PENURUNAN SIFAT WARNA BULU PUTIH DAN COKLAT PADA KAMBING GEMBRONG.

121

SUSUNAN DEWAN REDAKSI
E-JOURNAL PETERNAKAN TROPIKA

KETUA EDITOR

I Made Mudita, S.Pt., MP

EDITOR
Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS
Prof. Ir. I Gusti Lanang Oka, M.Agr., Ph.D
Prof. Dr. I Komang Budaarsa, MS
Prof. Dr. I Gusti Nyoman Bidura, MS
Ir. Desak Putu Mas Ari Candrawati, Msi
I Wayan Wirawan, SPt., MP
Eny Puspani, SPt., MSi
Anak Agung Putu Putra Wibawa, SPt., MSi

ALAMAT REDAKSI:


FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA
Jl. P.B. Sudirman Denpasar. Gedung Agrokompleks Lantai 1
Telp. 0361- 222096 / 235231
Email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com
Email: jurnaltropika@unud.ac.id

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 122

e-JurnalPeternakanTropika
Volume III No. 1Tahun 2015
DAFTAR ISI
No
1

Judul dan Penulis
PENAMPILAN AYAM BROILER UMUR 1-5 MINGGU YANG DIBERI
RANSUM
DENGAN

SUPLEMENTASI
KULTUR
KHAMIR
Saccharomyces sp. SEBAGAI SUMBER PROBIOTIK

Hal
1-12

Penulis: Citrawati, G. A. O., I G. N. G. Bidura, dan I A. P. Utami
2

POPULASI MIKROBA INOKULAN YANG DIPRODUKSI
DARI CAIRAN RUMEN SAPI BALI DAN RAYAP

13-28

Penulis: Dewi, M. P. L., N N. Suryani, dan I M. Mudita
3

RESPON DIMENSI TUBUH DAN HUBUNGANYA DENGAN BOBOT

BADAN SAPI BALI YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG
KOMPOSISI HIJAUAN BERBEDA
Penulis: Dhany, K. G,. A. A. Oka, dan N N. Suryani

29-43

4

PENAMPILAN SAPI BALI YANG DIBERI RANSUM BERBASIS
LIMBAH PERTANIAN TERFERMENTASI INOKULAN CAIRAN
RUMEN DAN RAYAP
Penulis: Ariwibawa, G. P., I M. Mudita, A. A. P. P. Wibawa dan I W.
Wirawan

44-59

5

KANDUNGAN NUTRIEN DAN POPULASI BAKTERI BIOSUPLEMEN
YANG

DIPRODUKSI
MELALUI
PROSES
FERMENTASI
MENGGUNAKAN INOKULAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus)
Penulis: Andika, I G. B., I M. Mudita, N W. Siti danI N. S. Sutama

60-80

6

KAJIAN
PENGGUNAAN
ASAP
CAIR
DENGAN
LAMA
PERENDAMAN BERBEDA PADA BAKSO AYAM TERHADAP
TINGKAT PENERIMAAN PANELIS
Penulis: Wulandari, N. P., S. A. Lindawati, dan I N. S. Miwada


81-92

7

KORELASI UKURAN TESTIS TERHADAP PRODUKSI DAN
KUALITAS SEMEN CAIR BABI LANDRACE DALAM RANGKAIAN
INSEMINASI BUATAN
Penulis: Parasara, I G. N. A. M., N. L. G. Sumardani, dan I G. Suranjaya

93-104

8

KANDUNGAN BAHAN KERING DAN NUTRIEN SUPLEMEN
BERPROBIOTIK YANG DIPRODUKSI DENGAN TINGKAT LIMBAH
ISI RUMEN BERBEDA
Penulis: Tripuratapini, Sagung., I M. Mudita, dan D.P.M.A. Candrawati

105-120


Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 123

9

PENURUNAN SIFAT WARNA BULU PUTIH DAN COKLAT PADA
KAMBING GEMBRONG
Penulis: Dyantari K. D. P., I. G. Lanang Oka, dan D. A. Warmadewi

121-132

10

SUPLEMENTASI PROBIOTIK Saccharomyces sp KOMPLEKS
DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG DAN KARKAS
BROILER
Penulis: Agustyaningsih, N.K.D, I G.N.G Bidura, dan I A.P.Utami


133-145

11

KECERNAAN DAN NILAI NUTRISI DEDAK PADI YANG
DIFERMENTASI DENGAN Saccharomyces sp (ISOLAT DARI
RAGI TAPE)
Penulis: Santi, N.P.A.A, I.G.N.G.Bidura, dan D.P.M.A., Candrawati

146-160

12

KARKAS KELINCI LOKAL (Lepus negricollis) YANG DIBERI
RANSUMDENGAN
IMBANGAN
ENERGI
DAN
PROTEIN
BERBEDAYANG DIPELIHARA PADA KANDANG UNDERGROUND

SHELTER
Penulis: Adhitya, R.P, I.M. Nuriyasa, dan D.P.M.A Candrawati

161-175

13

PENGARUH KOMPOSISI HIJAUAN DENGAN LEVEL KONSENTRAT
BERBEDA PADA RANSUM KAMBING PERANAKAN ETAWAH
TERHADAP NERACA NITROGEN
Penulis: Saskara , I M. T., N. N. Suryani, dan I P. A. Astawa

176-188

14

PERFORMANS KELINCI LOKAL (lepus negricollis) YANG DIBERI
RANSUM DENGAN IMBANGAN ENERGI PROTEIN BERBEDA
YANG DIPELIHARA PADA KANDANG UNDERGROUND SHELTER
Penulis: Johannes E.O.P., I M Nuriyasa, dan E.Puspani

KUALITAS KIMIA FISIK BAKSO AYAM YANG DIMARINASI
DENGAN ASAP CAIR DALAM WAKTU BERBEDA
Penulis: Pertiwi, M.E.D., I N.S. Miwada, dan M. Hartawan

189-202

15

203-215

e-Jurnal PeternakanTropika
Volume III No. 1Tahun 2015
dipublikasikanoleh:

Fakultas Peternakan Universitas Udayana
Jl. P.B. Sudirman Denpasar. GedungAgrokompleks Lantai 1
Telp. 0361- 222096 / 235231
HP. 081338791005
Email: jurnaltropika@unud.ac.id
Email: muditafapet_unud@yahoo.com

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 124

e-Journal

Peternakan Tropika
e-journal FAPET
UNUD

Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com
email: jurnaltropika@unud.ac.id

Universitas
Udayana

PENURUNAN SIFAT WARNA BULU PUTIH DAN COKLAT PADA KAMBING
GEMBRONG
DYANTARI K. D. P., I G. LANANG OKA, DAN D. A. WARMADEWI

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar
E-mail: pebri_dyantari@yahoo.com Hp: 085792157106

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan cara penurunan sifat (mode of inheritance)
variasi warna bulu kambing gembrong. Observasi dan wawancara kepada petani pemelihara
kambing gembrong yang ada di Kabupaten Karangasem, Bali Timur dilaksanakan di bulan
Desember 2014 sampai dengan Pebruari 2015 untuk membuat silsilah segregasi warna putih dan
coklat yang dijumpai. Perbandingan antara keturunan yang berwarna putih dan coklat hasil
perkawinan antara kambing gembrong warna putih heterozygot dengan warna coklat homozygot
dianalisis dengan “tes-X2” untuk mendukung kesimpulan yang diperoleh dari analisis silsilahnya.
Disimpulkan bahwa warna bulu kambing gembrong bersifat menurun dan warna putih menurun
secara dominan autosomal terhadap warna coklat.
Kata Kunci :Penurunan Sifat, Warna Bulu, Kambing Gembrong, Silsilah

