MODUL PELATIHAN PENDAMPING LOKAL DESA

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

ii

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA

PENDAMPING LOKAL DESA

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

MODUL PELATIHAN
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT DESA

PENDAMPING LOKAL DESA

NOVEMBER
2015

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

v

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

MODUL PELATIHAN
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA

PENDAMPING LOKAL DESA
PENGARAH :

Ahmad Erani Yustika
(Direktur Jenderal, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa)
PENANGGUNG JAWAB:
Eko Sri Haryanto (Direktur Pemberdayaan Masyarakat Desa)

PEMBACA :

Bito Wikantosa (Kepala Subdirektorat Pengembangan Kapasitas Masyarakat Desa).

COVER & LAYOUT : Heru Yepe

ILUSTRATOR

: Ibe Karyanto

Cetakan Pertama, Oktober 2015

Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

Jl. TMP Kalibata No 17 Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 7989924 Fax. (021) 7974488

vi

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahiim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT karena dengan rahmatNya hampir secara
bersamaan telah hadir di hadapan pembaca tiga jenis Modul Pelatihan. Masing-masing adalah
Modul Pelatihan untuk Pendamping Lokal Desa, Modul Pelatihan untuk Pendamping Desa, dan
Modul Perlatihan untuk Tenaga Ahli. Sesuai dengan bobot materinya masing-masing, ketiga modul
tersebut dibuat untuk kepentingan fasilitasi implementasi Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa.
Sebagaimana diatur dalam PP No.43 Tahun 2014 dan yang telah diperbarui dengan PP No.47

Tahun 2015, baik Pendamping Lokal Desa, Pendamping Desa maupun Tenaga Ahli ketiganya
merupakan tenaga pendamping profesional yang bertugas membantu pemerintah, khususnya
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dalam
menjalankan kewajibannya melakukan pemberdayaan masyarakat Desa.
Kehadiran serangkaian Modul berikut diharapkan mampu mendorong peningkatakan kualitas
setiap pelatihan. Dengan demikian setiap pelatihan benar-benar semakin menguatkan komitmen dan
meningkatkan kapasitas setiap pendamping profesional dalam memfasilitasi kerja-kerja implementasi
UU Desa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat Desa. Di samping itu Modul berikut
juga dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi setiap pihak, baik perangkjat pemerintahan di tingkat
Daerah Kabupaten, Kecamatan, pemerintah Desa, masyarkat maupun pemangku kepentingan lain
dalam upaya memfasilitasi implementasi Undang-Undang Desa.
Akhir kata semoga Alloh SWT memberkati kita sekalian yang telah dengan tulus mengabdikan
setiap kerja untuk pembangunan Desa khususnya serta untuk kemajuan bangsa dan negara.

DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

i

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

ii

Daftar Isi

iii
2

BAB I

MATRIKS KURIKULUM


BAB II

PANDUAN MEMBACA MODUL

13

BAB III

RENCANA PEMBELAJARAN

22

PB. 1 VISI UNDANG-UNDANG DESA
SPB.1.1. Visi Perubahan Sosial Desa

24

SPB.1.2. Ruang Strategis Implementasi UU Desa


33

BAHAN BACAAN

36

PB. 2 PRODUK HUKUM DESA

ii

SPB.2.1. Kewenangan Desa

38

SPB.2.2. Produk Hukum Desa

41

SPB.2.3. Mekanisme Pengambilan Keputusan


46

SPB.2.4. Hubungan Peraturan Desa Terkait Produk Hukum Lain

50

BAHAN BACAAN

54

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

PB. 3 SISTEM PEMBANGUNAN DESA
SPB.3.1. Musyawarah Desa Dan Potensi Ruang Terbuka

73


SPB.3.2. Perencanaan Pembangunan Desa

77

SPB.3.3. Pelaksanaan dan Pengawasan Pembangunan Desa

80

SPB.3.4. Penganggaran Pembangunan Desa

84

BAHAN BACAAN

87

PB. 4 PENGEMBANGAN WILAYAH DESA
SPB.4.1. Desa Mandiri

114


SPB.4.2. Pengembangan Wilayah Desa

117

BAHAN BACAAN

120

PB. 5 PENDAMPINGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
SPB.5.1. Pemberdayaan Dalam Perspektif Pendidikan Kesadaran Masyarakat

137

SPB.5.2. Peran Strategis Pendampingan Desa

140

BAHAN BACAAN


144

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

iii

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

iv

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

BAB I

KURIKULUM PELATIHAN
PENDAMPING LOKAL DESA

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

1

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

MATRIK KURIKULUM
PELATIHAN PENDAMPING LOKAL DESA
A.

LATAR BELAKANG

Pengesahan Undang undang Desa No.6 Tahun 2014 (UU Desa) menandai dibukanya gerbang
harapan menuju kehidupan berdesa yang lebih maju.UU Desa di samping memberikan dasar hukum
bagi keberadaan desa, juga menghadirkan cara pandang baru dalam melihat pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa. Desa diakui desa sebagai subyek yang mengatur dan mengurus
pemerintahannya sendiri. Masyarakatnya memiliki ruang dan kesempatan luas untuk ikut ambil bagian
dalam perencanaan pembangunan desa. Bahkan pemerintah, utamanya Pemerintah Kabupaten/
Kota diwajibkan mendampingi desa dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menuju
kemandirian.
Ruang lingkup implementasi visi baru UU Desa sangat luas. Salah satunya adalah menyangkut
kesiapan pemerintah baik dalam menyiapkan tata kelola dan penyesuaian kerja birokrasi, maupun
dalam melakukan pendampingan masyarakat desa. Pendampingan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 2015 bertujuan;





Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan
pembangunan Desa;
Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa dalam
pembangunan desa yang partisipatif;
Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan
Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.

