. Oleh karena itu emosi memiliki fungsi sebagai penyampai pesan. Emosi memberikan tanda-tanda tertentu mengenai keadaan orang lain. Sehingga manusia bisa memahami serta melakukan hal yang tepat dalam keadaan tersebut.52

Dilihat secara umum, fungsi emosi menurut psikologi online terbagi menjadi tujuh yang masing-masingnya memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia terutama dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tujuh fungsi emosi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Menimbulkan respons otomatis sebagai persiapan menghadapi krisis Bayangkan jika suatu ketika kita hendak menyebrang jalan. Kemudian tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dan hampir menabrak kita. Tentunya orang normal akan melompat karena takut tertabrak. Artinya keadaan krisis bisa dilewati karena adanya respons otomatis. Contoh lain ketika seseorang sedang berjalan membawa tas berisi


(48)

barang berharga, kemudian tas tersebut dibawa kabur oleh orang lain. Manusia pada umumnya pasti akan marah dan berteriak kemalingan. b. Menyesuaikan reaksi dengan kondisi khusus

Ketika seseorang ditinggalkan atau kehilangan sesuatu yang berharga baginya, pastilah menimbulkan kesedihan yang mendalam. Timbulnya rasa sedih ini membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi kehilangan, misalnya dengan bersikap tegar dan sabar. c. Mengomunikasikan suatu niat kepada orang lain

Saat seseorang sedang marah biasanya ia tidak ingin disepelekan. Muncullah keinginan untuk melukai atau memperingatkan orang yang membuatnya marah tersebut. Tanpa perlu berkata pun orang lain akan tahu bahwa seseorang sedang marah. Hal ini dikarenakan adanya pesan di balik emosi.

d. Meningkatkan ikatan sosial

Ikatan dengan orang lain akan terasa hambar apabila tidak diiringi dengan emosi. Tidak mungkin seseorang dapat akrab dengan orang lain jika tidak saling mengerti apa yang membuat satu dengan lainnya merasa marah, sedih, bahagia dan lain-lain. Artinya emosi dapat meningatkan ikatan sosial satu sama lain. Emosi positif membuat hubungan seseorang semakin kuat dengan orang lain.

e. Memotivasi tindakan yang ditujukan untuk tujuan tertentu

Emosi muncul untuk mendorong suatu tindakan tertentu. Emosi positif seperti cinta dan kasih sayang membuat seseorang mampu


(49)

melakukan hal di luar kemampuannya agar orang yang dicintainya bahagia. Emosi negatif seperti kemarahan bisa berubah menjadi energi untuk menekan orang yang mengancam diri seseorang.

f. Memengaruhi memori dan evaluasi terhadap suatu kejadian

Saat berkenalan dengan orang lain, kita cenderung memberikan penilaian terhadap orang tersebut. Emosi yang dirasakan setelah perkenalan dapat menjadi tolok ukur apakah perkenalan tersebut akan diingat atau hendak dilupakan. Bila emosi positif yang muncul, kemungkinan kita ingin bertemu kembali. Namun bila emosi negatif yang muncul, kemungkinan kita akan menghindar untuk pertemuan berikutnya.

g. Meningkatkan daya ingat terhadap memori tertentu

Seseorang akan mudah mengingat kembali kenangan-kenangan yang dipicu oleh emosi yang kuat baik itu yang positif ataupun negatif. Namun jika dalam kenangan tersebut emosi yang muncul biasa saja, maka akan berlalu tanpa disimpan dalam memori.53

4. Jenis-Jenis Emosi Negatif

Pada umumnya, emosi dalam diri manusia terbagi menjadi dua yakni emosi positif dan emosi negatif. Tidak bisa disangkal lagi bahwa sisi positif dan negatif selalu berdampingan dalam kehidupan. Kadangkala seseorang terlalu egois dalam menanggapi kondisi yang dialaminya. Setiap orang mungkin menginginkan semua hal berjalan positif. Kadang pula seeorang


(50)

tidak dapat bersabar menunggu hal positif setelah terjebak dalam kondisi yang negatif.54

Emosi negatif selalu identik dengan perasaan yang tidak menyenangkan yang mengakibatkan perasaan kurang baik pada orang yang mengalaminya. Pada umumnya, emosi negatif menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan diri sendiri, bahkan berdampak kepada orang lain. Biasanya orang dengan emosi negatif cenderung lebih memperhatikan perasaan sedih, marah, cemas, tersinggung, jijik, muak, prasangka buruk, takut, putus asa, curiga, dan sebagainya.