MODE OF INHERITANCE OF WHITE AND BROWN HAIR COLOURS IN
GEMBRONG GOAT
ABSTRACT
This researce was aims to find out the mode of inheritance of colour variations in
gembrong goats. Observation and interview to the famers who kept this gembrong goats in
Karangasem regency, east of Bali were carried out from December 2014 up to February 2015 to
create their colours (white and brown) segregation. Ratio between white and brown hair progeny
resulted from mating between heterozygote white and homozygote brown parents was analysed
using Chi-square test to support the conclusion derived from pedigree analysis. It was concluded
that hair colours in gembrong goat were inherited, and the white colour was autosomal dominant
over the brown colour.
Keywords: Inheritance, coat colour, gembrong goat, pedigree

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 125

PENDAHULUAN
Kambing gembrong adalah salah satu jenis kambing yang memiliki penampilan yang
spesifik dan di Indonesia hanya terdapat di Bali. Kambing ini diberi nama kambing gembrong
oleh masyarakat setempat karena bulunya yang panjang dan lebat terutama pada yang jantan
dengan bulu dibagian muka sampai menutupi matanya (Yupardhi, 1998).
Plasma nutfah kambing gembrong adalah merupakan suatu kebanggan bagi masyarakat
Bali karena pulau Bali yang telah dikenal sebagai pusat pariwisata di Indonesia dan bahkan di
dunia memiliki kesempatan untuk memanfaatkan bulu kambing gembrong tersebut dalam
pengembangan wisata laut dengan salah satu atraksinya adalah memancing ikan dengan
menggunakan umpan dari bulu kambing gembrong. Secara ekonomis bulu kambing gembrong
yang lebat sering digunakan pula dalam pembuatan rambut barong (Yupardhi et al.,2009). Di
samping itu, kambing gembrong ini juga dapat dipamerkan di kebun-kebun binatang yang
dewasa ini sudah mulai berkembang di Bali. Penampilan kambing gembrong berbeda dengan
jenis kambing yang lain, lucu dan menarik. Jenis kambing yang lain seperti kambing kacang dan
kambing Peranakan Ettwa (PE) tidak memiliki ciri bulu yang panjang dan lebat. Kambing
gembrong merupakan salah satu aset daerah yang perlu dilestarikan untuk menambah keragaman
hayati dalam ekosistem pulau Bali ini (BPTP ,2012).
Namun belakangan populasinya berkurang sesuai dengan data tahun 2012 mencapai 48
ekor dengan rincian 12 ekor di Desa Bunga Kecamatan Kubu, 29 ekor di Desa Ujung, dan 7 ekor
di Desa Bugbug (BPTP,2012). Kasus ini terjadi karena kendala yang dihadapi peternak di
lapangan seperti gangguan anjing hutan dan penyakit scabies, selain itu karena bulunya yang
lebat dan kadang menutupi mata, kambing gembrong paling sulit menghindar dari gangguan
predator sehingga populasinya cepat berkurang. Ada beberapa penyebab lain yang menjadi
pemicu berkurangnya populasi kambing gembrong ini diantaranya, pemeliharaan bercampur
dengan kambing PE/kambing lokal sehingga banyak terjadi kawin silang, adanya anggapan
pejantan bulunya rontok bila digunakan pemacek, sebagian petani merasa sulit mendeteksi waktu
birahi kambing, pemeliharaan secara ekstensif, kebutuhan ekonomi yang mendesak berakibat
dijualnya kambing ini ke pemotong atau penggemar kambing ke luar daerah.
Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 126

