EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA SMA N 1 KASIHAN.

(1)

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan dan memberikan bekal untuk menjalani kehidupan. Berdasarkan pendapat Sugihartono, dkk (2007 :3), pendidikan merupakan usaha sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku secara individu maupun kelompok dengan tujuan mendewasakan manusia melalui proses pengajaran dan pelatihan. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki kewajiban untuk menempuh pendidikan agar dapat menjalani kehidupan dengan kedewasaan. Pendidikan dapat diperoleh dengan proses pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran di sekolah merupakan suatu upaya yang dilakukan guru untuk menciptakan lingkungan yang nyaman untuk belajar siswa. Sesuai dengan pendapat dari Zainal Aqib (2002 :41-42), pembelajaran adalah upaya untuk mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Berdasarkan pendapat dari Asep J. & Abdul H. (2008 :11), tujuan suatu proses pembelajaran akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif. Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran tersebut telah mencapai tujuannya. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan guru bertujuan untuk memberikan bekal kepada siswa dalam menjalani kehidupan.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Russefendi (Erman Suherman dkk, 2001: 18) mengatakan bahwa


(2)

matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Oleh karena itu, dalam mempelajari matematika dibutuhkan kemampuan logika. Setiap siswa memiliki kemampuan logika yang berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan tidak sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Tantangan bagi guru dalam mengajarkan matematika kepada siswa adalah guru harus mencari cara untuk mengajarkan kepada siswa bagaimana memahami matematika agar siswa tidak mengalami kesulitan.

Mata pelajaran matematika dipelajari mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah. Berdasarkan pendapat Erman Suherman (2001 :54), matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) dan Pendidikan Menengah (SMA dan SMK). Saat ini beberapa sekolah di Indonesia telah menerapkan kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013 (Kemendikbud :2013), mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Kurikulum 2013 ini menuntut siswa memiliki kemampuan yang tinggi baik dalam hal kemampuan kognitif maupun kecakapan sikap atau karakter yang baik. Pencapaian kemampuan kognitif yang baik dan kecakapan sikap atau karakter yang baik menuntut guru sebagai fasilitator untuk kreatif dalam menyampaikan suatu materi kepada siswa. Kemampuan kognitif dan kecakapan sikap atau karakter juga didapatkan dari mata pelajaran matematika, sehingga menuntut guru matematika kreatif dalam manyampaikan materi kepada siswa.


(3)

Kenyataannya penguasaan siswa akan matematika masih tergolong rendah. Berdasarkan data dari Programme for International Students Assesment (PISA) menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara peserta PISA dengan skor 375 (OECD, 2012 :5). Survey tersebut memberikan informasi rendahnya kemampuan menjawab soal berstandar Internasional. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai indikator yang menunjukkan bahwa pembelajaran matematika belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

SMA N 1 Kasihan menerapkan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menuntut siswa memiliki kemampuan tingkat tinggi baik dalam hal kemampuan kognitif maupun kecakapan sikap atau kecakapan karakter. Pencapaian kemampuan kognitif yang baik dan kecakapan sikap atau karakter yang baik menuntut guru sebagai fasilitator untuk kreatif dalam menyampaikan suatu materi kepada siswa. Berdasarkan hasil PISA menujukkan bahwa rendahnya kemampuan siswa dalam matematika. Hal tersebut dapat pula diartikan bahwa rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa cenderung membuat rendahnya kepercayaan diri siswa. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa dan kepercayaan diri siswa maka diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan tingkat tinggi yang diperlukan dalam mempelajari matematika. Pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematika menggambarkan bagaimana


(4)

siswa berfikir logis dalam menyelesaikan masalah. Kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu proses yang perlu dilewati untuk menemukan solusi dari suatu masalah. Polya (Erman Suherman, dkk :2011) berpendapat bahwa pemecahan masalah dilakukan melalui empat langkah fase penyelesaian yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali. Pembiasaan siswa menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah dengan benar, akan membuat siswa terbiasa mengambil keputusan sendiri karena siswa terbiasa mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut.

Kepercayaan diri merupakan salah satu sikap yang perlu dimiliki oleh siswa. Kepercayaan diri juga diperlukan oleh siswa dalam mempelajari matematika. Kepercayaan diri siswa dalam matematika salah satunya terlihat pada saat siswa berani maju menuliskan jawaban di papan tulis. Lauser (Nur Gufron dan Rini R.S :2010) mengelompokan aspek-aspek kepercayaan diri yaitu keyakinan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggungjawab, rasional dan realistis. Tantangan bagi seorang guru adalah bagaimana menumbuhkan kepercayaan diri siswa dengan memperhatikan aspek-aspek kepercayaan diri.

Pendekatan proses pembelajaran telah banyak dikembangkan oleh para ahli, termasuk pembelajaran matematika. Nisbet (Erman Suherman dkk, 2001 :70) mengemukakan bahwa tidak ada cara belajar (tunggal) yang paling benar, dan cara mengajar yang paling baik, orang-orang


(5)

berbeda dalam kemampuan intelektual, sikap, dan kepribadian sehingga mereka mengadopsi pendekatan-pendekatan yang karakteristiknya berbeda untuk belajar. Salah satu pendekatan tersebut adalah pendekatan Problem Posing.

Mengingat bahwa masih rendahnya keampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa sehingga memerlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkannya, maka dapat digunakan pendekatan pembelajaran Problem Posing. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing adalah pembelajaran yang menekankan pada kegiatan membuat soal disertai penyelesaiannya yang dilakukan oleh siswa berdasarkan situasi yang diberikan. Suryanto (Euis Tati Darnati 2001 :4) berpendapat bahwa pembentukan soal ialah perumusan soal atau mengerjakan soal dari situasi yang tersedia. Manfaat dari pengajuan soal oleh siswa adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih memahami suatu materi dengan menganalisis lebih dalam. Tatag Y. E. Siswoyo (Setyawati dkk :2009) mengatakan bahwa kelebihan pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Posing adalah memotivasi atau mendorong siswa untuk belajar lebih lanjut, pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar akan lebih lama diingat, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai pemahaman yang lebih luas dan menganalisis lebih mendalam tentang sesuatu topik dan konsep yang diajarkan di kelas, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap kreatif, bertanggungjawab, dan mandiri.


(6)

Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing akan dilaksanakan di SMA N 1 Kasihan pada mata pelajaran geometri bidang. Pendekatan pembelajaran Problem Posing yang menekankan pada pengajuan soal oleh siswa disertai dengan penyelesaiannya akan melatih kemampuan pemecahan masalah siswa sehingga diharapkan pendekatan pembelajaran Problem Posing efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Pendekatan pembelajaran Problem Posing juga memerlukan peran seorang guru dalam mengevaluasi kegiatan yang dilakukan siswa. Sebelum guru mengevaluasi hasil kegiatan siswa, guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil kegiatannya. Kegiatan presentasi inilah yang akan melatih kepercayaan diri siswa sehingga diharapkan pendekatan pembelajaran Problem Posing efektif terhadap kepercayaan diri siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu diteliti tentang efektivitas pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa.

B. Pembatasan Masalah

Peneliti ini dibatasi pada permasalahan efektivitas pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa kelas X SMA N 1 Kasihan pada semester genap. Materi pada penelitian ini adalah Geometri Bidang, yaitu pada kompetensi dasar menentukan sifat-sifat sudut, dalil titik tengah segitiga, dalil intersep, dan dalil segmen garis.


(7)

C. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini, maka identifikasi masalah yang ada antara lain:

1. Kemampuan penguasaan matematika di Indonesia masih rendah. 2. Kemampuan pemecahan masalah dan Kepercayaan Diri siswa

masih rendah.

3. Belum diketahui keefektifan pembelajaran matematika dengan pendekatan Problem Posing terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pendekatan Problem Posing efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa?

2. Apakah pendekatan Problem Posing efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa?

3. Apakah pendekatan Scientific efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa?

4. Apakah pendekatan Scientific efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa?


(8)

5. Manakah yang lebih efektif diantara pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing atau pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa?

6. Manakah yang lebih efektif diantara pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing atau pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mendiskripsikan apakah pendekatan Problem Posing efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

2. Untuk mendiskripsikan apakah pendekatan Problem Posing efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa.

3. Untuk mendiskripsikan apakah pendekatan Scientific efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

4. Untuk mendiskripsikan apakah pendekatan Scientific efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa.

5. Untuk mendiskripsikan manakah yang lebih efektif diantara pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing atau pembelajaran


(9)

dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. 6. Untuk mendiskripsikan manakah yang lebih efektif diantara

pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing atau pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi sekolah

Diharapkan sebagai bahan masukan dan memberikan informasi tentang pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing khususnya di SMA N 1 Kasihan.

2. Bagi guru matematika

Diharapkan sebagai bahan masukan atau alternatif pendekatan pembelajaran dan sebagai reverensi dalam perbaikan proses pembelajaran matematika yang lebih baik, salah satunya dengan pendekatan Problem Posing khususnya untuk guru SMA N 1 Kasihan. 3. Bagi siswa

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa dalam belajar matematika. Penelitian ini juga diharapkan sebagai alternatif strategi belajar dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri pada siswa khususnya siswa SMA N 1 Kasihan.


(10)

4. Bagi peneliti

Diharapkan penelitian ini menjadi pengalaman bagi peneliti sehingga dapat diterapkan oleh peneliti pada saat mengajar di sekolah sebagai calon pendidik.


(11)

BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika di SMA

Belajar merupakan kegiatan bagi seseorang yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia. Kegiatan belajar dilakukan baik formal maupun non formal. Berdasarkan pendapat Erman Suherman (2001: 8), belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Muhibbin Syah (2003: 68) mengatakan bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sejalan dengan pendapat Erman Suherman dan Muhibbin Syah yaitu Hamzah B. Uno (2008: 15), berpendapat bahwa belajar adalah perolehan pengalaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan perilaku sebagai akibat adanya proses interaksi terhadap objek (pengetahuan) yang ada dalam lingkungan belajar.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum belajar dapat diartikan sebagai aktivitas yang di dalamnya terdapat proses perubahan seluruh tingkah laku manusia seiring bertambahnya pengalaman yang dimiliki dari interaksi dengan lingkungannya.

Secara umum, pembelajaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan guru dan siswa. Berdasarkan pendapat dari Moh. Uzer Usman (2002: 4), pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang


(12)

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Sugihartono (2007: 80) mengatakan bahwa pembelajaran sebagai suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasikan, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta optimal. Lain halnya dengan pendapat Masnur Muslich (2011 :71), mengatakan bahwa pembelajaran merupakan proses aktif bagi siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan dan akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu. Prinsip dasar pembelajaran adalah untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa sehingga mereka akan mampu meningkatkan pemahamannya terhadap fakta/konsep/prinsip dalam kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk berfikir logis, kritis, dan kreatif.

Dari berbagai macam pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses aktif yang melibatkan guru dan siswa dalam mempelajari pengetahuan untuk tujuan tertentu dengan berbagai metode, sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta optimal.

Dalam dunia pendidikan, salah satu ilmu yang dipelajari adalah matematika. Herman Hudojo (2005: 35) mengemukakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur dengan konsep-konsep abstrak. Hamzah B. Uno (2008: 129),


(13)

mengartikan matematika sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalisasi dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Selain itu Kline (Erman Suherman, dkk 2001 :19), berpendapat bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

Dari berbagai macam pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu bidang ilmu yang berkenaan dengan ide-ide sebagai alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan masalah dalam membantu manusia memahami dan menguasai permasalahan.

Pembelajaran matematika merupakan salah satu kegiatan yang ada di sekolah. Pembelajaran matematika menuntut siswa lebih aktif dalam mencari informasi mengenai materi yang sedang dipelajari. Van de Walle (2008: 29) menyatakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya bukanlah soal mentransfer informasi kepada siswa dan bukanlah belajar secara pasif dengan menyerap informasi dari guru atau buku, akan tetapi pembelajaran harus bisa mengkonstruksikan ide siswa yang telah dimiliki sehingga siswa dapat menemukan ide atau konsep dalam matematika. Selain itu Erman Suherman, dkk (2001: 55), pembelajaran matematika perlu membiasakan siswa untuk memperoleh pemahaman melalui


(14)

pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh sekumpulan objek (abstraksi).

Dari berbagai macam pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh sekumpulan objek (abstraksi) sehingga siswa dapat menemukan ide atau konsep dalam matematika.

2. Efektivitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah adanya pengaruh yang dapat membawa hasil. Efektivitas menunjukkan tingkatan keberhasilan pencapaian tujuan. Davis (Slamet Soewadi dkk, 2005: 43) mengatakan bahwa efektivitas mengacu pada sesuatu yang dikerjakan. Sesuatu pembalajaran dikatakan efektif jika apa yang dikerjakan benar, artinya sesuai dengan materi dan tujuan. Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah & Azwan Zain (2002: 136), mengatakan bahwa keefektivan mengacu pada hasil yang dicapai sementara efisien berkenaan dengan proses pencapaian hasil. Pembelajaran matematika yang efektif membutuhkan komitmen untuk mengembangkan pemahaman matematika siswa sehingga guru harus mampu membuat pertanyaan dan rencana pembelajaran dengan desain pengalaman sehingga bisa merespon siswa untuk membangun pengetahuan (NCTM, 2002: 18).

Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2012: 43) guru yang efektif adalah mereka yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan


(15)

pembelajaran. Ukuran keefektifan dapat diketahui melalui skor tes. Kemp (1994:298) mengemukakan, “evaluate effectiveness of an instrucsional program, must recognize that there may be inatangible outcome (often expressed as affective objectives)”. Penilaian keefektifan program pengajaran dapat dilakukan meskipun terhadap hasil belajar yang diekspresikan sebagai objek afektif. Hal ini menunjukkan bahwa keefektifan pembelajaran tidak hanya dapat diukur melalui aspek kognitif saja melainkan juga melalui aspek afektif seperti kepercayaan diri.

Berdasarkan kurikulum 2013 yang menuntut siswa untuk memiliki kemampuan tingkat tinggi dalam kemampuan kognitif maupun karakter atau sikap. Kemampuan kognitif salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan karakter atau sikap salah satunya adalah kepercayaan diri maka tercapainya tujuan dan hasil belajar tersebut terlihat dari siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri. Ketercapainya tujuan dapat dilihat dari hasil pre-test dan post-test yang dilaksanakan, dan nilai angket dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Dari berbagai macam pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah sesuatu yang membutuhkan komitmen untuk dikerjakan yang mengacu pada hasil yang dicapai dan keberhasilan tujuan yang akan dicapai tersebut. Tujuan yang dicapai adalah siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri.


(16)

3. Pendekatan Problem Posing

Problem Posing adalah suatu pendekatan pembelajaran menekankan pada pembuatan soal dan penyelesaian oleh siswa. Yaya S. Kusumah (2004 :8) berpendapat bahwa Problem Posing atau pengajuan masalah berkaitan dengan alat yang perlu dimiliki guru sehingga mampu mendorong dan melatih siswa dalam merumuskan pertanyaan matematik kemudian menentukan penyelesaiannya. Selain itu Suryanto (1998 :8) mengatakan bahwa Problem Posing merupakan istilah bahasa Inggris sebagai padanan kata yang digunakan dalam istilah “pembentukan soal” yang artinya adalah perumusan soal atau mengerjakan soal dari situasi yang tersedia.

Silver dan Cai (Ali Mahmudi 2008: 4), mengklasifikasikan tiga aktivitas kognitif dalam Problem Posing, yaitu:

a. Pre-solution Posing, yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi yang diadakan.

b. Whitin-solution Posing, yaitu pembuatan atau formulasi soal yang sedang diselesaikan. Pembuatan soal demikian dimaksudkan sebagai penyederhanaan dari soal yang sedang diselesaikan. Dengan demikian, pembuatan soal akan mendukung penyelesaian soal semula.

c. Post-solution posing, yaitu strategi ini juga disebut strategi "find a more challenging problem". Siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan untuk membuat soal baru.


(17)

Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing secara garis besar sebagai berikut (Zahra Chairani, 2007):

Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Posing

NO Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Dengan tanya jawab, mengingatkan kembali materi sebelumnya yang relevan.

Berusaha mengingat dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang diingatkan guru. 2. Menginformasikan tujuan

pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar dan pendekatan yang akan digunakan dalam pembelajaran.

Memperhatikan tujuan pembelajaran,kompetensi dasar, dan pendekatan yang digunakan.

3. Menyajikan materi pembelajaran dengan strategi yang sesuai dan berusaha untuk selalu melibatkan siswa dalam kegiatan.

Mengikuti kegiatan dengan antusias, termotivasi, menjalin interaksi, dan berusaha berpartisipasi aktif. 4. Dengan tanya jawab membahas

kegiatan menggunakan pendekatan problem posing dengan memberikan contoh atau cara membuat soal.

Berpartisispasi aktif dalam kegiatan.

5. Memberi kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal yang dirasa belum jelas.

Bertanya pada hal-hal yang belum dipahami.

6. Melibatkan siswa dalam pendekatan problem posing dengan memberi kesempatan siswa membuat soal dari situasi yang diberikan. Kegiatan dapat dilakukan secara kelompok atau individual.

Merumuskan soal berdasarkan situasi yang diketahui secara individual atau kelompok.

7. Mempersilahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri.

Menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri.

8. Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang sudah dipelajari.

Berusaha untuk dapat menyimpulkan materi yang sudah dipelajari.


(18)

Agar pebelajaran dengan pendekatan Problem Posing mampu melibatkan siswa secara aktif maka perlu dilakukan penyesuaian langkah ketiga yang dinyatakan pada bagan berikut.

Gambar 1. Penyesuaian Langkah 3 pada Problem Posing

Berdasarkan penyesuaian langkah ketiga pada bagan diatas, maka langkah pembelajaran Problem Posing dalam penelitian ini adalah:

Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Posing yang Digunakan dalam Penelitian

No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Menyampaikan materi yang akan dipelajari.

Memperhatikan materi yang disampaikan guru.

2 Menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Menyimak dan berusaha memenuhi tujuan yang akan dicapai.

3 Memfasilitasi siswa melalui kerja kelompok dengan bahan ajar LKS sekaligus memberi kesempatan siswa untuk

bertanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi.

Bekerja dalam kelompok dengan bahan ajar LKS untuk

memfasilitasi pemehaman siswa terhadap materi serta bertanya mengenai hal yang berkaitan dengan materi pembelajaran. 4 Memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengajukan pertanyaan yang dibuat dalam kelompok berdasarkan situasi yang diberikan serta membuat penyelesaiannya.

Mengajukan pertanyaan sekaligus penyelesaiannya.

Menyajikan materi

pembelajaran dengan strategi yang sesuai dan berusaha untuk selalu melibatkan siswa dalam kegiatan

Siswa mengerjakan LKS dalam kelompok


(19)

No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 5 Memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menyajikan soal dan penyelesaian yang telah disusun.

Siswa menyajikan soal dan penyelesaian yang telah disusun. 6 Bersama siswa membahas soal

dan penyelesaian yang disajikan siswa

Bersama guru membahas soal dan penyelesaian yang disajikan siswa.

7 Memberikan kuis kepada siswa dan dikerjakan secara individu.

Mengerjakan kuis yang diberikan guru.

8 Memberikan Pekerjaan Rumah kepada siswa.

Memperhatikan Pekerjaan Rumah yang diberikan guru. 9 Bersama siswa menyimpulkan

materi yang telah dipelajari saat itu

Bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari saat itu.

Zahra Chairani (2007: 5-6) menyebutkan ada 3 jenis respons pengajuan soal siswa terhadap tugas Problem Posing yaitu:

a. Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang mengandung masalah dalam matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang ada pada situasi yang diberikan. Pertanyaan matematika dapat dikategorikan sebagai berikut:

(i) pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan yaitu jika pertanyaan tersebut memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan;

(ii) pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan jika pertanyaan tersebut tidak memiliki informasi cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan.

b. Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak mengundang masalah matematika.


(20)

c. Pertanyaan adalah kalimat yang bersifat ungkapan/berita yang bernilai benar atau salah saja.

Tatag Y. E. Siswoyo (Setyawati,dkk.2009), pendekatan Problem Posing memiliki kelebihan, yaitu:

a. memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan sikap kreatif, bertanggungjawab, dan mandiri,

b. memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai pemehaman yang lebih luas dan menganalisis lebih mendalam tentang suatu topik dan konsep yang diajarkan di kelas,

c. memotivasi atau mendorong siswa untuk belajar lebih lanjut, d. pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar akan lebih

lama diingat.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan Problem Posing adalah kegiatan pengajuan soal oleh siswa sendiri. Pada kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk membuat soal berdasarkan situasi yang diberikan setelah guru menyampaikan materi kemudian siswa menyelesaikan soal yang telah dibuatnya sendiri agar siswa merasa terdorong dan terlatih dalam merumuskan pertanyaan matematika kemudian menentukan penyelesaiannya.


(21)

4. Pembelajaran Scientific

Pembelajaran yang biasa digunakan di SMA N 1 Kasihan adalah pembelajaran dengan pendekatan Scientific. Pembelajaran dengan pendekatan Scientific adalah suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan pada sekolah-sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013. M. Hosnan (2014 :34) berpendapat bahwa pendekatan Scientific adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah, merumuskan masalah, atau mengajukan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Yunus Abidin (2013 :127) mengatakan bahwa model pembelajaran Scientific adalah model pembelajaran yang diorientasikan guna membina kemampuan siswa memecahkan masalah melalui serangkaian aktivitas inkuiri yang menuntut kemampuan berfikir kritis, berfikir kreatif, dan berkomunikasi dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa.

Langkah pembelajaran Scientific menurut Yunus Abidin (2013 :132) adalah sebagai berikut:

1. Mengamati

Mengamati memiliki keunggulan yaitu menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah dalam pelaksanaannya. Mengamati bermanfaat bagi siswa yang memiliki


(22)

rasa ingin tahu, sehingga siswa akan mengamati dan menimbulkan kebermaknaan pembelajaran.

2. Menanya

Menanya adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa apabila kurang memahami dari sesuatu hal. Kegiatan menanya memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendaftar apa saja yang mereka tidak ketahui.

3. Menalar

Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta atau empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Kegiatan menalar ini menuntut siswa untuk lebih aktif dibandingkan guru.

4. Mencoba

Kegiatan mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kegiatan mencoba ini diharapkan siswa memperoleh hasil belajar yang nyata dan otentik karena siswa terlibat secara langsung melalui kegiatan mencoba.

5. Menganalisis data dan menyimpulkan

Kemampuan menganalisis data adalah kemampuan mengkaji data yang telah dihasilkan. Berdasarkan pengkajian ini, data tersebut selanjutnya dimaknai. Proses pemaknaan data ini melibatkan penggunaan sumber-sumber penelitian yang lain dan pengetahuan yang sudah ada. Kemampuan menyimpulkan adalah kemampuan


(23)

membuat intisari atas seluruh proses kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan.

6. Mengkomunikasikan

Kemampuan mengkomunikasikan adalah kemampuan

menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan. Dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara komunikatif dan efektif.

Langkah-langkah pembelajaran Scientific menurut M. Hosnan (2014 :39) adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Siswa

Mengamati (observing) Siswa melihat, membaca, menyimak, dan mendengar permasalahan yang dibahas dalam soal.

Menanya (Questioning) Siswa mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam soal. Sebelumnya siswa dibimbing guru atau diarahkan guru untuk menemukan mana yang belum jelas dalam soal tersebut. Pengumpulan

Data/Informasi

Siswa mengumpulkan informasi atau data yang diperlukan untuk

menyelesaikan permasalahan dalam soal dari buku, internet, dokumen, dan lain sebagainya.

Mengasosiasi Siswa melakukan analisis permasalahan

dalam soal dan melakukan penyimpulan dari hasil analisis.

Mengkomunikasikan Siswa menyampaikan hasil analisisnya dalam bentuk lisan, tulisan, bagan, diagram, dan lain sebagainya.


(24)

Berdasarkan pendapat tentang langkah pembelajaran dengan pendekatan Scientific, maka peneliti menggunakan langkah pembelajaran Scientific dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 4. Langkah-langkah Pembelajaran Scientific yan Digunakan dalam Penelitian

No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Menyampaikan materi yang akan dipelajari.

Memperhatikan materi yang disampaikan guru.

2 Menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Menyimak tujuan yang akan dicapai.

3 Menyampaikan apersepsi dan motivasi dari materi

pembelajaran.

Menyimak apersepsi dan motivasi yang disapaikan oleh guru dan memahaminya. 4 Memfasilitasi siswa melalui

kerja kelompok dengan bahan ajar LKS.

Bekerja dalam kelompok dengan bahan ajar LKS.

5 Menfasilitasi siswa mengerjakan LKS dalam kelompok dengan serangkaian kegiatan

pembelajaran Scientific, yaitu mengamati, menanya,

pengumpulan data, mengasosiasi,

mengkomunikasikan.

Bekerja dalam kelompok dengan melakukan kegiatan

pembelajaran Scientific, yaitu: mengamati, menanya,

pengumpulan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan dari LKS yang diberikan.

6 Bersama siswa membahas LKS. Bersama guru membahas LKS. 7 Memberikan kuis kepada siswa

dan dikerjakan secara individu.

Mengerjakan kuis yang diberikan guru.

8 Memberikan Pekerjaan Rumah kepada siswa.

Memperhatikan Pekerjaan Rumah yang diberikan guru. 9 Bersama siswa menyimpulkan

materi yang telah dipelajari.

Bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan Scientific adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep dasar guna memebina


(25)

kemampuan siswa memecahkan masalah dan menuntut kemampuan berfikir kritis, berfikir kreatif, dan berkomunikasi dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa. Langkah-langkah pendekatan Scientific dengan melakukan kegiatan mengamati, menanya, pengumpulan data, mengasosiasi, mengkomunikasikan.

5. Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu permasalahan yang terjadi di kehidupan kita sehari-hari pasti memerlukan suatu solusi yang didapatkan dari proses pemecahan masalah. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan), pemecahan adalah proses, cara, perbuatan memecah atau memecahkan, dan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Made Wena (2001 :52) mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah melakukan operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis, sebagai seorang pemula memecahkan suatu masalah. Berdasarkan pendapat O’Connell (2007 :1), pemecahan masalah tidak hanya sekedar suatu tujuan dalam pembelajaran tetapi untuk melatih siswa dalam penerapan pemecahan masalah di kehidupan sehari-hari.

Polya (Erman Suherman, dkk.: 2011) berpendapat bahwa terdapat empat tahap dalam pemecahan masalah, yaitu:

a) Memahami masalah

Saat siswa menghadapi suatu permasalahan, siswa tidak hanya harus memahami masalah tersebut tetapi juga harus berkeinginan


(26)

untuk menyelesaikannya. Permasalahan yang diberikan kepada siswa seharusnya menarik bagi siswa. Tahap pertama dalam memahami masalah adalah memahami pertanyaan dalam masalah tersebut. Siswa harus mampu menentukan hal yang tidak diketahui, data yang diketahui, dan syarat yang terdapat pada masalah. Selain itu, siswa juga menuliskan hal-hal tersebut dalam notasi matematika.

b) Merencanakan penyelesaian masalah

Saat merencanakan penyelesaian masalah siswa harus menguasai materi yang telah dipelajari sebelumnya dan memiliki pengetahuan lain yang menunjang materi tersebut. Pada tahap ini siswa dituntut untuk memikirkan langkah-langkah yang harus dikerjakan. Semakin bervariasi pengalaman siswa maka siswa akan cenderung semakin kreatif dalam perencanaan penyelsaian masalah.

c) Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Pada tahap ini siswa menjalankan rencana penyelesaian masalah yang telah dibuat untuk mendapatkan solusi permasalahan. Selain menjalankan perhitungan matematis, siswa juga mencantumkan data dan informasi yang diperlukan sehingga siswa dapat menyelesaikan soal yang dihadapi dengan baik dan benar.

d) Melakukan pengecekan jawaban

Pada tahap ini siswa melakukan pengecekan terhadap jawaban yang telah diperoleh melalui tahap pertama sampai tahap ketiga. Proses pengecekan dilakukan dengan mempertimbangkan dan menguji kembali jawaban yang diperoleh terhadap permasalahan.


(27)

Mengukur kemampuan pemecahan masalah ini adalah dengan menggunakan soal uraian. Menurut Nana Sudjana (2001: 35), tes uraian merupakan pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, dan memberikan alasan dengan menggunakan kata-kata bahasa sendiri. Selain itu Nana Sudjana (2001: 36) juga mengungkapkan bahwa kelebihan tes uraian yaitu dapat mengukur proses kognitif, mengembangkan kemampuan berbahasa lisan maupun tulisan, melatih kemampuan berfikir penalaran, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, dan guru dapat dengan mudah membuat soalnya.

Sutawijaya (Herman Hujodo, 2001 :177-186), petunjuk sistematik untuk menyelesaikan masalah yaitu:

a) Pemahaman terhadap masalah

Pemahaman terhadap masalah meliputi membaca kembali permasalahan dan memahami kata demi kata, mengidentifikasi apa yang diketahui, yang ditanyakan, mengabaikan hal yang tidak relevan dengan permasalahan, dan tidak menambah hal yang tidak ada sehingga mengubah permasalahan yang sebenarnya.

b) Perencanaan penyelesaian masalah

Perencanaan penyelesaian masalah berupa sejumlah strategi yang dapat membantu penyelesaian masalah.


(28)

c) Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah

Pemahaman terhadap masalah dan perencanaan

penyelesaian yang telah dilakukan dilanjutkan dengan pelaksanaan perencanaannya sehingga didapatkan yang dinyatakan dalam permasalahan.

d) Melihat kembali penyelesaian masalah

Melihat kembali penyelesaian permasalahan dapat dilakukan dengan empat komponen yang terditi dari melakukan pengecekan jawaban, menginterpretasikan jawaban, menanyakan pada diri sendiri apakah ada cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama, dan bertanya pada diri sendiri apakah ada penyelesaian yang lain.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah proses siswa bertindak tahap demi tahap secara sistematis pada suatu permasalahan dengan menerapkan empat langkah pemecahan masalah yaitu, memahami masalah, menentukan penyelesaian dari masalah, meyelesaikan masalah sesuai dengan rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap penyelesaian. Kemampuan pemecahan masalah diukur menggunakan soal uraian, karena pada soal uraian terdapat kegiatan menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, dan memberikan alasan dengan menggunakan kata-kata bahasa sendiri.


(29)

6. Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah salah satu unsur yang memiliki peran penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Anthony (Khrismar, 2011: 43) mengatakan bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang berfikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Lauser (Nur Gufron dan Rini R.S, 2010 :34) berpendapat bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, optimis dan bertanggungjawab.

Lauster (Nur Gufron dan Rini R.S, 2010: 35-36) menyebutkan aspek-aspek kepercayaan diri sebagai berikut:

1. Keyakinan kemampuan diri

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Seseorang benar-benar mampu dengan apa yang dilakukannya. 2. Optimis

Optimis merupakan sikap positif yang ada pada seseorang, selalu berpandangan positif dalam menghadapi segala hal tentang dirinya. 3. Objektif

Seseorang yang memandang sesuatu atau permasalahan bukan menurut dirinya sendiri akan tetapi sesuai kebenaran semestinya.

4. Bertanggungjawab

Tanggung jawab seseorang terhadap sesuatu hal merupakan segala sesuatu yang ditanggung seseorang yang telah menjadi konsekuensinya.


(30)

5. Rasional dan Realistis

Rasional dan realistis adalah pemikiran yang digunakan untuk menganalisis sesuatu hal, suatu kejadian dan suatu masalah dimana pemikiran tersebut dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah suatu sikap yang dimiliki seseorang atas dasar kemampuan kemampuan diri, bertanggungjawab, optimis, rasional dan realistis dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Peneliti menggunakan angket dalam mengukur kemampuan kepercayaan diri siswa.

B. Tinjauan Materi Geometri Bidang

Salah satu materi dalam matematika di kelas X SMA semester 2 program peminatan adalah geometri bidang. Pada penelitian ini materi yang digunakan yaitu geometri bidang dengan kompetensi dasar sebagai berikut.

Kompetensi dasar:

3.11 Mendekripsikan konsep dan aturan pada bidang datar serta menerapkannya dalam pembuktian sifat-sifat (simetris, sudut, dalil titik tengah segitiga, dalil intersep, dalil segmen garis, dll) dalam geometri bidang.

4.7 Menyajikan data terkait objek nyata dan mengajukan masalah serta mengidentifikasi sifat-sifat (kesimetrian, sudut, dalil titik tengah segitiga, dalil intersep, dalil segmen garis, dll) geometri bidang datar yang bermanfaat dalam pemecahan masalah nyata tersebut.


(31)

Materi Geometri Bidang meliputi konsep dasar simetri pada bidang, konsep tentang sifat-sifat sudut pada bidang, dalil titik tengah segitiga, dalil intersep, dan dalil segmen garis.

a. Simetri

Konsep simetri merupakan lanjutan dari refleksi atau rotasi. Simetri dibagi menjadi dua macam, yaitu simetri lipat dan simetri putar.

b. Sudut

Sudut adalah suatu bangun geometri yang dibentuk oleh dua sinar yang titik pangkalnya berimpit.

Sudut dilambangkan dengan dan untuk melambangkan besar sudut adalah . Besar sudut ditentukan oleh ukuran derajat

.

Perhatikan gambar disamping! Sisi dan berpangkal di titik B yang membentuk EBD

dan EBD= . Sisi dan

sisi disebut kaki sudut B. Berdasarkan besar sudutnya, sudut dibagi menjadi empat jenis, yaitu sudut lancip, sudut siku-siku, dan sudut tumpul.

Macam-macam hubungan sudut dengan sudut adalah: a) sudut sehadap

b) sudut dalam berseberangan c) sudut luar berseberangan d) sudut dalam sepihak e) sudut luar sepihak

A

C

B

D


(32)

c. Dalil titik tengah segitiga dan dalil intersep a) Dalil titik tengah segitiga

Ruas garis yang menghubungkan titik-titik tengah segitiga. Ruas garis tersebut sejajar dengan sisi ketiga segitiga dan panjangnya setengah panjang sisi ketiga.

b) Dalil intersep

Jika ada dua buah ruas garis dan yang sejajar. adalah rusuk sebuah segitiga ABC dan ruas garis yang menghubungkan titik pada kaki segitiga ABC, maka memotong (intersep) sisi AC di titik E dan sisi BC di titik D. Berlaku hubungan:

d. Dalil segmen garis

Tabel 5. Dalil segmen garis

Dalil Keterangan

Dalil 1

Sifat kongruen segmen garis

Sifat kongruen segmen garis adalah refleksi, simetri, dan transitif.

- Refleksi : untuk setiap segmen , .

- Simetri : jika , maka .

- Transitif : jika , dan , maka

. Bukti:

- Akan dibuktikan Misalkan P

adalah titik tengah , maka panjang

C

A B


(33)

Dalil Keterangan

. Menurut definisi keekuivalenen

diperoleh .

- Jika maka segiempat ABCD,

diagonal-diagonal dan membagi sama panjang di P, maka P adalah titik

tengah . Akibatnya . Menurut

definisi keekuavalenan apabila

dengan P titik tengah maka .

- Diperoleh apabila

dengan P titik tengah diperoleh

apabila dengan Q titik

tengah . Jika maka segiempat

ABCD sehingga // dan //

akibatnya // . Jika maka

AB=CD, jika maka CD=EF.

Akibatnya AB=EF.

Dalil 2

Sebuah segmen garis dapat diperpanjang di kedua arah.

Misalkan kita pilih titik D pada ruas garis demikina sehingga B adalah titik tengah dari

Dapat dikatakan bahwa diperpanjang, tetapi bukan segmen garis yang asli . Pada kasus ini kita dapat memilih D sedemikian sehingga


(34)

Dalil Keterangan Dalil 3

Dua garis tidak berpotongan pada lebih dari satu titik.

dan berpotongan di titik O dan tidak berpotongan di titik lain.

Dalil 4

Jika terdapat sebuah titik pada suatu garis, hanya dapat dibuat suatu garis tegak lurus melalui titik tersebut. Dalil 5

Setiap dua titik berbeda merupakan panjang segmen garis yang menghubungkan dua titik.

Pada titik A dan titik B merupakan panjang . AB disebut jarak dari A ke B, kita dapat menyebut dalil 5 sebagai jarak.

Dalil 6

Jarak terpendek antara dua titik adalah

panjang ruas garis yang

menguhubungkan dua titik itu.

Jarak terpendek dari titik A ke titik B adalah .

Dalil 7 Segmen garis memiliki satu dan hanya satu titik tengah.

Ruas garis memiliki satu titik tengah yaitu C.

C

A


(35)

C. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi Hartati (2005) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Melalui Pendekatan Problem Posing di SD Muh. Tegalrejo” menunjukkan bahwa melalui pendekatan Problem Posing, kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika mengalami peningkatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Elisa Rachmawati (2010) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Problem Posing”, diperoleh hasil bahwa adanya peningkatan prestasi belajar siswa ditandai dengan nilai rata-rata siswa kelas VII A dari siklus I sebesar 64,2 dengan simpangan baku 12,86 meningkat menjadi 79,3 dengan simpangan baku sebesar 12,2 pada siklus II.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widiah Prihatini (2006) yang berjudul “Upaya Peningkatan Aktivitas Belajar melalui Pendekatan Problem Posing pada Pembelajaran Matematika Kelas VII A pada Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Piyungan”, menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran matematika dengan pendekatan Problem Posing mengalami peningkatan. Siswa yang semula pasif, tidak pernah bertanya, hanya mendengar dan menerima saja materi yang diberikan oleh guru menjadi siswa yang berani bertanya.


(36)

D. Kerangka Berfikir

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan dan uraian kajian teori sebelumnya, peneliti mengasumsikan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dapat diterapkan terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa.

Melalui suatu pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing, guru mencoba mengajak siswa untuk merumuskan pertanyaan sendiri berdasarkan situasi yang diberikan. Di sisi lain, siswa bereksploasi untuk membuat pertanyaan dari situasi yang diberikan. Setelah itu guru mempersilahkan siswa untuk mencari solusi dari permasalahan yang dibuatnya sendiri dalam kegiatan kelompok. Sebagai evaluasi guru meminta perwakilan siswa dalam kelompok untuk menuliskan pertanyaan dan jawaban yang dibuat siswa sendiri kemudian dibahas bersama. Pada akhir pelajaran guru mengajak siswa menentukan kesimpulan dari pembelajaran.

E. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini menarik hipotesis bahwa:

1. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

2. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa.


(37)

3. Pembelajaran dengan pendekatan Scientific efektif diterapkan di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

4. Pembelajaran dengan pendekatan Scientific efektif diterapkan di kelas X SMA 1 N Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa.

5. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing lebih efektif dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

6. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing lebih efektif dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada materi geometri bidang terhadap kepercayaan diri siswa.


(38)

BAB III METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment research), yaitu penelitian eksperimen untuk memperoleh informasi yang diperoleh dengan melakukan eksperimen dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengukur semua variabel yang relevan. Peneliti dalam eksperimen semu tidak dapat mengontrol dan mengacak variabel secara bebas dan intensif.

B. Waktu, Tempat, Populasi, dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Kasihan yang beralamatkan di Jalan Bugisan Selatan, Bantul, Yogyakarta. Penelitian dengan materi Geometri Bidang dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Jadwal pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

Tabel 6. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kelas Kontrol

Pert-ke

Kelas Kontrol

Materi Pelaksanaan

1 Pre-test

Angket Awal Sikap Kepercayaan Diri Siswa

Sabtu, 14 Febuari 2015 Jam ke 5-6

2 Simetri Lipat dan Simetri Putar

Sabtu, 14 Februari 2015 Jam ke 8

3 Hubungan Garis Lurus dan Sudut

Sabtu, 21 Februari 2015 Jam ke 5 dan jam ke 7-8 4 Dalil Titik Tengah

Segitiga, Dalil Intersep pada Segitiga, dan Dalil Segmen Garis.

Sabtu, 28 Februari 2015 Jam ke 5 dan jam ke 7-8


(39)

Pert-ke

Kelas Kontrol

Materi Pelaksanaan

5 Post-test

Angket Akhir Kepercayaan Diri Siswa

Sabtu, 7 Maret 2015 Jam ke 3-4

Tabel 7. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kelas Eksperimen

Pert-ke

Kelas Eksperimen

Materi Pelaksanaan

1 Pre-test

Angket Awal Sikap Kepercayaan Diri Siswa

Sabtu, 14 Febuari 2015 Jam ke 1-2

2 Simetri Lipat dan Simetri Putar

Rabu, 18 Februari 2015

Jam ke 6 3 Hubungan Garis Lurus

dan Sudut

Sabtu, 21 Februari 2015

Jam ke 1-2

Rabu, 25 Februari 2015 Jam ke 6

4 Dalil Titik Tengah Segitiga, Dalil Intersep pada Segitiga, dan Dalil Segmen Garis.

Sabtu, 28 Februari 2015

Jam ke 1-2

Rabu, 4 Maret 2015 Jam ke 6

5 Post-test

Angket akhir Kepercayaan Diri Siswa

Sabtu, 7 Maret 2015 Jam ke 1-2

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIA di SMA N 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta pada tahun ajaran 2014/2015. Populasi tersebar dalam enam kelas di SMA N 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

Pengambilan sampel dua kelas dilakukan secara acak dengan pertimbangan kelas-kelas tersebut homogen. Pengacakan dilakukan terhadap kelas X MIA 1 sampai kelas X MIA 6 bukan setiap siswa. Hal


(40)

tersebut dikarenakan penelitian dilakukan dalam instansi sekolah sehingga peneliti harus mengikuti peraturan di sekolah tersebut. Kelas eksperimen yang mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing adalah kelas X MIA 3 sedangkan kelas kontrol yang mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan pendekatan Scientific adalah kelas X MIA 4. Kedua kelas tersebut masing-masing terdiri dari 30 siswa.

D. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

1. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing

Proses pembelajaran dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing seperti yang terdapat pada tabel 1.

2. Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific

Proses pembelajaran Scientific dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah pendekatan pembelajaran Scientific seperti yang telah tertera pada tabel 2.

E. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: 1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dan pembelajaran dengan pendekatan Scientific.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa.


(41)

F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dan pembelajaran dengan pendekatan Scientific. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing adalah suatu pembelajaran yang menekankan pada pembuatan soal dan penyelesaian oleh siswa berdasarkan situasi yang telah dibuat pada saat pembelajaran sedangkan pembelajaran dengan pendekatan Scientific adalah metode yang digunakan di SMA N 1 Kasihan berdasarkan Kurikulum 2013. Langkah-langkah pembelajaran Problem Posing tercantum pada tabel 1 sedangkan langkah-langkah pembelajaran Scientific terdapat pada tabel 2. Langkah-langkah dalam variabel bebas tersebut tercantum dalam kegiatan inti rencana pelaksanaan pembelajaran.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa.

Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses untuk memperoleh solusi permasalahan dengan empat tahap yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan jawaban kembali. Data kemampuan pemecahan masalah diperoleh dari hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal uraian dalam pre-test dan post-test.


(42)

Kepercayaan diri siswa adalah suatu nilai karakter pada diri siswa. Kepercayaan diri pada kurikulum 2013 telah tercantum sebagai standar kelulusan. Data kepercayaan diri siswa dalam penelitian ini diperoleh dari pre-test dan post-test berbentuk angket yang diisi oleh siswa sendiri.

G. Desain/ Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test post-pre-test group design yaitu pre-pre-test sebelum dilakukan suatu perlakuan terhadap siswa dan post-test setelah diberikan perlakuan kepada siswa.

Tabel 8. Rancangan Desain Eksperimen

Group Pre-test Perlakuan Post-test

E O1 X1 O2

K O1 X2 O2

Keterangan :

E : Kelas eksperimen pertama yang mendapat perlakuan dengan pendekatan Problem Posing.

K : Kelas kontrol menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Scientific.

O1 : Pre-test yang dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

X1 : Perlakuan pembelajaran ekperimen dengan pendekatan Problem Posing.

X2 : Perlakuan model pembelajaran konvensional dengan pembelajaran Scientific.

O2 : Post-test yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(43)

H. Perangkat Pembelajaran

Penelitian ini dilaksanakan untuk tiga kali pertemuan pembelajaran pada setiap kelas yaitu kelas kontrol dengan pendekatan Scientific dan kelas eksperimen dengan pendekatan Problem Posing. Pembuatan perangkat pembelajaran disesuaikan dengan jumlah pertemuan dan jam pelajaran di setiap pertemuan. Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Pembuatan RPP disesuaikan dengan aturan di Kurikulum 2013 dengan memperhatikan pendapat dosen dan guru. Langkah-langkah pembuatan RPP yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:

a. Mempelajari Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang terdapat pada Kurikulum 2013 untuk kelas X SMA jurusan MIA pada matematika peminatan.

b. Mempelajari materi Geometri Bidang pada materi kelas X SMA jurusan MIA pada matematika peminatan.

c. Menentukan indikator pembelajaran. d. Menentukan tujuan pembelajaran.

e. Mempelajari model pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dan pembelajaran Scientific.

f. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran untuk tiga kali pertemuan yang disesuaikan dengan pembelajaran menggunakan


(44)

Scientific atau pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Posing.

g. Melakukan konsultasi mengenai rencana pelaksanaan pembelajaran kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.

h. Melakukan revisi RPP setelah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.

2. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Pembuatan Lembar Kerja Siswa dilakukan oleh peneliti dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mempelajari model pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dan Scientific.

b. Mempelajari materi Geometri Bidang untuk siswa kelas X SMA jurusan MIA pada matematika peminatan.

c. Menyusun LKS dengan model pembelajaran Scientific dan LKS dengan pendekatan Problem Posing.

d. Melakukan konsultasi LKS kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.

e. Melakukan revisi LKS setelah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.

I. Instrumen Penelitian

Penelitian ini terdapat dua jenis instrumen yaitu: a. Instrumen Tes

Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan pemecahan masalah siswa. Data mengenai kemampuan


(45)

pemecahan masalah siswa didapat dari pre-test dan post-test. Soal tes disusun berdasarkan kisi-kisi yang mencakup tentang materi Geometri Bidang pada kelas X SMA jurusan MIA pada matematika peminatan. Soal tes yang digunakan berbentuk uraian, terdiri dari 3 soal yang dikerjakan dalam waktu 70 menit. Pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematika dilihat dari kemampuan siswa memahami permasalahan,

kemampuan merencanakan penyelesaian masalah, kemampuan

menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana dan kemampuan melakukan pengecekan jawaban. Hal tersebut sesuai dengan tahap-tahap kemampuan pemecahan masalah.

b. Instrumen Non-Test

Instrumen non-test digunakan untuk mendapatkan data kualitatif. Instrumen non-test yang terdapat pada penelitian ini adalah angket sikap dan lembar observasi.

1) Angket Sikap

Instrumen non-test angket sikap digunakan untuk memperoleh data mengenai kepercayaan diri siswa. Berdasarkan sifat jawaban, angket dibedakan menjadi dua yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka memberikan kebebasan kepada responden untuk menguraikan jawabannya menurut pendapatnya sesuai pertanyaan yang diberikan peneliti. Angket tertutup adalah angket yang terdiri dari sejumlah pertanyaan dan pilihan jawaban sehingga responden hanya memilih jawaban yang paling sesuai. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan


(46)

angket tertutup sehingga tidak terlalu membutuhkan banyak waktu dan hasilnya mudah diolah.

2) Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan selama dilakukannya pembelajaran berlangsung. Lembar observasi dimaksudkan untuk mencatat semua kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung dan mencatat ketercapaian model pembelajaran yang dilaksanakan peneliti. Manfaat dari lembar observasi adalah sebagai masukan bagi peneliti untuk melakukan perbaikan pada pertemuan selanjutnya.

J. Validasi Instrumen

Instrumen pre-test dan post-test yang digunakan dalam penelitian harus valid. Kegiatan awal untuk memperoleh suatu instrumen yang valid adalah dengan menyusun instrumen berdasarkan deskripsi teori kemudian dikonsultasikan kepada para ahli (expert judgment) untuk diperiksa dan dievaluasi. Evaluasi instrumen meliputi butir-butir instrumen apakah telah mewakili apa yang akan diukur. Ahli yang dimaksud adalah satu dosen pembimbing dan dua dosen ahli. Dosen ahli dalam validasi instrumen penelitian ini adalah Prof. Dr. Rusgiyanto H.S, M.Pd dan Eminugroho Ratna Sari, M.Sc. Setelah dilakukan evaluasi oleh validator, maka peneliti melakukan revisi berdasarkan masukan validator.

K. Reliabilitas Instrumen

Instrumen penelitian tidak hanya memenuhi kevalidan, tetapi juga harus diukur reliabilitasnya. Suatu tes dikatakan reliabel apabila skor


(47)

yang dihasilkan konsisten. Untuk menguji realibilitas instrumen tes dan angket menggunakan bantuan Software SPSS.

Tinggi rendahnya reliabilitas instrumen dapat ditentukan dengan menggunakan kategori sebagai berikut:

Tabel 9. Kategori Reliabilitas Instrumen

Internal Kategori

reliabilitas sangat tinggi Reliabilitas timggi Reliabilitas sedang Reliabilitas rendah Reliabilitas sangat rendah L. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Pre-test dan post-test

Pengumpulan data pre-test dan post-test ini bertujuan untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan menggunakan pendekatan pembelajaran Problem Posing dan pendekatan Scientific. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dikatakan efektif terhadap pemecahan masalah apabila skor yang didapat dari hasil rata-rata post-test lebih dari atau sama dengan 75. Untuk mendapatkan data dari hasil tes, maka diperlukan penyekoran dengan maksimal 100 dan skor minimal 0. Penyekoran hasil tes dilakukan berdasarkan langkah-langkah memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah,


(48)

menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan jawaban kembali.

2. Non Tes

Pengumpulan data non tes meliputi data observasi dan data angket sikap siswa. Pengumpulan data menggunakan observasi kelas bertujuan untuk melihat keterlaksanaan proses pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing. Keterlaksanaan observasi, digunakan instrumen lembar observasi pedoman melihat keterlaksanaan proses pembelajaran tersebut.

Pengumpulan data dengan instrumen angket dilakukan oleh siswa dengan mengisi sendiri angket kepercayaan diri siswa. Angket tersebut digunakan untuk mengukur kepercayaan diri sebelum maupun sesudah dilaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Posing dan Scientific. Pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing dikatakan efektif terhadap kepercayaan diri siswa apabila nilai yang didapat dari hasil rata-rata nilai akhir angket lebih dari atau sama dengan 75. Sistem pensekoran angket yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 10. Penskoran Angket Kepercayaan Diri Jenis Pertanyaan Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah

Pertanyaan Positif 1 2 3 4

Pertanyaan Negatif 4 3 2 1

Skor minimal angket adalah 30 dan skor maksimal adalah 120. Pemberian nilai pada hasil angket dilakukan dengan


(49)

mengkonversikannya terlebih dahulu dalam nilai rentang 0 sampai 100. Saifudin Azwar (1996 :163) melalukan konversi skor angket sikap kepercayaan diri siswa ke dalam nilai pada skala lima seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Pensekoran Akhir Angket Kepercayaan Diri

Interval skor Skor Kriteria

Sangat Baik Baik Cukup Kurang

Sangat Kurang Keterangan:

Mi : rerata ideal = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) Sbi : simpangan baku = (skor maksimal ideal-skor minimal ideal) x : skor total

M. Teknik Analisis Data

1. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Penelitian

Deskripsi hasil pelaksanaan penelitian adalah uraian pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan selama tiga kali pertemuan di dua kelas yaitu kelas kontrol yang mendapat perlakuan pembelajaran menggunakan pendekatan Scientific dan kelas eksperimen yang mendapat perlakuan pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Posing.


(50)

2. Deskripsi Data

Data yang dideskripsikan adalah data kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri siswa. Data kemampuan pemecahan masalah didapatkan dari nilai pre-test dan nilai post-test yang berupa soal essay sedangkan data sikap kepercayaan diri siswa didapatkan dari pre-test dan post-test berupa angket kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Model deskripsi data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu deskripsi awal yang merupakan deskripsi untuk menyelidiki rata-rata hitung, ragam/varians, keberlakuan asumsi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians, dan deskripsi tahap akhir yang merupakan deskripsi untuk menguji hipotesis.

a. Deskripsi Tahap Awal 1) Rata-rata Hitung (Mean)

Untuk menghitung rata-rata rumus yang digunakan adalah

Keterangan: = rata-rata

= banyaknya siswa = nilai siswa ke- 2) Ragam/Varians


(51)

Keterangan: = varians

= nilai siswa ke- = banyaknya siswa = rata-rata hitung 3) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data dari masing-masing kelas dengan pendekatan Problem Posing atau pendekatan Scientific berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov dengan taraf signifikansi alpha sama dengan terhadap hasil pre-test dan nilai awal angket. Perhitungan uji normalitas ini dilakukan dengan bantuan software SPSS.

Hipotesis:

Data berasal dari populasi berdestribusi normal. Data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Dalam hal ini akan diterima jika signifikasi lebih dari 0,05 sehingga data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. akan ditolak jika signifikansi kurang dari 0,05 sehingga data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

4) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol mempunyai varians yang sama atau tidak.


(52)

Jika kedua kelompok mempunyai varian yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Uji homogenitas dilakukan terhadap nilai pre-test dan nilai awal angket. Perhitungan uji homogenitas varians ini dilakukan dengan bantuan software SPSS. Hipotesis yang digunakan

Data kelompok E dan K mempunyai varians yang homogen. Data kelompok E dan K tidak mempunyai varians yang homogen Taraf signifikansi yang digunakan adalah alpha sama dengan . Kriteria keputusannya yaitu akan diterima jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 yang menyebabkan data berasal dari populasi yang mempunyai varians yang homogen. akan ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 yang menyebabkan data berasal dari populasi yang tidak mempunyai varians yang homogen.

b. Deskripsi Tahap Akhir 1) Uji Hipotesis Pertama

Uji hipotesis pertama untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu apakah pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing di kelas X SMA N 1 Kasihan pada pokok bahasan geometri bidang efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Hipotesis yang digunakan adalah:

(Pendekatan pembelajaran Problem Posing efektif terhadap pemecahan masalah).

(Pendekatan pembelajaran Problem Posing tidak efektif terhadap pemecahan masalah).


(53)

Keterangan:

: kelas dengan pendekatan Problem Posing

Perhitungan untuk menguji hipotesis pertama ini menggunakan bantuan one-sample test pada Software SPSS.

Kriteria keputusan diterima apabila siginifikansi hasil one-sample test yang diperoleh untuk kelas eksperimen dengan pendekatan Problem Posing kurang dari 0,05 sehingga dikatakan pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Keputusan akan ditolak apabila signifikansi hasil one-sample tets yang diperoleh untuk kelas eksperimen dengan pendekatan Problem Posing lebih dari 0,05 sehingga dikatakan pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing tidak efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

2) Uji Hipotesis Kedua

Uji hipotesis kedua untuk menjawab rumusan masalah kedua yaitu apakah pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing di kelas X SMA N 1 Kasihan pada pokok bahasan geometri bidang efektif terhadap kepercayaan diri siswa. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

(Pendekatan pembelajaran Problem Posing efektif terhadap kepercayaan diri siswa)

(Pendekatan pembelajaran Problem Posing tidak efektif terhadap kepercayaan diri siswa)


(54)

Perhitungan untuk menguji hipotesis pertama ini menggunakan bantuan one-sample test pada Software SPSS.

Kriteria keputusan diterima apabila siginifikansi hasil one-sample test yang diperoleh untuk kelas eksperimen dengan pendekatan Problem Posing kurang dari 0,05 sehingga dikatakan pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing efektif terhadap kepercayaan diri siswa. Keputusan akan ditolak apabila signifikansi hasil one-sample tets yang diperoleh untuk kelas eksperimen dengan pendekatan Problem Posing lebih dari 0,05 sehingga dikatakan pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing tidak efektif terhadap kepercayaan diri siswa.

3) Uji Hipotesis Ketiga

Uji hipotesis ketiga untuk menjawab rumusan masalah ketiga yaitu apakah pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada pokok bahasan geometri bidang efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Hipotesis yang digunakan adalah:

(Pendekatan pembelajaran Scientific efektif terhadap pemecahan masalah siswa)

(Pendekatan pembelajaran Scientific tidak efektif terhadap pemecahan masalah siswa)

Keterangan:


(55)

Perhitungan untuk menguji hipotesis ketiga ini menggunakan bantuan one-sample test pada Software SPSS.

Kriteria keputusan diterima apabila siginifikansi hasil one-sample test yang diperoleh untuk kelas kontrol dengan pendekatan Scientific kurang dari 0,05 sehingga dikatakan pembelajaran dengan pendekatan Scientific efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Keputusan akan ditolak apabila signifikansi hasil one-sample tets yang diperoleh untuk kelas kontrol dengan pendekatan Scientific lebih dari 0,05 sehingga dikatakan pembelajaran dengan pendekatan Scientific tidak efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

4) Uji Hipotesis Keempat

Uji hipotesis keempat untuk menjawab rumusan masalah keempat yaitu apakah pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada pokok bahasan geometri bidang efektif terhadap kepercayaan diri siswa. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

(Pendekatan pembelajaran Scientific efektif terhadap kepercayaan diri siswa)

(Pendekatan pembelajaran Scientific tidak efektif terhadap kepercayaan diri siswa)

Perhitungan untuk menguji hipotesis keempat ini menggunakan bantuan one-sample test pada Software SPSS.


(56)

Kriteria keputusan diterima apabila siginifikansi hasil one-sample test yang diperoleh untuk kelas kontrol dengan pendekatan Scientific kurang dari 0,05 sehingga dikatakan pembelajaran dengan pendekatan Scientific efektif terhadap kepercayaan diri siswa. Keputusan akan apabila signifikansi hasil one-sample tets yang diperoleh untuk kelas kontrol dengan pendekatan Scientific lebih dari 0,05 sehingga dikatakan pembelajaran dengan pendekatan Scientific tidak efektif terhadap kepercayaan diri siswa.

5) Uji Hipotesis Kelima

Sebelum dilakukan uji hipotesis dilakukan terlebih dahulu uji rata-rata hasil post-test siswa dari kedua kelas untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata atau tidak diantara keduanya.

Hipotesis yang digunakan untuk uji rata-rata kemampuan pemecahan masalah adalah sebagai berikut:

(tidak ada perbedaan rata-rata nilai post-test pada kelas eksperimen dengan rata-rata nilai post-test pada eksperimen kontrol).

(terdapat perbedaan rata-rata nilai post-test pada kelas eksperimen dan rata-rata nilai post-test pada kelas kontrol).

Taraf signifikansi yang digunakan alpha sama dengan . Kriteria keputusan diterima jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga menyebabkan tidak ada perbedaan rata-rata post-test kemampuan pemecahan masalah siswa. ditolak jika nilai


(57)

signifikansi kurang dari 0,05 sehingga menyebabkan adanya perbedaan rata-rata post-test kemampuan pemecahan masalah siswa.

