EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL BRAIN BASED LEARNING DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN SIKAP BERTANGGUNG JAWAB SISWA SMA N 1 KASIHAN BANTUL.

BABBIB
PENDAHULUANB
A. LatarBBelakangB
Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) dari aspek pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa SMA
dalam Kurikulum 2013. Kemampuan metakognisi adalah kesadaran individu
dalam menggunakan pemikirannya untuk merencanakan, mengontrol, dan
menilai terhadap proses dan strategi kognitif (Cromley, 2000: 222).
Kemampuan metakognisi dapat menghasilkan kemampuan berpikir kritis.
Seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, mengumpulkan informasi yang relevan, efisien,
kreatif, dan bertindak sesuai informasi yang dikumpulkan (Schafersman,
1991).
Menurut Hill (2000), siswa pada sekolah menengah dianjurkan
menggunakan kemampuan metakognisinya karena berhubungan dengan cara
berpikir tentang pemikirannya yang dapat mengoptimalkan kemampuan otak
dalam kesadaran berfikir, mengetahui akibat yang ditimbulkan, dan kesadaran
diri yang sudah seharusnya dimiliki siswa sekolah menengah. Siswa yang
memiliki kemampuan metakognisi akan sadar tentang proses berpikir dan
mengevaluasi diri terhadap hasil proses berpikir serta pengalamannya. Hal
tersebut akan memperkecil kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah

dan membantu siswa dalam mengidentifikasi strategi belajar yang baik.

1

Kemampuan metakognisi erat kaitannya dengan sikap bertanggung
jawab. Zulkiply (2006) menyatakan kemampuan metakognisi dapat membuat
siswa lebih sadar tentang tanggung jawabnya dalam belajar seperti: (1)
membuat strategi belajar dalam mencapai tujuan; (2) memastikan tugas yang
dikerjakan sesuai dan tepat; dan (3) mengevaluasi cara belajarnya untuk
mendapat hasil belajar yang optimal. Sikap bertanggung jawab merupakan
sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, negara, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), dan diri sendiri.
Sikap bertanggung jawab termasuk aspek sikap yang harus dikuasai
siswa dalam SKL. Sikap bertanggung jawab penting dikembangkan untuk
siswa. Bruce (2004: 3) menyatakan sikap bertanggung jawab membuat siswa
mengetahui konsekuensi dari pilihan yang diambil dan siswa sadar dengan
tugas atau kewajiban yang harus dikerjakan. Sikap bertanggung jawab dalam
pembelajaran dapat dilihat saat siswa melaksanakan tugas dengan baik,
menjaga lingkungan belajar, diskusi kelompok, dan menanggung risiko.

Pengembangan kemampuan metakognisi dan sikap bertanggung jawab
belum

maksimal

dalam

proses

pembelajaran

matematika.

Padahal

kemampuan metakognisi dan sikap bertanggung jawab merupakan hal yang
penting. Sebagai contoh, hal tersebut dapat dilihat saat proses pembelajaran
matematika di kelas XI MIA SMA N 1 Kasihan Bantul. Tiga cara dilakukan
untuk mengetahui kemampuan awal metakognisi dan sikap bertanggung
jawab siswa yaitu wawancara dengan guru, observasi, dan prapenelitian.


2

Berdasarkan

wawancara

dengan

guru

matematika,

kemampuan

metakognisi kelas XI MIA masih kurang. Siswa kesulitan dalam membuat
pertanyaan dari masalah yang disajikan, membuat langkah-langkah sendiri
dalam menyelesaikan masalah, dan siswa sering menunggu guru dalam
menyampaikan rumus matematika daripada menemukannya sendiri. Siswa
juga masih kurang bertanggung jawab yang ditandai dari siswa jarang

membawa buku wajib dan alat tulis matematika, masuk kelas tidak tepat
waktu, beberapa siswa tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), dan siswa
tidak menjaga lingkungan belajar agar tetap kondusif.
Observasi kelas dilakukan pada proses pembelajaran materi Invers dan
Komposisi. Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa siswa mengalami
kesulitan dalam membuat model matematika fungsi invers, siswa belum
mampu menentukan dan memilih cara yang sesuai dalam menyelesaikan
masalah komposisi pada invers, siswa tidak mengetahui alasan pemilihan
rumus yang digunakan dalam menyelesaikan soal invers, dan siswa
mengalami kebingungan untuk menyelesaikan soal berbeda dari yang pernah
diberikan. Pada saat diskusi kelompok terlihat banyak siswa yang
membicarakan hal di luar konteks pembelajaran, tidak semua siswa
berpartisipasi dalam menyelesaikan Lembar Kerja Siswa (LKS), siswa tidak
antusias untuk mempresentasikan hasil diskusi, menunggu kedatangan guru
untuk menjelaskan cara menyelesaikan masalah dalam LKS, dan bermain
handphone daripada mencoba menyelesaikan masalah yang diberikan secara

3

sendiri maupun berkelompok. Selain itu, kurang dari 50% siswa yang

mengerjakan PR dengan lengkap.
Cara ketiga untuk mengetahui kemampuan metakognisi dan sikap
betanggung jawab adalah melakukan prapenelitian dengan memberikan soal
kemampuan metakognisi pada materi persamaan garis lurus dan angket sikap
bertanggung jawab di kelas XI MIA 2. Hasil tes kemampuan metakognisi
pada prapenelitian disajikan pada Tabel 1.
TabelB1.BHasilBTesBKemampuanBMetakognisiBpadaBPrapenelitianB
NoBB
AspekBKemampuanBMetakognisiB
1
Kemampuan menginterpretasikan masalah.
2
Kemampuan menyusun strategi penyelesaian
masalah.
3
Kemampuan memprediksi jawaban.
4
Kemampuan menyelesaikan masalah
5
Kemampuan mengevaluasi jawaban

Rata-rata total

eata-rataB
12.50
57.14
75.00
52.23
46.42
49.43

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata nilai tes kemampuan
metakognisi adalah 49.43 dari skor maksimal 100. Selanjutnya, dari lima
aspek kemampuan metakognisi hanya aspek kemampuan memprediksi
jawaban yang nilai rata-ratanya telah mencapai 75 dan nilai rata-rata pada
aspek kemampuan menginterpretasikan masalah paling rendah dari semua
aspek. Sedangkan hasil angket sikap bertanggung jawab menunjukkan kurang
dari 75% siswa mendapat skor angket dalam kategori Baik. Saat prapenelitian
juga teramati terdapat siswa yang tidak mengerjakan tes dengan usaha sendiri,
siswa bertanya dengan temannya, dan menggunakan handphone untuk
mencari jawaban.


4

Sikap siswa yang tidak mengerjakan tugas, tidak berdiskusi dengan baik,
bermain handphone saat berdiskusi dan menunggu dijelaskan guru daripada
mencoba, dan tidak mengumpulkan tugas tepat waktu menunjukkan masih
adanya siswa yang kurang memiliki sikap bertanggung jawab. Kesulitan
siswa dalam membuat pertanyaan, tidak mencoba menemukan penyelesaian
masalah, tidak mengetahui alasan pemilihan cara dalam menyelesaikan
masalah, dan hasil tes kemampuan metakognisi yang masih rendah
menunjukkan bahwa kemampuan metakognisi siswa belum maksimal.
Padahal dalam memahami konsep diperlukan proses berpikir untuk
menentukan strategi, inisiatif, dan refleksi diri untuk mempersiapkan tujuan
dan manajemen dalam belajar.
Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan model pembelajaran yang
dapat mengoptimalkan kemampuan metakognisi dan sikap bertanggung
jawab siswa yaitu dengan pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi
otak karena kemampuan berpikir dan sikap dipengaruhi oleh cara kerja otak.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan
metakognisi dan sikap bertanggung jawab adalah model Brain Based

Learning. Brain Based Learning adalah model pembelajaran yang
diselaraskan dengan cara kerja otak yang didesain secara alamiah untuk
belajar (Jensen, 2008: 12).
Brain Based Learning berorientasi pada optimalisasi potensi otak
berdasarkan hubungan proses belajar dengan emosi, pengalaman, lingkungan,
sikap, penilaian, musik, senam otak, dan gerakan (Erlauer, 2003: 63). Model

5

Brain Based Learning membuat siswa mampu secara bebas menggunakan
pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah, serta memiliki tanggung
jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman
dan pengetahuan siswa (Laksmi Sujana & Surya Abadi, 2014).
Berson, Potter, Terenzini, Oliaro, & Engelkeeyer (1998: 5) menyatakan
siswa dapat belajar lebih optimal saat: (1) diberikan masalah kompleks dan
menantang untuk mencari solusi terbak dan inovatif; (2) situasi yang
merangsang dan memanfaatkan kemampuan otak; (3) mempresentasikan hasil
penyelesaian ke teman lain; (4) menggunakan pengalaman yang dimiliki
untuk beradaptasi dengan pengalaman baru; (5) diberikan suasana belajar
yang menarik; (6) diberi tanggung jawab; dan (7) siswa diberi kesempatan

untuk berdiskusi. Ketujuh syarat tersebut terdapat dalam model Brain Based
Learning.
Pada model Brain Based Learning terdapat lima sistem pembelajaran
utama, yaitu: (1) sistem pembelajaran emosional; (2) sistem pembelajaran
sosial; (3) sistem pembelajaran kognitif; (4) sitem pembelajaran fisik; dan (5)
sistem pembelajaran reflektif (Ramakrishnan & Annakodi, 2013). Sistem
pembelajaran reflektif menuntut siswa dalam memahami diri sendiri,
menjelaskan sesuatu, dan mencoba menghubungkan ide. Siswa yang
memahami

kemampuan

diri

sendiri,

memantau

pikiran,


mengasah

kemampuan pemecahan masalah, dan mengembangkan kebiasaan untuk
bertanya dapat dilihat pada sistem pembelajaran model Brain Based Learning
yang dapat mengolah kemampuan metakognisi.

6

Langkah-langkah

model

Brain

Based

Learning

terdiri


dari

prapemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan
formasi memori, verifikasi juga integrasi. Pada langkah elaborasi siswa diberi
kesempatan untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji, dan
memperdalam pembelajaran yang selaras dengan pendekatan Saintifik pada
Kurikulum 2013. Pendekatan Saintifik adalah pendekatan yang berorientasi
pada kegiatan yang diawali dengan mengamati dilanjutkan dengan
mengumpulkan data, menganalisis data, mengasosiasi dan diakhiri dengan
mengkomunikasikan. Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar
Proses menyatakan bahwa pembelajaran dalam pendekatan Saintifik dapat
membuat siswa berpikir kreatif, sistematik, aktif, dan memunculkan sikap
serta nilai seperti bertanggung jawab, mandiri, jujur, toleransi dan kerjasama.
Penguasaan kemampuan metakognisi dan sikap bertanggung jawab
bertujuan untuk mengembangkan hard skill dan soft skill dalam Kurikulum
2013 serta digunakan dalam proses penalaran pendekatan Saintifik. Siswa
akan mendiskusikan cara-cara atau strategi yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah dengan anggota kelompoknya serta mengungkapkan
hasil diskusi tersebut ke seluruh anggota kelas untuk diberikan masukan atau
sanggahan yang merupakan karakteristik dari sikap bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian mengenai
efektivitas pembelajaran matematika dengan model Brain Based Learning
dalam pendekatan Saintifik ditinjau dari kemampuan metakognisi dan sikap
bertanggung jawab siswa SMA N 1 Kasihan Bantul. Desain pembelajaran

7

matematika dengan model Brain Based Learning belum banyak diterapkan.
Apalagi dalam penelitian ini, model Brain Based Learning diintegrasikan
dalam pendekatan Saintifik. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah
satu acuan guru dalam mengajar dalam kelas.
B. IdentifikasiBMasalahB
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah di SMA N 1 Kasihan Bantul, diantaranya:
1. Beberapa siswa kesulitan membuat model matematika dari masalah yang
disajikan.
2. Beberapa siswa tidak mengetahui alasan pemilihan cara dalam
menyelesaikan masalah.
3. Beberapa siswa belum mampu menentukan dan memilih cara yang sesuai
dalam menyelesaikan masalah matematika.
4. Beberapa siswa tidak menyelesaikan tugas tepat waktu.
5. Beberapa siswa mengandalkan temannya untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan saat diskusi.
6. Beberapa siswa membicarakan hal-hal di luar konteks pembelajaran.
C. PembatasanBMasalahB
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah dalam penelitian ini
dibatasi pada efektivitas pembelajaran matematika dengan model Brain
Based Learning dalam pendekatan Saintifik ditinjau dari kemampuan
metakognisi dan sikap bertanggung jawab siswa SMA N 1 Kasihan Bantul
pada materi persamaan lingkaran.

8

D. eumusanBMasalahB
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran matematika dengan model Brain Based Learning
dalam pendekatan Saintifik efektif ditinjau dari kemampuan metakognisi
siswa SMA N 1 Kasihan Bantul?
2. Apakah pembelajaran matematika dengan model Brain Based Learning
dalam pendekatan Saintifik efektif ditinjau dari sikap bertanggung jawab
siswa SMA N 1 Kasihan Bantul?
3. Apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan Saintifik efektif
ditinjau dari kemampuan metakognisi siswa SMA N 1 Kasihan Bantul?
4. Apakah pembelajaran dengan pendekatan Saintifik efektif ditinjau dari
sikap bertanggung jawab siswa SMA N 1 Kasihan Bantul?
5. Manakah yang lebih efektif antara pembelajaran matematika dengan
model

Brain

Based

Learning

dalam

pendekatan

Saintifik

dan

pembelajaran matematika dengan pendekatan Saintifik ditinjau dari
kemampuan metakognisi siswa SMA N 1 Kasihan Bantul?
6. Manakah yang lebih efektif antara pembelajaran matematika dengan
model

Brain

Based

Learning

dalam

pendekatan

Saintifik

dan

pembelajaran matematika dengan pendekatan Saintifik ditinjau dari sikap
bertanggung jawab siswa SMA N 1 Kasihan Bantul?

9

E. TujuanBPenelitianB
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika dengan model
Brain Based Learning dalam pendekatan Saintifik efektif ditinjau dari
kemampuan metakognisi siswa SMA N 1 Kasihan Bantul.
2. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika dengan model
Brain Based Learning dalam pendekatan Saintifik efektif ditinjau dari
sikap bertanggung jawab siswa SMA N 1 Kasihan Bantul.
3. Untuk

mengetahui

keefektifan

pembelajaran

matematika

dengan

pendekatan Saintifik efektif ditinjau dari kemampuan metakognisi siswa
SMA N 1 Kasihan Bantul.
4. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan pendekatan Saintifik
efektif ditinjau dari sikap bertanggung jawab siswa SMA N 1 Kasihan
Bantul.
5. Untuk

mengetahui

perbandingan

keefektifan

antara

pembelajaran

matematika dengan model Brain Based Learning dalam pendekatan
Saintifik dan pembelajaran matematika dengan pendekatan Saintifik
ditinjau dari kemampuan metakognisi siswa SMA N 1 Kasihan Bantul.
6. Untuk

mengetahui

perbandingan

keefektifan

antara

pembelajaran

matematika dengan model Brain Based Learning dalam pendekatan
Saintifik dan pembelajaran matematika dengan pendekatan Saintifik
ditinjau dari sikap bertanggung jawab siswa SMA N 1 Kasihan Bantul.

10

F. ManfaatBPenelitianB
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah ada, maka
manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi siswa, mengembangkan kemampuan metakognisi dan sikap
bertanggung jawab siswa SMA N 1 Kasihan Bantul dalam pembelajaran
matematika.
2. Bagi guru, sebagai alternatif pembelajaran matematika yang efektif
ditinjau

dari

pengembangan

kemampuan

metakognisi

dan

sikap

bertanggung jawab siswa.
3. Bagi peneliti, menambah pengalaman dan wawasan peneliti dalam
pembelajaran matematika.

11

BABBIIB
KAJIANBTEORIB
A. PembelajaranBMatematikaBdiBSMAB
1. PengertianBPembelajaranBMatematikaBSMAB
Pembelajaran adalah seperangkat peristija yang dirancang untuk
menghasilkan belajar (Gagne, Briggs, & Warge, 1992). Pembelajaran juga
dapat

didefinisikan

sebagai

kegiatan

memilih,

menetapkan

dan

mengembangkan metgde untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan (Hamzah R. Ung, 2010: 83). Selanjutnya Burns, Dimgck &
Martinez (2000:1) menyatakan pembelajaran adalah prgses aktif dan
reflektif dari berfikir, kegiatan, dan pengalaman untuk menciptakan
pengetahuan baru serta tujuan lain. Berdasarkan pendapat beberapa ahli
tersebut dapat disimpulkan bahja pembelajaran adalah peristija memilih,
menetapkan, dan mengembangkan metgde untuk mencapai tujuan hendak
dicapai.
Pembelajaran memiliki tujuan diantaranya: (1) agar sisja dapat
mengatur jaktu dan memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin
dicapai; (2) guru dapat mengatur kegiatan instruksignal, metgde, strategi
untuk mencapai tujuan tersebut; dan (3) guru sebagai evaluatgr yang dapat
menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai gleh anak didik (Nana
Syagdih Sukmadinata, 2002). Uraian mengenai pembelajaran di atas,
mempengaruhi prgses pembelajaran matematika di sekglah.

12

Pembelajaran matematika di sekglah tidak dapat dipisahkan dari
definisi matematika. Berdasarkan Lampiran Permendikbud ngmgr 59
tahun 2014 matematika adalah ilmu universal yang berguna bagi
kehidupan manusia, mendasari perkembangan teknglggi mgdern, berperan
dalam berbagai ilmu, dan memajukan daya pikir manusia. Nelsgn (2002:
14) mendefinisikan matematika sebagai ilmu yang tidak terbatas pada
angka saja, tetapi keahlian dalam menggunakan prgsedur untuk memahami
dan mengaplikasikannya.
Ruseffendi (2006: 260) mendefinisikan matematika sebagai hasil
pemikiran manusia berhubungan dengan ide, prgses, dan penalaran
menggunakan simbgl, ngtasi atau lambang yang seragam yang dapat
dipahami matematikajan diseluruh dunia. Berdasarkan beberapa pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahja matematika adalah ilmu yang dapat
mengembangkan pgla berpikir, hubungan, struktur, ide dan kgnsep dengan
pembuktian yang lggis untuk membantu manusia dalam mengatasi
permasalahannya.
Erman Suherman, Turmudi, Didi Suryadi, Tatang Herman, Suhendra,
& Sufyani Prabajantg (2001:15) menyatakan bahja matematika sekglah
adalah matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SMP) dan
pendidikan menengah (SMA dan SMB). Menurut Ruseffendi (2006)
matematika diajarkan di sekglah karena matematika berguna dalam
memecahkan persgalan kehidupan sehari-hari dan persgalan lain. Saat
guru memberikan sgal cerita kepada sija yang sederhana dan dirancang

13

sedemikan rupa, membuat sisja dapat mengembangkan strategi dalam
menyelesaikan masalah. Dalam Permendikbud ngmgr 59 tahun 2014
terdapat beberapa karakteristik matematika dalam prgses pembelajaran
yang berlangsung di sekglah sebagai berikut:
a. Objek yang dipelajari abstrak, yaitu sebagian besar yang dipelajari
dalam matematika adalah angka atau bilangan yang secara nyata tidak
ada atau merupakan hasil pemikiran gtak manusia.
b. Bebenaranya berdasarkan lggika, yaitu kebenaran dalam matematika
adalah kebenaran secara lggika bukan empiris. Bebenaran matematika
tidak dapat dibuktikan melalui eksperimen seperti dalam ilmu fisika
atau biglggi.
c. Pembelajarannya secara bertingkat dan kgntinu, yaitu penyajian
materi matematika disesuaikan dengan tingkatan pendidikan dan
dilakukan secara terus-menerus.
d. Ada keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnya, yaitu
materi yang akan dipelajari harus memenuhi atau menguasai materi
sebelumnya.
e. Menggunakan bahasa simbgl, yaitu penyampaian materi
menggunakan simbgl-simbgl yang telah disepakati dan dipahami
secara umum.
f. Diaplikasikan dibidang ilmu lain, maksudnya materi matematika
banyak digunakan atau diaplikasikan dalam bidang ilmu lain.
Berdasarkan karakteristik tersebut, matematika dapat membantu sisja
untuk berpikir secara sistematis, melalui urutan-urutan yang teratur dan
tertentu. Matematika juga dapat mengembangkan kepekaan, kesadaran
ataupun kepedulian sisja dalam memahami fengmena-fengmena empiris
yang ditemui kehidupan sehari-hari. Jika matematika diterapkan dalam
kehidupan nyata maka sisja dapat menyelesaikan setiap masalah dengan
lebih mudah dan terarah. Sutar (2006) juga mendeskripsikan manfaat
matematika sebagai berikut: (1) mengembangkan cara berpikir secara
sistematis dan lggis; (2) mengembangkan sifat matematika seperti teliti,
cermat, bertanggung jajab, dan hati-hati; (3) mengembangkan penalaran

14

dan pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sisja
sehari-hari; dan (4) relevan dengan ilmu sains.
Pembelajaran matematika pada tingkatan SMA berbeda dengan
tingkatan sebelumnya. Sisja pada tingkatan SMA rata-rata berada pada
usia antara 15-19 tahun dan tergglgng pada masa remaja madya.
Berdasarkan tingkat perkembangan intelektual Piaget, anak SMA berada
pada tingkat fgrmal yaitu anak dapat menggunakan gperasi kgnkret untuk
membentuk gperasi yang lebih kgmpleks, merumuskan hipgtesis,
mengkgmbinasikan gagasan, prgpgsrsi yang mungkin, dan berpikir
reflektif yaitu berpikir tentang berpikirnya yang termasuk kemampuan
metakggnisi (Ratna Wilis Dahar, 2006: 39). Selanjutnya, Piaget (Uptgn,
2012: 24) menyatakan pada tahap fgrmal, sisja mampu menyelesaikan
masalah abstrak secara lggis yang dipengaruhi gleh gtak dalam memprgses
pemikiran.
Sisja SMA diharapkan dapat mengambil keputusan, menentukan
strategi,

menemukan

kgnsep

sendiri,

mengaitkan

antar

kgnsep,

menggunakan simbgl dalam berpikir, dan menggmunikasikan kgnsep yang
diperglehnya saat pembelajaran berlangsung. Pembelajaran matematika
pada Burikulum 2013 sudah banyak menggunakan lggika dan daya nalar
yang bertujuan untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, guru
hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metgde,
mgdel dan teknik yang bertumpu pada interaksi unsur pembelajaran dan
keterlibatan seluruh indra sisja.

15

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika SMA adalah
prgses interaksi antara guru dan sisja dalam mempergleh pengetahuan
matematika

melalui

berbagai

kegiatan

yang

disesuaikan

dengan

perkembangan intelektual sisja melalui peristija memilih, menetapkan,
dan mengembangkan

metgde untuk menghasilkan belajar matematika

yang hendak dicapai pada tingkatan SMA.
2. TujuanBPembelajaranBMatematikaBSMAB
Pembelajaran matematika SMA bergrentasi pada tercapainya tujuan
pembelajaran matematika yang telah ditetapkan dalam Burikulum 2013.
Tujuan yang dimaksud bukan penguasaan materi saja, tetapi prgses untuk
mengubah tingkah laku sisja sesuai dengan tujuan pembelajaran
matematika yang akan dicapai. Berdasarkan National Council of Teaching
Mathematics (2000) tujuan pembelajaran matematika di sekglah adalah:
(1) kgmunikasi matematis; (2) penalaran matematis; (3) pemecahan
masalah; (4) kgneksi matematis; dan (5) representasi matematis. The
Mathematical Assosiation (Chambers, 2008: 11) menjabarkan tujuan
pembelajaran matematika sebagai berikut:
a. Membaca dan memahami bagian-bagian matematika.
b. Menggmunikasikan secara jelas dan urut menggunakan media yang
sesuai.
c. Bekerja secara jelas dan lggis menggunakan ngtasi dan bahasa yang
cgcgk.
d. Menggunakan metgde yang sesuai untuk memanipulasi bilangan dan
simbgl-simbgl.
e. Menggperasikan secara nyata dan imajiner.
f. Mengaplikasikan urutan mengerjakan, memeriksa, memprediksi,
menguji, menggeneralisasi dan membuktikan.
g. Mengkgnsruksikan dan menguji mgde matematika dari situasi nyata.

16

h. Menganalisis masalah dan memilih teknik untuk menyelesaikan yang
sesuai.
i. Menggunakan keterampilan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
j. Menggunakan alat-alat secara mekanik.
Berdasarkan Lampiran Permendikbud ngmgr 59 tahun 2014, pembelajaran
matematika SMA memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Dapat memahami kgnsep matematika, yaitu menjelaskan keterkaitan
antar kgnsep dan menggunakan kgnsep maupun alggritma, secara
lujes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan pgla sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan
mampu membuat generalisasi berdasarkan fengmena atau data.
c. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika
baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa kgmpgnen yang ada
dalam pemecahan masalah.
d. Menggmunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti
matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbgl, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
f.Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, kgnsisten,
menjunjung tinggi kesepakatan, tgleran, menghargai pendapat grang
lain, santun, demgkrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan
(kgnteks, lingkungan), tanggung jajab, adil, jujur, teliti, dan cermat.
g. Melakukan kegiatan mgtgrik menggunakan pengetahuan matematika.
h. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknglggi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan matematik (Bemendikbud, 2014: 328)
Berdasarkan deskripsi mengenai tujuan pembelajaran matematika, dapat
disimpulkan bahja tujuan pembelajaran matematika SMA adalah agar sisja
mampu: (1) memahami kgnsep matematika; (2) memecahkan masalah; (3)
menggunakan penalaran matematis matematis; (4) menggmunikasikan
masalah secara sistematis; dan (5) memiliki sikap dan perilaku yang sesuai
dengan nilai dalam matematika.

17

B. EfektivitasBPembelajaranB
Efektif dapat dipandang sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Pembelajaran dikatakan efektif jika pembelajaran tersebut dapat mengarahkan
sisja untuk mencapai tujuan pembelajaran. Belajar akan lebih efektif apabila
individu sadar dan mengetahui prgses belajar serta dapat memgnitgr sendiri
strategi, tujuan, hasil, dan akibat dari prgses belajar. Oleh karena itu, dalam
menentukan keefektifan perlu membandingkan hasil nyata dengan hasil ideal
yang ingin dicapai. Berikut karakteristik pembelajaran yang dapat dikatakan
efektif menurut Nightingale dan O'neil (Billen, 2009:4) yaitu:
1. Sisja mampu menerapkan pengetahuan dan memecahkan masalah.
2. Sisja mampu menggmunikasikan pegetahuannya kepada grang lain.
3. Sisja mampu memahami hubungan dari pengetahuan yang dimiliki
dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
4. Sisja mampu mempertahankan pengetahuan yang dimiliki dalam jaktu
yang lama.
5. Sisja mampu menemukan atau menggntruksi pengetahuan sendiri.
6. Sisja memiliki keinginan terus belajar.
Berdasarkan NCTM (2000) pembelajaran matematika efektif apabila
pembelajaran itu mendukung sisja untuk belajar dengan baik. Selanjutnya
Muijs dan Reynglds (2008:338) menyatakan pembelajaran matematika yang
efektif melibatkan pembelajaran untuk tujuan memahami, menggunakan
problem solving, dan bermakna.
Sedangkan menurut Anthgny & Margaret (2009: 149) pembelajaran
matematika dikatakan efektif apabila: (1) sisja dapat menggptimalkan hasil
akademik, pemahaman kgnseptual, dan kgmpetensi yang dimiliki; (2) sisja
terlibat langsung dalam pembelajaran dengan memberi kesempatan untuk
bertanya, mengetahui risikg dari tindakan; dan (3) guru memfasilitasi sisja

18

berdasarkan kebutuhan, budaya, dan bahasa. Sejalan dengan Anthgny &
Margaret, pembelajaran matematika yang efektif berdasarkan Education
Ministry of French (2010: 6) sebagai berikut:
1. Berdasarkan pengetahuan dan pemahaman matematika yang dimiliki
sisja sebelumnya dan relevan dengan kehidupan.
2. Memenuhi kebutuhan dari keragaman sisja.
3. Pengetahuan dibangun gleh sisja dan sisja terlibat pada semua prgses
matematika.
4. Menyediakan media untuk membantu sisja merepresentasikan masalah.
5. Terdapat interaksi antara guru dan sisja
6. Memberikan penilaian kepada sisja.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli dan uraian di atas dapat disimpulkan
bahja pembelajaran matematika efektif apabila tujuan pembelajaran
matematika yang
ketercapaian

melibatkan aktivias sisja dapat tercapai. Selain

tujuan

pembelajaran

pada

sisja,

hal

penting

dalam

pembelajaran efektif adalah guru. Menurut Beckmann, Chazan, Fennell,
Lejis, & Reys (2012: 12) guru matematika yang efektif apabila guru dapat
membuat

sisja

memiliki pengetahuan

yang

ingin

dicapai setelah

pembelajaran matematika berlangsung. Selanjutnya menurut Rgsenshin &
Steven (Lefrancgis, 2000: 231) terdapat langkah-langkah yang dilakukan guru
agar pembelajaran menjadi efektif sebagai berikut:
1. Memulai pelajaran dengan mengulang singkat materi prasyarat
pembelajaran.
2. Memulai dengan menyatakan tujuan pembelajaran.
3. Memulai materi dalam langkah-langkah kecil yang memungkinkan sisja
untuk berlatih.
4. Memberikan instruksi secara eksplisit dan rinci serta penjelasannya.
5. Membiarkan semua sisja untuk aktif.
6. Mengajukan banyak pertanyaan untuk memeriksa pemahaman sisja dan
mempergleh tanggapan dari semua sisja.
7. Membimbing sisja langsung dalam praktik.

19

8. Memberikan umpan balik sistematik dan menggreksi sisja dengan
benar.
9. Memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit untuk pekerjaan tugas dan
memantau kinerja sisja jika diperlukan.
Sedangkan efektivitas pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah sejauh mana prgses pembelajaran matematika dengan mgdel Brain
Based Learning dalam pendekatan Saintifik berhasil membantu sisja
mencapai tujuan pembelajaran yang dapat dilihat dari kriteria yang telah
ditentukan. Briteria efektif untuk kemampuan metakggnisi yaitu apabila lebih
dari 75% sisja mencapai nilai posttest lebih dari 75. Sedangkan kriteria efektif
pada sikap bertanggung jajab apabila banyak sisja yang mencapai skgr
angket kateggri Baik lebih dari 75%.
C. KemampuanBMetakognisiB
Dalam memahami pengetahuan baru, individu mengaitkan dan memanggil
pengetahuan yang telah diketahui dengan pengetahuan baru serta membangun
makna baru (Rusmgng, 2012: 13). Bemampuan individu tersebut merupakan
salah satu bagian dari kemampuan metakggnisi. Flavell (1979) mendefinisikan
metakggnisi sebagai kemampuan berpikir dalam berpikir untuk memahami,
memantau berpikir diri sendiri dan asumsi serta implikasi kegiatan sesegrang.
Menurut Bgrich (2007: 339), kemampuan metakggnisi adalah prgses mental
yang

membantu

individu

merefleksikan

pikirannya,

memahami,

dan

memanggil kembali bagian yang telah dipelajari.
Bemampuan metakggnisi juga dapat didefinisikan sebagai kesadaran
individu dalam menggunakan pemikirannya untuk merencanakan, menggntrgl,

20

dan menilai terhadap prgses dan strategi kggnitif (Crgmley, 2000: 222).
Bemampuan metakggnisi juga dapat diartikan sebagai kesadaran memilih
pengetahuan terkait, membuat starategi, memgnitgr, dan melihat kembali hasil
tindakan (Walle, 2008: 59). Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat
disimpulkan bahja kemampuan metakggnisi adalah kemampuan individu
dalam berpikir untuk mengkaitkan, merencanakan, memahami, menggntrgl,
dan menilai terhadap prgses dan strategi kggnitifnya.
Metakggnisi adalah istilah yang dibuat gleh Flavell pada tahun 1976.
Flavell (1979) dalam bukunya "Metacognition and cognitive monitoring: A
newarea of cognitive-developmental inquiry" menyatakan kemampuan
metakggnisi mencakup pengetahuan tentang strategis, tugas, dan variabel
individu. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang pengetahuan dalam
metakggnisi:
1. Pengetahuan Strategis
Pengetahuan startegis adalah strategi belajar dan berpikir pemecahan
masalah, strategi sisja dalam mencari makna dan memahami dari apa
yang mereka dengar dan baca saat prgses pembelajaran, menentukan
tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan dan
memilih alternatif untuk mencapai tujuan tersebut. Pengetahuan strategis
dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui struktur suatu pgkgk
bahasan dalam buku teks, pengetahuan tentang penggunaan metgde
penemuan atau pemecahan masalah. Strategi ini dapat dikelgmpgkkan
menjadi tiga yaitu strategi mengulang-ulang, strategi mengelabgrasi, dan

21

strategi menggrganisasi (Weinstein & Mayer, 1986). Berikut penjelasan
lebih lanjut tentang strategi metakggnisi sebagai berikut:
a. Strategi mengulang-ulang yaitu strategi dengan mengulang kata-kata
atau istilah untuk mengingat.
b. Strategi mengelabgrasi yaitu strategi yang menggunakan berbagai
teknik seperti merangkum, memilih gagasan pgkgk dan memfrasa.
c. Startegi menggrganisasi yaitu strategi membuat garis besar, mind map,
dan membuat catatan.
2. Pengetahuan tentang tugas kggnitif.
Pengetahuan ini mencakup manfaat strategi, bagaimana cara
menggunakan,

kapan pengetahuan

itu

digunakan dan

mengapa

menggunakan strategi tersebut.
3. Pengetahuan Diri
Pengetahuan diri mencakup pengetahuan tetang dirinya, cara
berpikir, kelemahan dan kekuatan diri dalam kaitanya dengan kggnisi
dan belajar. Pengetahuan ini bermanfaat untuk mempersiapkan diri ketika
sisja tidak mengetahui sesuatu yang kemudian sisja mempunyai
strategi unuk mencari infgrmasi yang dibutuhkan. Dalam pengetahuan
diri juga sisja harus memiliki keyakinan mampu menyelesaikan tugas
dan tujuan sisja untuk melakukan tugas tertentu.
Pengetahuan-pengetahuan di atas akan membantu sisja dalam
menggnstruksi

strategi

dalam

merencanakan,

mengambil

keputusan,

memprediksi, dan menetapkan kebenaran dari straegi yang diambil. Sisja

22

akan sadar tentang prgses berpikirnya dan mengevaluasi dirinya sendiri
terhadap hasil prgses berpikirnya, sehingga hal tersebut akan memperkecil
kesalahan sisja dalam menyelesaikan masalah. Bgmpgnen kemampuan
metakggnisi dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan metakggnisi dan regulasi
metakggnisi sebagai berikut (Lee & Baylgr, 2006; Lai, 2011; Desgete, 2008;
Zghar, 2012):
1. Pengetahuan Metakggnisi
a. Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang dirinya sebagai
pembelajar, strategi yang digunakan, keterampilan, sumber belajar
yang dibutuhkan, pengetahuan tentang fakta dan kgnsep, akibat dari
pemilihan strategi.
b. Pengetahuan prgsedural, yaitu pengetahuan menggunakan hal yang
telah diketahui, ditanyakan dan pengetahuan tentang strategi.
c. Pengetahuan kgndisignal adalah pengetahuan tentang menggunakan
prgsedur, keterampilan, atau strategi, mengapa dan bagaimana
prgsedur berlangsung, mengapa prgsedur itu lebih baik dari prgsedur
lainnya dan kesadaran sesegrang tentang kgndisi yang mempengaruhi
belajarnya.
2. Regulasi Metakggnisi
a. Planning, yaitu kemampuan merencanakan belajar, mengetahui apa
yang diketahui, ditanyakan, membuat prediksi jajaban, algkasi
jaktu, menetapkan tujuan belajar, menentukan urutan belajar,