Pengamatan pendahuluan menemukan ada beberapa warna kambing gembrong yang
dijumpai seperti warna putih dan adapula yang berwarna coklat. Jumlah warna yang terbanyak
terlihat adalah warna putih baik yang jantan maupun yang betina. Oleh karena itu, perlu
dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui variasi warna bulu, apakah warna tersebut bersifat
menurun (diturunkan dari tetua kepada anak-anaknya) dan bagaimana cara penurunannya (mode
of inheritance).
MATERI DAN METODE
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak kambing gembrong sebanyak
34 ekor. Alat tulis untuk mencatat hasil observasi, kamera sebagai alat dokumentasi serta
peralatan lain yang diperlukan. Penelitian dilakukan di beberapa lokasi di Kabupaten
Karangasem, yaitu di Desa Tumbu Kecamatan Karangasem, Desa Ban Kecamatan Kubu dan
Desa Bugbug Kecamatan Karangasem. Penelitian ini dilakukan selama tiga (3) bulan, dimulai
pada bulan Desember 2014 sampai dengan Februari 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang dilaksanakan melalui observasi dan
wawancara dengan petani peternak pemilik kambing gembrong tentang silsilah perkawinan
ternak kambing gembrong yang dimilikinya. Observasi merupakan pengamatan secara langsung
untuk memperoleh informasi yang lebih akurat dan relevan. Observasi dilakukan untuk
mengamati kambing gembrong tersebut serta melakukan wawancara dengan peternak, untuk
mendapatkan data perkawinan dan silsilah ternak serta dokumentasi berdasarkan fakta yang
ditemukan di lapangan.
Analisis silsilah dilakukan berdasarkan hukum segregasi Mendel. Segregesi warna yang
terjadi pada anak-anak kambing gembrong hasil perkawinan yang diperoleh dari hasil
observasi/pengamatan langsung dan hasil wawancara dengan pemelihara/pemilik kambing
gembrong, digambarkan dalam bentuk silsilah (pedigree) dengan mengikutsertakan jenis
kelamin anak-anak yang dilahirkan terkait dengan warna bulu yang dimilikinya. Apabila jumlah
anak hasil perkawinan mencukupi akan dilanjutkan dengan analisis “Chi-Square Test” (Muri et
al., 1996)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil surve/ interview langsung kepada pemilik kambing gembrong di
kabupaten Karangasem, diperoleh data sebagai berikut :
Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 127

1.Skema silsilah kambing gembrong di Sentra Penangkaran Banjar Ujung Tengah Desa Tumbu,
Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, terlihat pada Gambar 4.1.

3

3

2

1

4

1

5

5

1

7

4

1

5

2

4

2

8

2

8

10

6

11

1

6

7

8

9

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

9
Page 128

?
Gambar 4.1 Skema Silsilah Kambing Gembrong di Desa Tumbu
Keterangan:

: Jantan warna putih
: Betina warna putih
: Jantan warna cokelat
: Betina warna cokelat
?
Angka

: Belum lahir
: Menunjukkan no ternak

2. Skema silsilah kambing gembrong Kelompok Tani Ternak Pujung Sari, Banjar Dinas Bunga,
Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, terlihat pada Gambar 4.2.

1

1

1

2

1

5

1

3

1

2

4

3

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

6
Page 129

Gambar 4.2 Skema Silsilah Kambing Gembrong di Desa Ban, Kubu

3. Skema silsilah kambing gembrong di Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten
Karangasem, terlihat pada Gambar 4.3.

1

1

2

1

2

3

3

Gambar 4.3 Skema Silsilah Kambing Gembrong di Desa Bugbug

Dalam pembahasan tentang penurunan warna putih dan coklat pada kambing gembrong
ini akan dikaji tentang apakah warna putih maupun warna coklat menurun atau diturunkan dari
tetua kepada anak-anaknya. Kalau warna menurun, warna mana yang dominan apakah warna
putih terhadap warna coklat atau sebaliknya warna coklat dominan terhadap warna putih. Warna
yang didominir diistilahkan dengan resesif. Selanjutnya akan dibahas apakah penurunan warna
(putih dan coklat) pada kambing gembrong terjadi secara autosomal/ kromosom tubuh (gen yang
menentukan warna bulu tersebut terdapat pada autosom) atau “sex-linked” (gen yang berperan
untuk warna bulu tersebut terdapat pada kromosom X atau Y atau warna bulu tersebut menurun
secara “sex-limited” atau “sex-influence.

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 130

Dilihat dari silsilah (Gambar 4.1) yaitu pada perkawinan kambing jantan no 1 dengan
kambing gembrong betina no 8 hasil keturunannya 1 ekor jantan warna coklat dan 1 ekor betina
warna putih. Warna putih maupun warna coklat pada tetua kambing gembrong diturunkan
kepada anak-anaknya dari generasi ke generasi. Hal ini sesuai dengan hukum Segregasi Mendel
yang menyatakan bahwa ketika pembuahan terjadi, keturunannya menerima satu faktor
keturunan dari masing-masing gamet, sehingga keturunan yang dihasilkan memiliki dua gen atau
satu pasang gen kembali (Bowler,1989).
Untuk mengetahui dengan pasti penurunan warna putih pada kambing gembrong ini
apakah bersifat dominan atau resesif terhadap warna coklat dilakukan observasi yang dilanjutkan
dengan interview terhadap peternak pemelihara kambing gembrong untuk menyusun silsilah
(pedigree) sifat warna yang diturunkan (inherited). Cara pembuktian yang dipakai adalah analisis
segregasi warna yang terjadi, dilengkapi dengan Chi-square test yaitu pembuktian signifikan
antara perbandingan jumlah warna yang dihasilkan pada keturunannya. Dasar perbandingan yang
diharapkan adalah perbandingan keturunan yang diperoleh dari parentnya sesuai dengan hukum
keturunan oleh Mendel (Lush,1945). Hasil yang diperoleh dari perkawinan antara kambing
gembrong jantan heterozygot dengan kambing gembrong betina warna coklat homozygot
selanjutnya dianalisis dengan Chi-square test.

Tabel 4.1 Hasil Chi-square test perkawinan antara kambing gembrong warna putih
heterozygot dengan kambing gembrong warna coklat homozygot resesif

Putih
Coklat

Observasi
(o)
9
5

Ekspektasi
(e)
7
7

Selisih
+2
-2

(o-e)2
4
4
X2hitung =

(o-e)2
e
0,571
0,571
1,142

Dari hasil survey/interview langsung kepada pemilik kambing gembrong di Kabupaten
Karangasem diperoleh data perkawinan antara kambing gembrong warna putih heterozygot
dengan kambing gembrong warna coklat homozygot resesif diperoleh keturunan 9 ekor anak
kambing gembrong warna putih dan 5 ekor anak kambing gembrong warna coklat. Perbandingan
yang diharapkan dari perkawinan ini adalah putih:coklat =1:1. Berdasarkan perbandingan ini

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 131

maka ekspektasi adalah 7 ekor anak kambing gembrong warna putih dan 7 ekor anak kambing
gembrong warna coklat.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai X2hitung = 1,142. Hasil yang diperoleh selanjutnya
dibandingkan dengan X2tabel dengan probability 0,05 yang nilainya 3,481. Nilai X2hitung yang
diperoleh dari hasil perhitungan lebih kecil dibandingkan dengan X2tabel(0,05) yang berarti
perbandingan 9:5 berbeda tidak nyata dengan 7:7. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa
hasil observasi (hasil interview) adalah sesuai dengan teori Segregasi Mendel dimana warna
putih adalah dominan terhadap warna coklat.
Data perkawinan antara kambing gembrong jantan warna putih heterozygot dengan
kambing gembrong betina warna putih heterozygot yang diperoleh dari hasil perkawinan
(Gambar 4.1, 4.2, dan 4.3) adalah anak kambing gembrong warna putih 1 ekor dan anak kambing
gembrong warna coklat 2 ekor. Karena keterbatasan data yang diperoleh perkawinan antara
kambing gembrong jantan putih heterozygot dengan betina putih heterozygot tidak bisa
dilakukan analisa lebih lanjut dengan Chi-square test. Namun dari populasi kambing gembrong
yang ada sudah dapat dibuktikan bahwa warna putih pada kambing gembrong adalah bersifat
dominan terhadap warna coklat. Hal ini sesuai dengan pendapat Wicholes (1957) yaitu
perkawinan antara kambing jantan warna putih yang juga memiliki genotip heterozygot dengan
kambing betina warna putih yang memiliki genotip heterozygot akan menghasilkan
perbandingan keturunan putih dan hitam 3:1.

Demikian pula Maria (2007) melakukan

persilangan kambing Saanen putih dengan kambing Boer berwarna coklat mendapatkan hasil
semua keturunan F1 berwarna putih, sedangkan keturunan F2 ada yang berwarna putih dan ada
juga yang berwarna coklat dengan perbandingan 3:1. Menurut Diogins (1962) yang melakukan
penelitian dengan menyilangkan sapi warna putih dengan sapi warna coklat juga mendapatkan
hasil warna putih dominan terhadap warna coklat. Berdasarkan hal ini terdapat pula penurunan
sifat warna yang sama dengan warna pada kambing gembrong.
Selanjutnya akan dibahas apakah warna coklat yang bersifat resesif pada kambing
gembrong terbatas pada jenis kelamin tertentu (sex-limited). Apabila sifat warna coklat pada
kambing gembrong hanya terdapat pada kambing gembrong betina saja dari generasi ke generasi
atau sifat warna coklat hanya ada pada kambing gembrong jantan saja dari generasi ke generasi
maka penurunan sifat warna tersebut diistilahkan sex-limited (terbatas pada jenis kelamin
Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 132

tertentu). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari silsilah kambing gembrong (Gambar 4.1, 4.2
dan 4.3) ternyata sifat warna coklat pada kambing gembrong tidak terbatas pada jenis kelamin
tertentu, yaitu warna coklat terjadi pada jenis kelamin baik jantan maupun betina. Kejadian ini
sesuai dengan pendapat Suryo (1994) yang menyatakan apabila gen sifat tertentu terdapat pada
kromosom Y maka sifat itu akan muncul hanya pada ternak jantan saja dan tidak pernah terlihat
pada ternak betina. Dengan demikian sudah terbukti bahwa warna putih maupun warna coklat
pada kambing gembrong tidak terdapat pada X kromosom atau pada Y kromosom (terbatas pada
jenis kelamin tertentu) berarti gen yang menentukan sifat warna putih maupun warna coklat
terdapat pada autosom.
Berdasarkan silsilah pedigree yang diperoleh, faktor warna bulu (putih maupun coklat)
pada kambing gembrong juga tidak dipengaruhi oleh hormon (sex influence). Hal ini dibuktikan
dengan tidak adanya perubahan warna bulu pada kambing gembrong yang terkait dengan
perkembangan hormonal yang terjadi dari lahir sampai dewasa, warna putih maupun warna
coklat pada kambing gembrong tetap dari waktu ke waktu. Lain halnya dengan hasil penelitian
Oka (1972) pada sapi bali jantan yang normal sewaktu lahirnya berwarna merah bata (coklat
kekuning-kuningan) dan setelah dewasa dimana hormon jantan (testosteron) mulai dihasilkan,
menyebabkan perubahan warna merah menjadi hitam secara bertahap dari depan ke belakang.
Pertama-tama warna kepala mulai hitam kemudian diikuti oleh leher selanjutnya diikuti oleh
kaki depan, badan dan kaki belakang. Perubahan warna bulu pada sapi bali jantan terjadi mulai
umur 7-18 bulan menjadi kehitaman. Namun apabila dilaksanakan kastrasi (pengebirian) testis
tidak berfungsi lagi dan hormon jantan tidak dihasilkan, aktifitas hormon jantan (testosteron)
tidak terjadi lagi dan warna pigmen bulu pun mengalami perubahan kembali menjadi merah
mulai dari belakang menuju kedepan.
Analisa lebih lanjut akan memperlihatkan bahwa gen warna (putih dan coklat) terdapat
pada autosom (bukan pada sex kromosom). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bila
faktor/gen warna putih ini terdapat pada kromosom seks maka pada perkawinan antara kambing
gembrong betina warna putih homozygot dengan kambing gembrong jantan warna putih
heterozygot akan menghasilkan seluruh anak-anaknya warna putih baik jantan maupun betina.
Dapat dilihat pada skema berikut:
P

:

XPXP x

XPY

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 133

Gamet :

XP

F1

XPXP ;

:

XP

x

XPY

XPXP ;

XPY

;