Mengingat luasnya ruang lingkup implementasi UU Desa, maka Pemerintah dalam
melaksanakan fungsi pendampingan dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada tenaga
ahli profesional dan pihak ketiga (UU Desa Psl 112, ayat 4 dan PP 43, Psl 128 ad 2). Tenaga ahli
profesional yang dimaksud adalah pendamping desa, tenaga teknik, dan tenaga ahli pemberdayaan
masyarakat desa (Permendes No.3/2015 Psl. 5), termasuk diantarnya adalah pendamping lokal
desa (Pasal 129, ayat 1 (a) PP No.47 Tahun 2015). Karena itu di samping peningkatan kapasitas
satuan kerja pemerintah daerah, perlu juga peningkatan kapasitas pendamping desa, utamanya
pendamping lokal desa, untuk membantu terselenggaranya kerja-kerja optimal demi terwujudnya
visi UU Desa.

2

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Sehubungan dengan tujuan pendampingan, maka kapasitas pendampingan desa yang diperlukan
mencakup: (1) pengetahuan tentang kebijakan UU Desa, (2) keterampilan memfasilitasi pemerintah
desa dalam mendorong tatakelola pemerintah desa yang baik; (3) keterampilan tugas-tugas teknis
pemberdayaan masyarakat, dan (4) sikap kerja yang sesuai dengan standar kompetensi pendamping
dan tuntutan UU Desa. Kapasitas itu perlu dimiliki oleh setiap tenaga profesional yang bertindak
sebagai pendamping, termasuk Pendamping Lokal Desa dengan tugas utamanya mendampingi
desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama desa, pengembangan BUM Desa,
dan pembangunan berskala lokal desa.
Salah satu sarana untuk meningkatkan kapasitas Pendamping Lokal Desa dalam melakukan
pendampingan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa adalah pelatihan atau proses
pembelajaran. Sekalipun cakupan pokok materi pelatihan atau pembelajaran bagi setiap pendamping
desa, baik dari satuan kerja pemerintah daerah maupun tenaga ahli dari pihak ketiga, adalah sama
namun manajemen pelatihan (metode penyampaian, media, dan evaluasi pencapaian) berbeda.
Terutama manajemen pelatihan atau proses pembelajaran untuk peningkatan kapasitas Pendamping
Lokal Desa yang tuntutan kualifikasi dan latar belakangnya lebih bersifat umum.
Atas dasar kebutuhan tersebut, dalam rangka mendukung pelaksanaan UU Desa dan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang
menginisiasi penyelenggaraan pelatihan Pendamping Lokal Desa untuk mendorong implementasi
UU Desa.
Diharapkan dalam pelatihan ini dapat menghasilkan Pendamping Lokal Desa Pendampingan
Desa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai untuk membantu
pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
desa secara profesional, efektif dan efisien, akuntabel, terbuka dan bertanggungjawab.
B.

RUANG LINGKUP

Kurikulum Pelatihan Pendamping Lokal Desa disusun dengan maksud memberikan kerangka
acuan dalam penyelenggaraan pelatihan Pendamping Lokal Desa sebagai Pendampingan Desa
agar siap mendampingi pemerintah desa dan masyarakat desa dalam mengawal implementasi UU
Desa.
Selanjutnya, dalam rangka mempersiapkan dan melaksanakan Pelatihan Peningkatan
Kapasitas Pendamping Lokal Desa maka disusun paket pelatihan yang terdiri dari:
1)
2)
3)

Petunjuk Penyelenggaraan Pelatihan Pendamping Lokal Desa;
Matrik Kurikulum Pelatihan Pendamping Lokal Desa;
Panduan Pelatih dalam memfasilitasi proses pembelajaran bagi Pendamping Lokal Desa.
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

3

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

C.

TUJUAN PELATIHAN
Tujuan Pelatihan Pendamping Lokal Desa, yaitu:
1.

Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Peserta memiliki kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai
dalam menjalankan tugas pokok, peran dan fungsinya memfasilitasi memfasilitasi
implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014.

2.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
1. Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan memiliki kemampuan sebagai
berikut:
2. Memahami perspektif dan semangat Implementasi Undang-Undang Desa;
3. Memahami peran dan fungsi Pendamping Lokal Desa dalam pengorganisasian dan
pemberdayaan masyarakat;
4. Terampil dalam memfasilitasi pemerintahan desa dan masyarakat menyelenggarakan
Musyawarah Desa;
5. Terampil dalam memfasilitasi Pemerintah Desa dan BPD dalam menyusun RPJMDesa
dan RKPDesa;
6. Aktif terlibat bersama pemerintahan desa serta masyarakat desa untuk meningkatkan
kapasitas dan perannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan desa;
7. Aktif dan terampil memfasilitasi pemerintah desa dan masyarakat desa dalam
menentukan dan menyusun langkah strategis untuk perubahan desa

4

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

D.

SKEMA DINAMIKA PELATIHAN

PB.1
Visi
Undang undang Desa

PB.2
Produk
Hukum Desa

PB.3
Sistem
Pembangunan
Desa

PB.4
Pengembangan
Wilayah Desa

PB.5
Pemberdayaan
Masyarakat Desa

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

5

E.

MATRIK MATERI PELATIHAN

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

6

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

F.

GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN

Garis besar program pelatihan Pendamping Lokal Desa terdiri dari tiga materi utama baik
menyakup pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Masing-masing bagian terbagi ke dalam aspek
yang lebih khusus. Alur pelatihan dimulai dengan membangun perspektif pemahaman tentang visi
perubahan sosial desa yang diamanatkan UU Desa No.6 Tahun 2014. Untuk membantu peserta
memahami relevansi gagasan ideal visi perubahan desa dengan kenyataan hidup berdesa, termasu
pada bagian awal ini peserta didorong untuk belajar mengenali ruang-ruang strategis implementasi
UU Desa.
Selanjutnya peserta diajak untuk mengenal dan memahami aspek normatif terkait dengan
peraturan perundangan dan kebijakan yang menjadi dasar tata kelola atau pelaksanaan implementasi
UU Desa. Bobot dari bagian kedua garis besar program pelatihan terletak pada kemampuan
memahami aspek normatif. Meskipun demikian dalam pelatihan ini peserta diajak juga memahami
aspek keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya mendampingi
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan desa.
Kemampuan memahami perspektif ideologis UU Desa dan kemampuan mengenali regulasi,
aturan main merupakan aspek fundamental yang dibutuhkan Pendamping Lokal Desa dalam
mengoptimasi peran serta fungsinya. Selanjutnya dibutuhkan tingkat keterampilan, kreatifitas dan
sikap yang memadai untuk menerjemahkan nilai-nilai idologis dan dormatif itu ke dalam tindakan
Pendamping. Kebutuhan itu akan dipenuhi dari materi bagian terakhir yang menitikberatkan
pada kemampuan Pendamping Lokal Desa memahami dan secara terampil menempatkan tugas
pemberdayaan dalam perspektif pendidikan kesadaran masyarakat desa untuk mewujudkan visi
perubahan.

