EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK CHANGE OF PAIRS (BERTUKAR PASANGAN) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 1 KASIHAN BANTUL.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Menurut Choirul Mahfud (2009:34), pendidikan merupakan suatu pembentukan karakter, kepribadian dan kemampuan anak-anak dalam menuju kedewasaan. Dengan pendidikan, manusia dapat menghadapi segala sesuatu dalam kehidupan yang terjadi akibat adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia, sehingga pendidikan perlu mendapatkan perhatian yang lebih agar kehidupan manusia semakin maju dan dapat berperan dalam pembangunan bangsa.

Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam proses pendidikan adalah matematika. Menurut Erman Suherman, dkk (2001: 29), matematika merupakan ratu atau sumber ilmu dari ilmu yang lain, dengan kata lain matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, serta dapat melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika mempunyai peranan penting dalam proses pendidikan, karena banyak cabang ilmu pengetahuan lainnya yang memanfaatkan matematika dalam pembelajarannya. Selain itu, matematika juga mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, karena dengan pembelajaran matematika, manusia dapat memecahkan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Mengingat pentingnya matematika dalam kehidupan manusia maka secara formal matematika diajarkan disekolah mulai dari pendidikan dasar hingga


(2)

pendidikan tinggi. Matematika yang diberikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut dengan matematika sekolah. Erman Suherman, dkk (2003:48) mengungkapkan bahwa tujuan pembelajaran matematika disekolah adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan dapat menerapkan matematika dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari.

Pembelajaran matematika disekolah tidak hanya sebatas menghafal materi pelajaran, melainkan juga pada pemahaman konsep materi dari pelajaran matematika tersebut. Hal ini sesuai dengan salah satu tipe yang dilakukan secara prosedural atau hierarki dalam belajar matematika dan di ungkapkan oleh Gagne (Hamzah B. Uno (2008:130)). Kedelapan tipe belajar tersebut adalah:

1. Belajar sinyal (signal learning)

2. Belajar stimulus respons (stimulus-response learning)

3. Belajar merangkai tingkah laku (behaviour chaining learning) 4. Belajar asosiasi verbal (verbal chaining learning)

5. Belajar diskriminasi (discrimination learning) 6. Belajar konsep (concept learning)

7. Belajar aturan (rule learning)

8. Belajar memecahkan masalah (problem solving learning)

Dari pendapat di atas, belajar konsep termasuk dalam tipe belajar matematika. Ratna Wilis Dahar (2011:62) mengungkapkan bahwa konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Konsep didefinisikan sebagai kategori yang diberikan pada suatu stimulus. Konsep menyediakan skema terorganisasi untuk mengasosiasikan stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Belajar konsep merupakan salah satu belajar dengan pemahaman dan hasil dari belajar konsep tersebut adalah skema konseptual. Belajar konsep yang benar adalah


(3)

belajar memahami konsep berdasarkan aspek-aspek kemampuan pemahaman konsep yang telah ditentukan. Apabila siswa tersebut belum mampu memahami salah satu atau lebih dari aspek-aspek kemampuan pemahaman konsep yang telah ditentukan maka siswa tersebut belum belajar konsep dengan benar.

Dalam pembelajaran matematika, kemampuan pemahaman konsep yang baik sangat diperlukan, karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan pemahaman konsep sebelumnya. Selain itu, jika kemampuan siswa dalam memahami konsep tidak baik maka mereka kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran matematika dan cenderung menghafal konsep matematika tersebut. Akibatnya, mereka akan kesulitan dalam mengerjakan soal yang berbeda dengan contoh yang telah berikan, meskipun soal tersebut masih menggunakan konsep yang sama dengan contoh. Kesulitan mengerjakan soal yang sedikit berbeda dengan contoh, maka nilai yang didapatkan saat ulangan pun juga tidak optimal. Sehingga, kemampuan pemahaman konsep matematika yang baik merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa.

Mengingat pentingnya kemampuan pemahaman konsep siswa maka dari itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa agar mampu memahami konsep dengan baik sehingga siswa mampu menyelesaikan masalah matematika. Dengan demikian tujuan dari pembelajaran matematika sekolah dapat tercapai. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif.

Isjoni (2010:20-21) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai satu pendekatan mengajar dimana murid bekerjasama


(4)

di antara satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Dengan model pembelajaran kooperatif, siswa akan mendapatkan kesempatan untuk berbagi informasi dan pengetahuan dengan siswa lainnya dengan cara berkunjung ke kelompok lain. Sehingga saat proses pembelajaran, interaksi kelas yang terjadi tidak hanya antara siswa dengan anggota kelompoknya saja tetapi juga dengan siswa dari kelompok lain. Hadjioannou (Paul&Don, 2012:130) menyatakan bahwa murid atau pembelajar di dalam kelompok dapat bekerja sama membangun pemahaman lebih kuat dibandingkan individu-individu yang bekerja sendirian. Selain kedua pendapat tersebut Dewey (Oxford, 1997) juga memperkuat dengan menyatakan bahwa konsep akan lebih bisa dipahami siswa jika konsep tersebut dikonstruksikan sendiri oleh siswa dalam suatu kelompok sehingga siswa akan melakukan proses sosial. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Vygotsky (Nyikos&Hashimoto, 1997) yang menyatakan bahwa proses sosial mempunyai peranan penting dalam perkembangan pengetahuan siswa, karena melalui proses sosial siswa mendapatkan pengetahuan baru dari siswa lainnya dengan berbagai sudut pandang pemahaman yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkah bahwa model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika adalah model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan). Miftahul Huda (2012:135) menyatakan bahwa pembelajaran bertukar pasangan memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs sangat sesuai di


(5)

dalam sebuah kelas yang berisi siswa-siswa yang mempunyai berbagai tingkat kecerdasan. Trianto (2010:59) juga mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Hal tersebut didukung pula oleh banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa pengajaran antar siswa (peer teaching) lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru karena pola pemikiran antar siswa yang cenderung sama sehingga memudahkan mereka dalam berkomunikasi dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs dapat melatih siswa untuk mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, serta saling bekerja sama untuk menemukan konsep yang menjadi tujuan pembelajaran.

Ada banyak materi yang dipelajari dalam mata pelajaran matematika sekolah. Salah satu materi yang sangat memerlukan kemampuan konsep yang baik dan dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata adalah Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV). PLDV merupakan materi aljabar yang diajarkan pada kelas VIII Semester 2. Menurut Kurikulum 2013, setelah mempelajari materi PLDV ini, siswa dituntut untuk mampu membuat dan menyelesaikan model matematika dari masalah nyata yang berkaitan dengan persamaan linear dua variabel.

Berdasarkan hasil dokumentasi nilai rata-rata ulangan harian matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 materi PLDV, terdapat lebih dari setengah jumlah dari siswa


(6)

mendapatkan nilai belum mencapai KKM. Hal tersebut dikarenakan beberapa siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru meskipun konsepnya sama dengan soal sebelumnya. Siswa yang mengalami kesulitan tersebut diduga karena kurang memahami konsep matematika. Adanya siswa yang kurang memahami konsep dengan baik tersebut dikarenakan kurangnya optimal penggunaan fasilitas untuk pembelajaran, salah satu fasilitas yang belum optilam adalah model pembelajaran yang digunakan. Oleh karena itu penelitian ini akan diterapkan pada pokok bahasan Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV). Dengan demikian maka diharapkan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) ini akan memfasilitasi siswa dalam memahami konsep pada materi PLDV.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis akan

melakukan penelitian dalam rangka menyusun skripsi yang berjudul : “Efektivitas

Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) Ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul”

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Pemahaman konsep matematis yang dimiliki siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul masih kurang.

2. Adanya siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul mendapatkan nilai belum mencapai KKM pada ulangan harian materi pokok PLDV.


(7)

3. Pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah belum maksimal. 4. Pentingnya kemampuan pemahaman konsep matematis bagi siswa.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti akan membatasi masalah dalam penelitian ini pada efektivitas model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika materi Persamaan Linear Dua variabel (PLDV) kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul. Pembatasan dilakukan agar peneliti lebih fokus untuk membahas permasalahan yang diinginkan.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul?

2. Apakah penggunaan model pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul?

3. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs teknik Change Of Pairs lebih efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul?


(8)

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul.

2. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul.

3. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul.

F. Manfaat Penelitian

Setelah dilakukan penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs teknik Change Of Pairs diharapkan memberikan beberapa manfaat, diantaranya:

1. Bagi siswa

Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) dalam pembelajaran matematika dapat memberikan pengalaman baru bagi siswa. Sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.


(9)

2. Bagi guru

Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) dalam pembelajaran matematika dapat dijadikan sebagai gambaran dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika.

3. Bagi peneliti

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan rekomendasi bagi penelitian selanjutnya dan dapat memberikan pengalaman merancang pembelajaran yang diharapkan efektif ditinjau dari kemampuan pmahaman konsep matematika siswa.


(10)

BAB II KAJIAN TEORI

A.Landasan Teori

1. Pembelajaran Matematika a. Belajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:11), belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Purwa Atmaja Prawira (2013:228) menyatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan atau usaha yang disadari untuk meningkatkan kualitas kemampuan atau tingkah laku dengan menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap, perubahan kualitas kemampuan tadi bersifat permanen.

Menurut Gagne (Ratna Wilis Dahar,2006:2), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Trianto (2010: 17) menambahkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta manfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.

Senada dengan Trianto, Muhibbin Syah (2010: 90) mengungkapkan bahwa belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dari individu yang terjadi akibat pengalaman dan interaksi


(11)

dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif sehingga dengan perubahan tersebut individu mampu menghadapi lingkungannya.

Hamzah B. Uno (2008:54) berpendapat bahwa belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai. Manusia tanpa belajar, akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan berpikir manusia-manusia pendahulunya.

Sardiman (2011:24-25) menyatakan beberapa prinsip yang berkaitan dengan belajar yaitu:

1) Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya. 2) Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri pada siswa. 3) Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama

motivasi dari dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau intrinsic motivation, lain halnya belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan menderita.

4) Dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan (dengan kemungkinan berbuat keliru) dan conditioning atau pembiasaan.

5) Kemampuan belajar seseorang siswa diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran.

6) Belajar dapat dilakukan dengan tiga cara 7) Belajar secara langsung


(12)

8) Kontrol,kontak, penghayatan, pengalaman langsung (seperti anak belajar bicara, sopan santun, dan lain-lain).

9) Pengenalan dan/atau peniruan.

10)Belajar melalui praktek atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu membina sikap, ketrampilan, cara berfikir kritis dan lain-lain, bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja.

11)Perkembangan pengalaman anak didik akan banyak mempengaruhi kemampuan belajar yang bersangkutan.

12)Bahan pelajaran yang bermakna atau berarti lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, daripada bahan yang kurang bermakna.

13)Belajar sedapat mungkin diubah ke dalam bentuk aneka tugas, sehingga anak-anak melakukan dialog dalam dirinya atau mengalaminya sendiri.

Menurut Muhibbin Syah (2010:129), secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa,

3) Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.


(13)

Sardiman (2011:27) menyatakan bahwa tujuan belajar adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berupa hasil belajar, yaitu:

1) Hal ihwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif) 2) Hal ihwan personal, kepribadian atau sikap (afektif)

3) Hal ihwan kelakuan, keterampilan atau penampilan (psikomotorik).

Menurut Nasution (2011:140-141) terdapat 4 fase dalam belajar yaitu: 1) Fase apprehending (usaha untuk memahami)

Dalam fase apprehending seorang harus memperhatikan stimulus tertentu, harus menangkap artinya dan memahaminya

2) Fase acquisition (kemahiran)

Fase acuisition merupakan bukti dari kesanggupan yang diperoleh seseorang untuk melakukan sesuatu yang belum diketahui sbelumnya.

3) Fase storage (penyimpanan)

Fase storage merupakan penyimpanan kemampuan yang baru. 4) Fase retrieval (menggunakan kembali informasi)

Fase retrieval merupakan pengambilan kemampuan yang disimpan tersebut pada saat diperlukan.

b. Pembelajaran

Menurut Erman Suherman, dkk (2001:8) pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Isjoni (2010:14), menyatakan bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya guru untuk membantu siswa melakukan kegiatan


(14)

belajar. Trianto (2010: 17) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antara keduanya terjadi komunikasi atau transfer yang intensif dan terarah menuju suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tidak jauh berbeda dengan Trianto, Hamzah B. Uno (2008:54) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara peserta belajar dengan pengajar/instruktur dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan belajar tertentu. Muhammad Thobroni & Arif Mustofa (2013:21) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang berulang-ulang dan menyebabkan adanya perubahan perilaku yang disadari dan cenderung bersifat tetap.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi yang terarah antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa untuk mengarahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran.

c. Matematika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 723), matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan bilangan, hubungan yang ada antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bilangan.

Menurut Hamzah B. Uno (2008:129) matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri dan analisis.


(15)

Menurut Soedjadi (2000: 13), matematika memiliki beberapa karakteristik, antara lain:

1) Memiliki objek kajian yang abstrak 2) Bertumpu pada kesepakatan

3) Berpola pikir deduktif

4) Memiliki simbol yang kosong dari arti 5) Memperhatikan semesta pembicaraan 6) Konsisten dalam sistemnya

Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan, mempunyai objek kajian yang abstrak dan bertumpu pada kesepakatan serta berfungsi sebagai alat pikir dan alat untuk memecahkan masalah.

Menurut Erman Suherman dkk, (2001:54) matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) dan Pendidikan Menengah (SMU dan SMK). Erman Suherman, dkk (2001: 54-55) menambahkan bahwa matematika sekolah tersebut terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpadu pada perkembangan IPTEK.

d. Pembelajaran Matematika

Erman Suherman dkk, 2001:55 mengungkapkan bahwa fungsi pembelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir dan ilmu atau pengetahuan.


(16)

Tujuan pengajaran matematika di SLTP (Tim MKPBM, 2001: 57) adalah agar:

1) Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika;

2) Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah;

3) Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari;

4) Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai matematika.

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi yang berfungsi sebagai alat pikir siswa yang dilakukan oleh guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa serta mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari.

2. Pemahaman Konsep Matematika

Oemar Hamalik (2010:162) menyatakan bahwa suatu konsep adalah suatu kelas stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau orang (person). Selain itu konsep juga dapat dikatakan sebagai sesuatu yang sangat luas. Adanya konsep akan membantu dalam mempelajari sesuatu yang baru dengan mengenali ciri-cirinya.


(17)

Menurut Ratna Wilis Dahar (2011:62), konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Konsep didefinisikan sebagai kategori yang diberikan pada suatu stimulus. Konsep menyediakan skema terorganisasi untuk mengasosiasikan stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara katagori-katagori.

Hamzah B. Uno (2008:11) mengungkapkan bahwa suatu konsep diperoleh melalui tiga tahap, yaitu:

a. Tahap kategorisasi, yaitu upaya mengkategorikan sesuatu yang sama atau tidak sesuai dengan konsep yang diperoleh.

b. Kategori yang tidak sesuai disingkirkan dan kategori yang sesuai digabungkan sehingga membentuk suatu konsep (concept formation).

c. Suatu konsep tertentu baru dapat disimpulkan (perolehan konsep)

Oemar Hamalik (2010:162-163) menyatakan ciri-ciri konsep adalah sebagai berikut:

a. Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya. Adanya keragaman antara konsep-konsep sebenarnya ditandai oleh adanya atribut yang berbeda.

b. Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu atribut. c. Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep

lainnya. Semakin kompleks suatu konsep semakin banyak atributnya dan semakin sulit mempelajarinya. Untuk kemudahan jumlah atribut itu hendaknya diperkecil dengan cara kombinasi atau mengurangi perhatian terhadap sejumlah atribut yang dinilai tak begitu penting


(18)

d. Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut lebih dominan (obvious) daripada yang lainnya.

Joyce (2009: 125) menjelaskan bahwa pencapaian konsep mengharuskan siswa menggambarkan sifat-sifat dari suatu katagori yang terbentuk dalam pikiran orang lain dengan cara membandingkan dan membedakan contoh-contoh yang berisi karakteristik konsep yang satu dengan karakteristik konsep yang lain. Sedangkan Bruner, Goodnow, dan Austin (Joyce, 2009: 125) menyatakan bahwa pencapaian konsep merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk memberikan contoh yang tepat dari berbagai kategori.

Menurut Duffin & Simpson (Nila Kesumawati, 2008: 230), pemahaman konsep diartikan sebagai kemampuan siswa untuk menjelaskan konsep, menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda, serta mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep. Ketika siswa mampu menjelaskan suatu konsep, artinya siswa mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. Siswa dikatakan memahami konsep jika siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau noncontoh dari konsep, mengembangkan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika (Nila Kesumawati, 2008: 234).


(19)

Jadi dapat disimpulkan bahwa, kriteria siswa memahami suatu konsep matematika adalah sebagai berikut:

a. Siswa mampu mendefinisikan dan menjelaskan ulang sebuah konsep matematika.

b. Siswa mampu mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.

c. Siswa mampu memberikan contoh dan noncontoh dari suatu konsep matematika tersebut.

d. Siswa mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

e. Siswa mampu mengapliksikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan yang dimiliki individu memahami makna dari konsep. Dalam pembelajaran matematika, yang dimaksud dengan pemahaman konsep matematika adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk memahami makna dari konsep matematika yang telah diberikan atau diajarkan pada saat proses pembelajaran.

3. Model pembelajaran kooperatif

Roger, dkk (Miftahul Huda (2012:29)) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisasikan oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya


(20)

setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota lain.

Isjoni (2010:20-21) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai satu pendekatan mengajar dimana murid bekerjasama di antara satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif sangat sesuai di dalam sebuah kelas yang berisi siswa-siswa yang mempunyai berbagai tingkat kecerdasan.

Erman Suherman, dkk (2001:218) mengungkapkan bahwa Cooperatif Learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.

Isjoni (2010:92-93) menyatakan peran guru dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

a. Fasilitator

Sebagai fasilitator seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut: 1) Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan

2) Membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok 3) Membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta

membantu kelancaran belajar mereka

4) Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya


(21)

5) Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat

b. Mediator

Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani mengkaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui model pembelajaran kooperatif dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Peran ini sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna. Selain itu, guru juga berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan.

c. Director-motivator

Sebagai director-motivator, guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban. Selain itu guru juga berperan sebagai pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi.

d. Evaluator

Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil, tapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik secara perorangan maupun secara berkelompok.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dan memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru serta meningkatkan kemampuannya agar tercapai tujuan pembelajaran.


(22)

4. Pembelajaran Change Of Pairs (Bertukar Pasangan)

Miftahul Huda (2012:135) menyatakan bahwa pembelajaran bertukar pasangan memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) menurut Miftahul Huda (2012:134) adalah sebagai berikut: a. Setiap siswa membentuk pasangan-pasangan (dapat ditunjuk langsung oleh guru

atau siswa sendiri yang mencari pasangannya sebagai teknik Mencari Pasangan) b. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan oleh setiap pasangan siswa.

c. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. d. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang

baru ini kemudian saling berdiskusi dan membagikan jawaban mereka.

e. Hasil diskusi yang baru didapat dari Bertukar Pasangan ini kemudian didiskusikan kembali oleh pasangan semula.

Pendapat Miftakhul Huda diperkuat oleh Lie (2008:56) yang menjabarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) adalah sebagai berikut:

a. Setiap siswa mendapatkan satu pasangan (guru dapat menunjuk pasangannya atau siswa melakukan prosedur teknik Mencari Pasangan seperti yang dijelaskan di depan)

b. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya. c. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.


(23)

d. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.

e. Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

Dari beberapa pendapat yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs teknik bertukar pasangan adalah sebagai berikut:

a. Kelas dibagi menjadi kelompok kecil beranggotakan dua siswa. Jika banyaknya kelompok pada kelas tersebut bukan kelipatan dua, maka salah satu pasangan kelompok tersebut bersama dengan guru. Dalam pembentukan kelompok tersebut guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa melakukan prosedur teknik Mencari Pasangan seperti yang dijelaskan di depan.

b. Guru memberikan tugas yang harus diselesaikan secara berkelompok dan siswa berdiskusi serta bekerja sama dengan kelompoknya.

c. Setelah selesai berdiskusi dan bekerja sama dengan kelompoknya, salah satu anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bergabung dengan pasangan kelompok lainnya. Sehingga kelompok baru beranggotakan satu anggota dalam kelompok tersebut dan satu anggota dari kelompok yang lain (tamu). Salah satu anggota dalam kelompok tersebut bertugas membagi informasi terkait dengan hasil kerja kelompok yang telah dilakukan

d. Setelah selesai, salah satu anggota kelompok (tamu) kembali ke kelompoknya maing-masing dan membagikan hasil perolehannya.


(24)

e. Masing-masing kelompok membahas dan membandingkan antara hasil temuan mereka dengan hasil temuan yang diperoleh dari kelompok lain.

5. Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Pada tahun ajaran 2014/2015, yang dimaksudkan dengan model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran saintifik yang sesuai dengan kurikulum 2013. M. Hosnan (2014: 38) mengungkapkan bahwa proses pembelajaran saninstifik menyentuh tiga ranah, yaitu attitude/ sikap, knowledge/ pengetahuan, dan skill/keterampilan. M. Hosnan (2014:36) juga berpendapat bahwa pembelajaran dengan metode sainstifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Berpusat pada siswa.

b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.

c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. d. Dapat mengembangkan karakter siswa.

M. Hosnan (2014: 34), menyatakan bahwa pendekatan sainstifik bertujuan untuk meningkatkan kemampuan intelek siswa khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi, membantu siswa menyelesaikan masalah secara sistematik, melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide khususnya di bidang ilmiah, dan mengembangkan karakter siswa. M. Hosnan (2014: 39), juga mengungkapkan


(25)

bahwa kegiatan pembelajaran pada Kurikulum 2013 disajikan pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Kegiatan Pembelajaran pada Kurikulum 2013

Kegiatan Aktivitas Belajar

Mengamati (observing)

Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat)

Menanya (questioning)

Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis, diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan).

Pengumpulan data

(experimenting)

Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data.

Mengasosiasi (associating)

Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data/ kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data, dimulai dari unstructured-uni structure-multistructure-complicated structure.

Mengomunikasi kan

Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.

Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.

a. Kegiatan Pendahuluan


(26)

2) Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;

3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;

4) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan 5) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. b. Kegiatan Inti

Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/ atau tematik terpadu dan/ atau saintifik dan/ atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/ atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.

c. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:

1) seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;

2) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

3) melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok; dan


(27)

4) menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. RPP meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Kegiatan inti terdiri dari 5 M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan data/ informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Di dalam Permendikbud No. 66 Th 20013 tentang Standar Penilaian, penilaian hasil belajar siswa mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap siswa terhadap standar yang telah ditetapkan.

SMP Negeri 1 Kasihan mulai menggunakan Kurikulum 2013 untuk kelas VII dan VIII pada tahun ajaran 2013/2014. Seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kasihan mulai tahun ajaran 2013/2014 sudah menerima pembelajaran saintifik yang sesuai dengan Kurikulum 2013 untuk seluruh mata pelajaran. Karena hal itu, pembelajaran saintifik juga dilaksanakan pada pembelajaran matematika. Kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran saintifik dengan 5 M yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan data/ informasi, mengasosiasi dan mengomunikasikan.

6. Efektivitas Pembelajaran Matematika

Efektivitas merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang memiliki arti berhasil, berlaku. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah adanya pengaruh yang dapat membawa hasil. Efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. Jadi suatu upaya dikatakan efektif apabila memberikan hasil yang memuaskan.

Pelaksanaan pembelajaran matematika akan bermakna jika materi yang diberikan oleh guru kepada siswa dapat dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran


(28)

matematika dapat dikatakan efektif apabila pelaksanaannya sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Berikut ini pendapat dari beberapa ahli mengenai efektivitas pembelajaran: a. Slameto (2003:92) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar efektif. Efektif yang dimaksudkan adalah sesuai dengan waktu, materi dan hasil yang dicapai sesuai tujuan.

b. Arends (2012:19-20) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang efektif dapat dicapai apabila dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan

c. Nana Sudjana (2002:34-35) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang efektif dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Prosesnya sesuai dengan yang direncanakan dan hasilnya sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

d. Menurut Slavin (2009:51-52), keefektifan pembelajaran ditentukan oleh 4 unsur yang biasa disebut dengan model QAIT (Quality (mutu), Appropriateness (ketepatan), Incentive (insentif), time (waktu), yaitu:

1) Mutu pengajaran

Mutu pengajaran adalah sejauh mana penyajian informasi atau kemampuan membantu siswa dengan mudah mempelajari bahan. Mutu dari pengajaran sebagian besar adalah produk mutu kurikulum dan penyajian pelajaran itu sendiri.


(29)

2) Tingkat pengajaran yang tepat

Tingkat pengajaran yang tepat adalah sejauh mana guru memastikan bahwa siswa sudah siap mempelajari suatu pelajaran baru (maksudnya, mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajarinya) tetapi belum memperoleh pelajaran tersebut. Dengan kata lain, tingkat pengajaran tersebut sudah tepat apabila suatu pelajaran tidak terlalu sulit maupun tidak terlalu mudah bagi siswa.

3) Intensif

Sejauh mana guru memastikan bahwa siswa termotivasi untuk mengerjakan tugas-tugas pengajaran dan untuk mempelajari bahan yang sedang disajikan.

4) Waktu

Sejauh mana siswa diberi cukup banyak waktu untuk mempelajari bahan yang sedang diajarkan.

Agar pembelajaran berlangsung efektif, masing-masing keempat unsur ini harus memadai. Tidak peduli seberapa tinggi mutu pengajaran, siswa tidak akan mempelajari suatu pelajaran kalau mereka tidak mempunyai kemampuan atau informasi sebelumnya yang diperlukan, kalau mereka tidak mempunyai motivasi atau kalau mereka tidak mempunyai waktu yang mereka butuhkan untuk mempelajari pelajaran tersebut. Dipihak lain, kalau mutu pengajaran tersebut rendah, tidak akan ada perbedaan seberapa banyak pun sudah diketahui siswa, seberapa termotivasi mereka atau seberapa banyak waktu mereka miliki.


(30)

Hamzah B. Uno & Nurdin (2013:173) mengungkapkan bahwa pembelajaran dianggap efektif apabila skor yang dicapai siswa memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan. Rumusan kompetensi ini bukan saja dalam tataran teoritis, tetapi harus terimplikasi dalam kehidupannya. Endang Mulyatiningsih (2012:87) menambahkan bahwa untuk mengetahahui efektivitas perlakuan dapat mengukur gain score (peningkatan skor) yang diukur sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest) atau membandingkan hasil yang diperoleh kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektifvtas pembelajaran matematika adalah pembelajaran matematika yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah direncanakan dan hasil yang diperolehnya sesuai dengan tujuan/kriteria yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran matematika dapat dilihat dari peningkatan antara pengetahuan awal dengan hasil belajar. Selain itu efektivitas pembelajaran matematika juga dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa yaitu pencapaian standar minimal yang ditetapkan pada setiap sekolah pada penelitian ini minimal 75% dari nilai maksimal.

7. Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)

Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) merupakan materi pembelajaran matematika yang terdapat dalam kurikulum 2013 dan diberikan kepada siswa SMP kelas VIII. Materi PLDV ini terdiri dari persamaan linear satu variabel, persamaan linear dua variabel dan sistem persamaan linear dua variabel. Berikut penjelasan dari materi tersebut:


(31)

Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) merupakan persamaan dengan satu variabel berpangkat satu atau berderajat satu. Bentuk umum dari PLSV:

+ = , , ∈ �; ≠ �

Contoh PLSV:

1) Uang Ani jika ditambah dengan Rp4.500,00 menjadi Rp8.000,00. Dengan kalimat matematika dapat ditulis sebagai berikut:

Misalkan banyaknya uang Ani adalah maka persamaannya menjadi:

+ . = .

2) Jika dikalikan dengan 4, maka balon yang dimiliki adik akan menjadi 12.Dengan kalimat matematika dapat ditulis sebagai berikut:

Misalkan banyaknya balon adek adalah maka persamaannya menjadi:

× =

b. Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)

Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) adalah suatu persamaan yang mempunyai dua variabel dan masing-masing variabelnya berpangkat satu. Bentuk umum dari PLDV :

+ = , , , ∈ �; , ≠ , �

Penyelesaian PLDV adalah pasangan nilai , yang memenuhi persamaan tersebut.

Contoh PLDV:

1) Jumlah uang adik dan kakak adalah Rp75.000. Dengan kalimat matematika dapat ditulis sebagai berikut:


(32)

Misalkan banyaknya uang adik adalah dan banyaknya uang kakak adalah b maka persamaannya menjadi: + = .

2) Ina membeli 2 kg jeruk dan 3 kg apel dengan harga seluruhnyaRp65.000 Dengan kalimat matematika dapat ditulis sebagai berikut:

Misalkan harga jeruk setiap kilogram adalah dan harga apel setiap kilogram adalah n maka persamaannya menjadi: + = .

c. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) adalah dua persamaan linear dua variabel (PLDV) yang saling terkait. Bentuk umum SPLDV adalah: { + =

+ = Keterangan:

x dan y adalah variabel atau bilangan yang belum diketahui atau a dan c adalah bilangan real sebagai koefisien dari x

b dan d adalah bilangan real sebagai koefisien dari y, dan e dan f adalah bilangan real atau konstanta.