Memperlihatkan rasa takut, marah dan emosi negatif lainnya secara berlebihan terhadap orang lain akan membuat seseorang secara progresif merendahkan kemampuan bekerja secara efektif. Kondisi emosi negatif yang kronis seperti depresi dan kemarahan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Bahkan emosi negatif berpotensi mengakibatkan penyakit serius. Emosi, baik positif maupun negatif sejatinya merupakan kodrat alami yang telah ditetapkan Tuhan sebagai pertanda eksistensinya sebagai manusia. Namun demikian emosi negatif yang meluap-luap pada pikiran sadar ataupun terpendam dalam alam bawah sadar dapat memicu hal-hal negatif pula.

Meskipun memiliki dampak buruk terhadap diri sendiri dan orang lain, namun demikian emosi negatif masih memiliki manfaat. Bila dikelola dengan baik, emosi negatif dapat menjadi energi positif dan bermanfaat.


(51)

Sebagai contoh, emosi marah bila dikelola dengan baik dapat menjadi kekuatan dalam bentuk semangat belajar, kerja keras,dan meraih prestasi.55

Daniel Goleman memaparkan emosi negatif terdiri atas:

a. Marah

Seringkali kita merasakan adanya penyesalan setelah melakukan tindakan berlebihan, seperti mengamuk akibat kemarahan yang sulit dikendalikan. Meskipun begitu, terkadang kita tidak mengerti alasan dari tindakan tersebut. Oleh sebab itu, kemarahan menjadi emosi negatif yang harus diwaspadai.

Marah adalah suatu bentuk respon yang normal pada diri manusia dalam menghadapi perasaan terancam atau frustrasi. Melenyapkan kemarahan secara keseluruhan dalam kehidupan manusia adalah suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Manusia akan selalu sampai pada keadaan dimana dirinya terpancing untuk marah. Dalam hal ini, marah merupakan keadaan emosional yang intensitasnya beragam, mulai dari perasaan sedikit terganggu hingga yang mengandung unsur kekerasan.

Marah merupakan reaksi spontan. Jadi tidak ada marah yang direncanakan. Dalam masyarakat pada umumnya, marah bukanlah hal yang tabu, jadi semua orang bisa mengekspresikan amarahnya dengan bebas. Perasaan yang mendasari rasa marah sebenarnya membuat seseorang menjadi rentan dan lemah. Dengan amarah, seseorang


(52)

meskipun sejenak akan merasa kuat dan memegang kendali. Oleh sebab itu seseorang sangatlah mudah masuk dalam kondisi marah.

Seringkali kemarahan dianggap sebagai penyebab sikap agresif, kekejaman dan kekerasan. Oleh karena itu marah selalu dinilai negatif oleh masyarakat karena bersifat merusak. Orang yang sedang marah bisa saja menjadi kejam dan kehilangan kemanusiaan serta akal sehatnya.56

b. Sedih

Hidup manusia tak selamanya selalu bahagia. Susah dan senang senantiasa datang bergantian. Oleh sebab itu kesedihan sudah menjadi hal yang wajar menimpa hidup seseorang. Emosi sedih muncul karena kita dihadapkan pada situasi yang mengecewakan, membuat gelisah, atau terluka. Kesedihan bisa disebabkan oleh banyak hal seperti masalah cinta dan kehilangan. Namun terkadang juga tidak jelas penyebabnya. Oleh karena itu, seseorang yang masih memiliki perasaan suatu waktu pastilah merasakan kesedihan.57

c. Takut

Pada dasarnya perasaan takut merupakan hal yang wajar terjadi pada diri manusia. Begitu pula jika seseorang pernah merasa takut. Betapapun seseorang memiliki kehebatan dan kekuasaan, dirinya pasti

56 Coky Aditya Z., Berbagai Terapi Jitu Atasi Emosi Sehari-Hari, hal. 51 57 Coky Aditya Z., Berbagai Terapi Jitu Atasi Emosi Sehari-Hari, hal. 122


(53)

pernah merasakan ketakutan. Oleh sebab itu tidak dapat dipungkiri bahwa takut termasuk dalam emosi pada manusia.