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

7

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

8

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

9

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

10

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

11

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

BAB II

PANDUAN
MEMBACA MODUL

12

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

PANDUAN MEMBACA MODUL
Modul Pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa (PLD) ini merupakan bahan pelatihan yang akan
dijadikan sebagai bahan pembekalan sekaligus panduan bagi Pendamping Teknis Kabupaten dan
Pendamping Desa dalam mendorong implementasi UU Desa melalui pelatihan yang akan mereka
sampaikan kepada Pendamping Lokal Desa. Diharapkan nantinya, melalui Modul Pelatihan ini, PLD
memiliki persepsi yang benar mengenai UU Desa serta terbangun komitmennya untuk terlibat dalam
proses mendorong Desa dalam proses pembangunan.
Modul ini dilengkapi dengan sebuah buku saku berjudul “Tanya Jawab : Memahami UU No 6 Tahun
2104 Tentang Desa”. Adapun buku saku tersebut wajib dimiliki oleh peserta latih untuk mempermudah proses belajar yang dilaksanakan. Buku saku itu juga akan menjadi buku pegangan PLD dalam
kerjanya melakukan pendampingan di desa.

Kebutuhan Akan Modul Pelatihan
Modul ini dimaksudkan untuk memandu pelatih dalam memfasilitasi proses pelatihan di tingkat kecamatan. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan kondisi di lapangan, bahwa masih banyak masyarakat
yang belum memahami secara baik dan benar substansi UU Desa berikut proses implementasinya.
Dari hasil analisis kebutuhan pelatihan menunjukkan bahwa kondisi pendamping desa menunjukkan
tingkat pemahaman yang berbeda tentang implementasi Undang-Undang Desa sesuai dengan latar
belakang, karakteristik wilayah, dan kondisi sosial yang ada.
Pengalaman menjalani proses pembangunan yang sentralistik semasa era Orde Baru (Government
Driven Development) yang kemudian berubah menjadi pembangunan partisipatif yang mengedepankan masyarakat sebagai pelaku (Community Driven Development) ternyata masih memiliki
kelemahan di mana penguatan di masyarakat tidak diiringi penguatan kepada pemerintah desanya.
Padahal, sesuai dengan amanat UU Desa, Desa merupakan subyek pembangunan, persis pada
kondisi ini Desa sebagai keseluruhan mencakup pemerintahan desanya serta masyarakat desa,
seluruhnya. Desa pada akhirnya merupakan perpaduan antara Local Self Government (LSG) serta
Self Governing Community (SGC) sekaligus.
Desa sebagai masyarakat yang berpemerintahan (LSG) menentukan pemerintahannya sendiri
(SGC), membutuhkan pendekatan yang holistik dan integral. Perpaduan konsep antara LSG dan
SGC membutuhkan pemahaman yang jernih bagi setiap pelaku pemberdayaan, terutama sekali
bagi siapa pun yang berkomitmen dengan desa. Untuk itulah Modul ini dibuat.
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

13

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Maksud dan Tujuan
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa merupakan pengguna akhir dari modul ini. Mengacu kepada Surat Dirjen PPMD tentang kualifikasi tenaga Pendamping Lokal Desa yang pendidikan
minimal adalah Lulus SMP, maka modul ini disusun dengan mempertimbangkan kondisi tersebut.
Modul pelatihan ini dimaksudkan untuk :

1.

Menyamakan persepsi dan konsep pendampingan desa berbasis pedekatan Desa sebagai
Subyek (Village Driven Development- VDD) seperti diamanatkan dalam UU Desa;

2.

Mempersiapkan calon Pendamping Desa untuk bisa memfasilitasi proses pelatihan tenaga
Pendamping Lokal Desa yang memiliki komitmen dalam rangka mendorong Desa untuk
secara optimal mampu mengimplementasikan proses pembangunan dengan semangat UU
Desa;

Format Modul
Modul Pelatihan P3MD segaja didesain menjadi 2 (dua) model, pertama adalah:
1.

Modul Pelatihan Pendamping Desa; dan

2.

Modul Saku (Pocket Module) yang memuat istilah sekaligus muatan substansi dan
muatan teknis seputar UU Desa.

Sasaran Pengguna
Modul ini secara khusus ditujukan bagi Pendamping Teknis Kabupaten dan Pendamping Desa yang
akan melatih para Pendamping Lokal Desa.

Profil
Pendamping Desa (Pelatih)
Pendidikan S1,
pengalaman relevan 2
tahun. Atau D3,
pengalaman relevan 4
tahun.
Sanggup bertempat tinggal
di lokasi penugasan
(Kecamatan).

Pendamping Lokal Desa (Peserta)
Pendidikan SLTP atau
sederajat.
Memiliki pengalaman
berorganisasi, pernah
aktif kegiatan
pembangunan,
pemberdayaan
masyarakat desa.
Bertempet tinggal di
(dekat) lokasi desa
dampingan

14

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Dengan sasaran pengguna tersebut, maka format modul yang disiapkan menjawab kebutuhan
pengguna.
Modul Pelatihan : menjadi modul pegangan pelatih.
Pocket Module : Modul Saku secara spesifik ditujukan bagi Pendamping Lokal Desa, maka format
modul saku ini lebih menyerupai ‘Buku Pintar’
Namun demikian, keseluruhan modul ini bisa dipakai oleh siapa saja yang memiliki kepedulian dan
semangat untuk mendukung Desa melalui implementasi UU Desa.

Bagaimana Modul Pelatihan ini Disusun?
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mendorong disusunnya Modul Pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa melalui :
a) Kajian Kebutuan : melalui form isian untuk menggali kebutuhan akan pentingnya modul pelatihan berikut materi yang dibutuhkan. Form tersebut didistribusikan kepada para
Koorprov KNPP Transisi untuk diisi sesuai dengan kebutuhan yang ada di lokasi tugasnya;
b) Penyusunan Draft Modul I : Draft Modul Pelatihan Pendamping Desa dan Pendamping
Lokasl Desa I disusun oleh Tim yang terdiri dari Tim Training KNPP Transisi dilengkapi
dengan Bahan Bacaan yang disusun oleh para Tenaga Ahli di KNPP.
c) Workshop Penyelesaian Penulisan Modul, Kurikulum dan Bahan Bacaan Pelatihan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun Anggaran 2015 : Workshop ini
sebagai bagian penting untuk membedah Draft Modul I untuk hingga menjadi Modul siap
pakai di lapangan;
d) Ujicoba Modul : Modul yang telah selesai secara substansi, diujicobakan ke 5 (lima) kabupaten di 5 (lima) provinsi terpisah, yakni Kabupaten Banyumas (Jawa Tengah), Kabupaten Kampar (Riau), Kabupaten Gianyar (Bali), Kabupaten Konawe Selatan (Sulawesi
Tenggara) dan Kabupaten Malang (Jawa Timur). Dari ujicoba yang dilakukan tersebut
sebagai bahan untuk penyempurnaan modul yang disusun.
Modul ini telah mengalami berbagai penyesuaian melalui proses penelaahan, konsultasi, lokakarya,
dan masukan dari berbagai pihak terutama dari pelatih senior dan pendamping desa. Hasil pelatihan ujicoba di 5 (lima) kabupaten memberikan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan modul
ini. Oleh karena itu modul pelatihan ini dapat diibaratkan sebagai buku berjalan yang memberikan
peluang bagi pembaca atau pengguna dalam memberikan warna dan penyesuaian sesuai dengan
kaidah pembelajaran dan kebutuhan.

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

15

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Sistematika dan Isi Modul
Modul pelatihan ini dirancang menggunakan standar format yang menyertakan pokok-pokok materi,
panduan pelatih, lembar kerja dan lembar tayang (presentasi atau beberan atau bahan paparan)
yang bermanfaat bagi calon pelatih yang akan menyampaikan materi pelatihan. Modul pelatihan
dikemas dalam bentuk panduan bagi pelatih agar mudah digunakan dan memungkinkan dan penyesuaian dengan kondisi lingkungan belajar peserta.
Modul pelatihan ini terdiri dari 5 Pokok Bahasan utama dan 12 Subpokok Bahasan yang membahas
kerangka isi, proses belajar, media dan penilaian terkait bagaimana visi UU Desa serta upaya-upaya
implementasinya. Secara rinci struktur materi modul pelatihan ini digambarkan dalam table sebagai
berikut:

POKOK BAHASAN
SUB POKOK BAHASAN
UU Desa : Visi menuju perubahan - Amanat UU Desa: Perubahan Mendasar Desa
desa
- Ruang Strategis Implementasi UU Desa
Produk Hukum Desa
- Kewenangan Desa
- Jenis-jenis Produk Hukum Desa
- Mekanisme Pengambilan Keputusan
- Hubungan Peraturan Desa Terkait Produk Hukum Lain
Sistem Pembangunan Desa
- Musyawarah Desa dan Potensi Ruang Terbuka
- Perencanaan Pembangunan Desa
- Pelaksanaan dan Pengawasan Pembangunan Desa
- Penganggaran Pembangunan Desa
Pengembangan Wilayah Desa
- Desa Mandiri
- Pengembangan Wilayah Desa
Pemberdayaan Masyarakat Desa - Perspekif Pendidikan Penyadaran Terkait Peran Penting Masyarakat Dalam Membangun Desa
- Strategi Pendampingan Desa
Skema Pelatihan
Skema dan alur Pelatihan Pendamping Lokal Desa yang akan bertugas memfasilitasi proses pembangunan di desa di wilayah kerja masing-masing. Para Pendamping Lokal Desa akan diberikan pemahaman mengenai konsep serta regulasi terkait dengan UU Desa, serta pengetahuan mengenai
sistem pembangunan di Desa serta upaya pengembangannya, Modul pelatihan ini digunakan untuk
memandu pelatih untuk memfasilitasi kegiatan pelatihan Pendamping Lokal Desa. Secara umum
skema atau alur pelatihan digambarkan sebagai berikut:

16

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Catatan
1.

Modul Pelatihan Bukan Buku Ajar

Modul ini disusun sebagai koridor pembelajaran semata-mata, dan Modul ini didukung oleh Bahan
Bacaan serta Bahan Tayang juga kelengkapan lain yang bisa digali oleh setiap pelatih sesuai dengan kondisi setempat. Dan olah karenanya, Modul ini murni sebagai pemandu.
Pengalaman dan kapabilitas Pelatih (Pendamping Desa dan juga Pendamping Teknis Kabupaten)
akan sangat menentukan hasil dari desain modul yang dikembangkan. Untuk itu, Modul ini tidak
dibaca sebagai buku tersendiri, melainkan harus dilengkapi dengan Bahan Bacaan yang disediakan
serta bacaan dan pengalaman lain yang mendukung.

2.

