T LIN 1202129 Chapter1

1

BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab kesatu dari lima bab penulisan tesis ini akan dimulai dengan
pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,
identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
definisi operasional, metode penelitian, sistematika penulisan, dan penutup.
Berikut ini adalah uraiannya.

1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa tabu atau pamali bukanlah istilah asing yang terdengar sumbang di
telinga masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang berasal dari suku Sunda.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, eksistensi kata, frasa, atau kalimat tabu
nampaknya sudah menjadi bagian yang dimarjinalkan dengan dilekatkannya label
konservatif dan kesan norak pada bahasa tabu tersebut. Dalam perspektif kaum
muda saat ini, bahasa tabu lebih cenderung dipahami sebagai nasihat orang tua
dulu untuk suatu tindakan yang kurang lazim atau pantang dilakukan pada
zamannya. Bahasa tabu yang dalam bahasa lokal suku Sunda lebih dikenal dengan
sebutan pamali nampaknya masih memunculkan perdebatan di antara generasi

muda saat ini dengan orang tua mereka yang dinilai sangat konservatif dan
ketinggalan zaman terlepas dari makna yang terkandung di dalamnya serta latar
belakang sejarahnya.
Perdebatan antara orang tua dengan generasi muda saat ini mengenai
bahasa tabu dilatarbelakangi oleh perbedaan pola pikir di antara mereka. Dengan
segala fasilitasnya, generasi muda setiap saat dapat menerima suplai pengetahuan
serta informasi yang dapat memicu munculnya beragam pertanyaan yang
berkepanjangan dan harus dijawab saat itu juga. Kreativitas untuk membuat
pertanyaan pada generasi muda saat ini memang mengalami kemajuan pesat
sehingga orang tua yang bersikukuh menggunakan kata atau kalimat tabu seperti
yang dialami masa kecilnya dulu sering kesulitan menjawab pertanyaan anaknya.
Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2

Mereka pun beranggapan bahwa kata atau kalimat tabu/pamali hanya sebagai
mitos belaka.

Hal semacam itu dinilai sebagai keterpurukan sebuah budaya karena tidak
mampu mengikuti perkembangan dan menjawab tantangan zaman. Padahal,
budaya zaman dahulu merupakan hasil kerja keras dari pengalaman berulangulang yang dialami untuk kemudian diterapkan dalam bentuk aturan, pranata dan
diungkapkan dalam bentuk nasihat kepada anggota masyarakat agar pola
kehidupannya terjaga dan teratur tanpa harus mengetahui latar belakang dari hal
yang dilakukannya. Masyarakat dulu adalah masyarakat yang patuh terhadap
pantangan yang ada karena mereka percaya akan adanya konsekuensi terhadap
pelanggaran pantangan yang oleh orang Sunda disebut pamali (tabu).
Munculnya pamali/tabu dalam suatu masyarakat menurut Wardough
(2006:238-239) disebabkan hal berikut:
Certain things are not said, not because they cannot be, but because ‘people
don’t talk about those things’; or, if those things are talked about, they are
talked about in very roundabout ways.
Menurut Wardoudgh tabu merupakan hal-hal tertentu yang tidak dikatakan,
bukan karena mereka (masyarakat) tidak bisa, tetapi karena mereka tidak mau
membicarakan hal-hal tersebut; atau, jika hal-hal tersebut harus dibicarakan,
mereka berbicara hal tersebut dengan cara-cara tertentu. Masyarakat yang
meyakini adanya tabu percaya akan konsekuensi tersebut.
Berdasarkan
mengeksplorasi


latar

lebih

belakang

lanjut

di

mengenai

atas,
makna

penulis
yang

bermaksud


untuk

terkandung dalam

tuturan/ujaran pamali yang terdapat di desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin,
kabupaten Kuningan berdasarkan teori Barthes dan Pierce untuk menjawab
permasalahan yang terjadi di generasi muda zaman sekarang.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam
proposal penelitian ini akan dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3

1) Bagaimana deskripsi dan klasifikasi ujaran-ujaran pamali dalam masyarakat

Sunda Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan?
2) Apa makna ujaran-ujaran pamali dalam masyarakat Sunda Desa Cibingbin,
Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan menurut teori semantik?
3) Apa makna ujaran-ujaran pamali dalam masyarakat Sunda Desa Cibingbin,
Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan menurut teori Barthes?
4) Bagaimana representasi terhadap ujaran-ujaran pamali dalam masyarakat
Sunda Desa Cibingbin-Kabupaten Kuningan menurut teori Pierce?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hal-hal sebagai berikut:
1) deskripsi dan klasifikasi ujaran-ujaran pamali dalam masyarakat Sunda Desa
Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan;
2) deskripsi makna ujaran-ujaran pamali dalam masyarakat Sunda Desa
Cibingbin-Kabupaten Kuningan menurut teori semantik;
3) deskripsi makna dari ujaran-ujaran pamali dalam masyarakat Sunda kota
Kuningan menurut teori Barthes;
4) representasi terhadap ujaran-ujaran pamali dalam masyarakat Sunda Desa
Cibingbin-Kabupaten Kuningan menurut teori Pierce

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1

Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis

sebagai berikut:
1) memberikan sumbangan pemikiran dan bahan informasi mengenai penerapan
semiotik untuk berbagai lintas bidang;
2) pelestarian tuturan pamali dari setiap daerah secara akademik
3) sebagai penguatan teori linguistik khususnya teori semiotika Barthes.

Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

1.4.2


Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:
1) sebagai referensi untuk peneliti lain yang tertarik untuk mengkaji pamali
dalam budaya Sunda;
2) sebagai salah satu cara untuk mempertahankan bahasa dan budaya masyarakat
Sunda dan menjadi pertimbangan untuk membuat buku tentang kumpulan
kata, frasa, dan kalimat tabu/pamali.

1.5 Definisi Operasional
Untuk memberikan pemahaman terhadap beberapa istilah dalam penelitian
ini, perlu diuraikan beberapa definisi operasional. Adapun beberapa definisi
operasional tersebut meliputi semiotika, pamali, order of signification, dan
masyarakat Sunda Desa Cibingbin, Kabupaten Kuningan.
1) Semiotika
Semiotik merupakan ilmu yang mengkaji tentang tanda. Menurut KBBI
Online, semiotika adalah ilmu (teori) tentang lambang dan tanda (dalam bahasa,
lalu lintas, kode morse, dsb); semiotik sering disebut juga semiologi. Semiotika
sering didefinisikan sebagai kajian mengenai tanda. Beberapa ahli memiliki

pendapat sendiri mengenai definisi semiotik. Saussure (Chandler, 2007:2)
mendefinisikan semiologi sebagai suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tandatanda di dalam kehidupan sosial. Sementara Barthes (Taufiq, 2008: 26)
menyebutkan bahwa semiologi adalah ilmu tentang bentuk-bentuk, karena hal itu
mempelajari pertandaan terlepas dari kandungannya. Teori yang dikemukakan
oleh Saussure dikembangkan oleh pemikir-pemikir lain, salah satunya adalah
Roland Barthes. Kridalaksana (Kamaluddin, 2011: 12-13) menyebut Roland
Barthes sebagai seorang sarjana yang secara konservatif menjabarkan teori-teori
Saussure. Barthes beranggapan bahwa sistem sistem semiologi Saussure hanya
merupakan sistem semiologi tahap pertama dan masih diperlukan sistem
semiologi tahap kedua. Oleh karena itu Barthes membedakan apa yang ia sebut
Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

sebagai tingkatan pemaknaan (orders of signification). Pemaknaan tahap pertama
dinamakan the first order of signification atau denotasi dan pemaknaan tahap
kedua dinamakan the second order of signification atau konotasi, dan seterusnya

ketika ada pemaknaan lain (Sukyadi, 2011: 40).

2) Pemali/pamali/tabu
Pamali merupakan pantangan atau hal-hal yang bersifat larangan. Dalam
KBBI online pantangan; larangan (berdasarkan adat dan kebiasaan). Pamali atau
pantangan adalah hal-hal yang sering kita dengar dari orang tua kita atau
kakek/nenek kita. Pantangan tersebut tentunya berawal dari banyaknya kasus yang
terjadi karena melanggar pantangan tersebut meski segala sesuatunya adalah
bersandarkan atas kehendak Tuhan.

3) Masyarakat Sunda Desa Cibingbin-Kabupaten Kuningan
Desa Cibingbin- Kabupaten Kuningan terletak pada titik koordinat 108° 23 108° 47 Bujur Timur dan 6°47-7°12 Lintang Selatan. Luas wilayah desa
Cibingbin 919.257 Ha. Jarak dari kota Bandung ke Cibingbin adalah 300 km/jam
bisa ditempuh dengan menggunakan angkutan umum atau pribadi. Jarak tempuh
yang dilalui apabila menggunakan angkutan umum (bis/elf) dari Bandung
memakan waktu kurang lebih 7 sampai 8 jam lamanya dengan menggunakan dua
kali naik angkutan umum. Pertama dengan mengunakan bis Damri dari terminal
Cicaheum-Bandung, lalu turun di terminal Kertawangunan/Ancaran Kuningan
setelah memakan waktu kurang lebih 6-7 jam perjalanan, kemudian disambung
dengan menggunakan mobil elf yang menuju Cibingbin, perjalanan yang

ditempuh dari terminal Kertawangunan/Ancaran Kuningan ke Cibingbin kurang
lebih 45 menit sampai 1 jam. Sedangkan, apabila menggunakan mobil pribadi
waktu tempuh dari Bandung menuju Cibingbin memakan waktu kurang lebih 5,5
sampai 6 jam.
Gunung Ceremai adalah gunung tertinggi di Jawa Barat. Dilihat dari posisi
geografisnya, Cibingbin terletak di bagian timur Jawa Barat berada pada lintasan
Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

jalan regional yang menghubungkan kota Cirebon dengan wilayah Priangan
Timur dan sebagai jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan BandungMajalengka dengan Jawa Tengah. Secara administratif berbatasan dengan:
a) Sebelah Utara: Kec. Cilidug Kab. Cirebon
b) Sebelah Timur: Kec. Banjarharjo Kab. Brebes
c) Sebelah Selatan: Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah)
d) Sebelah Barat : Kec. Cibereum Kab. Kuningan
Berikut peta Cibingbin:


Penduduk desa Cibingbin-Kabupaten Kuningan Tahun 2010 Menurut hasil
Suseda sebanyak 13.219 orang. Penduduk laki-laki sebanyak 6.813 orang dan
penduduk perempuan sebanyak 6.406 orang. Diperkirakan hampir 25% penduduk
Kuningan bersifat comuter, mereka banyak yang bermigrasi ke kota-kota besar
seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan sebagainya. Penduduk Desa Cibingbin
umumnya menggunakan bahasa Sunda dialek desa Cibingbin dan karena desa ini
berada di perbatasan provinsi Jawa Tengah, bahasa yang digunakan tercampur
Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

dengan bahasa Jawa khas Brebes. Menurut Survey yang sama penduduk desa
Cibingbin hampir 100% beragama. Sebagain besar penduduk kabupaten Kuningan
bermatapencaharian sebagai petani (petani penggarap dan buruh tani), dan lainnya
bekerja sebagai Pedagang, Pegawai negeri Sipil, TNI, Polisi, Wiraswasta dan
sebagainya. Tingkat pendidikan masyarakat desa Cibingbin tamatan SD/sederajat
ada di persentasi paling tinggi 42.70%, tamatan SMP/MTs 23,02%, tamatan
SMA/MA 17,32%, tamatan PT 1,54%. (http://id.wikipedia.org/wiki/ dan
http://www.kuningankab.go.id/pemerintahan/kecamatan/kecamatan cibingbin).

1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam peneltian ini metode kualitatif deskriptif.
Moleong (2000:15) menyatakan bahwa "Penelitian kualitatif disebutkan dengan
penyelidikan naturalistik". Data diambil dari informan di desa Cibingbin,
Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan. Data yang diperoleh kemudian
dikumpulkan dengan tehnik obervasi, teknik mencatat serta interview atau
wawancara. Arikunto (1998:155) menyatakan bahwa observasi meliputi kegiatan
memusatkan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indera. Selain observasi, penelitian ini pun menggunakan teknik interview dari
sumber data (informan). Teknik wawancara merupakan teknik komunikasi lisan,
melainkan digunakan untuk mengumpulkan data melalui cara dengan melakukan
komunikasi secara langsung (Arikunto, 1998:156).
Teknik analisis data yang pertama kali dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mengumpulkan data terlebih dahulu, kemudian mengidentifikasi ujaranujaran

tabu/pamali,

selanjutnya

mengklasifikasikan

ujaran-ujaran

pamali

berdasarkan kemunculannya dalam masyarakat desa Cibingbin, kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan ini dianggap penting,
selain karena untuk memudahkan pemahaman umum, laporan penelitian yang
berbentuk tesis ini pun ditulis dalam bahasa Indonesia. Setelah semua itu
dilakukan lalu masing-masing kelompok dianalisis berdasarkan model semiotik

Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8

Barthes dan segitiga proses semiosis Pierce untuk mencari hubungan tanda dan
objek semiotika aliran Peirce.

1.7 Penutup
Demikianlah uraian bab kesatu tentang pendahuluan yang telah disajikan.
Berikutnya yang akan dibahas adalah bab kedua. Adapun bab kedua berisi uraian
tentang kajian pustaka penulisan tesis ini.

Nurfaizah, 2015
Pemaknaan Pamali Dalam Masyarakat Sunda Di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten
Kuningan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu