S PLB 1105643 Chapter1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,
terutama melalui indera pendengarannya. Batasan pengertian anak
tunarungu
telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya
mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi
anak tunarungu.
Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 2005, hlm. 93)
mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar
suara dikatakan tunarungu. Selain itu, Mufti Salim (dalam Sutjihati Somantri,
2005, hlm. 93) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan
oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran
sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Daniel F. Hallahan dan James H. Kauffman (dalam Somad. P &
Hernawati. T, 1995, hlm. 26) mengemukakan bahwa :
Hearing impairment. A generic term indicating a hearing disability that
may range in severity from mild to profound it includes the subsets of deaf
and hard of hearing. A deaf person in one whose hearing disability
precludes succesful proccessing of linguistic information through audition,
with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with
use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable succesful
processing of linguistic information through audition.
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu
istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan
kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam
bagian tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan
kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui
pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar.
Kurang dengar adalah seseorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan proses
informasi bahasa melalui pendengaran.
Kemampuan bahasa dan bicara merupakan salah satu keterampilan yang
harus dikuasai oleh setiap individu baik itu secara verbal maupun non verbal.
Bahasa adalah bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan disimbolkan agar
dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Hal yang mencakup bentuk bahasa
yaitu bahasa lisan, bahasa tulisan, isyarat tangan, ekspresi wajah, ungkapan musik
dan sebagainya.(Hurlock, 1980, hlm. 82). Bahasa merupakan salah satu media
yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Manusia tidak akan lepas dari
penggunaan bahasa dalam kehidupannya sehari – hari. Bahasa digunakan setiap
lini kehidupan untuk mempermudah proses berkomunikasi karena dalam
melakukan komunikasi ada hal yang harus diperhatikan yaitu mengerti apa yang
dimaksud oleh orang lain dan kemampuan mengkomunikasikan pikiran dan
perasaan diri sendiri kepada orang lain sehingga dapat dimengerti. Penggunaan
bahasa tidak mengenal usia, dari orangtua hingga anak kecil, harus menggunakan
bahasa untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya.
Anak pada umumnya dalam menguasai bahasa tidak begitu tampak usaha
karena mendengar secara otomatis mereka meniru apa yang dikatakan orang lain.
Berbeda halnya anak tunarungu yang mengalami hambatan perkembangan bahasa
dan bicara. Pada dasarnya perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya
tidak berbeda dengan perkembangan bahasa pada umumnya. Pada usia awal bayi
akan menangis apabila merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan sampai pada
tahap meraban anak tunarungu mengalaminya, karena tahap meraban merupakan
tahap yang alami.
Dampak kehilangan kemampuan mendengar yang paling utama adalah
terhambatnya perkembangan bicara dan bahasa untuk kepentingan komunikasi
baik ekspresif maupun reseptif, hal ini dialami pada anak-anak yang mengalami
kehilangan pendengaran sejak lahir pada saat mereka belum mengenal bahasa. Hal
ini akan berpengaruh serius terhadap pemerolehan dan perkembangan bahasa dan
bicaranya, sebab perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan
ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak
tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses
peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Banyak upaya untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu salah satunya dengan
menggunakan bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan bahasa yang paling efisien
karena kemungkinan terjadinya salah paham sangat kecil sekali.
Dalam keterampilan berbahasa, biasanya melalui suatu hubungan urutan
yang teratur. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu :
keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Tarigan, 1981, hlm.1).
Selanjutnya, setiap keterampilan itu berhubungan erat dengan proses – proses
berpikir yang mendasari bahasa. Adapun hubungan antar komponen, yaitu :
hubungan antara berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua
arah yang langsung serta merupakan komunikasi tatap muka atau face-to-face
communication (Brooks, 1964 : 134). Hubungan antara berbicara dan membaca,
beberapa proyek penelitian telah memperlihatkan adanya hubungan yang erat
antara perkembangan kecakapan berbahasa lisan dan kesiapan baca. Hubungan
antara ekspresi lisan dan ekspresi tulis wajar bila komunikasi lisan dan tulis erat
sekali berhubungan karena keduanya mempunyai banyak persamaan. Menyimak
dan membaca erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk
menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa
keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam
penggunaannya, keempat keterampilan tersebut sering sekali berhubungan satu
sama lain.
Berdasarkan pengalaman ketika peneliti melakukan observasi pada siswa
tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut, peneliti mengamati
komunikasi mereka pada saat berada di dalam dan luar kelas mayoritas dari siswa
masih menggunakan bahasa isyarat lokal (isyarat mereka sendiri), artikulasinya
belum jelas, masih sulit memahami pembicaraan orang lain dan perbendaharaan
kosakata masih kurang. Berbagai hambatan yang dialami oleh anak tunarungu
sebagai dampak ketunarunguan dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa
dan bicara adalah sulit memahami kata. Penguasaan anak tunarungu terhadap
kosakata sangat minim, sehingga mereka sulit untuk menuangkan pemikirannya
dengan jelas. Kurangnya penguasaan kosakata berdampak kepada pemahaman
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
anak tunarungu dalam memahami kata secara abstrak, sehingga anak tunarungu
pada umumnya mengalami kesulitan dalam berbahasanya.
Pada saat peneliti mengadakan study banding dan observasi pada salah
satu sekolah luar biasa yang berada di Wonosobo, yaitu SLB Don Bosco peneliti
mendapat kesan yang mendalam bahwa siswa – siswa tunarungu yang mengalami
ketunarunguan sedang maupun berat memiliki kemampuan berkomunikasi yang
baik. Berkenaan dengan hal tersebut peneliti mendapat penjelasan lebih lanjut dari
pihak Yayasan Don Bosco tentang bagaimana siswa – siswa tunarungu dapat
berkomunikasi secara lisan yaitu bahwa di dalam mengembangkan kemampuan
bahasa dan komunikasi bagi siswa tunarungu sangat berkomitmen dalam
menggunakan Metode Maternal Reflektif atau metode penguasaan bahasa ibu
yang berporos pada kegiatan percakapan sebagai metode pengajaran bahasanya,
yang dilaksanakan secara berkelanjutan dari jenjang TKLB sampai SMPLB. Dari
sinilah peneliti merasa terinspirasi untuk mencoba menggunakan metode maternal
reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.
Berdasarkan
permasalahan
inilah
diperlukan
suatu
upaya
untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa yaitu melalui metode maternal reflektif.
Dimana metode ini merupakan suatu metode pengajaran bahasa yang tumpuan
dan jantungnya ada pada proses percakapan selayaknya seorang ibu yang
bercakap dengan anaknya melalui metode tangkap dan peran ganda. Penulis
memiliki anggapan bahwa metode maternal reflektif merupakan salah satu metode
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak
tunarungu.
Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa begitu pentingnya
peranan bahasa dalam menyimpan informasi. Untuk memotivasi anak
berbicara/berbahasa orang dilingkungannya dapat memberikan kesempatan yang
luas agar anak mau berbicara, anak harus selalu dirangsang untuk mau berekspresi
melalui ungkapan bahasa lisan. Sejalan dengan itu pula dilatihkan bagaimana
anak dapat membaca gerak bibir/alat bicara orang lain. Maka hal – hal tersebut
mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian tentang penerapan metode
maternal reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu
kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut.
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi
beberapa masalah yang terkait dengan penelitian, yaitu :
1. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam kejelasan pengucapan kata-kata,
sehingga sulit untuk dimengerti oleh orang lain.
2. Kemampuan berbahasa anak tunarungu perkembangannya terhambat.
3. Media pembelajaran yang digunakan masih kurang efektif.
4. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran anak tunarungu adalah:
metode maternal reflektif, metode global berdiferensiasi, metode tangkap dan
peran ganda, metode analisis sintesis, metode suara ujaran, metode TVA atau
multisensori, dan sebagainya.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan memperhatikan berbagai aspek,
menyangkut keterbatasan kemampuan peneliti maka dalam penelitian ini perlu
dibatasi agar fokus dan dapat mencapai tujuan yang optimal sesuai dengan
harapan. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada masalah penerapan metode
maternal reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif maupun
reseptif anak tunarungu.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode
maternal reflektif efektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif
maupun reseptif anak tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut?”
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak
tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut sebelum
menggunakan Metode Maternal Reflektif.
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Untuk mengetahui kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak
tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut sesudah
menggunakan Metode Maternal Reflektif.
c. Untuk
mengetahui
efektifitas
metode
maternal
reflektif
dalam
meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak
tunarungu kelas 3 SDLB BC di SLB Al Barkah Garut.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan rujukan bagi pembelajaran berbahasa bagi siswa tunarungu dan
memberikan suatu informasi secara teoritis mengenai metode maternal
reflektif yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam meningkatkan
kemampuan berbahasa anak tunarungu.
b. Kegunaan Praktis
1. Bagi guru
a. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran untuk peningkatan
berbahasa verbal anak tunarungu.
b. Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penggunaan Metode
Maternal Reflektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa
verbal anak tunarungu.
2. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan setelah diterapkannya metode
maternal reflektif ini, siswa lebih terbiasa menggunakan bahasa verbal
saat berkomunikasi dengan orang lain.
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,
terutama melalui indera pendengarannya. Batasan pengertian anak
tunarungu
telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya
mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi
anak tunarungu.
Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 2005, hlm. 93)
mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar
suara dikatakan tunarungu. Selain itu, Mufti Salim (dalam Sutjihati Somantri,
2005, hlm. 93) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan
oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran
sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Daniel F. Hallahan dan James H. Kauffman (dalam Somad. P &
Hernawati. T, 1995, hlm. 26) mengemukakan bahwa :
Hearing impairment. A generic term indicating a hearing disability that
may range in severity from mild to profound it includes the subsets of deaf
and hard of hearing. A deaf person in one whose hearing disability
precludes succesful proccessing of linguistic information through audition,
with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with
use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable succesful
processing of linguistic information through audition.
Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu
istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan
kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam
bagian tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan
kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui
pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar.
Kurang dengar adalah seseorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan proses
informasi bahasa melalui pendengaran.
Kemampuan bahasa dan bicara merupakan salah satu keterampilan yang
harus dikuasai oleh setiap individu baik itu secara verbal maupun non verbal.
Bahasa adalah bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan disimbolkan agar
dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Hal yang mencakup bentuk bahasa
yaitu bahasa lisan, bahasa tulisan, isyarat tangan, ekspresi wajah, ungkapan musik
dan sebagainya.(Hurlock, 1980, hlm. 82). Bahasa merupakan salah satu media
yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Manusia tidak akan lepas dari
penggunaan bahasa dalam kehidupannya sehari – hari. Bahasa digunakan setiap
lini kehidupan untuk mempermudah proses berkomunikasi karena dalam
melakukan komunikasi ada hal yang harus diperhatikan yaitu mengerti apa yang
dimaksud oleh orang lain dan kemampuan mengkomunikasikan pikiran dan
perasaan diri sendiri kepada orang lain sehingga dapat dimengerti. Penggunaan
bahasa tidak mengenal usia, dari orangtua hingga anak kecil, harus menggunakan
bahasa untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya.
Anak pada umumnya dalam menguasai bahasa tidak begitu tampak usaha
karena mendengar secara otomatis mereka meniru apa yang dikatakan orang lain.
Berbeda halnya anak tunarungu yang mengalami hambatan perkembangan bahasa
dan bicara. Pada dasarnya perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya
tidak berbeda dengan perkembangan bahasa pada umumnya. Pada usia awal bayi
akan menangis apabila merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan sampai pada
tahap meraban anak tunarungu mengalaminya, karena tahap meraban merupakan
tahap yang alami.
Dampak kehilangan kemampuan mendengar yang paling utama adalah
terhambatnya perkembangan bicara dan bahasa untuk kepentingan komunikasi
baik ekspresif maupun reseptif, hal ini dialami pada anak-anak yang mengalami
kehilangan pendengaran sejak lahir pada saat mereka belum mengenal bahasa. Hal
ini akan berpengaruh serius terhadap pemerolehan dan perkembangan bahasa dan
bicaranya, sebab perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan
ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak
tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses
peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Banyak upaya untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu salah satunya dengan
menggunakan bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan bahasa yang paling efisien
karena kemungkinan terjadinya salah paham sangat kecil sekali.
Dalam keterampilan berbahasa, biasanya melalui suatu hubungan urutan
yang teratur. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu :
keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Tarigan, 1981, hlm.1).
Selanjutnya, setiap keterampilan itu berhubungan erat dengan proses – proses
berpikir yang mendasari bahasa. Adapun hubungan antar komponen, yaitu :
hubungan antara berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua
arah yang langsung serta merupakan komunikasi tatap muka atau face-to-face
communication (Brooks, 1964 : 134). Hubungan antara berbicara dan membaca,
beberapa proyek penelitian telah memperlihatkan adanya hubungan yang erat
antara perkembangan kecakapan berbahasa lisan dan kesiapan baca. Hubungan
antara ekspresi lisan dan ekspresi tulis wajar bila komunikasi lisan dan tulis erat
sekali berhubungan karena keduanya mempunyai banyak persamaan. Menyimak
dan membaca erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk
menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa
keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam
penggunaannya, keempat keterampilan tersebut sering sekali berhubungan satu
sama lain.
Berdasarkan pengalaman ketika peneliti melakukan observasi pada siswa
tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut, peneliti mengamati
komunikasi mereka pada saat berada di dalam dan luar kelas mayoritas dari siswa
masih menggunakan bahasa isyarat lokal (isyarat mereka sendiri), artikulasinya
belum jelas, masih sulit memahami pembicaraan orang lain dan perbendaharaan
kosakata masih kurang. Berbagai hambatan yang dialami oleh anak tunarungu
sebagai dampak ketunarunguan dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa
dan bicara adalah sulit memahami kata. Penguasaan anak tunarungu terhadap
kosakata sangat minim, sehingga mereka sulit untuk menuangkan pemikirannya
dengan jelas. Kurangnya penguasaan kosakata berdampak kepada pemahaman
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
anak tunarungu dalam memahami kata secara abstrak, sehingga anak tunarungu
pada umumnya mengalami kesulitan dalam berbahasanya.
Pada saat peneliti mengadakan study banding dan observasi pada salah
satu sekolah luar biasa yang berada di Wonosobo, yaitu SLB Don Bosco peneliti
mendapat kesan yang mendalam bahwa siswa – siswa tunarungu yang mengalami
ketunarunguan sedang maupun berat memiliki kemampuan berkomunikasi yang
baik. Berkenaan dengan hal tersebut peneliti mendapat penjelasan lebih lanjut dari
pihak Yayasan Don Bosco tentang bagaimana siswa – siswa tunarungu dapat
berkomunikasi secara lisan yaitu bahwa di dalam mengembangkan kemampuan
bahasa dan komunikasi bagi siswa tunarungu sangat berkomitmen dalam
menggunakan Metode Maternal Reflektif atau metode penguasaan bahasa ibu
yang berporos pada kegiatan percakapan sebagai metode pengajaran bahasanya,
yang dilaksanakan secara berkelanjutan dari jenjang TKLB sampai SMPLB. Dari
sinilah peneliti merasa terinspirasi untuk mencoba menggunakan metode maternal
reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.
Berdasarkan
permasalahan
inilah
diperlukan
suatu
upaya
untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa yaitu melalui metode maternal reflektif.
Dimana metode ini merupakan suatu metode pengajaran bahasa yang tumpuan
dan jantungnya ada pada proses percakapan selayaknya seorang ibu yang
bercakap dengan anaknya melalui metode tangkap dan peran ganda. Penulis
memiliki anggapan bahwa metode maternal reflektif merupakan salah satu metode
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak
tunarungu.
Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa begitu pentingnya
peranan bahasa dalam menyimpan informasi. Untuk memotivasi anak
berbicara/berbahasa orang dilingkungannya dapat memberikan kesempatan yang
luas agar anak mau berbicara, anak harus selalu dirangsang untuk mau berekspresi
melalui ungkapan bahasa lisan. Sejalan dengan itu pula dilatihkan bagaimana
anak dapat membaca gerak bibir/alat bicara orang lain. Maka hal – hal tersebut
mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian tentang penerapan metode
maternal reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu
kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut.
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi
beberapa masalah yang terkait dengan penelitian, yaitu :
1. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam kejelasan pengucapan kata-kata,
sehingga sulit untuk dimengerti oleh orang lain.
2. Kemampuan berbahasa anak tunarungu perkembangannya terhambat.
3. Media pembelajaran yang digunakan masih kurang efektif.
4. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran anak tunarungu adalah:
metode maternal reflektif, metode global berdiferensiasi, metode tangkap dan
peran ganda, metode analisis sintesis, metode suara ujaran, metode TVA atau
multisensori, dan sebagainya.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan memperhatikan berbagai aspek,
menyangkut keterbatasan kemampuan peneliti maka dalam penelitian ini perlu
dibatasi agar fokus dan dapat mencapai tujuan yang optimal sesuai dengan
harapan. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada masalah penerapan metode
maternal reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif maupun
reseptif anak tunarungu.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode
maternal reflektif efektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif
maupun reseptif anak tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut?”
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak
tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut sebelum
menggunakan Metode Maternal Reflektif.
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Untuk mengetahui kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak
tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut sesudah
menggunakan Metode Maternal Reflektif.
c. Untuk
mengetahui
efektifitas
metode
maternal
reflektif
dalam
meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak
tunarungu kelas 3 SDLB BC di SLB Al Barkah Garut.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan rujukan bagi pembelajaran berbahasa bagi siswa tunarungu dan
memberikan suatu informasi secara teoritis mengenai metode maternal
reflektif yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam meningkatkan
kemampuan berbahasa anak tunarungu.
b. Kegunaan Praktis
1. Bagi guru
a. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran untuk peningkatan
berbahasa verbal anak tunarungu.
b. Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penggunaan Metode
Maternal Reflektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa
verbal anak tunarungu.
2. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan setelah diterapkannya metode
maternal reflektif ini, siswa lebih terbiasa menggunakan bahasa verbal
saat berkomunikasi dengan orang lain.
Anggie Naila Fauziah, 2015
PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL
BARKAH GARUT)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu