Post Asy ariyah

A. Latar Belakang
Serangan Mu’tazilah terhadap para furaqa dan muhadditsin semakin gencar.
Tak seorangpun pakar fiqhyang populer atau pakar hadist yang masyur luput dari
serangan itu. Suatau serangan dalam bentuk pemikiran diserti penyiksaan fisik dalam
suasana al- Mihnah (inkuisisi)akibatnya, timbul kebencian masyarakat kepada mereka
yang berkembang menjadi perrmusuhan, dan masyarakat melupakan jasa- jasa baik
mereka untuk membela Islam dalam melakukan perlawanan kepada kaum zindiq dan
budak hawa nafsu. Masyarakat hanya mengingat hasutan mereka untuk menginkuisisi
terhadap setiap imam dan ahli hadist yang bertaqwa.
Ketika perselisihan antara fuqaha bersam para muhadditsin dan mu’tazilah
semakin sengit, tepatnya pada abad ke- 3H muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu
Abu al- Hasan al- Asy’ari di Bashrah dan Abu Manshur al- Maturididi Samarkand.
Mereka bersatu dalam melakukan bantahan terhadap Mu’tazilah, meskipun sedikit
banyak mereka mempunyai perbedaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman sejarah munculnya aliaran As’ariyyah ?
2. Bagaimana perkembangan aliran As’ariyyah ?
3. Apa saja doktrin- doktrin dari Asy’ariyah ?
4. Siapa tokoh- tokoh As’ariyah ?
5. Bagaimana aliran Maturidiyah ?
C. Manfaat

1. Mengetahui sejarah, perkembangan, dan tokoh- tokoh.
2. Mengetahui bagaimana aliran Maturidiyah.

ILMU KALAM
ASY’ARIYYAH & MATURIDIYYAH

Dosen Pengampu :
__________________________
Disusun oleh :
Cahyaningrum A.P

(113111075)

Fatimah Zahro

(143111201)

Mei Kurniati

(


)

Firdaus Zakki

(

)

FAKULTAS ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2014

ASY’ARIYYAH
A. Sejarah Lahirnya Asy’ariyyah
Pada abad ke 3 H muncul tokoh bernama Abu al- Hasan al- Asy’ari di Bashrah.
Beliau pengikut mu’tazilah selama 40 tahun lamanya dengan gurunya Abu AlialJubbai. Dengan munculnya beliau pada tahun tersebut dengan membawa pernyataan
“kini saya bertaubat dari keyakinan Al- Quran adalah makhluk, bahwa Allah tidak
akan terlihat dengan indera mata pada hari kiamat kelak serta sekarang saya siap

untuk menolak pendapat mu’tazilah dan mengungkap kelemahan mereka....”1
dihadapan masyarakat yang berada di masjid Jami’ Bashrah. Dari pernyataan tersebut
al- Asy’ari mengambil jalan tengah antara kaum rasionalis dan kaum textualist dan
banyak kaum muslimin menerima jalan tersebut sehingga adanya pengikut Abu alHasan al- Asy’ari disebut dengan golongan Asy’ariyyah.
B. Tokoh- tokoh Asy’ariyyah
1. Al- Baqillany (wafat 403 H/1013 M)
Namanya Abubakr Muhammad bin Tayyib, diduga kelahiran kota bashrah,
tempat kelahiran gurunya, Al- asy’ary. Ia cerdas otaknya, simpatik dan banyak
jasanya dalam pembelaan agama. Kitabnya yang terkenal ialah “At- Tamhid”
(Pendahuluan/persiapan). Yang berisikan hal- hal yang perlu dipelajari sebelum
memasuki ilmu-kalam, antara lain pembicaraan tentang jauhar fard (atoom), aradl,
cara pembuktian dan ia menyinggung kepercayaan agama macam- macam, yang
kesemuanya bersifat pengantar.2
Al- Baqillany mengambil teori atoom(jauhar) yang telah ditetapkan sebagai
dasar adanya kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas. Dan Asy’ariyyah memegangi
teori atoom bukan karena hasil penyelidikan akal, akan tetapi karena teori tersebut
merupakan jalan terbaik untuk memperkuat paham yang dianutnya.
2. Al- Juwainy (wafat478 H/1085 M)
Namanya Abu al- Ma’aly bin Abdillah, dilahirkan di nisabur, kemudian pergi
ke kota Mu’askar, dan akhirnya sampai di kota Bagdad.3 Ia mengikuti AlBaqillany dan al- Asy’ari dalam menjunjung tinggi kekuatan akal- fikiran. Karena

beberapa ulama hadist marah besar maka ia hijrah ke Mekkah dan madinah, dan
diberi gelar “Imam al- Haramain” yang artinya imam kedua tanah suci, Mekkah
dan Madinah.
Tentang sifat Tuhan, menurut al juwaniy dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Sifat Nafsiyyah ; yang ada pada suatu zat tuhan tanpa illat.
1
2
3

b. Sifat Ma’nawiyyah : yang timbul sebagai kelanjuttan sifat nafsiyah tersebut.4
Sifat- sifat Tuhan ialah:
a.
b.
c.
d.

Wujud (ada)
Baaqin (kekal/abadi)
Tidak ada yang menyamainya, dan
Tidak berukuran (imtidad)


Al juwaniy mengungkapkan empat soal yang dapat berlaku pada kedua alam
yaitu :
1) Pertalian dengan ma’lul, seperti pengetahuan (ilmu) menjadi illat seseorang
menegetahui.
2) Pertalian syarat iidengan masyrut, seperti hidup menjadi syarat seseorang tahu.
3) Hakekata atau tabiat, misalnya hakikat orang yang mmengetahui ialah orang
yang mempunyaiilmu (pengetahuan).
4) Dalil, kalau sesuatu dalil menurut keharusan akal menunjukkan adanya
sesuatu pada alam lahir, maka demikian pula pada alam yang bukan lahir,
seperti penciptaan menunujukkan adanya pencipta.
3. Al- Ghazali ( wafat 505)
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al- Ghazali.
Dialhirkan di kota Tus, kota

egeri khurasan. Salah satu gurunya adalah al-

juwainiy. Jabatan yang di pegangnya adalah mengajar di sekolah Nizammiyyah
Baghdad.5
Al- ghazali adalah seorang ahli fikir Hujatuul Islamyang terkena dan paling

banyak peengaruhnya. Kegiatan ilmiyah nya meliputi berbagai hal antara lain :
logika, jadal9ilmu berdebat), fiqih dan ushulnya, ilmukallam, filsafat dan
tasawwuf.
Hidupnya

tidak

mengalami

ketentraman

karena

semua

jalan

yang

ditempuhnya untuk mencari kebenaran atas Tuhannya tidak ada yang memuaskan

baginya sampai ke tasawwuf yang satu- satunya jalan pengabdian diri kepada
Tuhan.
Dalam metode ia menggunakan logika Aristoteles dan ia adalah orang pertama
yang mempergunakannya, meskipun al- Juwainiy sebelum ia telah membuka jalan
ke arah itu. Metode yang baru ini nampak jelas dalam kitab- kitabnya :
a. Tahafut al- falasifah (keruntuhan filosof- filosof)
b. Arradu ala al- batiniyyah (membahas/menentang aliran batin)
c. Al- iqtisad fi ilmi al- i’tikad (Jalan tengah dalam ilmu kepercayaan)
4
5

d. Arrisalah al- qudsiyyah (Risalah yang dikarang dikota Kuds)6
Meskipun ia sering cocok pndiriaan dengan asy’ary, namun ia sering juga
berbeda. Karena ketidak cocokan nya ia sering disebut oleh pengikut
Asy’ariyyah telah keluar darii agama.
4. Ass Anusyy
Nama lengkapnya Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf. Dilahirkan di
Tilimsan, sebuah kota di Al- Jazair. Ia belajar pada ayahnya sendiri dan orangorang terkemuka dinegerinya, kemudian melanjutkan study nya di Al- jazairpada
seorang alim yaitu Abd. Rakhman At- tsa’aliby.
Ulama magrib menganggap dia sebagai pembangun Islam, karena jasa dan

karyanya yang banyak dalam lapangan kepercayaan (aqa'id) dan Ketuhanan (atau
ilmu tauhid)7
Kitab- kitabnya a.l. :
1. 'Akidah ahli at-tauhid (disebut juga akidah tauhid besar) dan syarahnya
2.Ummul-Baharain ( disebut juga akidah tauhid kecil) atau risalah as Sanussiyah).
kitab terakhir ini tidak begitu besar, akan tetapi besar pengaruhnya
dalam dunia aliran Asy'ariyyah, sehingga banyak yang memberi kan ulasan kitab
tersebut ialah adanya pembagian sifat-sifat Tuhan, Rasul-rasulnya, kepada jumlah
tertentu dan membaginya kepada wajib, mustahil dan jaiz.8
C. Doktrin- doktrin Asy’ariyyah
Formulasi pemikiran Al-asy’ari,secara esensial,menampilkan sebuah upaya
sintesis antara formulasi ortodoks ekstrim di satu sisi dam Mu’tazilah di sisi lain.
Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut watt barang kali di pengaruhi teologi
ullabiah (teologi sunni yang di pelopori ibn kullab). Pemikiran-pemikiran al-asy’ariah
yang terpenting adalah berikut ini:9
1. Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Dengan kelompok
mujasimah (antropomorfis) dan kelompok Musyabbihah yang berpendapat, Allah
mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan sunnah, dan sifat-sifat
itu harus difahami menurut harti harfiyahnya. Dilain pihak,ia berhadapan dengan

kelompok Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat allah tidak lain selain
esensi-Nya. Adapun tangan, kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh
diartikah secara harfiah, melainkan harus di jelaskan secara alegori.
6
7
8
9

Al-asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti
mempunyai tangan dan kaki dan ini tidak boleh diartikan secara hartiah, melainkan
secara simbolis (berbeda dengan kelompok siatiah). Selanjutnya, Al-Asy’ari
berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan
dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan
Allah sendiri, tetapi-sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dari
esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.
2.

Kebebasan dalam berkehendak (free will)
Dalam


hal

apakah

manusia

memiliki

kemampuan

untuk

memilih,menentukan,serta mengaktualisasikan perbuatannya? Dari dua pendapat yang
ekstrim, yakni Jabariah yang fatalistik dan penganut faham pradeterminisme sematamata dan Mutazilah yang menganut faham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa
manusia menciptakan perbuatannya sendiri.[13] Al-asy’ari membedakan antara khaliq
dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan
manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib), hanya Allah lah yang mampu
menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).
3. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Walaupun Al-asy’ari dan orang-orang Mutazilah mengakui pentingnya akan dan

wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan
kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-asy’ari mengutamakan wahyu, sementara
mutazilah mengutamakan akal.
Dalam menentukan baik dan buruk pun terjadi perbedaan di antara mereka. AlAsy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan
Mu’tazilah berlandaskan pada akal.
4. Qadimnya Al-Qur'an
Mutazilah mengatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak qadim
serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an
adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan berpendapat
bahwa semua huruf, kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim. Dalam rangka
mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu Al-Asy’ari mengatakan
bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak

melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. Nasution mengatakan bahwa
Al-Qur’an bagi Al- Asy’ari tidaklah diciptakan sebab kalau ia diciptakan, sesuai
dengan ayat:
Artinya: “Sesungguhnya

perkataan

Kami

terhadap

sesuatu

apabila

Kami

menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah
ia. (Q.S. An-Nahl:40)
5. Melihat Allah
Al-asy’ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrim, terutama
Zahiriyah yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akherat dan mempercayai
bahwa Allah bersemayam di Arsy. Selain itu ia tidak sependapat dengan mutazilah
yang mengingkari ru’yatullah (melihat Allah) di akherat. Al-asy’ari yakin bahwa
Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat
dapat terjadi bilamana ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk
melihat-Nya.
6. Keadilan
Pada dasarnya Al-asy’ari dan Mutazilah setuju bahwa Allah itu adil. Mereka
hanya berbeda dalam memandang makna keadilan. Al-Asy’ari tidak sependapat
dengan Mutazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus menyiksa
orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya,
Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah penguasa Mutlaq. Dengan
demikan jelaslah bahwa Mu’tazilah mengartikan keadailan dari visi manusia yang
memiliki dirinya, sedangkan Al-Asy’ari dari visi bahewa Allah adalah pemilik mutlak.
7. Kedudukan orang berdosa
Al-Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang di anut Mu’tazilah. Mengingat
kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufr, predikat bagi seseorang haruslah salah
satu diantaranya. Jika tidak mukmin ia kafir. Oleh karena itu, Al-Asy’ari berpendpat
bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak
mungkin hilang karena dosa selain kufr.
D. Perkembangan aliran Asy’ariyah
Pendirian asy’ariyyah adalah jalan tengah dari aliran textulis dan aliran
rasionalis. Setelah wafatnya al- Asy’ari, golongan Aasy’ariyyah mengalami

perombahan yang pesat dan sudah berani mengeluarkan keputusan “akal menjadi
dasar naqal (nas)” karena dengan akallah kita menetapkan adanya tuhan. Pembatalan
akal fikirandengan naqal berarti membatalkan pokok sama sekali.10
Karena sikap tersebut, maka Ahlusunnah tidak dapt menerima golongan
Asy’ariyyah, bahkan memusuhinya, sebab dianggap sesat (bid’ah). Kegiatan mereka
sesudah adanya permusuhan ini mulai berkurang, sehingga datang Nizamul Mulk,
seorang menteri saljuk, yang mendirikan dua sekolah terkenal yaitu Nizamiyah di
Nizabur dan Bagdad, dimana aliran Asy’ariyyahsaja yang boleh diajarkan. Sejak itu
Asy’ariyyah menjadi aliran resmi negara, dan menjadi golongan ahlusunnah.11

ALIRAN MATURIDIYYAH
A. Al-maturidi
Abu mansur al-maturidi dilahirkan di maturid, sebuah kota kecil di daerah samrqand,
wilayah transixiana di asia tengah, daerah yang sekarang disebut uzbekiztan. Tahun
kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya perkiraan sekitar pertengahan abad kehijruyah. Ia wafta pada tahun 333 H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama
Nasr bin Yahya al-Balakhi. Al-maturidi hidup pada masa khalifah al-mutawakkil yang
memerintah tahun 232-274 H/847-861 M.12
Dalam bidang fiqih, al-maturidi mengikuti mazhab hanafi dan ia sendiri banyak
mendalami teologi islam dan menganut pula kepada aliran fuqoha dan muhadisin, seperti
yang diperbuat oleh asy’ari. Menurut ulama-ulama hanafiah, hasil pemikiran al-maturidi
dalam bidang akidah sama benar dengan pendapat-pendapat imam abu hanifah. Abu hanifah
sebelum menceburkan dirinya dakam bidanag fiqih dan menjadi tokohnya, telah lama
berkecimpung dalam bidang akidah serta banyak pula mengadakan tukar pendapat dan
perdebatan-perdebatan seperti yang dikehendaki oleh suasana zamannya.
10
11
12

