T LIN 1202129 Abstract

PEMAKNAAN PAMALI DALAM MASYARAKAT SUNDA
DI DESA CIBINGBIN, KECAMATAN CIBINGBIN, KABUPATEN
KUNINGAN
(KAJIAN DESKRIPTIF SEMANTIK DAN SEMIOTIK)
Oleh:
Nurfaizah
(Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia)
Email:fayza_cisuka0803@yahoo.com
Abstrak
Keberadaan bahasa tabu/pamali sekarang ini di suku Sunda sudah mulai tidak
diindahkan lagi oleh penggunanya. Hal ini terjadi karena masyarakat Sunda
beranggapan bahwa kata, frase atau kalimat tabu tersebut sudah tidak lagi relevan
dengan situasi saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kalimat-kalimat
atau ujaran-ujaran pamali/tabu yang terdapat di suku Sunda di desa Cibingbin,
Kecamatan Cibingbin kabupaten Kuningan serta makna yang terkandung di
dalamnya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan
menggunakan teori Barthes tentang “order of signification”, yang mencakup
makna denotasi dan konotasi serta interpretasi dari tuturan pamali tersebut
dianalisis dengan model segitiga proses semiosis Peirce. Dalam sistem Barthes
sebuah kata memiliki makna (tepatnya diberikan sebuah makna) yang berbeda

dengan makna asalnya dalam sistem tingkat pertama, makna kamus (denotatif).
Sistem kedua ini juga disebut sebagai sistem konotasi, ketika ada makna
selanjutnya disebut sistem pemaknaan ketiga yaitu mitos. Penelitian ini
mengumpulkan temuan 88 buah tuturan pamali/tabu yang terdapat di Desa
Cibingbin.Hasil temuan menunjukan bahwa dari pemaknaan Barthes, mitos
(kepercayaan) dan mitos menurut Barthes tidak selalu menempati posisi yang
sama, karena mitos (kepercayaan) masih memiliki makna selanjutnya yang
menempati pemaknaan ketiga (mitos) dan yang menempati pemaknaan ketiga itu
adalah makna kearifan lokal yang terdapat di dalam tuturan pamali tersebut.
Kemudian, interpretasi yang dihasilkan dalam temuan ini juga merupakan nilai
kearifan lokal di suku Sunda yang patut dipertahankan sebagai budaya warisan
leluhur. Khususnya bagi masyarakat yang tinggal di Desa Cibingbin dan
umumnya bagi seluruh masyarakat sunda lainnya. Dengan demikian, perlu adanya
pelestarian tuturan pamali di suku sunda agar tuturan tersebut menjadi suatu
budaya warisan leluhur yang tidak akan mati dimakan zaman.
Kata Kunci: Pamali/Tabu, Barthes, order of signification dan segitiga Pierce.

Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

iii

THE MEANING OF PAMALI OF SUNDANESE PEOPLE
IN CIBINGBIN VILLAGE, CIBINGBIN SUBDISTRIC, KUNINGAN
REGENCY
(A DESCRIPTIVE SEMANTIC AND SEMIOTIC STUDIES)
By:
Nurfaizah
(Linguistic Department School of Postgraduate of Indonesia University of
Education)
Email:fayza_cisuka0803@yahoo.com
Abstract

Nowadays, the existence of taboo language/pamali today in Sundanese already
started being ignored by its users. This happens because they think that word,
phrase or sentence taboo is no longer relevant to the current situation. This study
aims to describe the meaning contained in it the sentences or utterances
pamali/taboo in Cibingbin Sundanese village, Cibingbin Subdistrict, Kuningan

Regency. The method used is descriptive qualitative method using Barthes' theory
of "order of signification", which includes the meaning of denotation and
connotation and interpretation of utterances pamali analyzed by the triangular
model of semiotics Peirce. In Barthes system has the meaning of a word (given a
meaning) that is different from its original meaning in the first level system,
dictionary meaning (denotative). The second system is called as system
connotation, when there is meaning referred to as the third meaning system that is
called as a myth. This study collected 88 findings of speech taboos/taboos in the
village of Cibingbin. The findings showed that the meaning from Barthes theory
shows that myth (belief) and the myth according to Barthes does not always
occupy the same position, because of the myth (belief) still has a further meaning
that occupy the third meaning (myth) and third meaning is the meaning of local
wisdom in the speech of taboos. Then, the interpretation of these findings is also
the value of local wisdom in the Sundanese and should be maintained as a
cultural heritage. Especially for people in Cibingbin Village and globally for all
other Sundanese people that has taboo/pamali word. Thus, it is necessary for
pamali speech conservation in order to maintain a culture of sundanese language.
Keywords: Pamali/Tabu, the Barthes, the order of signification and the triangular
Pierce.


Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

iii