Water economic value change analysis caused landuse changing case study in Cidanau Watershed in Banten Province

TESIS

ANALISIS PERUBAHAN NILAI EKONOMI AIR
AKIBAT PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN
Studi Kasus Di DAS Cidanau Propinsi Banten

OLEH :
IGNATIUS ADI NUGROHO

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya

Pernyataan Mengenai Tesis dan Sumber Informasi


Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis Perubahan Nilai
Ekonomi Air Akibat Perubahan Penutupan Lahan : Studi Kasus Di DAS Cidanau
Propinsi Banten adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupu tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2006

Ignatius Adi Nugroho
E.051.030.181

RINGKASAN

ANALISIS PERUBAHAN NILAI EKONOMI AIR
AKIBAT PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN
Studi Kasus Di DAS Cidanau Propinsi Banten

Cidanau merupakan DAS yang sangat penting di propinsi Banten karena mampu

memberikan jasa air yang sangat besar bagi kegiatan pertanian, rumah tangga, perikanan,
industri kecil, industri air minum kemasan dan PT Krakatau Tirta Industri sebagai
pensuplai air baku untuk kebutuhan industri- industri besar di kota Cilegon. Sebagai
penyedia jasa air, DAS Cidanau mengalami tekanan yang amat berat karena perubahan
lingkungan DAS, perubahan penggunaan lahan dan bertumbuhnya industri yang
membutuhkan air dari DAS.

Sementara itu, air yang berasal dari DAS Cidanau

seringkali dipandang sebagai barang bebas sehingga memiliki nilai yang amat rendah
(intangible goods). Untuk mengetahui besarnya nilai air yang berasal dari DAS Cidanau
perlu diketahui nilai air total dari DAS tersebut.
Tujuan penelitian ini terdiri atas beberapa hal, yaitu :
a.

Melakukan analisis nilai ekonomi air melalui pendekatan biaya pengadaan air
terhadap masing-masing pengguna air, yaitu pertanian, rumah tangga dan industri
dalam memanfaatkan jasa air dari DAS Cidanau,

b.


Melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan air DAS
Cidanau yang dilakukan oleh para pengguna jasa air,

c.

Melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan nilai
sumberdaya air pada DAS Cidanau secara multiwaktu (temporal) dari tahun 1997
hingga 2004.
Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

harga pasar dan metode biaya pengadaan, yaitu biaya -biaya yang dikeluarkan oleh para
pengguna jasa air untuk mendapatkan air dalam satuan waktu tertentu. Harga pasar dan
biaya pengadaan digunakan untuk menduga perubahan nilai ekonomi air yang digunakan

selama tahun 1997 hingga 2004. Sementara itu, untuk mengetahui perubahan penutupan
lahan yang terjadi selama tahun 1997 hingga 2004 menggunakan metode Remote Sensing
dan GIS. Metode ini sangat efektif dalam menelaah perubahan lingkungan DAS Cidanau
secara cepat dengan membandingkan peta-peta tematik yang dihasilkan. Kemudian nilai
ekonomi air yang diperoleh dan peta-peta perubahan lingkungan DAS Cidanau tersebut

kemudian dianalisis untuk mendapatkan hubungan diantara keduanya.
Hasil penelitian ya ng diperoleh menunjuk kan bahwa nilai ekonomi air total DAS
Cidanau pada tahun 1997 bertambah sebesar Rp 52,006,323,743 per tahun sedangkan
pada tahun 2004 bertambah sebesar Rp 126,456,999,536 per tahun. Sehingga perubahan
nilai ekonomi air total DAS Cidanau pada tahun 1997 hingga 2004 adalah sebesar 114.31
%. Sedangkan perubahan penutupan lahan yang terjadi pada DAS Cidanau sepanjang
tahun 1997 hingga 2004 adalah sebagai berikut : luas lahan kering menyusut menjadi
35.56 %, luas lahan sawah bertambah menjadi sebesar 0.59 %, luas hutan menyusut
menjadi 4.2 %, kebun campuran luasnya bertambah menjadi 21.072 %, luas semak
bertambah menjadi 28.25 % dan luas lahan basah menyusut menjadi 9.39 %.

ABSTRACT

Water Economic Value Change Analysis Caused Landuse Changing
Case Study in Cidanau Watershed in Banten Province

Cidanau is the most important watershed in Banten Province because it has provided economic
activity in Serang and Cilegon regions. The users of water services from Cidanau watershed are farmers,
households, fisheries, small scale industries, water industries and Krakatau Tirta Industries. Those have
been analized to find total economic values of Cidanau water.

The aims of the reaserch are to analize water economic value by market pricing and gathering
cost, to analize factors influencing water demand curve, and to analize landuse changes of Cidanau and
its relationships with water economic values changes from 1997 to 2004. Landsat imaging and GIS of
Cidanau have been used the research.
The methods of the research are use gathering cost and market pricing to find water values from
the users. While the GIS and Remote Sensing have been used to detect landuse changes in Cidanau
watershed from 1997 to 2004. Both water values and landuse changes have been analized to find relation
the others.
The results of the reaserch allows that firstly, total water economic value in 1997 increase Rp
52.006.323.743 per year and in 2004 increase Rp 126.456.999.536 per year. Secondly, landuse of Cidanau
has changed in 1997 to 2004; bare land changed is decrease 35.56 %, paddyfield is increase 0.59 %,
forest is decrease 4.2 %, agroforest is increase 21.072 %,, shrubs is increase 28.25 %, and wet lands is
decrease 9.39 %..

ANALISIS PERUBAHAN NILAI EKONOMI AIR
AKIBAT PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN
Studi Kasus Di DAS Cidanau Propinsi Banten

IGNATIUS ADI NUGROHO


TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PENDAHULUAN

Latar Belakang
DAS Cidanau terletak Kabupaten Serang di Propinsi Banten dan merupakan satusatunya DAS unik yang berbentuk plato dengan danau di tengah-tengahnya. Danau
tersebut bernama Rawa Danau seluas 2.500 hektar. DAS ini melingkupi areal seluas
22.620 hektar dan ditetapkan sebagai kawasan lindung pada tahun 1921 oleh pemerintah
kolonial Belanda.
Menurut Setiawan dan Sato (1999), Rawa Danau merupakan penyedia sumber air
yang utama bagi pengembangan Kabupaten Serang, khususnya untuk kawasan industri di
wilayah Cilegon. Pengelolaan jasa air tersebut diserahkan kepada sebuah perusahaan
yang bernama Krakatau Tirta Industri (KTI) yang merupakan anak dari perusahaan
Krakatau Steel. KTI berperan besar dalam menyediakan jasa air bagi kebutuhan industri

maupun rumah tangga di kawasan tersebut.
Seiring dengan makin pesatnya pembangunan di sektor hilir sehingga
meningkatkan permintaan akan air, baik dari sektor rumah tangga maupun industri,
menyebabkan peran DAS Cidanau sebagai penyedia air semakin penting. Sementara itu,
di sekitar kawasan DAS terjadi juga perubahan-perubahan dalam hal pertambahan jumlah
penduduk, penambahan areal sawah maupun kebun pertanian, berkembangnya industri
air kemasan dan pabrik pengolahan tempe dan tahu, sehingga me ningkatkan penggunaan
air permukaan dan atau air tanah.
Pentingnya suplai air yang teratur bagi kegiatan pertanian, rumah tangga dan
industri baik di sekitar kawasan DAS Cidanau maupun untuk kota Cilegon menunjukan
bahwa air memiliki peran dalam kegiatan ekonomi. Sayangnya, sumberdaya air belum
seluruhnya memiliki harga pasar sehingga sukar untuk dinilai oleh sistem pasar yang ada.
Hal ini dapat dimengerti karena sumberdaya air hanya memberikan nilai guna tidak
langsung dalam proses produksi. Adanya nilai guna tidak langsung terhadap sumberdaya
air menyebabkan air kerapkali dipandang sebagai barang bebas (intengible goods)
sehingga nilainya menjadi rendah. Untuk meningkatkan nilai sumberdaya air diperlukan

berbagai upaya penilaian yang memadai dari sudut ekonomi sumberdaya sehingga air
tidak lagi dipandang sebagai barang bebas (Darusman, 2002).
Untuk melakukan penilaian terhadap sumberdaya air sebagai output utama dari

DAS Cidanau dibutuhkan berbagai pendekatan yang lengkap.

Pendekatan tersebut

digunakan untuk menilai jasa-jasa yang diberikan oleh air, sehingga keberadaan air pada
DAS Cidanau tidak dapat dipisahkan lagi dalam kegiatan pertanian, rumah tangga
maupun industri. Keberadan hutan sebagai komponen penjerap air di DAS Cidanau juga
cukup pe nting. Adanya hutan yang terawat dengan baik di sekitar kawasan DAS mampu
mempertahankan siklus hidrologis sehingga pasokan air bagi sektor pertanian, rumah
tangga maupun industri dapat terjamin.
Dalam melakukan penilaian terhadap sumberdaya, harga pasar merupakan
pendekatan yang paling baik. Tetapi pendekatan tersebut sangat cocok digunakan dimana
produk yang dinilai telah diterima oleh sistem pasar yang ada dalam bentuk harga pasar
dan biasanya produk tersebut memiliki nilai guna langsung, seperti kayu bakar, kayu
gergajian, tumbuhan obat dan lain- lain. Sedangkan untuk sumberdaya air, pendekatan
nilai guna langsung melalui harga pasar jarang dilakukan sehingga dibutuhkan
pendekatan lain yang lebih cocok. Pendekatan biaya pengadaan air, biaya perjalanan
untuk menikmati aktifitas rekreasi sumber air panas dan pendekatan faktor pendapatan
bersih (residu) dapat juga digunakan untuk menilai jasa-jasa air yang diterima oleh
pertanian, rumah tangga maupun industri (James, 1991).

Salah satu pendekatan lain yang berguna dalam melakukan penilaian terhadap
sumberdaya air adalah melalui penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra
satelit.

Hal ini mudah dipahami mengingat hampir semua obyek yang hendak dinilai

memiliki keterkaitan secara geografis dan spasial sehingga penggunaan SIG dan citra
satelit cukup relevan dalam penilaian ekonomi. Manfaat penggunaan SIG dan citra
satelit dalam menduga nilai ekonomi air DAS Cidanau adalah terpantaunya perubahan
nilai obyek suatu kawasan secara multi waktu (time series).

Perubahan ini dapat

memberikan gambaran nilai ekonomi yang lebih heterogen dibandingkan tanpa
menggunakan SIG dan citra satelit (Eade dan Moran, 1995).

2

Perumusan Masalah
Permasalahan yang hendak diajukan pada penelitian ini adalah bahwa nilai

sumberdaya air DAS Cidanau dapat didekati melalui para pengguna jasa air tersebut,
yaitu pertanian (sawah dan perikanan), rumah tangga dan industri (pabrik air mineral,
pabrik tahu dan tempe serta KTI). Hutan rakyat maupun negara dan perkebunan karet
yang berfungsi sebagai penjerap air tidak diikutkan dalam penilaian karena peranannya
hanya sebagai pendukung tersedianya sumberdaya air dari DAS Cidanau. Sumberdaya
air yang hendak dinilai adalah semua sumberdaya air yang berasal dari permukaan (danau
dan sunga i) dan air yang berasal dari tanah yang biasa digunakan oleh rumah tangga.
Sehingga permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar nilai sumberdaya air di DAS Cidanau agar dapat mendukung
kegiatan pertanian, rumah tangga maupun industri secara lestari,
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai sumberdaya air di DAS
Cidanau,
3. Berapakah surplus konsumen yang masih tersedia bagi kegiatan pertanian,
rumah tangga dan industri dalam memanfaatkan air dari DAS Cidanau,
4. Dan bagaimanakah perubahan nilai sumberdaya air DAS Cidanau mulai tahun
1997 hingga tahun 2004.

Tujuan Penelitian
Penilaian mengenai sumberdaya air yang dihasilkan oleh DAS Cidanau ini
memiliki beberapa tujuan, yaitu :

a. Melakukan analisis nilai ekonomi air melalui pendekatan biaya pengadaan air
terhadap masing- masing pengguna air, yaitu pertanian, rumah tangga dan
industri dalam memanfaatkan jasa air dari DAS Cidanau,
b. Melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan air
DAS Cidanau yang dilakukan oleh para pengguna jasa air,
c. Melakukan analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan
nilai sumberdaya air pada DAS Cidanau secara multiwaktu (temporal) dari
tahun 1997 hingga 2004.

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan gambaran yang lebih baik
(terkuantifikasi) terhadap jasa-jasa air sebagai nilai guna tak langsung dalam kegiatan
pertanian, rumah tangga, industri dan jasa wisata yang disediakan oleh DAS Cidanau.
Adanya nilai air yang telah terkuantifikasi ini diharapkan mampu memberikan masukan
bagi pengelola jasa air DAS Cidanau dalam mengambil kebijakan agar sumberdaya
tersebut dapat berfungsi dengan baik sehingga meningkatkan kesejahteraan manusia
sebagai penggunannya.

Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dimulai dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan
ekonomi untuk menilai sumberdaya air DAS Cidanau dan pendekatan spasial untuk
melihat perubahan nilai air secara multi waktu (1997 – 2004). Nilai air DAS Cidanau
dipisahkan menurut para pengguna air sebagai langkah dalam melakukan penilaian
ekonomi. Para pengguna air tersebut terdiri atas petani yang mengerjakan lahan sawah,
petambak, rumah tangga, industri pengolahan tahu-tempe, industri air minum kemasan
dan pengguna terbesar air DAS Cidanau, yaitu PT Krakatau Tirta Industri (KTI). Melalui
KTI industri dan rumah tangga yang terdapat di kota Cilegon memperoleh suplai air
bersih sehingga peranannya amat penting dalam penelitian ini. Setelah para pengguna air
dipisahkan ke dalam masing- masing segmen, kemudian dilakukan pencarian data melalui
wawancara untuk memperoleh korbanan yang dilakukan oleh para pengguna air dalam
memperoleh air. Korbanan total para pengguna air untuk mendapatkan air merupakan
nilai air dari DAS Cidanau. Kerangka pemikiran penelitian ini juga disajikan dalam dua
tahap, yaitu tahap pertama kerangka pemikiran

lebih dipusatkan pada pemahaman

bagaimana analisis ekonomi dan spasial dapat digabungkan secara bersama-sama dalam
penelitian sehingga bersifat umum dan belum mendetil. Tahapannya disajikan pada
Gambar 1. Sedangkan pada tahap dua, kerangka pemikiran sudah dilakukan secara lebih
khusus dan mendetil dimana analisis ekonomi dan spasial didefinisikan sesuai dengan
kondisi lapangan yang ada. Tahapannya disajikan pada Gambar 2.

4

Tahapan kerangka pemikiran penelitian pertama (I) :
Mulai
DAS Cidanau

Data Citra

Sawah
Pengguna
Air

Tambak

Rumah
tangga

Pabrik tahutempe

Korbanan
Para
Pengguna
Air

Vegetasi

Landuse DAS
Cidanau

Non
Vegetasi

Analisis
Perubahan

Air kemasan

KTI

Nilai Air DAS Cidanau

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian I

5

Tahapan kerangka pemikiran kedua (II) :
Data Bapedalda
Propinsi Banten

Citra Landsat

Rumah Tangga

Jenis-jenis
Pengguna lahan

Industri lokal

Tahu-Tempe

Konsumsi Air

Nilai Air untuk setiap
Pengguna
(luas, Rumah tangga,
industri)
Rupiah per unit

Air Kemasan

KTI

Nilai Air DAS 2004

Nilai Air DAS 1997

Citra Landsat
1997

Luas

Data rumah tangga
dan industri 1997

Citra Landsat
2004

Luas

KK, unit

KK, unit

Data rumah tangga
dan industri 2004

Rp/unit x jumlah unit

Rp/unit x jumlah unit

NAT 2004

NAT 1997

Interpretasi Perubahan Fisik
dan Nilai Air

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Tahap II

6

TINJAUAN PUSTAKA

Nilai Ekonomi Air DAS Cidanau

Konsep Nilai Sumberdaya
Davis dan Johnson (1987) menyebutkan bahwa penilaian sebagai area subyek
merupakan suatu teknik yang memperhatikan atau mencermati hal- hal yang berkaitan
dengan pengembangan konsep-konsep dan metodologi- metodologi yang tepat untuk
menduga nilai suatu barang dan jasa. Sedangkan appraisal adalah terapan dari teknik teknik dan metode- metode di atas untuk membuat suatu pendugaan yang spesifik
mengenai nilai dari suatu benda atau hal tertentu bagi individu tertentu pada saat itu.
Nilai suatu benda dalam persepsi manusia merupakan sesuatu yang didapatkan
pada waktu dan peristiwa tertentu yang ukurannya ditentukan oleh waktu, barang, atau
uang dimana seseorang bersedia untuk memberikannya agar memperoleh hasil berupa
penggunaan barang atau jasa. Konsep nilai ini terdiri atas tiga macam, yaitu :
a. Nilai pasar, merupakan nilai dimana terjadi pertukaran barang dan jasa pada suatu
pasar melalui mekanisme harga pasar.

Harga pasar merupakan keput usan yang

diambil oleh seorang individu dalam pertukaran barang dan jasa dalam bentuk
kesedian membayar,
b. Nilai guna, merupakan nilai dari suatu sumberdaya (barang maupun jasa) yang
berguna pada masa yang akan datang, masa kini maupun berguna bagi sejumlah
pembeli potensial,
c. Nilai sosial, merupakan nilai dari suatu barang dan jasa yang diberikan atau muncul
berdasarkan keputusan para pengambil kebijakan melalui undang-undang atau
peraturan pemerintah sehingga sumberdaya tersebut bernilai bagi semua pihak baik
saat ini maupun masa datang.
Sementara itu menurut Bann (2001), nilai guna terdiri atas nilai guna langsung,
nilai guna tidak langsung dan nilai pilihan. Perlindungan terhadap DAS merupakan
bagian dari nilai guna tidak langsung. Nilai guna tidak langsung ini berhubungan pada
tersedianya dukungan secara tidak langsung dan perlindungan yang diberikan pada
aktifitas ekonomi dan kepemilikan yang ada di dalamnya melalui fungsi alami hutan

tropika atau jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya secara teratur, misalnya
pertanian, suplai air dan aktifitas ekonomi lainnya. Jika fungsi lingkungan dan jasa yang
disediakan melalui hutan mengalami gangguan, maka akan mengubah nilai produksi atau
konsumsi dari aktifitas tersebut dan kepemilikan yang ada di dalamnya yang dilindungi
atau didukung oleh hutan.

Perlindungan terhadap sumberdaya air DAS Cidanau

sesungguhnya merupakan bagian dari konsep nilai ekonomi total bagi hutan tropika.
Konsep ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori nilai ekonomi total yang disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Ekonomi Total Hutan Tropika
Nilai Ekonomi Total Hutan Tropika
Nilai Guna Langsung
Nilai produksi kayu
Nilai produksi non kayu
Rekreasi dan turisme
Tumbuhan obat
Genetika tumbuhan
Pendidikan
Habitat manusia

Nilai Guna Tidak Langsung
Perlindungan DAS
Siklus nutrien
Reduksi polusi udara
Fungsi iklim mikro
Cadangan karbon
Keanekaragaman

Nilai Pilihan
Kegunaan masa
depan dari nilai
guna langsung
maupun tidak
langsung

Nilai Non Guna
Nilai keberadaan
Nilai budaya
Keanekaragaman

Sumber : Bann, 2001

Sumberdaya Air DAS Cidanau
Air yang terdapat pada DAS Cidanau merupakan sumberdaya alami yang dapat
terbarukan tergantung dari sumbernya dan penggunaannya. Suplai air dibedakan atas dua
macam, yaitu air permukaan dan air di bawah permukaan tanah. Air permukaan terdiri
atas danau, sungai dan samudera raya yang merupakan sumberdaya terbarukan dari
proses hidrologi, sedangkan air bawah tanah terdiri atas air-air yang terakumulasi selama
ratusan hingga ribuan tahun dibawah akuifer disela-sela batuan tanah. Ketika suplai air
permukaan dan air di bawah tanah lebih kecil dibandingkan laju agregat penggunaan air
yang ada, maka akan terjadi kelangkaan dalam penggunaan air karena air tergantung dari
kondisi iklim yang ada, kondisi geografis, bentuk-bentuk penggunaan air, kebijakankebijakan harga air yang diberikan oleh pemerintah (Hartwick dan Olewiler, 1998).
Sedangkan menurut Hendrakusumaatmaja (2003), sumberdaya air memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : (a) merupakan kebutuhan pokok atau dasar sehingga dapat menjadi

8

barang publik, (b) memiliki hak guna bersama, untuk pemanfaatannya membutuhkan
modal yang besar sehingga tidak terjangkau oleh private sector, (c) memiliki sifat
ketergantungan dalam pemanfaatannya sehingga sering menjadi masalah masyarakat
umum, (d) dapat dipakai sebagai alat distribusi politik karena menyangkut distribusi
manfaat dan biaya, (e) mobilitas air mudah mengalir, menguap dan meresap sehingga
sulit upaya untuk mewujudkan dan melaksanakan penegasan hak-hak diatasnya secara
eksklusif, (f) sifat penawaran air dapat berubah-ubah tergantung dari waktu, tempat dan
kekeringannya, (g) merupakan barang umum, penggunaannya dapat beruntun berupa
berubahnya aspek kualitas dan kuantitas (eksternalitas), (h) adanya bulky sehingga
menyebabkan biaya transportasi menjadi mahal, (i) multiguna dalam pemanfaatannya
(opportunity cost) dan (j) adanya nilai kultural yang melekat dimana air dianggap sebagai
anugerah Tuhan. Hal ini menyebabkan sumberdaya air sebagai manfaat intangible dari
DAS Cidanau belum dapat dinilai oleh sistem pasar akibat adanya pemahaman dan
pengetahuan yang masih rendah terhadap manfaat perlindungan DAS, khususnya manfaat
hidrologis. Rendahnya pemahaman dan pengetahuan terhadap manfaat intangible ini
menyebabkan belum adanya penilaian ekonomi secara kuantitatif terhadap sumberdaya
air padahal air yang dihasilkan oleh DAS Cidanau memiliki manfaat yang tinggi bagi
kesejahteraan manusia (Darusman, 2002).
Metode Penilaian Ekonomi Sumberdaya Air
Menurut Davis dan Johnson (1987), konsep penilaian sumberdaya air tidak dapat
dilepaskan dari konsep apraisal dimana pada konsep tersebut terdapat beberapa patokan
yang digunakan dalam menilai sumberdaya air, yaitu : bukti adanya pasar (harga pasar),
dihitung berdasarkan nilai bersih bagi penggunaan sekarang, nilai residual turunan,
kuantifikasi pasar, biaya penggantian dan pertimbangan para ahli.
a. Kenyataan pasar (Market evidence)
Tersedianya rekaman-rekaman penjualan aktual sebagai bukti transaksi dari
penjualan yang sama sebelumnya baik terhadap lahan, kayu atau pun aset-aset lain
merupakan pendekatan yang paling baik dan disenangi untuk merancang nilai pasar.
Kenyataan pasar merupakan ukuran langsung apa saja barang-barang yang pada saat itu
diperdagangkan di pasar.

9

b. Nilai Bersih bagi Penggunaan Sekarang
Untuk menentukan apakah lahan, kayu, air dan aset-aset lainnya merupakan nilai
yang berguna bagi seorang individu, maka menggunakan satu atau lebih rencana tertentu
perlu dilakukan oleh calon penggunanya. Rencana tersebut akan memerlukan sebuah
daftar perkiraan dari kegiatan pengeluaran dan penerimaan yang dihubungkan dengan
rencana yang sudah disepakati.

Pemberian asumsi menge nai harga, biaya-biaya,

teknologi, interest rate dan lain- lain merupakan sebuah analisis finansial dari setiap
usulan penggunaan rencana yang dapat diduga melalui nilai bersih sekarang. Nilai bersih
sekarang merupakan nilai ekonomi dari suatu aset atau sumberdaya dimana untuk
penggunaannya memerlukan rencana -rencana tertentu sesuai dengan pertimbanganpertimbangan yang berkaitan dengan guna dari sumberdaya tersebut. Ketika harga pasar
tidak tersedia (market evidence), pendekatan nilai bersih bagi penggunaan sekarang
biasanya digunakan untuk membuat pendugaan terbaik berikutnya.
d. Nilai Residual Turunan
Nilai air yang digunakan untuk kegiatan produksi biasanya dihitung
menggunakan pendekatan nilai residual turunan untuk penilaian materi- materi yang
dihasilka n (air mineral kemasan) dan input- input produksi lainnya. Pendekatan tersebut
pertam-tama menetapkan nilai jual dari produk yang dibuat oleh pabrik dan kemudian
dilakukan pengurangan terhadap semua biaya pembuatan dan bahan baku yang
digunakan sehingga me ninggalkan residu atau sisa terhadap air maksimum yang
digunakan yang dapat dibayarkan untuk bahan baku yang digunakan.
e. Kuantifikasi Pasar
Pendekatan penilaian lainnya yang mencakup kuantifikasi secara numeris kurva
permintaan dan atau penawaran pada masa yang telah lewat dan saat sekarang bagi pasar
dan produk tertentu dan kemudian menggunakan kurva tersebut untuk menduga harga
dan nilainya.

Pendekatan ini sering sekali digunakan untuk meramalkan kondisi,

penjualan dan harga pada pasar yang akan datang kemudian informasi tersebut digunakan
untuk menentukan nilai yang berlaku saat ini. Kuantifikasi pasar dilakukan dengan dua
cara yang dibedakan oleh sumber dan tipe data yang digunakan untuk menduga
permintaan dan penawaran.

Ekonometrika dapat memperhalusnya dan penggunaan

rekaman historis dari harga pasar dan jumlah yang dijual untuk menduga fungsi

10

permintaan dan penawaran secara statistik yang dinyatakan secara tidak langsung melalui
harga-harga yang diamati pada jumlah yang dijual, sehingga dapat dijelaskan secara
logis.

Hasil persamaan tersebut juga dapat digunakan untuk peramalan, jika kita

menganggap orang-orang akan berekasi pada masa yang akan datang sebagaimana
mereka telah melakukannnya pada masa sebelumnya dan tidak ada peristiwa-peristiwa
seperti perang dan depresi ekonomi yang terjadi. Teknik-teknik ekonometrika secara
jelas dibatasi untuk menghasilkan apa yang hendak dijual di pasar dan untuk rekaman
historis yang baik yang sungguh-sungguh mampu menjaga harga, jumlah yang dijual, dan
faktor- faktor pasar lainnya.
f. Biaya Penggantian
Pada kasus-kasus kerusakan, pencurian atau kehilangan aset barang dan jasa,
pendekatan penilainnya adalah untuk menentukan biaya penggantian langsung melalui
barang-barang yang sebanding. Kerusakan barang-barang yang dimiliki oleh seseorang,
kemudian membutuhkan biaya untuk membeli barang yang baru merupakan biaya
penggantian. Barang-barang baru tersebut berada dalam manfaat kompensasi yang tetap
ketika jasa-jasa yang ada yang digunakan merupakan barang-barang yang tidak dapat
ditemukan di pasar. Biaya penggantian merupakan konsep yang sukar untuk digunakan
bagi penggantian barang-barang yang langka.
Pendekatan biaya penggantian bukanlah pendekatan yang secara luas digunakan
pada bidang kehutanan karena vegetasi atau lahan tidak dapat digantikan secara tiba-tiba
pada lahan yang sama yang telah hilang. Konsep ini hanya bekerja secara baik pada
perlengkapan-perlengkapan, struktur dan kepemilikan lain yang dapat bergerak, yang
mudah dikenali dan dijual secara luas pada pasar yang ada.
g. Penetapan Para Ahli
Teknik penilaian yang paling akhir adalah menggunakan penetapan manusia
sebagai metode dan konsep yang kurang mencukupi dibandingkan bertanya pada
seseorang mengenai sesuatu yang berharga dalam bentuk mata uang. Permasalahan yang
timbul adalah memutuskan : (1) siapakan orang yang harus melakukan keputusan, (2)
berapakan jumlah rata-rata yang dihasilkan, dan (3) bagaimana mereka menggunakannya
untuk membuat suatu keputusan.

11

Masyarakat, pejabat pemerintaha n, pelayan publik, para profesional dan para
anggota dewan dapat dipandang sebagai orang-orang yang ahli (expert) dan dapat
menawarkan pendapatnya pada nilai dari sesuatu.

Hal ini merupakan sesuatu yan

gmasuk akal unmtuk menganggap bahwa para pejabat dan anggota dewan yang terpilih
telah dipilih karena mereka merupakan bagian atau cerminan nilai dari para pemilih
mayoritas. Sebagai tambahan, mereka juga bertanggungjawab terhadap masyarakat.
Para pejabat, anggota dewan dan orang-orang yang diangkat secara politis membuat
penetapan-penetapan nilai melalui keputusan mereka. Jika sistem politik dapat diterima,
sehingga alasan-alasan yang dapat dibuat bahwa penetapan nilai bersama (kesepakatan)
dari para politisi yang dipilih merupakan kuantifikasi sosial terbaik dan nilai non pasar
lainnya yang tersedia.
Untuk melakukan penilaian terhadap sumberdaya air yang terdapat di DAS
Cidanau dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu menggunakan metode biaya
pengadaan air untuk menilai manfaat intangible dari DAS dan pendekatan kontingensi
(CVM).

Biaya pengadaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pengguna

sumberdaya air dalam periode waktu tertentu untuk mendapatkan dan memanfaatkan air
(Darusman, 2002). Sedangkan Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode
untuk menduga kesediaan pengguna air bersedia membayar air yang telah digunakannya
dengan cara bertanya secara langsung pada pengguna tersebut. Metode ini bersifat
subyektif–hipotetis (Davis dan Johnson, 1987; PHPA/AWB, 1991; WWF, Pemda Kalbar
dan NRMP, 2000).

Selanjutnya Bann (2001) menyebutkan bahwa wawancara yang

dibangun menggunakan metode CVM sangat tergantung pada sejumlah faktor yang
ditanyakan yang dapat digambarkan dengan baik sehingga orang bersedia untuk
membayar faktor yang ditanyakan. Para pengguna sumberdaya air di DAS Cidanau
terdiri atas sektor pertanian, perikanan, rumah tangga, industri, dan jasa wisata air panas.
Permintaan air untuk sektor pertanian berupa manfaat yang diperoleh karena adanya
irigasi yang dibatasi oleh pena mbahan manfaat bersih dari lahan yang memungkinkan,
sedangkan untuk rumah tangga berupa manfaat-manfaat dari suplai air bagi rumah tangga
yang dibatasi oleh nilai tambah air yang tersedia secara tidak langsung dari data yang
menghubungkan kegunaan dan harga bagi para penggunanya (James dan Lee, 1971).
Sedangkan hasil penelitian Van de Sand (2004) menggunakan metode CVM

12

menyebutkan bahwa kesedian membayar industri di kota Cilegon terhadap air yang
dihasilkan oleh DAS Cidanau sebesar Rp 10 – 3.500/m3.

Roslinda (2002) juga

menyebutkan bahwa faktor jarak juga berperanan bagi pertanian maupun rumah tangga di
desa-desa sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat dalam memberikan nilai dari air yang
digunakan. Sedangkan penelitian mengenai manfaat hidrologis Gunung Gede Pangrango
bagi sektor pertanian maupun rumah tangga di Kabupaten Sukabumi, Kodya Bogor,dan
Kabupaten Bogor menunjukan nilai yang sangat besar, berkisar Rp 13,34 milyar sampai
dengan Rp 3,47 trilyun (Fahada, Yustiana dan Ibrahim, 1992).
Berikut disajikan mengenai studi penilaian ekonomi sumberdaya di Indonesia
mulai dari tahun 1992 hingga tahun 1999.

Pendekatan untuk melakukan penilaian

terhadap sumberdaya tersebut menggunakan metode kontingensi, produksi, harga
bayangan, model ekonometrik, biaya perjalanan, benefit transfer dan lain- lain. Hasilnya
disajikan pada Tabel 2.

13

Tabel 2. Beberapa Studi Penilaian Ekonomi Sumberdaya di Indonesia tahun 1992-1999
Tahun
1992

Lokasi
TN Taka Bone, Sulsel

Sponsor

Metode

Hasil

Saywer/thesis

Pendekatan

NPV dari perikanan sebesar Rp 103,43

M.Sc.

produksi

miliar selama 20 tahun dengan tingkat

Jack Ruitenbeek/

Harga bayangan,

Nilai TEV dari produksi lokal yang dapat

EMDI

Pendekatan produksi

dan tidak dapat dipasarkan masing-

diskon 5 %
1992

Bintuni Bay, Papua

masing sebesar Rp 5.1 juta dan Rp 9
juta /tahun/kepala rumah tangga
1993

TN Gn Gede-Pangrango

Darusman/IPB

Jawa Barat

Model ekonometrik

Rp 280 juta/ha/tahun

berdasarkan manfaat
hidrologis aliran
sungai

1995

TN Gn Gede-Pangrango

Adi Susmianto/

Pendekatan

TN ini mempengaruhi 13 sektor ekonomi

Jawa Barat

Thesis M.Sc.

pengeluaran

dengan total pengeluaran sebesar
Rp 471 juta dari output atau penjualan,
Rp 80 juta dari pendapatan dan 155
pekerja

1996

TN Bunaken, Sulut

Saunders/NRMP/

Trevel Cost

USAID
1996

TN Bunaken, Sulut

Saunders/NRMP/

tahun
Contingent valuation

USAID
1996

TN Bunaken, Sulut

Nilai rekreasi sebesar Rp 9.8 miliar per
Nilai perlindungan diperkirakan sebesar
9.6 miliar per tahun

Saunders/NRMP/

Pendekatan

Nilai ekonomi perikanan sebesar $ 3.8

USAID

produksi

juta/tahun bagi nelayan penuh waktu
dan $ 330.000 bagi nelayan paruh
waktu

1996
1996

TN Bukit Baka Kalteng

Saunders/NRMP/

dan Kalbar

USAID

Sungai Ciliwung

Saunders/NRMP/

Jakarta

USAID

Contingent valuation

Nilai perlindungan diperkirakan sebesar
Rp 10 miliar/tahun

Contingent valuation

Manfaat ekonomi dari membaiknya
kualitas air sungai Ciliwung diperkirakan sebesar $ 30 juta/tahun

14

Lanjutan Tabel 2.
1997

Siberut dan Ruteng

Kramer et al/ADB

Pendekatan

Kesediaan turis membayar untuk

produktifitas, biaya

mendukung konservasi dan budaya

perjalanan dan

tradisional P. Siberut sebesar $ 23.

Contingent valuation

Manfaat ekonomi perlindungan air di
Ruteng Flores sebesar $ 35/kepala
rumah tangga/tahun

1998

Kebakaran Hutan

WWF/EEPSEA

Indonesia

Produktifitas, kesehatan,
pengeluaran dan benefit

Kerugian ekonomi sebesar $ 4.5 miliar

transfer (penggunaan
studi kasus di negara
lain untuk dijadikan acuan
nilai ekonomi)
1998

TN Gn. Leuser

Elfian/WWF dan

Pendekatan produktifitas

Nilai ekonomi air untuk irigasi, industri,

CIFOR

dan pengeluaran

dan kebutuhan sehari-hari diperkirakan

Kepulauan Togean

Cannon/NRMP/

Pendekatan produktifitas

Dengan tingkat diskon sebesar 5 %

Sulawesi Tengah

USAID

dan pengeluaran

selama 25 tahun, NPV dari ekowisata

bernilai sebesar $ 4.3 juta/tahun
1999

dan kehutanan sebesar Rp 5.3 miliar
dan Rp 4.1 miliar. Nilai ekonomi dan
perikanan tradisional antara Rp 36.3
miliar s/d Rp 196 miliar

Sumber : WWF dan NRMP, 2000
Pendekatan atau metode penilaian sumberdaya air atau sumberdaya lainnya dapat
juga dilakukan dengan pendekatan spasial.

Pendekatan spasial digunakan karena

sumberdaya alam yang ada dipermukaan bumi terikat secara geografis sehingga
penggunaan alat penginderaan jauh maupun Geographical Information System (GIS)
semakin relevan digunakan. Eade dan Moran (1996) melukiskan penilaian ekonomi
secara spasial di kawasan konservasi Rio Bravo di sebelah Barat Daya Balize
menggunakan pendekatan benefit transfer dan GIS. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari
pendekatan tersebut dalam unit US $ untuk setiap selnya.

Berikut disajikan hasil

penilaian ekonomi terhadap kawasan konservasi Rio Bravo menggunakan pendekatan
ekonomi spasial pada Tabel 3.

15

Tabel 3.

Hasil Penilaian Ekonomi Kawasan Konservasi Rio Bravo dengan Metode
Ekonomi Spasial (US$ per sel)
Modal Alami

Minimum

Maksimum

Rata-Rata

Rempah-rempahan
Getah-getahan
Produk non kayu
Tumbuhan obat
Material genetik
Jasa wisata
Penyerapan karbon
Konservasi tanah
Pengendalian banjir
Nilai Keberadaan (CV)
Nilai Keberadaan (PfB)

0 - 00
0 - 00
0 - 00
0 - 00
0 - 00
0 - 00
0 - 53
0 - 53
2 - 65
0 - 02
36 - 83

0 - 34
0 - 47
112 - 36
446 - 41
3 - 40
755 - 10
360 - 49
444 - 50
10 - 60
1 - 729
36 - 83

0 - 036
0 - 102
26 - 654
244 - 586
1 - 311
0 - 340
249 - 784
4 - 751
3 - 303
0 - 524
36 - 830

Nilai Ekonomi Total (TEV)

43 - 36

2000 - 55

686 - 742

Sumber : Eade dan Moran, 1996
Penggunaan penginderaan jauh dalam penghitungan nilai ekonomi sumberdaya
alam semakin penting.

Hal ini terlihat dari upaya Pemerintah Singapura dalam

menghitung kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan
Kalimantan.

Data tersebut diperoleh dari Centre for Remote Imaging, Sensing and

Processing (CRISP) Universitas Nasional Singapura dengan penyesuaian oleh EEPSEA
dan WWF untuk wilayah yang terbakar. Hasil yang diperoleh terdiri atas luas total
wilayah yang terbakar diperkirakan mencapai 5 juta hektar, yaitu 20 % hutan, 50 % lahan
pertanian/perkebunan dan 30 % lahan-lahan yang tidak produktif (Glover, 2002).

SIG dan Penginderaan Jauh

Sistem Informasi Geografis (SIG)
SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan suatu teknologi baru yang pada saat
ini menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam me nyimpan, memenipulasi,
menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data
atribut dan spasial (Prahasta, 2002).

Sedangkan Jaya (2002) menyebutkan bahwa SIG

bukanlah suatu sistem yang semata- mata berfungsi untuk membuat peta, tetapi

16

merupakan alat analitik (analytical tools) yang mampu memecahkan masalah spasial
secara otomatis, cepat dan teliti. Pada bidang kehutanan (pengelolaan lingkungan), SIG
sangat diperlukan guna mendukung pengambil keputusan untuk memecahkan
permasalahan keruangan, mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan
pengawasan. SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan
(polygon), batas (line atau arc) dan lokasi (point).
Prahasta (2002) menyebutkan bahwa SIG dapat digunakan untuk bidang-bidang
sebagai berikut, yaitu untuk pengelolaan sumberdaya alam (kehutanan, pertanian, DAS
dan lain- lain), perencanaan wilayah, kependudukan/demografi, lingkungan, pertanahan,
pariwisata, ekonomi, bisnis dan marketing, perpajakan, biologi, telekomunikasi,
hidrografi dan kelautan, pendidikan, geologi, pertambangan, dan perminyakan,
transportasi dan perhubungan, kesehatan dan militer. Sedangkan SIG sendiri terdiri atas
tiga komponen utama, yaitu hardware (PC Desktop, workstation dan multiuser host),
software (modul- modul pemasukan, penyimpanan, pemanggilan dan pengeditan : modul
analisis, modul display dan modul pencetakan/output) dan brainware/manajemen (Jaya,
2003).
Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan suatu ilmu yang membahas
pengumpulan informasi mengenai suatu objek, kejadian (fenomena), atau area melalui
analisis data yang didapat dari pengamatan dengan menggunakan peralatan sedemikian
rupa sehingga tidak terjadi kontak langsung dengan objek, kejadian (fenomena) atau area
yang diamati.

Bidang indraja ini sering menggunakan peralatan-peralatan berupa

kamera, scanner, atau sensor-sensor lainnya yang dibawa oleh wahana pengangkut
(platform) yang dapat bergerak cepat (Prahasta, 2002).
Data citra penginderaan jauh dari suatu permukaan bumi biasanya tersedia dalam
bentuk format digital dan disusun dari elemen-elemen gambar diskret secara spasial
(piksel-piksel) atau jika secara radiometrik terdapat dalam bentuk tingkat kecerahan
diskret. Sebagian besar karakteristik data citra penginderaan jauh disajikan dalam rupa
band-band panjang gelombang. Citra-citra tersebut merupakan mengukur lokasi spasial
dari pantulan radiasi sinar ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dekat hingga
inframerah sedang dalam rentang panjang gelombangnya.

Panjang gelombang yang

17

paling banyak digunakan sebagai alat untuk penginderaan permukaan bumi antara 0.4 –
12 um yang merupakan jangkauan radiasi cahaya tampak hingga inframerah (Richards,
1987).
Resolusi Citra
Ada empat macam resolusi yang digunakan dalam penginderaan jauh, yaitu
resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik dan resolusi temporal. Menurut
Jaya (2002) masing- masing resolusi tersebut adalah : (a) Resolusi spasial adalah ukuran
terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk
permukaan di sekitarnya atau yang ukurannya bisa diukur. Misalnya data citra yang
diambil dari Landsat memiliki resolusi spasial 30 m x 30 m; (b) Resolusi spektral
diartikan sebagai dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap
sensor, misalnya citra Landsat TM memiliki resolusi spektral sebesar 7 band dimana
masing-masing band memiliki rentang panjang gelombang sendiri-sendiri ; (c) Resolusi
radiometrik adalah ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aluran radiasi (radiant
flux) yang dipantulkan atau diemisikan dari suatu obyek permukaan bumi, misalnya
radian pada panjang gelombang 0.6 -0.7 um akan direkam oleh detektor MSS band 5
dalam bentuk voltage ; dan (d) Resolusi temporal merupakan frekuensi dari suatu sistem
sensor merekam suatu areal yang sama (revisit), misalnya Landsat TM mempunyai
ulangan overpass 16 hari.
Interpretasi Citra
Untuk melakukan interpretasi citra Landsat interpreter perlu memilih saluran
(band) yang paling sesuai dengan tujuannya. Band 4 (hijau) dan band 5 (merah) biasanya
paling baik untuk mendeteksi kenampakan budaya seperti daerah perkotaan, jalan rincian
baru, tempat penambangan batu dan tempat pengambilan kerikil. Bagi daerah semacam
itu, saluran 5 biasanya lebih disukai karena pada saluran 5 daya tembus atmosferiknya
lebih baik daripada saluran 4 sehingga memberikan kontras citra yang lebih tinggi. Di
daerah perairan dalam dan jernih, daya tembus air yang lebih besar diperoleh pada band
4, band 5 sangat baik untuk menunjukan aliran air berlumpur yang masuk ke air jernih,
serta band 6 dan 7 sangat baik untuk menunjukan batas tubuh air (Lillesand dan Kiefer,
1990).

18

Setelah pemilihan band terbaik dilakukan, tahapan berikutnya yang sangat penting
dalam penggunaan citra penginderaan jauh adalah klasifikasi. Ada dua jenis klasifikasi,
yaitu klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing
(supervised classification). Klasifikasi tak terbimbing adalah metode klasifikasi dimana
piksel-piksel yang berada dalam satu kelompok diberikan sebuah symbol yang
menunjukan bahwa piksel-piksel tersebut berada dalam satu klaster atau kelas spektral
yang sama. Melalui penggunaan simbol-simbol tersebut maka dapat diperoleh sebuah
peta baru. Peta baru tersebut berhubungan dengan citra yang telah diklaster tetapi pikselpiksel yang disajikan dalam simbol kemungkinan berlainan dengan data multispektral asli
dari

permukaan

bumi

(Richards,

1987).

Jaya

(2002)

menambahkan

bahwa

pengklas ifikasian pada metode ini menggunakan algoritme hirarkis (k-mean) atau non
hirarkis (isodata). Sedangkan klasifikasi terbimbing adalah suatu metode klasifikasi
kuantitatif yang dilakukan dengan memilih sejumlah piksel yang memawakili masingmasing kelas atau kategori yang diinginkan melalui penggunaan training area.
Klasifikasi Citra (Supervised Classification)
Seperti telah disebutkan diatas bahwa klasifikasi secara terbimbing (supervised
classification) merupakan suatu metode interpretasi terhadap data citra secara kuantitatif.
Metode interpretasi tersebut memiliki beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Tentukan sekelompok tipe penutupan lahan yang terdapat pada citra agar dapat
dipisah-pisahkan.

Sekelompok data tersebut menyimpan sejumlah informasi

seperti air, kawasan perkotaan, kawasan pertanian, pegunungan dan lain- lain,
2. Pilihlah piksel-piksel yang mewakili atau prototipe dari setiap kelompok kelas
yang diinginkan. Piksel-piksel tersebut akan membentuk suatu data percobaan.
Sekelompok data percobaan dari setiap kelas dapat ditetapkan menggunakan
lokasi kunjungan, peta-peta, foto udara atau fotointerpretasi dari produk warna
komposit yang dibentuk dari data citra. Biasanya piksel-piksel percobaan untuk
kelas yang diberikan akan terletak didalam suatu kawasan yang terdekat pada
batas tersebut. Kawasan itu disebut sebagai lapangan percobaan,
3. Gunakanlah data percobaan untuk menduga parameter-parameter dari algoritme
klasifikasi tertentu untuk pemakaiannya,

parameter-parameter tersebut akan

menjadi pelengkap dari model peluang yang digunakan atau akan menjadi

19

persamaan yang akan membatasi pemilahan di dalam lingkup multispektral.
Sekelompok parameter bagi kelas yang diberikan kadangkala disebut sebagai
signature kelas,
4. Gunakan klasifikasi percobaan, label atau klasifikasikan setiap piksel yang ada
pada citra menjadi satu tipe penutupan lahan yang dikehendaki (kelas informasi).
Disini seluruh segmen citra yang diminati telah diklasifikasikan secara tertentu.
Dimana percobaan pada langkah kedua di atas merupakan syarat bagi pengguna
untuk melakukan indentifikasi sekitar 1 % dari piksel-piksel citra yang ada
melalui pemahaman yang lain, komputer akan melabelnya dengan klasifikasi,
5. Hasil yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk data tabular atau peta tematik
(kelas) yang merupakan ringkasan hasil dari klasifikasi (Richards, 1987)
Klasifikasi citra secara terbimbing membutuhkan analisis separabilitas, agar dapat
menampilkan data percobaan yang telah diambil sehingga adanya kesalahan dalam proses
klasifikasi dapat diduga (Swain dan Davis, 1978 dalam Schowengerdt, 1997).
Separabilitas juga dapat digunakan untuk menentukan kombinasi tampilan terbaik secara
rata-rata dalam membedakan kelas-kelas yang dibuat.

Sebagai sebuah alat untuk

pemilihan tampilan, ukuran separabilitas dihitung secara khusus untuk semua pasangan
kelas yang memungkinkan dan untuk semua kombinasi dari q tampilan yang
menghasilkan K total tampilan (Jansen, 1996 dalam Schowengerdt, 1997).
Ada beberapa model klasifier yang dapat digunakan dala m membuat klasifikasi
(Thomas, Benning dan Ching, 1987) yaitu :
1. Parallelepiped, merupakan model klasifier yang termudah dan menggunakan
sumberdaya komputer yang paling minim dari semua klasifier. Pengguna hanya
menentukan rata-rata ± batasan yang dapat diterima untuk kelas sebaran statistik
dan merupakan batasan parallelepiped pada kelas yang terpotong.
2. Jarak Euclidean, merupakan klasifier yang terbaik dimana melalui penilaian jarak
Euclidean dalam ruang multidimensi dilakukan antara posisi piksel data dan
lokasi dari rata-rata statistik untuk setiap kelas tertentu. Piksel-piksel tersebut
diletakan pada kelas yang terdekat.

20

3. Jarak Mahalanobis, merupakan suatu teknik untuk mengetahui interrelasi dari
saluran spektral.

Teknik klasfikasi yang digunakan yaitu mengevaluasi jarak

antara sebuah titik yang terdapat dalam ruang spektral atau ruang tampilan dan
posisi rata-rata untuk kelas tersebut. Pendekatan ini hampir sama dengan jarak
Euclidean. Kemudian jarak tersebut diubah melalui pemecahan keragaman dari
kelas di dalam ruang berdimensi n searah yang sesuai (point to mean).
4. Maximum Likelihood, merupakan teknik klasifier yang memiliki beberapa
tahapan, yaitu (a) mempersiapkan suatu fungsi peluang berdimensi n yang
menghitung korelasi anta saluran data. Fungs i tersebut mencerminkan korelasi
yang terlihat dalam tanda spektral yang ada pada saat itu; (b) mengevaluasi fungsi
peluang berdimensi n pada lokasi piksel data dan kemudian menghitungnya dalam
nilai yang memungkinkan untuk piksel tersebut ke dalam kelas-kelas tertentu.
Selanjutnya perbedaan analisis antara klasifikasi terbimbing dan tak terbimbing disajikan
pada Gambar 3.
Klasifikasi tak terbimbing
Klasifikasi terbimbing
Rektifikasi
Rektifikas i

Training
area

Algoritme :
Hirarchical (k-mean)
atau non hirarchical
(isodata)

Uji separabilitas

Edit/evaluasi kelas

Klasifikasi citra

Klasifikasi citra

Evaluasi akurasi

Evaluasi
akurasi

Gambar 3. Perbedaan Proses Klasifikasi Terbimbing dan Tak Terbimbing (Jaya,
2002)

21

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai penilaian sumberdaya air di DAS Cidanau ini akan
dilaksanakan mulai bulan September tahun 2005 sampai dengan bulan Februari tahun
2006 di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Cinangka, Ciomas dan Padarincang di DAS
Cidanau.

Alasan pemilihan lokasi bagi penelitian ini karena pada ketiga kecamatan

tersebut air digunakan bagi kegiatan pertanian sawah, perikanan, rumah tangga dan
industri baik industri kecil non formal maupun industri air minum kemasan sehingga
sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan DAS Cidanau merupakan sumber air utama
bagi PT KTI dalam memproduksi air bagi kegiatan industri- industri besar di kota
Cilegon.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Citra Landsat Cidanau
tahun 1997 hingga tahun 2004 untuk melihat sebaran para pengguna jasa air di sekitar
DAS Cidanau serta kondisi lingkungannya dan daftar pertanyaan untuk wawancara,
sedangkan alat yang digunakan adalah seperangkat komputer, GPS (Global Positioning
System)

dan program software ERDAS 8.5., Arview 3.2./Arc- info dan Stepwise

regression dari Minitab.

Metode Penelitian
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung dari lapangan melalui
wawancara yang terdiri atas : biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pertanian dan
perikanan (Rp/ha), banyaknya produk yang dihasilkan (ton), jumlah air rumah tangga
dan industri kecil non formal yang digunakan (m3 /kapita/hari) dan (m3 /industri/hari),
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan air rumah tangga (Rp/m3 /hari) dan
industri kecil non formal (Rp/m3 /hari), pendidikan (skala 0 – 4), jarak untuk mendapatkan
air (m), jumlah anggota keluarga, harga-harga air di tingkat produsen dan kesedian

membayar para pengguna jasa air terhadap air yang digunakan (WTP). Semua nilai
diatas dihitung selama satu tahun.
Sedangkan data sekunder yang digunakan terdiri atas data citra, peta-peta tematik
DAS Cid anau, jumlah penduduk, luas sawah total, jumlah produksi total, penggunaan air
total, data vektor batas-batas kecamatan dan lain- lain.
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data terhadap para pengguna jasa air pada lokasi penelitian
dilakukan dengan cara stratifikasi sampling. Jumlah responden yang akan diambil
diklasifikasikan berdasarkan luas lahan sawah dan balong/kolam yang ada, sedangkan
untuk rumah tangga, jumlah responden diklasifikasikan berdasarkan jumlah penduduk
yang terdapat pada lokasi penelitian. Untuk industri kecil non formal, air minum kemasan
dan KTI menempati jumlah yang sedikit sehingga dapat diambil seluruhnya.
1. Pengambilan n contoh dari N populasi
Jumlah responden n yang akan diambil dari N populasi ditentukan menggunakan
formula Slovin (1960) dalam Sudjana (1991), yaitu :

N
n=- - - - 1 + N.e 2
dimana,
n = ukuran contoh
N = ukuran populasi
e

= nilai kritis (batas kekeliruan) yang diinginkan (persen kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi)

Sedangkan nilai kritis yang diinginkan dari responden yang diambil adalah sebesar 10 %.
Pemilihan responden hanya dibatasi pada desa-desa yang merupakan daerah tangkapan
air DAS Cidanau di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Padarincang, Cinangka dan
Ciomas.
2. Stratifikasi Sampling
Setelah jumlah responden yang terdapat di lokasi penelitian diketahui, kemudian
dilakukan pengkelasan terhadap luas lahan sawah, luas lahan balong dan jumlah

23

penduduk yang terdapat pada Kecamatan Padarincang, Ciomas, dan Cinangka. Lahan
sawah yang terdapat pada lokasi penelitian dibagi ke dalam tiga kelas, yaitu lahan sawah
kecil (0 – 250 ha), sedang (251 – 500 ha) dan besar (> 500 ha). Sedangkan balong juga
dibagi kedalam tiga kelas luas lahan, yaitu luas balong kecil (0 – 100 ha), sedang (101 –
200 ha) dan besar (> 200 ha). Kelas luas lahan sawah disajikan pada Tabel 4 dan kelas
luas lahan balong disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Kelas Luas Lahan Sawah pada Lokasi Penelitian
No. Kelas Sawah
1 Kecil

2 Sedang
3 Besar

Luas
(Ha)
0 - 250

251 - 500
> 500

Luas
Desa
(Ha)
1588.77 cibojong, cisaat, curuggoong, kadubereuem, kramat laban,
cikolelet, padarincang, cinangka, kubang baros, sindang
laya, siketug, cisitu, lebak, pondok kahuru, sukabares,
sukadana, ujung tebu
1382.51 batukuwung, bugel, cipayung, rancasanggal
3127.96 barugbug, ciomas, kalumpang

Sumber : Bapedalda Propinsi Banten, 2001

Tabel 5. Kelas Luas Lahan Balong pada Lokasi Penelitian
No. Kelas Balong
1 Kecil

2 Sedang
3 Besar

Luas
(Ha)
0 - 100

Luas
(Ha)
22.75

101 - 200
> 200

0
415.2
437.95

Desa
batukuwung, cibojong, ciomas, cipayung,
siketug, kadubereum, kramat laban, cikolelet,
cinangka, karang suraga, kubang baros, rancasanggal,
sindang laya,