B. Doktrin-doktrin teologi al-maturidi :13
a. Akal dan wahyu
Dalam masalah baik dan buruk , al-maturidi berpendapat bahwa penentu baik
dan buruknya sesuatu terdapat pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau
larangan syariah hanya mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya
sesuatu. Al-maturidi mengakui bahwa akal tidak selalu mampu membedakan antara
yang baik dan buruk, dan terkadang pula mampu mengetahui sebagian baik dan
buruk. Dalam kondisi demikian, wahyu diperlukan untuk dijadikan sebagai
pembimbing.
b. Perbuatan manusia
Menurut al-maturidi, perbuatan manusia adalah ciptaan tuhan karena segala
sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan tuhan. Khusus mengenai perbuatan manusia
memilki kemampuan berbuat agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan dapat
dilaksanakan.
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan
Telah diuraikan di atas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam
wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan tuhan. Akan tetapi, pernyataan ini
menurut al-maturidi bukan berarti tuhan berkehendak dan berbuat dengan sewenangwenang serta sekehendak-Nya, dan kehendak-nya itu berlangsung sesuai dengan
hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
d. Sifat tuhan
Menurut al-maturidi, sifat tidak dikatakan sebagia esensi-Nya dan bukan pula
lain dari esensin-Nya. Sifat-sifat tuhan itu mulazamah dzat tanpa terpisah. Paham almaturidi tentang makna sifat tuhan cemderung mendekati paham mu’tazilah.
Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan al-maturidi tentang adanya sifat-sifat
tuhan, sedangkan mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat tuhan
e. Melihat tuhan
Al-maturidi mengatakan bahwa tuhan di akhirat kelak dapat ditangkap dengan
penglihatan karena tuhan mempunyai wujud, walaupun immaterial. Melihat tuhan
kelak di akhirat memperkenalkan bentuknya karena keadaan di akhirat tidak sama
dengan keadaan di dunia.
f. Kalam tuhan
Al-maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf

dan

bersuara dengan kalam nafsi. Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan
kalam tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu. Kalam nafsi tidak dapat
diketahui hakikatnya dan bagaimna Allah bersifat dengannya dan manusia tidak dapat
mendengar atau membacanya, kecuali dengan perantara.
13

g. Pengutusan rasul
Al-maturidi berpendapat bahwa akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu
untuk dapat mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Jadi, pengutusan rasul adalah
hal niscaya yang berfungsi sebgai sumber informasi,. Tanpa mengikuti ajaran wahyu
yang disampaikan rasulullah berarti manusia membebankan akalnya pada sesuatu
yang berada diluar kemampuannya.
h. Pelaku dosa besar (murtakib al-kabir)
Al-maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak
kekal didalam neraka, walaupun ia meninggal sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan
telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai perbuatannya.
C. IBRAH
Jelas kiranya bahwa al-maturidi berlainan dengan al-asy’ari dan tidak membawa
faham yang seluruhnya berlawanan dengan pendapat-pendapat mu’tazilah. Dengan demikian
sistem teologi al-maturidi terletak diantara aliran asy’ariyah dan aliran mu’tazilah. Dari sini
kita biasa mengambil kesimpulan bahwa selain al-asy’ari yang ingin bersikap moderat
diantara jabariyah dan qodariah serta mu’tazilah dan ahli hadist, ternyata muncul aliran
maturidiyah dengan penggagasnya yaitu Abu Mansur Al-Maturidi yang ingin menempatkan
alirannya pada posisi lebih moderat lagi, yang berdiri diantara mu’tazilah dan asy’ariyah.14
Berbeda dengan aliran-aliran teologi lainnya, aliaran asy’ariyah dan maturidiyah
masih ada dan inilah yang dianut oleh pengikut mahzab Abu Hanifah. Kemudian seiring
dengan perkembangan zaman, kedua aliran inilah yang disebut ahlu sunnah wal jama’ah.
Tetapi dalam pada itu, faham rasional yang dibawa oleh kaum mu’tazilah mulai timbul
kembali dengan pesatnya di abad ke-21 ini, terutama dikalangan kaum terpelajar islam.
Tetapi bagaimanapun, pengikut asy’ariyah jauh lebih banyak daripada pengikut aliran
lainnya.15

14
15