23

membuat strategi belajar, mengetahui kapan dan mengapa strategi
digunakan, dan harapan saat belajar.
b. Monitoring, yaitu kemampuan membuat dan menjajab pertanyaan
diri sendiri selama prgses pembelajaran, mengidentifikasi masalah dan
membuat

langkah-langkah

dalam

menyelesaikan

masalah,

kemampuan memprediksi kejadian yang akan terjadi, menyimpulkan,
dan menggunakan strategi yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah.
c. Evaluating,

yaitu

kemampuan

melakukan

penilaian

terhadap

kemajuan belajar, mengevaluasi jajaban dengan mengecek kembali
bagaimana penyelesaian, menentukan efektivitas dari rencana terbaik
prgses pembelajaran.
Bgrich

(2007:

455)

telah

mengidentifikasi ciri-ciri

sisja

yang

menggunakan kemampuan metakggnisi dalam prgses belajar yaitu: (1)
bertanya kepada diri sendiri apa yang dipelajari; (2) membuat peninjauan
kembali yang tepat; (3) menilai kemungkinan sglusi; (4) memantau hasil dan
peninjauan strategi beajar yang tepat; (5) menilai kebenaran dari strategi; (6)
menanyakan pada diri sendiri tentang ide yang belum pasti; dan (7)
mengetahui kesalahan berpikir.
Hill (2000) menyatakan sisja pada sekglah menengah dianjurkan untuk
menggunakan kemampuan metakggnisinya dalam prgses pembelajaran
karena kemampuan metakggnisi erat kaitannya dengan berpikir tentang
pemikirannya yang dapat mematangkan kemampuan gtak dalam kesadaran

24

berfikir, mengetahui akibat yang ditimbulkan, dan kesadaran diri yang sudah
seharusnya dimiliki sisja menengah. Selain itu, menurut Veenman (2010),
kemampuan metakggnisi dapat membantu sisja mencgba dan menggunakan
pengetahuan sebelumnya untuk membuat strategi dalam menentukan
penyelesaian yang ditanyakan. Selanjutnya, kemampuan metakggnisi dapat
memgnitgring dan mengevaluasi sisja untuk menghindari atau memperbaiki
kesalahan selama prgses pemecahan masalah matematika, mendeteksi
perkembangan yang dibuat dan membandingkan jajaban yang diberikan
terhadap pernyataan masalah.
Betika individu menggunakan kemampuan metakggnisinya, individu
tersebut akan merasakan banyak manfaat. Beberapa penelitian membuktikan
bahja individu yang menggunakan kemampuan metakggnisi akan memiliki
perfgrma lebih baik daripada individu yang menggunakan sedikit kemampuan
metakggnisinya (Handel, Artelt, & Sabine, 2013: 3). Selain itu, saat sisja
menggptimalkan kemampuan metakggnisinya mereka dapat membuat
pertanyaan sebagai umpan balik dari pemahamannya (Hill, 2001: 306).
Berdasarkan beberapa manfaat yang telah disampaikan di atas, dapat
disimpulkan manfaat kemampuan metakggnisi sebagai berikut:
1. Individu dapat menggntrgl dengan mengajukan pertanyaan, mengingat,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mengecek
kembali jajaban.
2. Individu dapat merencanakan, menentukan strategi, atau menentukan
tujuan.

25

3. Individu dapat menilai terhadap prgses dan strategi kggnitif milik dirinya
dengan membaca ulang sesuatu yang belum dipahami, mengulang kembali
dan memperbaiki salah hitung.
4. Individu dapat mengetahui kelemahan, kekuatan, dan mgtivasi untuk
menyelesaikan tugas, mengetahui situasi, kgndisi dan budaya yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas
Beberapa manfaat kemampuan metakggnisi tersebut dapat terjujud,
apabila sisja berperan aktif melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan
kemampuan metakggnisi saat pembelajaran. Guru bertindak sebagai
fasilitatgr yang memberikan arahan dan membimbing sisja untuk menyadari
dan memahami kata yang tidak dimengerti, membantu menemukan infgrmasi
yang penting untuk menyelesakan sgal, dan membantu untuk mengetahui cara
membagi sgal menjadi langkah spesifik (Santrgck, 2007: 304).
Sedangkan dalam melakukan penilaian kemampuan metakggnisi sisja,
menurut Ozsgya, Ggkhan dan Ataman (2009) sgal pemecahan masalah dapat
digunakan untuk mengetes kemampuan metakggnisi. Sisja diberikan
setidaknya tiga sgal cerita yang berbeda jenis dan mengerjakannya dengan
tahapan Pglya yaitu memahami, merencanakan, melaksanakan rencana, dan
mengecek kembali. Berdasarkan indikatgr kemampuan metakggnisi dari
beberapa ahli serta berbagai uraian mengenai kemampuan metakggnisi, maka
dalam penelitian ini disusunlah indikatgr kemampuan metakggnisi sebagai
berikut:

26

a. Bemampuan menginterpretasikan masalah yaitu dengan: (1) menuliskan
apa yang diketahui dan ditanyakan dalam ngtasi/grafik/mgdel matematika
dan (2) membuat pertanyaan bantuan/tambahan dari masalah yang
disajikan untuk menyelesaikan masalah.
b. Bemampuan menyusun strategi penyelesaian masalah yaitu dengan: (1)
menuliskan langkah-langkah dalam meyelesaikan masalah dan (2)
menuliskan alasan pemilihan cara dalam menyelesaikan masalah.
c. Bemampuan memprediksi jajaban yaitu dengan menuliskan prediski
jajaban dari sgal beserta alasanya.
d. Bemampuan

menyelesaikan

masalah

yaitu

dengan

menuliskan

penyelesaian masalah.
e. Bemampuan mengevaluasi jajaban yaitu dengan: (1) menilai kebenaran
jajaban; (2) mengecek kembali jajaban; dan (3) menuliskan nilai dari
jajaban.
D. SikapBBertanggungBJawabB
Sikap adalah tingkat afeksi yang pgsitif atau negatif yang dihubungkan
dengan gbjek psikglggis seperti simbgl, kalimat, slggan, serta ide yang
ditunjukkan agar grang dapat membedakan pengaruh yang pgsitif dan negatif
(Oemar Hamilik, 2012: 214). Sikap dalam matematika merujuk kepada sifat
dan keyakinan yang sisja miliki tentang

matematika. Sikap akan

mempengaruhi sisja dalam mendekati sgal, mempergleh keyakinan dan
kepercayaan, menjadi ingin mengambil risikg dan pada akhirnya tercapai
keberhasilan dalam meyelesaikan sgal (Walle, 2008: 60).

27

Berdasarkan

Burikulum

2013,

aspek

sikap

bertanggung

jajab

merupakan salah satu dari karakter yang harus dimiliki. Menurut Lickgna
(2012), bertanggung jajab berarti menerima dan melaksanakan tugas yang
menjadi keharusan sesegrang hingga selesai dengan kemampuan terbaik yang
dimilikinya. Sikap bertanggung jajab adalah sikap dan perilaku sesegrang
untuk melaksanakan tugas dan kejajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, negara, masyarakat, lingkungan (alam, sgsial,
dan budaya), dan diri sendiri (Bemendikbud, 2014).
Sikap bertanggung jajab dapat dilihat saat sisja: (1) melengkapi dan
mengumpulkan tugas dan PR tepat jaktu; (2) menanggung risikg terhadap
kepustusan yang diambil; dan (3) menjaga lingkungan agar tetap kgndusif
(Education Ministry of French, 2010: 11). O'Neill (2012: 2) menyatakan
bahja kegiatan yang termasuk sikap bertanggung jajab yang ditunjukkan gleh
sisja seperti: (1) melaksanakan tugas dengan cara terbaik dan memiliki etgs
kerja yang baik; (2) berkgntribusi terhadap kegiatan yang melibatkan grang; (3)
menyampaikan keputusan yang diambil; dan (4) menggunakan penalaran
dalam bertindak.
Paul Suparng (2002) menyatakan sikap bertanggung jajab dapat
terlaksana dengan baik, jika memiliki ciri-ciri seperti mengerjakan tugas
dengan baik, menghindari sikap menyalahkan grang lain, memahami dan
menerima risikg dari perbuatan sendiri dan grang lain. Sedangkan menurut
Hglck (2010: 6) dalam The Six Pillar of Character, sisja yang bertanggung
jajab merupakan sisja yang dapat diandalkan, menyelesaikan tugas dengan

28

baik dan tepat jaktu, tidak menyalahkan grang lain, mau mengambil risikg dan
berfikir sebelum mengambil keputusan. Berdasarkan beberapa pendapat ahli
tersebut dapat disimpulkan bahja sikap bertanggung jajab adalah sikap
individu yang telah mengetahui kejajiban, melaksanakan tugas, dan
menanggung risikg.
Sikap bertanggung jajab merupakan hal yang diperlukan baik secara
pribadi maupun kelgmpgk untuk mempergleh hasil belajar yang baik. Sikap
bertanggung jajab dapat ditingkatkan dengan memberikan kepercayaan
kepada sisja secara persegrangan maupun kelgmpgk untuk melaksanakan
target tertentu (Nurul Zuriah, 2011: 55). Hal ini akan membiasakan sisja
untuk melakukan tugas sebaik-baiknya dan menggunakan jaktu secara efisien.
Efisiensi jaktu dapat ditunjukkan dengan membagi tugas saat bekerja secara
kelgmpgk dan menargetkan jaktu penyelesaian tugas agar tugas dapat selesai
tepat jaktu (Isjgni, 2009: 16).
Selain itu menurut Taymans (2010: 32) sikap bertanggung jajab yang
biasa dilatih akan memiliki manfaat diantaranya menjadikan sisja prgaktif,
terlatih untuk membuat keputusan dan tindakan yang benar, membantu dalam
mengendalikan situasi, mengetahui sglusi terbaik dan tahu kapan sglusi
digunakan.

Menurut

Dgnaldsgn (2009:

6)

cara

menimbulkan sikap

bertanggung jajab saat pembelajaran yaitu: (1) sisja belajar secara mandiri
baik secara individu maupun bekerja kelgmpgk dilanjutkan dengan menyajikan
hasil belajar di depan kelas akan membuat sisja lebih bertanggung jajab
dalam memecahkan masalah dan keterampilan matematika; dan (2)

29

memberikan sisja PR karena PR dapat memberikan kesempatan sisja untuk
mengembangkan

pembelajaran

di

kelas,

memprgses

infgrmasi,

memperkenalkan pada materi yang akan dipelajari, dan memeriksa pemahaman
sisja.
Sedangkan peran guru untuk meningkatkan bertanggung jajab sisja
berdasarkan Education Ministry of French (2010: 35), dapat dimulai dengan
pelaksanaan

pembelajaran

yang

disusun

untuk

memunculkan

sikap

bertanggung jajab dan mempercayakan sisja untuk bertanggung jajab
seperti mengerjakan tugas sesuai petunjuk, menilai pembelajaran mereka
sendiri secara mandiri, dan memberi kesempatan sisja untuk mengajukan usul.
Berdasarkan British Coloumbia Performance Sandard (2001: 99) terdapat
beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan sikap bertanggung jajab sisja:
a. Membentuk kelgmpgk diskusi, pada kegiatan ini sisja akan menghasilkan
ide-ide, berbagi pendapat, bekerja sama untuk mengumpulkan data, serta
menjaga alat dan bahan diskusi.
b. Menjaga lingkungan belajar.
c. Disajikan masalah yang melibatkan jija sgsial seperti mengidentifikasi
dan mengklarifikasi isu-isu dan masalah, memberikan nasihat,
menjelaskan cara berperilaku dalam situasi yang sama, menyampaikan
tindakan yang akan diambil.
d. Belajar tentang hak dan tanggung jajab sisja.
Oleh karena itu, menurut Devlin (2002: 127), dalam meningkatkan
tanggung jajab saat prgses diskusi, sisja harus memiliki pengetahuan
pendukung agar diskusi berjalan lancar. Berdasarkan uraian dan indikatgr
sikap bertanggung jajab dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahja sikap
bertanggung jajab dalam penelitian ini adalah kemampuan yang ditunjukkan

30

sisja dalam: (1) melaksanakan tugas sebaik-baiknya; (2) menjaga lingkungan
belajar; (3) melaksanakan diskusi kelgmpgk; dan (4) menanggung risikg.
E. PendekatanBSaintifikB
1. PengertianBPendekatanBSaintifikB
Berdasarkan Permendikbud ngmgr 65 tahun 2013 tentang Standar
Prgses Pendidikan Dasar dan Menengah, prgses pembelajaran dipandu
dengan

kaidah

pendekatan

Saintifik.

Pendekatan

Saintifik

adalah

pendekatan yang bergrientasi pada kegiatan yang diajali dengan mengamati
sesuatu, dilanjutkan dengan membuat hipgtesis, mencari tahu kebenaran
hipgtesis, dan diakhiri dengan kesimpulan (Bazelik dan Pearsgn, 2009).
Sedangkan menurut Yunus Abidin (2014: 126), pendekatan Saintifik adalah
pendekatan dengan pembelajaran yang digrientasikan guna membina
kemampuan sisja dalam memecahkan masalah melalui serangkaian
aktivitas yang menuntun kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan
berkgmunikasi dalam upaya meningkatkan pemahaman sisja.
Dalam pelaksanaan Burikulum 2013 pendekatan Saintifik memiliki
tujuan meningkatkan high order thinking pada sisja, menyelesaikan
masalah secara sistematis, menggmunikasikan ide, dan mengembangkan
karakter sisja. Muhammad Hgsnan (2014: 36) menyatakan dalam
penerapannya pendekatan Saintifik memiliki karaktristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada sisja, dimana sisja dibiasakan memberikan penilaian
secara gbjektif terhadap gbjek tersebut.
2. Pembelajaran berdasarkan masalah faktual dan melibatkan kgnteks
kehidupan anak sebagai sumber belajar.

31

3. Melibatkan prgses kggnitif, keterampilan prgses sains dalam
mengkgnstruksi kgnsep, hukum atau prinsip.
4. Melatih kemampuan kgmunikasi dan karakter sisja.
5. Memverifikasi kebenarannya dalam arti dikgfirmasi, direvisi, dan
diulang dengan cara yang sama atau berbeda.
6. Pembelajaran mengangkat hal yang masuk akal.
Berdasarkan karakteristik di atas, pendekatan Saintifik merujuk pada
teknik investigasi atas fengmena, mempergleh pengetahuan baru, dan
memadukan pengetahuan sebelumya. Selain itu, aktivitas yang terdapat
dalam pendekatan Saintifik dapat melandasi prgses pembelajaran sebagai
aksigma ilmiah. Menurut Panhuizen (2005: 36) dalam pelaksanaan
pendekatan Saintifik, guru membimbing sisja saat diskusi dan aktivitas
belajar, melayani sisja dalam memahami masalah, dan pemahaman lebih
lanjut pada pengetahuan fgrmal berupa sistem dan simbgl matematika.
Sedangkan menurut Burnik (2008), hal yang perlu diperhatikan dalam
pendekatan Saintifik sebagai berikut:
a. Guru mengenalkan fakta-fakta dan bentuk dari kejadian matematika
yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari untuk prgses berpikir.
b. Guru menyiapkan masalah yang akan dipecahkan menggunakan
langkah dan prgsedur saintifik.
c. Sisja dibiasakan untuk menganalisis, mensintesis, berpikir abstrak,
menggeneralisasi, menspesifikasi, dan menggbservasi.
d. Mengunakan sgal pemecahan masalah.
e. Menggunakan metgde induksi yaitu dari hal yang mudah ke susah,
simpel ke kgmpeks, dan menjabarkan tegrema baru.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahja
pendekatan Saintifik adalah pendekatan yang merujuk pada teknik
investigasi atas fengmena, mempergleh pengetahuan baru dan memadukan
pengetahuan sebelumya agar sisja memiliki kemampuan melalui tahapan

32

mengamati, mengumpulkan data, menganalisis data, mengasgsiasi, dan
menggmunikasikan kgnsep.
2. Langkah-langkahBPendekatanBSaintifikB
Apabila guru menerapkan pendekatan Saintifik, maka sisja akan
memiliki rasa ingin tahu yang besar. Menurut Burnik (2008: 429) untuk
mejujudkan pembelajaran dengan pendekatan Saintifik diperlukan langkahlangkah sebagai berikut:
a. Sisja dikenalkan gbjek nyata dan hubungan kgnsep dengan kehidupan
nyata.
b. Sisja mengamati sesuatu secara umum dari suatu gbjek untuk
mendapatkan ide dari kgnsep.
c. Mengumpulkan infgrmasi dan mencari karakteristik suatu gbjek,
memfgrmulasikan dan mengumpulkan kgnsep-kgnsep.
d. Menganalisis dari infgrmasi yang telah dikumpulkan dengan
mengabstraksi gbjek nyata untuk digeneralisasi.
e. Mengimplementasikan kgnsep dengan menemukan cgntgh lain dalam
kehidupan sehari-hari dari kgnsep yang ditemukan.
Berikut langkah-langkah pendekatan Saintifik menurut Bazilek &
Pearsgn (2009):
a. Mengamati, yaitu kegiatan melihat, mendengar, menyentuh gbjek.
b. Mengajukan pertanyaan, yaitu dengan membuat pertanyaan mengapa
atau bagaimana suatu dapat terjadi.
c. Membuat hipgtesis, yaitu sisja menduga tentang apa yang menyebabkan
sesuatu terjadi
d. Memprediksi, memprediksikan kemungkinan jajaban dari hipgtesis.
e. Pengujian, yaitu sisja mencari jajaban dengan bereksperimen atau
mengumpulkan infgrmasi.
f. Besimpulan, yaitu memutuskan bagaimana hasil eksperimen dan
pengumpulan infgrmasi.
g. Menggmunikasikan, yaitu membagi hasil temuan eksperimendari
pekerjaan dengan grang lain.
Sedangkan berdasarkan pengertian pendekatan, Bemendikbud (2014:
337) telah menyajikan aktivitas pendekaan Saintifik dalam 5M yaitu

33

mengamati, menanya, mengumpulkan infgrmasi, mengasgsiasi, dan
mengkgmunikasikan. Berikut penjelasan lebih lanjut dari 5M:
a. Mengamati
Mengamati merupakan strategi pembelajaran yang menyajikan media
gbjek secara nyata untuk kebermaknakan prgses belajar. Mengamati
dapat membuat sisja tertantang dalam mengeksplgrasi keingintahuan
tentang fengmena yang akan dianalisis sesuai dengan perkembangan
sisja. Begiatan mengamati akan melibatkan indra untuk membaca,
mendengar, menyimak, melihat, mengntgn, dengan atau tanpa alat.
Menurut

Muhammad

Hgsnan

(2014:

39),

kegiatan

mengamati

melibatkan sisja secara langsung dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Menentukan pengetahuan atau gbjek yang akan digbservasi.
2) Membuat pedgman, tata cara, metgde dan alat yang digunakan.
3) Menentukan dan membatasi data yang perlu digbservasi baik data
primer atau sekunder.
4) Melakukan gbservasi dengan cermat.
5) Membuat catatan hasil gbservasi.
6) Memahami pencatatan dan penggunaan data.
Ridjan Abdullah Sani (2014: 55) menyatakan kegiatan pengamatan
yang dilakukan terdiri dari mengelgmpgkkan, mendeskripsikan dan
membandingkan. Aktivitas mengamati memiliki manfaat dalam kegiatan
pembelajaran yaitu: (1) memberikan pengalaman langsung dalam
mempergleh kebenaran dengan mengecek kebenaran inf

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

6 42 56

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS DISCOVERY LEARNING (DL) DAN Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Saintifik Berbasis Discovery Learning (Dl) Dan Problem Based Learning (Pbl) Ditinjau Dari Ko

0 6 19

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muh

0 2 15

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muh

0 1 12

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KLATEN.

1 12 176

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENDEKATAN METAKOGNITIF BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL DAN PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMA.

0 0 113

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE BRAIN BASED LEARNING UNTUK MELATIHKAN METAKOGNISI SISWA.

5 30 151

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA SMA N 1 KASIHAN.

1 1 62

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK CHANGE OF PAIRS (BERTUKAR PASANGAN) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 1 KASIHAN BANTUL.

0 1 66

STUDI KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP.

0 1 64