XPY

(Semua warna putih)
Pada data perkawinan antara kambing gembrong warna putih yang terlihat pada silsilah
(pedigree) terdapat 2 perkawinan yaitu data di Desa Tumbu (Gambar 4.1) menunjukkan
perkawinan kambing gembrong jantan no 1 dengan kambing gembrong betina no 2
menghasilkan 1 ekor anak betina warna coklat dan data perkawinan antara kambing gembrong
jantan no 1 dengan kambing gembrong betina putih no 5 menghasilkan anak 1 jantan warna
coklat dan 1 betina warna putih. Berdasarkan dua data perkawinan yang diperoleh belum bisa
memastikan apakah faktor warna coklat itu terdapat pada autosom maupun sex kromosom karena
dari hasil keturunannya sudah sesuai dengan teori diatas. Tetapi hasil perkawinan pertama tadi
anak yang dihasilkan adalah 1 betina warna coklat. Kejadian inilah yang menyimpang dari
keadaan diatas, dimana pada keturunan yang dihasilkan oleh kambing gembrong seharusnya
semua anak betina warna putih, ternyata anak betina hasil keturunannya warna coklat. Hal ini
seharusnya tidak dapat terjadi bila faktor warna putih itu terdapat pada sex kromosom, berarti
terdapat pada autosom.
Kejadian lain seandainya faktor

warna coklat terdapat pada sex kromosom maka

persilangan antara jantan warna putih dengan betina warna coklat akan menghasilkan semua
anak-anaknya yang betina berwarna putih, ini dapat dilihat pada skema berikut:
P

:

XPY
(Jantan putih)

F

:

XPXp ;
(Betina putih)

XpXp

x

(Betina coklat)
XPXp ;

XpY

;

XpY

(Jantan coklat)

Dari silsilah yang diperoleh menunjuk terdapat 3 perkawinan antara kambing gembrong
jantan warna putih dengan kambing gembrong betina warna coklat. Data pertama ditunjukkan
pada silsilah perkawinan di Desa Tumbu (Gambar 4.1) antara kambing gembrong jantan no1
dengan kambing gembrong betina no 8 memperoleh hasil keturunan 1ekor anak kambing
gembrong jantan warna coklat dan 1 ekor anak kambing gembrong betina warna putih. Data
Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 134

kedua ditunjukkan pada skema silsilah perkawinan di Desa Bugbug (Gambar 4.3) yaitu antara
kambing gembrong jantan no 1 dengan kambing gembrong betina no 2 diperoleh anak keturunan
1 ekor kambing gembrong jantan warna putih, 1 ekor kambing jantan warna coklat dan 1 ekor
kambing gembrong warna putih. Berdasarkan kedua data silsilah perkawinan antara kambing
gembrong jantan warna putih dengan kambing gembrong betina warna coklat belum bisa
memastikan apakah gen sifat warna tersebut terdapat pada autosom atau sex linked karena data
dari hasil keturunan ini sudah sesuai dengan teori di atas yaitu seluruh keturunan kambing
gembrong betina bisa warna putih dan seluruh kambing gembrong jantan bisa warna coklat. Hal
lain ditunjukkan pada silsilah perkawinan di Desa Bugbug (Gambar 4.1) perkawinan antara
kambing gembrong jantan no1 dan kambing gembrong betina no 1 keturunan anak yang
dihasilkan adalah 1 ekor kambing betina warna coklat. Berdasarkan data perkawinan ke tiga, hal
ini tidak akan terjadi bila faktor warna coklat itu terdapat pada kromosom seks. Hasil keturunan
yang seharusnya terjadi adalah seluruh anak betina kambing gembrong warna putih dan seluruh
anak kambing gembrong jantan warna coklat. Dengan demikian dapatlah diyakinkan bahwa
faktor warna putih maupun warna coklat pada kambing gembrong terdapat pada autosom.
Ada satu kasus yang terjadi di Desa Tumbu (Gambar 4.1) yaitu antara kambing
gembrong jantan warna coklat no.8 dengan kambing gembrong betina warna coklat no 8
keturunan anak-anak yang dihasilkan adalah 1 ekor betina warna putih dan 1 ekor betina warna
coklat. Warna putih pada anaknya seharusnya tidak pernah muncul bila tetuanya (jantan dan
betina) sama-sama memiliki warna coklat. Kejadian ini kemungkinan karena kurang cermatnya
pengamatan si peternak terhadap pejantan yang mengawini, sebab sifat warna coklat yang
homozygot resesif tidak akan pernah menghasilkan sifat warna dominan putih. Pejantan yang
mengawini induk coklat tadi bisa saja pejantan lain yang memiliki gen warna putih. Tetapi bila
benar pejantan coklat tadi yang mengawini betina coklat maka kemungkinan hal ini bisa terjadi
akibat “reverse mutation” (mutasi gen yang kembali ke gen yang semula). Hal ini bisa terjadi
pada stadium germinativum pada pejantan atau induk yang berwarna coklat yaitu gen warna
coklat bermutasi kembali menjadi gen warna putih (Yatim,1991).