Kaidah Belajar Orang Dewasa

Modul pelatihan ini disusun berdasarkan kaidah-kaidah pendidikan orang dewasa, pelatih hendaknya tidak menggurui, melainkan sebagai fasilitator menjadi pengarah atau pengolah proses belajar
dan mengakumulasikan secara partisipatif-kreatif dari pengalaman yang telah dimiliki peserta. Sebagai suatu pengalaman, modul ini diperlakukan layaknya sebagai panduan bukan kitab suci yang
tidak boleh dirubah.
Sebagian bahasan dalam modul pelatihan merupakan refleksi pengalaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pendampingan desa. Penjelasan lebih diarahkan sebagai petunjuk praktis
dan teknis bagi pelatih yang akan menggunakannya untuk keperluan pelatihan. Manfaat yang diharapkan dari modul ini, jika dipakai sebagai alat untuk menggali pengalaman dan merefleksikannya
dalam kehidupan nyata dalam berdesa.

3.

Kreativitas dan Kondisi Lokal

Kreativitas pelatih/ fasilitator sangat menentukan dalam proses pengayaan serta kualitas pelatihan
yang dilaksanakan. Modul pelatihan ini lebih efektif, jika digunakan sepanjang tidak menyalahi aturan atau prinsip-prinsip dasar pendidikan partisipatoris. Oleh karenanya, pelatih dapat :
a) Mengembangkan metodologi serta penggunaan media yang lebih bervariasi. Namun
demikian, tujuan dari Modul ini harus tetap menjadi acuan dasar pelatihan.
b) Menggunakan media sekreatif mungkin;
c) Sebanyak mungkin mengangkat persoalan-persoalan atau issue-isuue yang terjadi di
lokasi pelatihan;
d) Menggunakan pengalaman peserta sebagai picu pengayaan dan pendalaman materi
pelatihan.

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

17

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Oleh karena itu, mendalami dan memahami alur modul dari setiap pokok bahasan menjadi syarat
mutlak untuk lebih leluasa dalam pelatihan. Jangan membatasi diri, kembangkan dan perkaya proses secara kreatif serta memadukan dengan pengalaman peserta.

4.

Cara Menggunakan Modul

Modul pelatihan ini memberikan beberapa petunjuk berupa pilihan belajar yang dapat digunakan
oleh pelatih dalam memahami dan menyampaikan materi pelatihan. Setiap pokok bahasan atau
subpokok bahasan berisi tema-tema atau aktivitas belajar yang disusun dengan menggunakan
pendekatan induktif atau deduktif secara bergantian atau bersamaan. Hal ini sangat tergantung
karakteristik materi yang hendak disampaikan. Namun, demikian keselarasan, keterpaduan dan
kemudahan penyajian menjadi pertimbangan dalam menggunakan modul pelatihan ini. Oleh karena
itu, pahami kurikulum dan struktur anataomi modul pelatihan dengan benar, kemudian hubungkan
dengan struktur materi atau pokok bahasan yang disajikan, sehingga memudahkan mendalami substansi maupun metodologinya. Jika terdapat hal-hal yang membutuhkan penyesuaian atau pengayaan, pelatih dengan mudah dapat mengguna-kan variasi lain tanpa keluar dari kerangka pokok
dari modul pelatihan ini.
Dalam setiap bagian atau pokok bahasan terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau modul dengan topik yang beragam dan dapat dipelajari secara mandiri sesuai dengan materi yang diperlukan.
Masing-masing subpokok bahasan dalam modul ini menggambarkan urutan kegiatan pembelajaran
dan hal-hal pokok yang perlu dipahami tentang materi yang dipelajari serta keterkaitannya dengan
topik lainnya.
Dalam setiap subpokok bahasan dilengkapi dengan panduan pelatih yang membantu dalam mengarahkan proses, media dan sumber belajar, lembar kerja, lembar evaluasi dan lembar informasi atau
bahan bacaan. Masing-masing disusun secara kronologis yang agar memudahkan bagi pengguna dengan memberikan alternatif dalam memanfaatkan setiap subpokok bahasan secara luas dan
fleksibel.
Setiap pokok bahasan dilengkapi dengan bahan bacaan pendukung yang dapat dibagikan secara
terpisah dari panduan pelatihan agar dapat dibaca peserta sebelum pelatihan di mulai. Pelatih juga
diperkenankan untuk menambah atau memperkaya bahan bacaan untuk setiap subpokok bahasan
berupa artikel, buku, juklak/juknis dan kiat-kiat yang dianggap relevan.
Disamping itu, pembaca di berikan alat bantu telusur berupa catatan diberikan termasuk ikon-ikon
yang akan memandu dalam memahami karakteristik materi dan pola penyajian yang harus dilalukan dalam pelatihan.

18

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Tabel Komponen Modul

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

19

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

20

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

21

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

BAB III

RENCANA
PEMBELAJARAN

22

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

PB
1

Visi Undang Undang Desa

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

23

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

SPB 1.1.
Visi Perubahan Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan:
1. Mampu menjelaskan visi UU Desa tentang perubahan desa
yang maju, kuat, mandiri, berkeadilan dan demokratis
2. Mampu menjelaskan pemahaman tentang kedaulatan desa
dalam kaitannya dengan azas pengakuan (rekognisi) dan
pelaksanaan kewenangan (subsidiaritas) dalam kaitannya
pengertian “masyarakat berpemerintahan (Self Governing
Community) dan pemerintahan lokal berskala desa (Local
Self Government)”.

Waktu
3 JPL (135 menit)

Metode
Curah pendapat, diskusi kelompok, paparan

Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, isolasi/double tape, laptop, dan infocus

24

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Aktivitas 1. Kelemahan Desa
1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang
akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini terkait
dengan sub pokok bahasan tentang visi UU Desa
2. Mulailah menghidupkan kelas dengan mengajak
peserta untuk berdiskusi, curah gagasan tentang
kenyataan desa (sosial, ekonomi, budaya, alam,
mata pencarian, konflik dan lainnya). Bantulah diskusi
dengan panduan pertanyaan berikut;
a. Ceritakan tentang “desa” (tempat tinggal peserta)?
b. Apakah jenis pekerjaan yang ada di desa mencukupi
kebutuhan hidup masyarakat desa?
c. Apakah ada kecenderungan masyarakat desa untuk
meninggalkan desa (pergi ke kota)?
d. Mengapa?
e. Bagaimana susunan pemerintahan desa?
f. Siapakah (kelompok manakah) yang berperan
dalam kehidupan berdesa?
g. Apakah peserta pernah terlibat dalam proses
pembangunan desa (musyawarah perencanaan,
pengawasan pembangunan)?
3. Selesai diskusi, rangkumlah hasil diskusi kelompok
kecil dengan menunjukkan hubungan sebab akibat
dari jawaban-jawaban para peserta dan kenyataan
kelemahan-kelemahan desa.
4. Akhiri sesi belajar dengan menunjukkan lemahnya
posisi (keberdaaan) desa di dalam peraturan
perundangan dan kebijakan sebelum UU Desa.

Inti bagian
ini fasilitator
memperkenalkan
cara analisa
sosial yang
sederhana dengan
melemparkan
pertanyaan
berurutan untuk
mengetahui
hubungan sebab
akibat.
Pertanyaan bisa
diubah mengikuti
jawaban peserta.

Lihat atau
tayangkan
lembar
informasi no.1
SPB 1.1.

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

25

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Aktivitas 2. Visi UU Desa
1. Tanyakan kepada peserta apa artinya visi
2. Jelaskan tentang arti visi desa dengan menggunakan
jawaban peserta yang paling tepat atau yang
mendekati tepat

Visi desa adalah arah pandangan ke depan
atau cita-cita desa yang dirumuskan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
desa dan diperjuangkan melalui RKP Desa
3. Langkah selanjutnya, jelaskan kepada peserta apa visi
yang diamanatkan UU.

Visi UU Desa, menjadikan desa
maju, kuat, mandiri, adil, sejahtera
dan demokratis
4. Bagikanlah satu kertas kosong (meta plan) kepada
setiap peserta. Mintalah peserta dari ujung kiri untuk
menghitung berurutan mulai 1 sampai dengan 6.
Mintalah peserta untuk menjawab pertanyaan sesuai
dengan nomor urut;
a. Nomor 1 – apa artinya “desa maju?’”
b. Nomor 2 – apa artinya “desa kuat?”
c. Nomor 3 – apa artinya “desa mandiri?”
d. Nomor 4 – apa artinya “desa adil?”
e. Nomor 5 – apa artinya “desa sejahtera?”
f. Nomor 6 – apa artinya “desa demokratis?”
5. Selanjutnya mintalah setiap peserta secara bergiliran
membacakan jawabannya, sebelum menempelkan
jawabannya di tempat yang bisa dilihat bersama (Bisa
juga disusun di lantai).

26

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

Berikan waktu
yang cukup
kepada setiap
peserta untuk
membahas topik

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

6. Setelah selesai semua peserta membacakan
jawabannya, buatlah rangkuman yang jelas tentang
pengertian desa maju, kuat, mandiri, adil, sejahtera
dan demokratis.
7. Tegaskan bahwa desa akan maju, kuat, mandiri, adil,
sejahtera dan demokratis kalau desa berperan sebagai
pelaku utama (subyek) dalam pembangunan.

Aktivitas 3. Azas, Hak dan
Kewenangan Lokal Desa
1. Jelaskan bahwa kedudukan desa sebagai subyek
itu didasarkan pada azas pengakuan (rekognisi) dan
pelaksanaan kewenangan (subsidiaritas) lokal berskala
desa
2. Diskusikan langsung dengan peserta;


Apa artinya hak asal-usul bagi desa?



Hak asal-usul desa meliputi apa saja?

Hak asal-usul makna pokoknya adalah
mengakui keberadaan desa sebagai komunitas (masyarakat) yang mengatur hidup
bersama dengan kearifannya, hukum adatnya, dan pranata sosialnya

3. Jelaskan bahwa hak asal-usul itu juga merupakan
pengakuan atas keberadaan desa sebagai komunitas
(masyarakat) berpemerintahan (self governing
community)

Tunjukan
posisi utama
azas rekognisi
dan subsidiaritas
di antara azasazas pengaturan
desa lain (Psl.3.
UU Desa No.6
Thn 2014)

Bisa gunakan
Bahan Tayang
SPB 1.1.

4. Selanjutnya jelaskan arti subsidiaritas sebagai azas
otonomi atau pemberian kewenangan.

makna pokok dari subsidiaritas adalah pemberian
kewenangan/otonomi kepada desa untuk mengurus
dan mengatur desa sebagai bagian dari pemerintahan Kabuopaten/Kota.
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

27

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

5. Lanjutkan dengan menjelaskan maksud subsidiaritas
dalam kaitannya dengan kewenangan lokal berskala
desa (local self government).
6. Akhiri sesi belajar bersama materi visi UU Desa dengan
mengingat ulang (review) pokok-pokok penting dalam
aktivitas 1, 2 dan 3

28

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Informasi no.1
SPB 1.1.

Perspektif Desa Lama Vs Desa Baru
Payung Hukum
Asas Utama
Kedudukan

Posisi dan peran
Kabupaten/Kota

Delivery
kewenangan dan
program
Politik tempat

Posisi dalam
pembangunan
Model Pembangunan
Pendekatan dan
tindakan

Desa Lama

Desa Baru

UU No. 32.2004 dan PP No. 72.2005
Desentralisasi-residualitas
Sebagai organisasi pemerintahan
yang berada dalam sistem
pemerintahan Kabupaten/Kota
(Local State Government)
Kabupaten/Kota mempunyai
kewenangan yang besar dan luas
dalam mengatur dan mengurus
desa.