Pasangan nilai x dan y yang memenuhi kedua persamaan tersebut merupakan solusi, akar, jawaban, atau penyelesaian SPLDV dimaksud. Pasangan nilai ini dituliskan sebagai (x, y) atau dalam bentuk himpunan ditulis {(x, y)} yang merupakan himpunan penyelesaian (HP) SPLDV tersebut. Nilai yang memenuhi kedua PLDV tersebut menyebabkan kedua persamaan menjadi kalimat benar. Contoh SPLDV:


(33)

Misalkan umur Yuli adalah dan umur Ida adalah maka persamaannya menjadi: { + =

− =

Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk menentukan penyelesaian dari SPLDV, yaitu dengan menggunakan metode grafik, metode substitusi dan metode eliminasi.

1) Metode grafik

PLDV secara grafik ditunjukkan oleh sebuah garis lurus. Berarti grafik dari SPLDV terdiri dari dua garis lurus. Prinsip dari metode grafik yaitu mencari koordinat titik potong grafik dari kedua persamaan. Pada metode grafik, penyelesaian dari SPLDV adalah koordinat titik potong dua garis tersebut. Koordinat titik potong kedua garis merupakan solusi bersama (penyelesaian) karena satu-satunya pasangan nilai yang memenuhi kedua persamaan.

Metode grafik cocok diterapkan untuk menyelesaikan SPLDV yang pasangan koordinat dari nilai-nilai yang membentuk masing-masing grafik dari PLDV bernilai kecil dan merupakan bilangan bulat. Jika nilai yang diambil untuk menggambar grafik terlalu besar maka akan menyebabkan adanya skala pada gambar dan terkadang hal tersebut menyebabkan gambar tidak sesuai dengan titik koordinat yang diperoleh untuk dibuat grafik. Menentukan koordinat titik dua garis lurus dengan menggambar grafiknya adalah solusi yang berguna akan tetapi jawabannya tidak terlalu tepat.

2) Metode substitusi

Metode substitusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan SPLDV dengan cara menyatakan salah satu variabel dalam bentuk


(34)

variabel yang lain kemudian nilai variabel tersebut menggantikan variabel yang sama dalam persamaan yang lain. Hal ini berarti, metode substitusi merupakan cara untuk mengganti satu variabel ke variabel lainnya dengan cara mengubah variabel yang akan dimasukkan menjadi persamaan yang variabelnya berkoefisien sama.

Metode substitusi cocok diterapkan unyuk jenis soal SPLDV yang pada salah satu atau atau kedua PLDV telah menyatakan salah satu variabel dalam variabel lainnya. Jika salah satu variabel telah dinyatakan dalam variabel lainnya maka PLDV tersebut dapat langsung disubstitusikan ke PLDV yang lainnya. Dengan demikian maka diperoleh penyelesaian dari SPLDV tersebut. Teknik aljabar diperlukan untuk menghasilkan jawaban yang tepat dan akurat.

3) Metode eliminasi

Metode eliminasi adalah suatu metode yang prinsipnya menggunakan operasi peambahan atau pengurangan variabel yang koefisiennya mempunyai nilai yang sama. Pada metode eliminasi ini justru menghilangkan salah satu variabel untuk menentukan nilai variabel yang lain.

Metode eliminasi cocok diterapkan untuk menyelesaikan jenis soal kedua PLDV memuat dua variabel yang koefisiennya berbeda. Jika masing-masing PLDV memuat dua variabel maka metode yang paling cepat untuk menyelesikan ialah metode eliminasi karena langkahnya hanya menyamakan koefisien dari variabel yang akan dieliminasi. Selanjutnya, jika koefisien sudah sama maka langkah selanjutnya mengurangkan atau menambahkan kedua PLDV sesuai dengan tanda pada kedua koefisien. Jika koefisien dari variabel yang dihilangkan bertanda sama


(35)

maka kedua persamaan tersebut dikurangkan. Jika koefisien dari variabel yang dihilangkan bertanda beda maka kedua persamaan tersebut dijumlahkan.

B.Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Elfira Dianti, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs Teknik Bertukar Pasangan Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Bayang Tahun Pelajaran 2012/2013” diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 1 Bayang, sedangkan untuk instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar pemahaman konsep matematika dan rubik penskoran yang digunakan adalah analitik skala 4. Nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 71,17 dan untuk kelas kontrol nilai rata-ratanya adalah 53,22. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa kelas eksperimen mendapatkan rata-rata nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontol.

Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Aditia Riki Pramana, dkk (2013) yang berjudul “Penerapan Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs Teknik Bertukar Pasangan Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMP N 1 PERANAP” menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 PERANAP tahun pelajaran 2012/2013 yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran


(36)

kooperatif teknik Change Of Pairs teknik bertukar pasangan lebih baik dari pemahaman konsep matematika siswa yang pembelajarannya menerapkan pembelajaran konvensional.

C.Kerangka Pikir Penelitian

Dalam pembelajaran matematika, pemahaman konsep matematika merupakan hal yang penting karena untuk memahami konsep tingkat selanjutnya diperlukan konsep yang sebelumnya. Oleh karena itu, siswa di haruskan mempunyai kemampuan pemahaman konsep yang baik.

Berdasarkan kajian teori yang telah dijelaskan sebelumnya pemahaman konsep diartikan sebagai kemampuan siswa untuk menjelaskan konsep, menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda, serta mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep. Ketika siswa mampu menjelaskan suatu konsep, artinya siswa mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. Siswa dikatakan memahami konsep jika siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau noncontoh dari konsep, mengembangkan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika

Mengingat pentingnya kemampuan pemahaman konsep siswa maka dari itu diperlukan suatu fasilitas dalam proses pembelajaran agar siwa mampu memahami konsep dengan baik. Salah satu fasilitas pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang


(37)

dipilih harus dapat memfasilitasi kebutuhan siswa dan dapat memenuhi tujuan dari pembelajaran matematika.

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan dan kajian teori yang dijelaskan sebelumnya pemilihan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) dirasa sesuai untuk membantu siswa dalam memahami konsep matematika dengan baik. Hal tersebut diperkuat dengan teori yang menyatakan bahwa dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) akan memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama membangun konsep dan memahami konsep-konsep yang ada. Selain itu, dengan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) ini maka siswa akan termotivasi untuk menguasai materi. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) dapat dijadikan alternatif untuk digunakan dalam pembelajaran yang dapat membuat siswa memahami konsep matematika dengan baik.

D.Hipotesis

1. Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul.

2. Model pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul.

3. Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) lebih efektif diterapkan daripada model pembelajaran konvensional ditinjau dari


(38)

kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul SMP.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi-experimental research).

B.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 1 Kasihan Bantul yang beralamat di Jalan Wates km 3, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan penelitian pada 2 Maret 2015 – 2 April 2015 semester genap 2014/2015.

C.Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi menurut Nanang Martono (2011: 66) diartikan sebagai keseluruhan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian, atau keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul tahun pelajaran 2014/2015, yang terdiri dari 5 kelas yaitu kelas VIII A − VIII E.

2. Sampel Penelitian

Menurut Nanang Martono (2011: 66), sampel merupakan sebagian anggota populasi yang diilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik simple random sampling. Simple random sampling merupakan teknik pengambilan sampel


(40)

yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut (Nanang, 2011: 67). Teknik ini digunakan karena anggota populasi bersifat homogen. Pengambilan sampel diambil secara acak dua kelas dari lima kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul, Bantul, Yogyakarta. Dari dua kelas tersebut, satu kelas dijadikan kelas eksperimen dan satu kelas dijadikan kelas kontrol. Setelah pengacakan diperoleh kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol. Untuk kelas eksperimen menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional (pembelajaran dengan pendekatan sainstifik).

D.Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti perlu mengembangkan definisi operasional variabel sebagai berikut. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep matematika siswa SMP. 1. Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan)

dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Kelas dibagi menjadi kelompok kecil beranggotakan dua siswa. Jika banyaknya kelompok pada kelas tersebut bukan kelipatan dua, maka salah satu pasangan kelompok tersebut bersama dengan guru. Dalam pembentukan kelompok tersebut guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa melakukan prosedur teknik Mencari Pasangan seperti yang dijelaskan di depan.


(41)

b. Guru memberikan tugas yang harus diselesaikan secara berkelompok dan siswa berdiskusi serta bekerja sama dengan kelompoknya.

c. Setelah selesai berdiskusi dan bekerja sama dengan kelompoknya, salah satu anggota dari setiap kelompok meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bergabung dengan pasangan kelompok lainnya. Sehingga kelompok baru beranggotakan satu anggota dalam kelompok tersebut dan satu anggota dari kelompok yang lain (tamu). Salah satu anggota dalam kelompok tersebut bertugas membagi informasi terkait dengan hasil kerja kelompok yang telah dilakukan

d. Setelah selesai, salah satu anggota kelompok (tamu) kembali ke kelompoknya masing-masing dan membagikan hasil perolehannya.

e. Setiap kelompok membahas dan membandingkan antara hasil temuan mereka dengan hasil temuan yang diperoleh dari kelompok lain.

2. Model pembelajaran konvensional dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengamati

Siswa mengamati yang telah disajikan oleh guru serta LKS yang diberikan oleh guru. Selain itu, siswa juga memperhatikan penjelasan yang diberikan guru. b. Menanya

Siswa menanyakan hal-hal yang belum diketahuinya baik dalam penjelasan guru maupun langkah-langkah pada LKS yang diberikan kepada teman atau guru. c. Mencoba


(42)

Siswa melaksanakan langkah-langkah yang diberikan pada LKS maupun yang diperintahkan oleh guru.

d. Menalar/mengasosiasi

Siswa membuat kesimpulan sementara atas hasil kerjanya. e. Menyaji

Siswa menyajikan hasil kerjanya kepada teman-temannya didepan kelas baik secara lisan maupun tertulis.

3. Siswa dikatakan memahami konsep apabila siswa mampu :

a. mendefinisikan dan menjelaskan ulang sebuah konsep matematika,

b. mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, c. memberikan contoh dan noncontoh dari suatu konsep matematika tersebut, d. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,

e. mengapliksikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

E.Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs dan pembelajaran konvensional. Pembelajaran pada kelompok kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs dan untuk kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.


(43)

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep matematika siswa.

F. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest dan posttest grup design. Dalam desain ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol akan diberi pretest sebelum perlakuan dan kemudian setelah perlakuan akan diberikan posttest. Dalam hal ini kelompok eksperimen diberi simbol E, kelompok kontrol diberi simbol K dan perlakuan diberi simbol X. Untuk lebih jelasnya, desain penelitian yang digunakan disajikan dalam Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Desain Penelitian Pretest-Posttest Group Design. Kelas Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen (E) (Change Of Pairs) A1 XE A3 Kontrol (K) (Konvensional) A2 XK A4

Keterangan:

A1 : soal pretest kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran Change Of Pairs A2 : soal pretest kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran konvensional A3 : soal posttest kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran Change Of

Pairs

A4 : soal posttest kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran konvensional XE : perlakuan kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran Change Of Pairs XK: perlakuan kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional.


(44)

G.Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS)..

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP merupakan pedoman dan langkah-langkah yang digunakan oleh guru pada setiap kali pertemuan di kelas. RPP merupakan persiapan mengajar guru yang didalamnya terdapat program terperinci yang akan dilakukan guru dalam pembelajaran di kelas, sehingga keberhasilan kegiatan pembelajaran sudah terumus dengan jelas. RPP disusun oleh peneliti dengan memperhatikan pendapat dosen pembimbing dan guru. Dalam menyusun RPP, peneliti melakukannya dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. memahami Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) untuk materi yang akan dipilih,

b. memahami materi yang akan diajarkan, c. menentukan tujuan pembelajaran,

d. merumuskan indikator-indikator pencapaian Kompetensi Inti (KI) untuk materi yang akan diajarkan,

e. menyusun draf RPP,

f. mengkonsultasikan draf RPP kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran,

g. merevisi draf RPP yang telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.


(45)

2. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS merupakan alat pembelajaran yang digunakan untuk proses pembelajaran. LKS berisikan permasalahan-permasalahan dan petunjuk-petunjuk yang akan digunakan sebagai bahan diskusi yang harus diselesaikan oleh siswa. LKS yang diberikan tersebut sesuai dengan sub pokok bahaan yang sedang diajarkan pada pertemuan tersebut. LKS disusun oleh peneliti dengan memperhatikan pendapat dosen pembimbing dan guru. Dalam menyusun LKS, peneliti melakukannya dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. memahami Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) untuk materi yang akan dipilih,

b. memahami materi yang akan diajarkan, c. menentukan tujuan pembelajaran,

d. merumuskan indikator-indikator pencapaian Kompetensi Inti (KI) untuk materi yang akan diajarkan,

e. menyusun draf LKS,

f. mengkonsultasikan draf LKS kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran,

g. merevisi draf LKS yang telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran,


(46)

H.Instrumen Penelitian 1. Lembar Observasi

Lembar observasi adalah lembar yang berisi pernyataan-pernyataan tindakan yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Observasi ini dilakukan untuk melihat aktivitas siswa dan aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi diperlukan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran guna mendapatkan data yang akurat dalam proses pembelajaran. Sehingga, lembar observasi ini berguna untuk mengetahui sejauh mana keterlaksanaan pembelajaran yang dirancang oleh peneliti.

2. Tes Kemampuan Pemahaman Konsep

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep yang berbentuk uraian yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

Tes merupakan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan yang dimiliki siswa secara individu maupun kelompok. Dalam penelitian ini menggunakan tes pemahaman konsep dalam bentuk soal uraian yang terdiri dari dua macam test yaitu pretest dan posttest. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan awal kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa setelah diberikan perlakuan.

Tahap-tahap yang dilakukan oleh peneliti dalam menyusun instrumen tes kemampuan pemahaman konsep antara lain sebagai berikut:


(47)

a. mengumpulkan kajian teori yang berhubungan dengan pemahaman konsep matematika siswa,

b. menyusun definisi operasinal tentang pemahaman konsep matematika siswa berdasarkan kajian teori yang telah ada,,

c. menjabarkan komponen-komponen pemahaman konsep matematika siswa ke dalam indikator pemahaman konsep matematika,

d. menyusun kisi-kisi soal pemahaman konsep matematika berdasarkan indikator pemahaman konsep matematika,

e. menyusun butir-butir soal pretest dan posttest berdasarkan kisi-kisi. f. memberi skor untuk setiap butir soal,

g. memvalidasi instrumen soal pretest dan posttest kepada dosen ahli,

h. merevisi instrumen soal pretest dan posttest berdasarkan masukan dosen ahli, i. memperbanyak lembar instrumen soal pretest dan posttes.

I. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan dilaksanakan untuk setiap pertemuan. Lembar observasi yang disusun oleh peneliti digunakan untuk mengamati kegiatan keterlaksanaan pembelajaran yang meliputi aktivitas belajar siswa dan guru.

2. Metode Tes

Tes pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal uraian. Tes uraian adalah pertanyaaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam


(48)

alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri (Nana Sujana, 2002:35). Pemberian tes tersebut digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dilaksanakan. Soal yang diberikan dalam pretest dan posttest sejenis dan tingkat kesukarannya sama. Langkah-langkah dalam mengumpulkan data yang dilakukan oleh peneliti:

a. pemberian tes awal (pretest),

b. pelaksanaan pembelajaran/pemberian perlakuan, c. pemberian tes akhir (protest).

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui kegiatan dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Beberapa jenis dokumen yang dapat dijadikan sebagai data seperti foto-foto kegiatan pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai data tambahan yang memperkuat data-data lainnya.

J. Validitas

Instrumen pengumpulan data berupa soal kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Soal tersebut dapat dikatakan baik jika memenuhi validitas. Validitas instrumen adalah ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai (Nana Sujana, 2002:12). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian dalam menggukur isi yang


(49)

variabel yang hendak diukur (Nana Sujana, 2002:13). Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi, tetapi sebaliknya jika instrumen tidak valid maka validitasnya rendah.

K.Teknik Analisis Data 1. Deskripsi Data

Sebelum data dianalisa untuk menguji hipotesis penelitian, data perlu dideskripsikan terlebih dahulu. Data yang perlu dideskripsikan adalah hasil pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Deskripsi data yang dilakukan berupa rata-rata, simpangan baku, nilai tertinggi dan nilai terendah dari data tersebut.

a. Rata-rata (mean)

Mean adalah rata-rata perolehan skor siswa masing-masing kelas. Data perolehan skor siswa berupa data tidak berkelompok, Untuk menghitung rata-rata digunakan rumus yang ditulis oleh Walpole (1992: 24) yaitu:

�̅ =∑��= �� � Keterangan:

�̅ = mean (Rata-rata skor siswa)

�� = nilai siswa = banyaknya siswa b. Ragam/varians

Untuk menghitung ragam/varians digunakan rumus yang ditulis oleh Walpole (1992: 35):


(50)

Keterangan: = variansi

�� = skor siswa

�̅ = rata-rata skor siswa = banyaknya siswa c. Standar Deviasi

Standar deviasi adalah akar dari variansi yang dapat menunjukkan seberapa besar simpangan baku dari data yang dianalisis. Untuk menghitung standar deviasi digunakan rumus yang ditulis oleh Walpole (1992: 36):

= √∑��= ��−�̅

�−

d. Nilai tertinggi dan nilai terendah

Skor yang tertinggi dan skor terendah diperoleh dengan cara melihat langsung dan mengidentifikasikan skor yang telah diperoleh siswa.

2. Uji Asumsi Analisis

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas dan pengujian homogenitas terhadap hasil pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah nilai pretest dan nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang dilakukan menggunakan Uji Kolmogrov-Smirnov Test dengan bantuan SPSS versi 16 menggunakan uji


(51)

Kolmogorov-Smirnov Test dengan bantuan SPSS versi 16. Berikut ini langkah-langkah pengujian normalitas:

1) Hipotesis:

H0: Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: Skor pretest/posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

2) Taraf signifikasi: � = ,

3) Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

�ℎ� �� = (Sugiyono, 2012: 140)

derajad bebas = − , = − Keterangan:

s = varians kelas eksperimen

s = varians kelas kontrol

4) Kriteria keputusan: � diterima jika > � 5) Kesimpulan

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data nilai pretest dan nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai variansi yang sama atau tidak. Uji homogenitas yang dilakukan tersebut menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Test dengan bantuan SPSS versi 16. Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis homogenitas skor pretest:


(52)

1) Hipotesis:

2) Taraf signifikasi: � = ,

3) Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

�ℎ� �� = (Sugiyono, 2012: 140)

Keterangan:

s = varians kelas eksperimen

s = varians kelas kontrol 4) Kriteria keputusan:

� ditolak jika �ℎ� �� < � , atau � > �� , dengan = -1, dan = -1.

5) Kesimpulan

c. Uji Kemampuan Awal

Setelah melakukan uji asumsi analisis, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas terpenuhi maka dilakukan pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah. Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan

� : � = � (Skor posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tes kemampuan pemahaman konsep matematika memiliki variansi yang sama)

� : � ≠ � (Skor posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tes kemampuan pemahaman konsep matematika memiliki variansi yang tidak sama/berbeda)


(53)

pengujian apakah kemampuan awal dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol sama atau tidak. Adapun pengolahan pada uji kemampuan awal ini adalah dengan uji-t dengan bantuan SPSS versi 16. Berikut ini rumusan hipotesis yang digunakan:

� : � = � kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan

awal pemahaman konsep matematika yang sama

� : � ≠ � kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai

kemampuan awal pemahaman konsep matematika yang tidak

sama

dengan taraf signifikasi: � = , dan statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

1) Jika hasil uji homogenitas menyatakan bahwa kelas kontrol dan kelas eksperimen memiliki variansi yang sama, maka statistik uji yang digunakan adalah:

= �̅ −�̅

�√ +

(Walpole, 1992: 305)

dengan = √� − + � − � +� −

2) Jika hasil uji homogenitas menyatakan bahwa kelas kontrol dan kelas eksperimen memiliki variansi yang berbeda, maka statistik uji yang digunakan adalah:

= �̅ −�̅


(54)

Dengan = √� − + � −

� +� −

Keterangan:

�̅ : rata-rata skor pretest kelas eskperimen

�̅ : rata-rata skor pretest kelas kontrol

: variansi skor pretest dari kelas eksperimen : variansi skor pretest dari kelas kontrol : banyaknya siswa pada kelas eksperimen : banyaknya siswa pada kelas kontrol

Kriteria keputusan: H0 ditolak jika ℎ� �� < − �,�

+� − atau ℎ� �� > �,� +� −

3. Pengujian Hipotesis

a. Jika siswa dari kedua kelas tersebut memiliki kemampuan awal yang sama, maka kriteria keefektifan dalam pengujian hipotesis adalah pembelajaran dikatakan efektif jika nilai yang diperoleh siswa dari tes pemahaman konsep (posttest) sudah mencapai KKM yaitu 75.

Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah pertama

Pengujian hipotesis pertama untuk menjawab rumusan permasalahan pertama yaitu apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul?

Kriteria keefektifan: model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa SMP kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul jika nilai rata-rata


(55)

posttest siswa minimal mencapai KKM yaitu 75. Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis.

a) Hipotesis:

� : �� ≤ ,99 Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) tidak efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul

� : �� > ,99 Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul

b) Taraf signifikansi: � = ,

c) Statistik uji (Walpole, 1992: 305):

= �̅−�� � √�

Dengan derajat bebas = − Keterangan:

�̅ = rata-rata nilai posttest pada kelas eksperimen

�� = nilai yang dihipotesiskan (75) = simpangan baku

= jumlah siswa

d) Kriteria keputusan: � ditolak jika ℎ� �� > e) Kesimpulan

2) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah kedua


(56)

kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul?

Kriteria keefektifan: model pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa SMP kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul jika nilai rata-rata posttest siswa minimal mencapai KKM yaitu 75. Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis.

a) Hipotesis:

� : �� ≤ ,99 Model pembelajaran konvensional tidak efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul

� : �� > ,99 Model pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul

b) Taraf signifikansi: � = ,

c) Statistik uji (Walpole, 1992: 305):

= �̅−�� � √�

Dengan derajat bebas = − Keterangan:

�̅ = rata-rata nilai posttest pada kelas eksperimen

�� = nilai yang dihipotesiskan (75) = simpangan baku

= jumlah siswa


(57)

3) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah ketiga

Pengujian hipotesis ketiga untuk menjawab rumusan permasalahan ketiga yaitu apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul?

Kriteria keefektifan: model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa SMP kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul jika nilai rata-rata posttest siswa dikelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) lebih tinggi dari rata-rata posttest siswa dikelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis: a) Hipotesis:

� : �� ≤ � Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) tidak lebih efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan atau keduanya memiliki efektivitas yang sama

� : �� > � Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) lebih efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampua pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan


(58)

b) Taraf signifikansi: � = ,

c) Kriteria keputusan: � ditolak jika ℎ� �� > d) Statistik uji :

(1)Jika pada uji homogenitas didapat kesimpulan bahwa data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai variansi yang sama maka statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

= �̅�−�̅� �√��+��

(Walpole, 1992: 305)

dengan = √��− �+ ��− �

��+��− dan = + −

(2)Jika pada uji homogenitas didapat kesimpulan bahwa data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai variansi yang berbeda maka statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

= �̅ −�̅

� +

(Walpole, 1992: 305)

dengan = � � + � � � � �− + � � �− Keterangan:

x = rata-rata nilai pretest kelas eksperimen

x = rata-rata nilai pretest kelas kontrol

s = variansi nilai pretest kelas eksperimen

s = variansi nilai pretest kelas control

n = jumlah peserta didik kelas eksperimen

n = jumlah peserta didik kelas kontrol e) Kesimpulan


(1)

2) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah kedua

Pengujian hipotesis kedua untuk menjawab rumusan permasalahan kedua yaitu apakah penggunaan model pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul?

Kriteria keefektifan: model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa SMP kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul jika nilai rata-rata gain skornya lebih besar atau sama dengan , Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis.

a) Hipotesis:

� : �� ≤ , 9 Model pembelajaran konvensional tidak efektif ditinjau dari

kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul

� : �� > , 9 Model pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari

kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul

b) Taraf signifikansi: � = ,

c) Statistik uji (Walpole, 1992: 305):

= �̅−�� � √�

Dengan derajat bebas = − Keterangan:

�̅ = rata-rata gain skor pada kelas eksperimen


(2)

= simpangan baku = jumlah siswa

d) Kriteria keputusan: � ditolak jika ℎ� �� > e) Kesimpulan

3) Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah ketiga

Pengujian hipotesis ketiga untuk menjawab rumusan permasalahan ketiga yaitu apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul?

Kriteria keefektifan: model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa SMP kelas VIII SMP N 1 Kasihan Bantul jika nilai rata-rata posttest siswa dikelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs (Bertukar Pasangan) lebih tinggi dari rata-rata posttest siswa dikelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis: a) Hipotesis:

� : �� ≤ � Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs

(Bertukar Pasangan) tidak lebih efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan atau keduanya memiliki efektivitas yang sama


(3)

� : �� > � Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs

(Bertukar Pasangan) lebih efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Kasihan

b) Taraf signifikansi: � = ,

c) Kriteria keputusan: � ditolak jika ℎ� �� > d) Statistik uji:

= �̅�−�̅� �√��+��

(Walpole, 1992: 305)

dengan = √��− �+ ��− �

��+��− dan = + − Keterangan:

= rata-rata nilai pretest kelas eksperimen

= rata-rata nilai pretest kelas kontrol = variansi nilai pretest kelas eksperimen = variansi nilai pretest kelas kontrol = jumlah peserta didik kelas eksperimen = jumlah peserta didik kelas kontrol e) Kesimpulan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Riki Pramana, dkk. (2013). Penerapan Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs Teknik Bertukar Pasangan Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMP N 1 PERANAP. (Vol. 1 No. 3 tahun 2013) Arends, R.I. (2012). Learning to Teach. New York: The McGraw-Hill Companies,

Inc.

Choirul Mahfud. (2009). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Belajar Endang Mulyatiningsih. (2012). Riset Terapan Bidang Pendidikan dan Teknik.

Yogyakarta: UNY Press

Eggen, P. & Kauchak, Don.(2012). Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan ketrampilan Berpikir. Penerjemah : Satrio Wahono. Jakarta: PT. Indeks Permata Puri Media

Elfira Dianti, dkk. (2013). Pengaruh Penerapan Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs Teknik Bertukar Pasangan Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIIII SMP Negeri 2 Bayang Tahun Pelajaran 2012/2013 (Vol. 2 No. 2 tahun 2013)

Erman Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung. JICA-UPI

Hamzah B. Uno. (2008). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta. PT. Bumi Aksara

Hamzah B.Uno & Nurdin Mohamad. (2013). Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Isjoni. (2010). Model pembelajaran kooperatif teknik Change Of Pairs Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Siswa. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2009). Models of Teaching: Model-Model Pengajaran. Penerjemah: Achmad Fawaid & Ateilla Mirza. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lie, Anita. (2008). Cooperatif Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas). Jakarta. PT. Grasindo

M. Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.


(5)

Miftahul Huda. (2012). Cooperative learning metode, teknik, struktur dan model terapan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Muhammad Thobroni & Arif Mustofa. (2013). Belajar & Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Muhibbin Syah. (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda

Nana Sudjana. (2002). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Nana Sudjana. (2002). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT

Remaja Rosdakarya

Nanang Martono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nasution. (2011). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Bumi Aksara

Nila Kesumawati. (2008). Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Palembang: Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika. Nyikos, Martha dan Hashimoto, reiko. (1997). Contructivist Theory Applied to Collaborative learning in teacher Education: In Search of ZPD. The Modern Languange Journal, Vol. 81, No. 4

Oemar Hamalik. (2010). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Oxford, L. Rebecca. (1997). Cooperative Learning, Collaborative learning, and Interaction: Three Communicative Strands in the Languange Classroom. The Modern Languange Journal, Vol.81, No. 4 diunduh pada tanggal 22

Januari 2015 dari

http://www.jstor.org/discover/10.2307/328888?sid=21105674056223&uid =2129&uid=2&uid=70&uid=4

Eggen, P. & Kauchak, Don.(2012). Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan ketrampilan Berpikir. Penerjemah : Satrio Wahono. Jakarta: PT. Indeks Permata Puri Media

Purwa Atmaja Prawira. (2013). Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Ratna Wilis Dahar. (2006). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Erlangga


(6)

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Slavin, Robert E. (2009). Psikologi Pendidikan: Teori dan Pratik. Boston, Massachussetts: Allyn & Bacon

Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Banjarmasin. PT. Rineka Cipta

Tim Penyusun. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep

Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Walpole, Ronald E.. (1992). Introduction to Statistics (Pengantar Statistika). Penerjemah: Ir. Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif metode make A match terhadap pemahaman konsep matematika siswa

4 18 201

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

1 9 42

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Sejahtera 1 TP 2013/2014)

1 9 45

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Ar-Raihan Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 7 51

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN HERMENEUTIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA Pengaruh Model Pembelajaran Hermeneutika Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematika Ditinjau Dari Keaktifan Belajar Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 01 Sukoharjo.

0 1 17

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN HERMENEUTIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA Pengaruh Model Pembelajaran Hermeneutika Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematika Ditinjau Dari Keaktifan Belajar Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 01 Sukoharjo.

3 6 12

EFEKTIVITAS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP PAD SISWA SMP KELAS VIII.

11 24 360

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIKTHINK PAIRS SHARE (TPS) DITINJAU DARI PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 SALAM.

0 0 63

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL BRAIN BASED LEARNING DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN SIKAP BERTANGGUNG JAWAB SISWA SMA N 1 KASIHAN BANTUL.

0 0 95

DESKRIPSI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

0 3 17