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa warna bulu (putih maupun
coklat) pada kambing gembrong adalah bersifat menurun (diturunkan dari tetua kepada anakDyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 135

anaknya). Sifat menurun warna putih pada kambing gembrong adalah dominan secara autosomal
terhadap warna coklat atau gen yang menentukan warna bulu kambing gembrong (warna putih
maupun warna coklat) terdapat pada autosom atau tidak pada kromosom seks X maupun Y.

SARAN
Mengingat kambing gembrong sebagai plasma nutfah kambing yang hanya ada di Bali
dan populasinya terancam punah, maka tindakan konservasi perlu dilaksanakan. Untuk bisa
ditetapkan sebagai satu bangsa/breed kambing yang berbeda dengan bangsa kambing yang lain,
seleksi warna bulu putih harus dilakukan secara berkelanjutan agar tidak dicermari oleh warna
yang lain seperti warna coklat ,warna hitam atau warna yang lain bila terlihat muncul pada
keturunannya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimaksih serta apresiasi yang tinggi kepada
Bapak dan Ibu peternak pemilik kambing gembrong di Kabupaten Karangasem atas fasilitas
berupa tempat dan materi penelitian. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmatnya
atas segala bantuan dan budi baik bapak/ibu serta rekan-rekan sekalian.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian dan Teknologi Pertanian (BPTP). Kambing Gembrong Menuntut Perhatian
2012. Terobos.com. Diakses pada 12 Desember 2014.

Bowler.P.J. 1989. The Mendelian Revolution. Http.wikipedia.com. Diakses 30 Desember 2014
Diogins R.V.,C.K.Bundy,1962, Capra Production, ed.III. Prantice Hall.Englewood
Lush J.L.1945. Animal Breeding Plans,ed.III, The Iowa State University Press.
Maria. 2007. Variasi Warna Rambut dan Pengaruh Perbedaan Pejantan terhadap Jumlah Anak
Perkelahiran pada Kambing Hasil Persilangan (F1) Pejantan Saanen dan Kambing Boer.
Skripsi Program Sarjana Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya Malang.
Muri, Bisma.1996. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka
Umum
Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 136

Oka,I G L. 1972. “Sifat Menurun Warna Hitam pada Sapi Bali”. Skripsi Program Sarjana
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
Sinartani. 2007. Tujuh Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia.Http.Trobos.com. Edisi 25
April-1Mei: Diakses pada Tanggal 5 Desember 2014.
Suryo.1994. Genetika Strata 1.Edisi Keenam. Gajah Mada University Press. Jogjakarta.
Wichols J.E. 1957. Livestock and Improvement,ed.IV. The Iowa State Collage Press.
Yatim,W. 1991. Genetika. Edisi 4.Tarisito Bandung. Bandung
Yupardhi, W.S.1998. Gambaran Fisiologi Darah Kambing Gembrong Penderita Scabies.
Majalah Kedokteran Unud.ed 29. 1(2)12-13. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana.
Yupardhi, I.G.L.Oka, I.B.Mantra, I.N.Suyasa. 2009. Evaluasi Fisiologi Kambing Gembrong
Laporan Hibah Penelitian Strategis Nasional tahun 2009 Universitas Udayana.

Dyantari et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 121 - 132

Page 137