Ketakutan dibedakan menjadi dua bagian. Yang pertama takut yang muncul secara naluriah. Ketakutan ini muncul sebagai insting makhluk hidup. Sebagai contoh ketika menyeberang jalan kita akan menoleh ke kanan atau ke kiri untuk memastikan tidak ada kendaraan yang akan mencelakai kita. Takut alamiah ini berdasarkan fakta dengan parameter yang jelas sehingga manusia memiliki antisipasi untuk melakukan tindakan.

Ketakutan yang kedua adalah tipe ketakutan yang bersifat fiksi atau tidak nyata, dimana seseorang merasa takut dengan keadaan yang belum tentu terjadi. Misalnya, ketika seseorang takut berbicara di depan umum dengan anggapan bahwa orang-orang akan mencemooh dirinya padahal itu belum tentu terjadi. Oleh sebab itu dia memilih diam dan mencari aman.

Biasanya takut yang bersifat mental seperti ini muncul karena standar, aturan dan keyakinan yang dibuat manusia. Kita merasa gagal karena tidak mampu memenuhi standar tersebut. Ketakutan yang sebenarnya hanya anggapan ini bisa menjadi kenyataan jika berlarut-larut.

Penyebab emosi takut adalah keberadaan yang berpotensi membahayakan diri. Ancaman tersebut dapat berupa rasa sakit, terhina,


(54)

terluka dan bahkan kematian. Jadi dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang dianggap berbahaya dapat menimbulkan rasa takut.

Darwis Hude mengatakan bahwa ekspresi takut ditandai dengan perubahan tingkah laku. Raut wajah yang pucat, berteriak histeris, menutup telinga, menundukkan kepala, berlari dan sebagainya. Perubahan yang lebih drastis saat ketakutan melanda dapat menyebabkan denyut nadi meningkat, jantung berdebar, persendian menjadi lemas, keluar keringat dingin dan lain-lain.58

d. Malu

Mengapa manusia memiliki rasa malu, yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya? Jung mengatakan bahwa manusia memiliki tiga komponen jiwa, yaiut ego, ketidaksadaran personal, dan ketidak sadaran kolektif. Ego adalah pertahanan alami atas harga diri manusia yang menghasilkan wilayah etika yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Sementara itu, etidak sadaran personal adalah alam ketidaksadaran dan kesadaran kolektif adalah alam bawah sadar manusia.59

Malu merupakan sebuah kombinasi dari kegugupan dan hubungan sosial. Malu adalah emosi negatif yang muncul dalam diri seseorang akibat dari perlakuan tidak senonoh yang dilakukannya sendiri. Sifat pemalu bisa menjadi penyebab seseorang kehilangan kesempatan, kurangnya kesenangan, dan sikap menghindar dari

58 Coky Aditya Z., Berbagai Terapi Jitu Atasi Emosi Sehari-Hari, hal. 102 59As’adi Muhammad, Cara Kerja Emosi dan Pikiran Manusia, hal, 169


(55)

hubungan sosial. Pada dasarnya emosi malu ini memberikan banyak kerugian.

Menurut Goleman, rasa malu juga timbul dikarenakan seseorang menyalahi atau melanggar kesepakatan sosial, entah itu terlalu dekat, kehilangan keseimbangan, ataupun melakukan hal yang salah. Perasaan malu ini tidak hanya dialami oleh orang yang introver saja, orang yang ekstrover juga bisa mengalaminya. Hanya saja mereka yang ekstrover mengerti cara untuk keluar dari tekanan tersebut.60

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emosi Negatif

Penelitian Dr Rosalind Wright dari Harvard School of Public Health di Boston, Massachusetts, AS, kemarahan dan permusuhan mengakibatkan penurunan fungsi paru-paru pada lelaki dewasa. Profesor Edward Suarez dari Duke University di North Caroline, dalam jurnal Brain Behaviour and Immunity yang diulas oleh Reuters Health edisi 30 Maret 2007, mengatakan bahwa pria yang bertemperamen buruk dan mengalami depresi mempunyai risiko penyakit jantung, diabetes, atau hipertensi yang lebih tinggi. Menurut Markam, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya emosi dasar negatif yaitu:

a. Antesenden stimuli atau antesenden situasional

Anteseden adalah penyebab terjadinya pengalaman emosi. Emosi, baik negatif maupun positif hadir karena adanya stimuli. Jika seseorang mendapat stimuli sesuai yang diharapkannya maka akan