UU No. 6/2014
Rekognisi-subsidiaritas
Sebagai pemerintahan masyarakat,
hybrid antara self governing community dan local self government

Target

Kabupaten/Kota mempunyai
kewenangan yang terbatas dan
strategis dalam mengatur dan
mengurus desa; termasuk mengatur
dan mengurus bidang urusan desa
yang tidak perlu ditangani langsung
oleh pusat
Mandat

Lokasi: Desa sebagai lokasi proyek Arena: Desa sebagai arena bagi
dari atas
orang desa untuk menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan dan kemasyarakatan
Objek
Subjek
Government driven development
atau community driven development
Imposisi dan mutilasi sektoral

Fasilitasi, emansipasi dan konsolidasi

Fasilitasi, emansipasi dan konsolidasi

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

29

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

paradigma Lama dan Baru Pembangunan Pedesaan
Paradigma Lama

paradigma Baru


Pertumbuhan yang berkualitas dan
berkelanjutan



Proses demokrasi dan keterlibatan warga
marginal dalam pengambilan keputusan.



Menonjolkan nilai-nilai kebebasan,
otonomi, harga diri, dll.



Negara membuat lingkungan yang
memungkinkan.



Pengembangan institusi lokal untuk
ketahanan sosial.



Penghargaan terhadap kearifan dan
teknologi secara partisipatoris.



Penguatan institusi untuk melindungi aset
komunitas miskin.



Pembangunan adalah proses multidimensi
dan sering tidak nyara yang dirumuskan
oleh rakyat.



Fokus pada pertumbuhan ekonomi



Redistribusi oleh negara



Otoritarianisme ditolelir sebagai harga
yang harus dibayar karena pertumbuhan.



Negara memberi subsidi pada
pengusaha kecil.



Negara menyediakan layanan sosial



Transfer teknologi dari negara maju



Transfer aset-aset berharga pada negara
maju



Pembangunan nyata: diukur dari nilai
ekonomis oleh pemerintah



Sektoral



Organisasi hirarkhis untuk
melaksanakan proyek.



Peran Negara: Produser, penyelenggara,
pengatur dan konsumen terbesar


Menyeluruh dan terpadu.



Organisasi belajar non-hirarkhis.



Peran negara: Menciptakan kerangka
legal yang kondusif, membagi kekuasan,
mendorong tumbuhnya institusi-institusi
lokal

(Sutoro Eko, dkk - 2015)

30

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Informasi no.2
SPB 1.1.

Menjadikan desa Mandiri, berdaulat
dalam mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan dalam mencapai
kesejahteraan masyarakat desa.

(Pelaku Utama)
Mengurus pemerintahan, pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. (Pasal 4)

Subjek
Kewenangan, Hak & Kewajiban.
(Pasal 18, pasal 67)

Rekognisi
Pengakuan Hak
Asal-usul

Subsidiaritas
Kewenangan
pemerintahan

(Pasal 3)
Undang undang no. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

31

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Peran Pemerintah
Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota.

Menjadikan desa Mandiri, berdaulat
dalam mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan dalam mencapai
kesejahteraan masyarakat desa.

Pendampingan Desa
(Permendes No.3 Th 2015)
(Pelaku Utama)
Mengurus pemerintahan, pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. (Pasal 4)

Pemberdayaan
Pendampingan
(Psl 128 - 130, PP 43 Th 2014,
PP 47 Th 2015)

Subjek
Kewenangan, Hak & Kewajiban.
(Pasal 18, pasal 67)

Rekognisi
Pengakuan Hak
Asal-usul

Subsidiaritas
Kewenangan
pemerintahan

Pembinaan
Pengawasan
(Psl 112 - 115, UU No.6 Th 2014)

(Pasal 3)
Undang undang no. 6 Tahun 2014 tentang Desa

32

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

SPB 1.2.
Ruang Strategis
Implementasi UU Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan,
1. Mampu menjelaskan arti ruang strategis implementasi UU
Desa
2. Mampu menunjukkan contoh-contoh nyata potensi ruangruang strategis yang ada di desa

Waktu
2 JPL (90 menit)

Metode
Curah pendapat, diskusi kelompok, paparan

Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

33

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang
akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini
2. Ajak partisipasi peserta dengan meminta untuk
menjawab pertanyaan;


Apa arti implementasi visi UU Desa?



Apa yang dimaksud ruang strategis?

3. Kemudian mintalah peserta mengingat kembali pokok
materi sebelumnya tentang visi UU Desa.

Pokok penting dari langkah ini adalah
menunjukkan bahwa visi adalah rumusan
tentang cita-cita yang berupa ide atau gagasan.
Implementasi adalah tindakan atau kegiatan untuk mewujudkan visi menjadi Visi
yang baik hanya bisa dilihat dari tindakan
(implementasi) desa membangun dan
memberdayakan masyarakat.

Visi Desa =
Gagasan ideal

Implementasi =
tindakan

Ruang terbuka,
musyawarah,
pelaksanaan,
pengawasan,

4. Jelaskan arti ruang strategis implementasi UU Desa.

Ruang strategis yang dimaksud
adalah ruang terbuka yaitu peristiwa,
tempat atau kesempatan dimana
masyarakat desa bisa berdialog,
bisa menyampaikan gagasan, saling
menguatkan, mendukung gagasan
tentang kepentingan masyarakat desa.

34

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

pemberdayaan

Bisa gunakan
Bahan Tayang SPB
1.1.

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

5. Ingatkan kembali secara ringkas tentang sistem (tahap)
pembangunan desa; perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, pengawasan .
6. Bagilah jumlah peserta ke dalam kelompokkelompok kecil. Mintalah masing-masing kelompok
mendiskusikan hal terkait ruang strategis implementasi
UU Desa;
a. Dalam sistem pembangunan desa, dimana tahap
yang menentukan pembangunan desa akan
berpihak pada masyarakat desa (pro people)atau
tidak?
b. Dimana masyarakat bisa terlibat, ikut menentukan
arah pembangunan desa?
c. Dimana ruang strategis untuk menentukan
pembangunan desa yang berpihak pada
kepentingan masyarakat desa?
d. Mengapa ruang itu (pertanyaan c)dinilai strategis?
7. Mintalah setiap kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi. Berikan kesempatan kepada kelompok lain
untuk menanggapi hasil temuan kelompok lain.
8. Akhiri sesi belajar bersama dengan memberikan
tekanan pada pokok-pokok gagasan hasil temuan
belajar bersama.

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

35

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

BAHAN
BACAAN

36

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

Desa dan Pulau Harapan
AHMAD ERANI YUSTIKA
Cetak | 11 Agustus 2015 561 dibaca 0 komentar

Pemerintah telah memberi identitas baru atas pilihan pembangunan ekonomi yang harus diambil. Pada isi
Nawacita, sekurangnya tafsir itu terpapar di tiga cita, yakni membangun dari pinggiran, peningkatan produktivitas ekonomi rakyat, dan kemandirian ekonomi.
Jika dibenturkan dengan konsep ekonomi pembangunan, ”Tricita” tersebut berteduh dalam pohon teori
”struktural”. Istilah ”pinggiran” (periphery) adalah
frasa populer untuk membenturkan dengan negara/
wilayah ”pusat” (center) dalam tradisi Marxianeconomics. Demikian pula, terma ”ekonomi rakyat” dan
”kemandirian ekonomi” lekat dengan konsep yang
bersinggungan dengan mazhab tersebut, seperti
yang kerap diteriakkan oleh Samir Amin ataupun
Fernando Henrique Cardoso (tentu dengan istilah
yang tak sepenuhnya persis). Inilah babak baru yang
secara sadar diayak pemerintah setelah mengamati
secara jeli watak pembangunan (ekonomi) Indonesia
sepanjang 70 tahun seusai kemerdekaan.

Pasokan pengetahuan
Salah satu alas pokok yang dipakai untuk menjalankan Tricita di atas adalah Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. UU ini mendapatkan atensi yang luar biasa dari khalayak karena dipandang sebagai
horizon baru pembangunan. Desa diletakkan sebagai pusat arena pembangunan, bukan lagi semata lokus
keberadaan sumber daya (ekonomi) yang dengan mudah disedot oleh wilayah lain (kota) untuk beragam
kepentingan.
Perhatian menjadi kian luar biasa begitu pemerintah meneruskannya dengan membentuk kementerian yang
khusus mengawal urusan desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Dengan begitu, urusan desa tak hanya disantuni secara legal (UU), tetapi secara politik dengan lugas afirmasi telah ditunjukkan pemerintah via pembentukan kementerian baru itu (dan dana desa) sehingga pada
hari-hari mendatang pusat pertaruhannya adalah bagaimana kekuatan legal dan politik itu menjelma dalam
kerja teknokratis di lapangan.
Teknokratisme pembangunan desa itu berdiri tegak di atas tiga pilar (Desa Berdikari). Pertama, mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan sehingga mereka menjadi subyek-berdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua, mendorong geliat ekonomi yang menempatkan rakyat
sebagai pemilik dan partisipan gerakan. Ketiga, mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi
warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain.
Menyangkut kapabilitas manusia, penguatan pendidikan (pengetahuan) dan kesehatan merupakan dua pilar
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

37

MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA

pokok yang mesti dibangun. Pendidikan kerap disederhanakan sebagai lama waktu sekolah untuk menunjukkan level keterampilan seseorang. Parameter itu sebagian bisa diterima, tetapi jelas tak menggambarkan
seluruh tingkat pengetahuan individu. Di luar sekolah (formal), pilihan lain peningkatan stok pengetahuan
adalah penciptaan komunitas belajar dan balai pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya
setempat.
Pola semacam itu tidak sekadar menambah pengetahuan dan keterampilan (sesuai dengan pilihan hidup
yang telah ditetapkan), tetapi juga menegakkan matra komunitas yang menjadi corak hidup warga desa.
Berikutnya, perkara kesehatan juga patut menjadi fokus pendalaman kapabilitas karena masih rendahnya
daya dukung pada aspek ini. Kenaikan angka ibu yang meninggal saat melahirkan, peningkatan bayi dengan ukuran tubuh tidak normal (stunting), gizi buruk, ketersediaan sanitasi, pasokan air bersih, dan lain-lain
masih merupakan kenyataan pahit di pedesaan.
Perlu gerakan masif untuk memperbaiki aspek ini karena jumlahnya sangat banyak dan tersebar secara
geografis (yang sebagian sulit dijangkau). Di sini tidak hanya perlu anggaran yang besar, tetapi juga pilihan
program yang efektif untuk mengatasinya. Perbaikan kualitas manusia merupakan misi yang harus dimenangi karena hakikat pembangunan tak lain adalah ekspansi kapabilitas manusia.

Lumbung ekonomi rakyat
Kesejahteraan adalah salah isu mendesak di desa mengingat kantong-kantong kemiskinan berada di sana
(sekitar 65 persen penduduk miskin berdiam di desa). Urbanisasi masif yang terjadi disebabkan oleh involusi
desa tersebut, bukan karena ada tarikan permintaan tenaga kerja di kota. Inilah yang membuat fenomena
”urbanisasi prematur” terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, gerakan lumbung ekonomi rakyat merupakan
palang pintu utama untuk mendongkrak kesejahteraan ekonomi tersebut. Pokok soal yang utama adalah
membekali aset produktif yang memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih
besar.
Problemnya, sebagian besar kaum miskin itu tak memiliki aset produktif yang mencukupi (khususnya lahan
dan modal). Dengan begitu, kebijakan reformasi agraria (yang juga menjadi salah satu komitmen pemerintah) menjadi sangat strategis diimplementasikan dengan lokus penduduk desa yang tunaaset tersebut, di
samping kebijakan drastis terkait akses terhadap modal.
Berikutnya, menempatkan kegiatan ekonomi hanya pada hulu (misalnya produksi komoditas pertanian atau
eksplorasi sumber daya alam lain) terbukti hanya meninggalkan desa dalam kubang keterbelakangan. Desa
hanya dimanfaatkan sebagai penyedia bahan baku dan pasar bagi komoditas olahan (yang dikerjakan oleh
pelaku dan di wilayah yang lain). Situasi ini harus dihentikan sehingg