Uji hipotesis kelima untuk menjawab rumusan masalah kelima yaitu manakah yang lebih efektif diantara pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing atau pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada pokok bahasan geometri bidang terhadap pemecahan masalah siswa. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

(pendekatan pembelajaran Problem Posing tidak lebih efektif daripada pendekatan pembelajaran Scientific terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa). (pendekatan pembelajaran Problem Posing lebih efektif

daripada pendekatan pembelajaran Scientific terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa).

Analisis yang digunakan adalah independent sample test pada Software SPSS.

Kriteria keputusan diterima jika nilai signifikansi kurang dari yang menyebabkan pendekatan pembelajaran Problem Posing tidak lebih efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Keputusan ditolak jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga pendekatan menggunakan Problem Posing lebih efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.


(1)

signifikansi kurang dari 0,05 sehingga menyebabkan adanya perbedaan rata-rata post-test kemampuan pemecahan masalah siswa.

Uji hipotesis kelima untuk menjawab rumusan masalah kelima yaitu manakah yang lebih efektif diantara pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing atau pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada pokok bahasan geometri bidang terhadap pemecahan masalah siswa. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

(pendekatan pembelajaran Problem Posing tidak lebih efektif daripada pendekatan pembelajaran Scientific terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa). (pendekatan pembelajaran Problem Posing lebih efektif

daripada pendekatan pembelajaran Scientific terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa).

Analisis yang digunakan adalah independent sample test pada Software SPSS.

Kriteria keputusan diterima jika nilai signifikansi kurang dari yang menyebabkan pendekatan pembelajaran Problem Posing tidak lebih efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Keputusan ditolak jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga pendekatan menggunakan Problem Posing lebih efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.


(2)

6) Uji Hipotesis Keenam

Sebelum dilakukan uji hipotesis dilakukan terlebih dahulu uji rata-rata hasil nilai akhir kepercayaan diri siswa dari kedua kelas untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata atau tidak diantara keduanya.

Hipotesis yang digunakan untuk uji rata-rata nilai awal kepercayaan diri adalah sebagai berikut:

(tidak ada perbedaan rata-rata nilai akhir kepercayaan diri pada kelas eksperimen dengan rata-rata nilai akhirl kepercayaan diri pada kelas kontrol).

(terdapat perbedaan rata-rata nilai akhir kepercayaan diri pada kelas eksperimen dengan rata-rata nilai akhir kepercayaan diri pada kelas kontrol).

Taraf signifikansi yang digunakan alpha sama dengan . Kriteria keputusan diterima jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 menyebabkan tidak ada perbedaan rata-rata nilai akhir kepercayaan diri siswa. ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 menyebabkan adanya perbedaan rata-rata nilai akhir kepercayaan diri siswa.

Uji hipotesis keenam untuk menjawab rumusan masalah keenam yaitu manakah yang lebih efektif diantara pembelajaran dengan pendekatan Problem Posing atau pembelajaran dengan pendekatan Scientific di kelas X SMA N 1 Kasihan pada pokok bahasan geometri


(3)

bidang terhadap kepercayaan diri siswa. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

(pendekatan pembelajaran Problem Posing tidak lebih efektif daripada pendekatan pembelajaran Scientific terhadap kepercayaan diri siswa)

(pendekatan pembelajaran Problem Posing lebih efektif daripada pendekatan pembelajaran Scientific terhadap kepercayaan diri siswa)

Analisis yang digunakan adalah independent sample test pada Software SPSS.

Kriteria keputusan diterima jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 yang menyebabkan pendekatan pembelajaran Problem Posing tidak lebih efektif terhadap kepercayaan diri siswa. Keputusan ditolak jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 yang menyebabkan pendekatan menggunkan Problem Posing lebih efektif terhadap kepercayaan diri siswa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mahmudi. (2008). Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.Yogyakarta. Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional Matematika.

Asep J. & Abdul H. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Multi Press. Balai Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Bekti Setiti. (2011). Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pendekatan

Cooeprative Learning Tipe NHT dalam Pembelajaran Matematika. Tangerang: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Budi Hartati. (2005). Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika melalui Pendekatan Problem Posing di SD Muhamadiyah Tegalrejo. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Elisa Rachmawati.(2010). Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Problem Posing. Skripsi. Yogyakarta :FMIPA UNY.

Erman Suherman dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.

Euis Tati Damati. (2011). Upaya peningkatan Aktivitas Belajar Melalui Pendekatan Problem Posing pada Pembelajaran Matematika. Buletin Pelangi Pendidikan, Volume 4 No.1 Tahun 2001.

Hamzah B Uno. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan & Moedjiono. (2012). Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Herman Hudojo. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.

Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru ImplementasiKurikulum 2013 SMP/MTS. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.

Kemp, E.J., Morrison, G. R., & Ross, S. M. (1994). Designing Effective Instruction. New York: Merril Macmillan College.

Khimar Wartiningsih. (2001). Pengaruh Model Kooperatif pada Pembelajaran Trigonometri terhadap Prestasi Akademik, Toleransi dan Kepercayaan Diri Siswa SMA N 1 Klaten. Thesis: Program Pasca Sarjana UNY.

Made Wena. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Pradana Media.


(5)

Mansur Muslich. (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

M.Hosnan. (2014). Pendekatan Scientific dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21:Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor: Ghalia Indonesia.

Moh. Uzer Usman. (2002). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muhibbin Syah. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Nana Sudjana. (2001). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

NCTM. (2002). Principles and Standards for Mathematics. Reston VA: NCTM. Nur Gufron, M. Rini R.S. (2010). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Zuzz

Media.

O’Connel, Susan. (2007). Introduction to Problem Solving Grades Prek-2. Postsmouth: Heineman.

OECD. (2012). PISA 2012 Results in Focus – What 15 years olds know and what they can do with what they know. Diakses dari www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf

Saifuddin Azwar. (1996). Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Setyawati,dkk.2009.Peningkatan Kualitas Pembelajaran Trigonometri Melalui Model Pembelajaran Problem Posing Tipe Pre-Solution Posing Secara Berkelompok Berbasis karakter Bangsa.Semarang:IKIP PGRI Semarang. Slamet Soewadi. et al. (2005). Perspektif Pembelajaran di Berbagai Bidang.

Yogyakarta: USD.

Sri Surtini dkk. (2003). Implementasi Problem Posing pada Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah Siswa Kelas IV di Salatiga. Salatiga: Universitas Terbuka.

Sugihartono. et al. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Suryanto. (1998). Pembentukan Soal dalam Pembelajaran Matematika. Malang: IKIP Malang.

Tatag Y.E Siswoyo. (2000). Pengajuan Soal (Problem Posing) oleh Siswa dalam Pembelajaran Geometri di SLTP. Surabaya: Jurusan Matematika FMIPA UNESA Surabaya.

Tina Afiati dan Budi Andayani. (1998). Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Penganggur Melalui Kelompok Dukungan Sosial. Yogyakarta: UGM.


(6)

Van de Walle. (2008). Elementary and Middle School Mathematics. (Alih bahasa Suyono). Jakarta: Erlangga.

Widiah Prihatini. (2006). Upaya Peningkatan Aktivitas Belajar Melalui

Pendekatan Problem Posing pada Pembelajaran Matematika KelasVII A pada Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Piyungan. Skripsi. Yogyakarta :FMIPA UNY.

Yaya S. Kusumah. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Afektif Siswa Sekolah Menengah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika yang Diselenggarakan Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Bandung: Jurusan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Yohana Erlangga. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VII MTsN Batu Taba. Jurnal. Sumatra Barat: Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat.

Yunus Abidin. (2013). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama.

Zahra Chairani. (2007). Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Seminar NasionalPendidikan matematika tanggal 8 September 2007 di Hotel Palam Banjarmasin.

Zainal Aqib. (2002). Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendikia.


Dokumen yang terkait

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Posing

0 3 9

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Bagi Siswa Kelas X TP2 Semester Genap S

0 1 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Bagi Siswa Kelas X TP2 Semester Genap S

0 2 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Strategi Pembelajaran Problem Based Learning(PTK pada siswa kelas VII Semester Ganjil SMP N 1 Kerjo tahun

0 1 17

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF.

1 3 36

PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAJUAN MASALAH MATEMATIS SERTA HABITS OF MIND SISWA SMA.

2 11 76

PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA.

0 2 53

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA.

1 4 50

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENDEKATAN PROBLEM POSING DAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMA KELAS X.

0 4 500

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TYPE PRESOLUTION POSING SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 1

0 0 13