(56)

terbentuk emosi positif. Sedangkan, emosi negatif terjadi apabila seseorang menghadapi stimuli yang bertentangan dengan yang diharapkannya.

b. Kepedulian dan antesenden disposisi lainnya

Disposisi adalah kepekaan subjek terhadap stimulus tertentu, karena tidak semua stimulus dapat membangkitkan emosi. Kepedulian adalah disposisi untuk menginginkan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa, yang memacu subjek untuk mencari kepuasan tertentu atau menghindarinya. Penyebab emosi pada umumnya adalah masalah hubungan antar manusia, berita baik buruk, situasi ketidakadilan, situasi baru dan berbagai peristiwa yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.

c. Regulasi atau pengaturan emosi

Regulasi adalah semua proses yang mempunyai fungsi mengubah proses lain pengalaman dan aksi yang ditimbulkan stimulus tertentu. Ada dua dualisme regulasi, yaitu sebagai kegiatan yang mengatur dan sebagai kegiatan yang diatur. Regulasi dapat mempengaruhi perilaku dan sifat pengalaman emosional.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

1. Konseling Anak dengan Terapi Menggambar dalam Membentuk Konsep Diri Positif Anak di TPA Ash-Shuffah Surabaya, Miftakhul Illiyah, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017. Di lihat dari pengamatan peneliti sebelum dan sesudah diberikannya treatment, dalam diri klien sudah


(1)

94 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada penelitian efektivitas konseling dengan terapi menggambar dalam

mengurangi emosi negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah

Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor ini, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan

konseling dengan terapi menggambar tidak efektif dalam mengurangi emosi

negatif siswa kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor.

Hal ini dibuktikan dengan pengambilan keputusan hipotesis H0 yaitu

konseling dengan terapi menggambar tidak efektif dalam mengurangi emosi

negatif Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhlishin Ciseeng-Bogor. Pengambilan

keputusan ini diberikan atas dasar nilai ttabel pada taraf signifikansi 5% atau

0.05 yaitu 2.002 lebih besar daripada nilai thitung yang didapatkan dari hasil

penghitungan uji independent sample t-test pada nilai posttest antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol yaitu sebesar 0.309. Hal ini menandakan

bahwa tidak ada perbedaan rata-rata data hasil posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa pemberian treatment berupa terapi menggambar masih belum cukup memberikan dampak positif bagi siswa

yaitu berkurangnya emosi negatif siswa kelas VIII yang pada awalnya terbilang


(2)

B. Saran

Setelah melakukan penelitian yang cukup panjang ini, ada beberapa hal

yang harus peneliti sampaikan dalam bentuk saran kepada beberapa pihak, agar

penelitian ini menjadi lebih baik dan hasil dari penelitian ini dapat memberikan

lebih banyak kontribusi dan manfaat bagi semua kalangan yang membutuhkan.

Adapun saran yang perlu peneliti sampaikan sesuai dengan penelitian

dan hasil dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Bagi para guru, dan staf pengajar lainnya di Madrasah Tsanawiyah

Al-Mukhlishin agar tetap memperhatikan dan memantau perkembangan

siswa-siswinya, memberikan kebutuhan siswa dalam mengembangkan karakter

yang baik, melalui pengelolaan emosi yang baik pula. Sebab sekolah adalah

salah satu lembaga yang diharapkan mampu melahirkan individu yang

berkarakter serta berbudi pekerti luhur dalam segala aspek kehidupan.

2. Bagi para siswa agar senantiasa memperbaiki diri, terutama dalam

mengontrol dan mengkondisikan emosi. Selain itu, peneliti juga

menyarankan agar siswa yang merasa memiliki pengendalian emosi yang

kurang baik untuk selalu terbuka kepada guru bimbingan konseling

khususnya ataupun orang terdekat, guna menjaga agar emosi negatif bisa

disalurkan dengan lebih baik.

3. Bagi para mahasiswa dan umum agar dapat mengadakan penelitian lanjutan

mengenai penerapan terapi menggambar maupun teknik-teknik konseling

lainnya guna mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu


(3)

selanjutnya dapat membuahkan hasil yang lebih baik. Sehingga hasil

penelitian dapat digunakan dalam rangka mengembangkan

karakter-karakter dan akhlak yang baik lainnya pada anak-anak kita, siswa-siswi kita,


(4)

97

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Z., Coky, Berbagai Terapi Jitu Atasi Emosi Sehari-Hari, Yogyakarta: Flashbook, 2015

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006

Anoviyanti, Sarie Rahma, “Terapi Seni Melukis Pada Pasien Penderita Skizofrenia dan Ketergantungan Narkoba”, Jurnal Psikologi, Vol 2 No 1 (2008)

Arif, Iman Setiadi, Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2016

Awwab, Qomaruzzaman, La Tahzan For Teens, Menjadi Remaja Bebas Stres ‘N Selalu Happy, Bandung: DAR! Mizan, 2008

Azwar, Saifuddin, Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

Beal, Nancy & Gloria Bley Miller, Rahasia Mengajarkan Seni pada Anak di Sekolah dan di Rumah, Yogyakarta: Propoenbooks, 2003

Brown, Suni, The Doodle Revolution, Kekuatan untuk Berpikir Secara Berbeda, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2016

Buchalter, Susan I., Art Therapy Techniques and Applications, London: Jessica Kingsley Publishers: 2009

Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama, 2013

Davido, Roseline, Mengenal Anak Melalui Gambar, Jakarta: Salemba Humanika, 2012


(5)

Gunawan, Adi W., Client-Centered Therapy Rogers dan Client-Centered Hypnotherapy AWGI, 2016, (http://www.adiwgunawan.com/articles/client-centered-therapy-rogers-dan-client-centered-hypnotherapy-awgi)

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research Jilid 4, Yogyakarta: Andi Offset, 1990

Hartati, Netty dkk., Islam dan Psikologi, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004

Komalasari, Gantina, dkk., Teori dan Teknik Konseling, Jakarta: PT Indeks, 2011

Latipun, Psikologi Konseling, Malang; UMM Press, 2015

Mughni, Adul Syakur, Emosi dalam Perspektif Al-Qur’an, 20014, (http://studiilmudakwah.blogspot.co.id/2014/02/emosi-dalam-perspektif-al-quran.html/)

Muhammad, As’adi, Cara Kerja Emosi dan Pikiran Manusia, Yogyakarta: Diva

Press, 2011

Najati, Muhammad Utsman, Psikologi Dalam Al-Quran; Terapi Qur’ani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2005 Nay, W. Robert, Mengelola Kemarahan; Terapi Menangani Konflik,

Melanggengkan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007

Pekalongan, Edy, Terapi Marah dengan Menggambar; untuk Menghapus Marah yang Terpendam dan Menanam Benih Kesabaran, Pekalongan: 2007

Priyanto, Duwi, Mandiri Belajar SPSS, Yogyakarta: MediaKom, 2008

Rogers, Natalie, The Path to Wholeness: Person-Centered Expressive Art Therapy, 2005, (http://www.psychoterapy.net/article/expressive-art-therapy)


(6)

Safaria, Triantoro & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi; Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi dalam Hidup Anda, Jakarta: Bumi Aksara, 2009

Santoso, Singgih, Menguasai Statisktik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2015

Sham, Fariza Md., “Tekanan Emosi Remaja Islam”, Islamiyyat, Vol 27 No 1, (Nopember, 2006)

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2015

Tim Syaamil Al-Qur’an, Syaamil Al-Qur’an Terjemah Per Kata, Bandung: Sygma Publishing, 2010

Utari, Dyah, “Pengaruh Menggambar sebagai Terapi Bermain Terhadap penurunan Tingkat Kecemasan pada Anak yang akan Menjalani Prosedur Khitan” Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol 2 No. 4 (Oktober, 2007)

Yuliani, Risa, “Emosi Negatif Siswa Kelas XI SMAN 1 Sungai Ilmu”, Konselor, Jurnal Ilmiah Konseling, vol. 2, No. 1 (2013)