PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MEMAINKAN KARAWITAN BERSAMA BAGI SISWA INKLUSI Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama Bagi Siswa Inklusi Di Smk Negeri 8 Surakarta.

0
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
MEMAINKAN KARAWITAN BERSAMA BAGI SISWA INKLUSI
DI SMK NEGERI 8 SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :
AHMAD NAKHOMI
Q 100 110 005

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

1

2
Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi

Siswa Inklusi di SMK Negeri 8 Surakarta

Ahmad Nakhomi *, Sabar Narimo & Jalal Fuadi
*E-mail : nakhomi@yahoo.com

Abstract

Management of learning karawitan playing together performed on the general class
involving inclusion students. Karawitan playing together learn about many kind of music.
This study specifically describe the teachers to manage the learning karawitan playing
together, student activities, especially inclusion students, teachers and inclusion students
interaction on Karawitan Playing Together subjects in SMK Negeri 8 Surakarta, Central
Java, Indonesia. This study used descriptive qualitative approach. Method of data collection
is done by observation, in-depth interviews, and documentation. The collected data are
analyzed by flow method. The validity of the source data using triangulation techniques.The
results of this study are four (1) teachers identify students' initial conditions as a basis for
determining the inclusion of appropriate academic services (2) the teacher gives special
attention to the inclusion students (3) Teachers give inclusion students additional time after
learning is complete(4) teachers have difficulty in dealing with inclusion students


Keywords: inclusion; interaction; karawitan playing together; management

Pendahuluan
Pemerataan pendidikan di Indonesia merupakan salah satu program pemerintah,
pendidikan diharapkan dapat melayani semua lapisan masyarakat, tidak memandang status
sosial, ekonomi, gender maupun kondisi fisik seseorang. Kekurangan kondisi fisik
diharapkan tidak menjadi hambatan untuk mendapatkan pelayanan pendidikan. Salah satu
program pemerintah untuk memberikan layanan pendidikan kepada semua lapisan
masyarakat yaitu mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 70 tahun 2009, tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.Dengan adanya

3
peraturan ini diharapkan bagi peserta didik yang merasa memiliki keterbatasan fisik
maupun mental tetap bisa mengikuti pendidikan yang diselenggarakan pemerintah.
Salah satu kegiatan pendidikan yang berusaha mewujudkan program pemerintah
adalah kegiatan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama. Proses pembelajaran
produktif Memainkan Karawitan Bersama berlangsung di kelas umum, namun melibatkan
siswa inklusi. Pada mata pelajaran produktif Memainkan Karawitan Bersama ini
mempelajari berbagai alat musik, ada yang dipukul dengan alat pemukul, ada yang dipukul

dengan tangan, dan digesek. Dengan kondisi ini tentunya diperlukan kesiapan mental dan
fisik dari siswa untuk mempelajarinya. Namun pada kelas ini ternyata melibatkan siswa
inklusi, dengan 2 kondisi yaitu, siswa yang tuna netra kategori low vision (keterbatasan
pandangan) serta siswa lamban belajar. Pati(2011), menyebutkan Pendidikan inklusif bagi
Anak Berkebutuhan Khusus, sebagai pendekatan, berusaha untuk memenuhi kebutuhan
belajar semua anak penyandang cacat. Dengan kondisi tersebut, timbul pertanyaan;
Bagaimana siswa inklusi mengikuti proses pembelajaran? Bagaimana guru mengelola kelas
umum yang melibatkan siswa inklusi?
Dalam hal ini tentunya diharapkan partisipasi guru yang mampu memotivasi
kepercayaan diri siswa inklusi untuk dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Deal,
C.Stephen White(2006) menyatakan partisipasi guru dalam kegiatan belajar meningkatkan
kepercayaan siswa terhadap guru. Namun kondisi di lapangan ternyata guru belum pernah
mendapatkan pelatihan menangani siswa inklusi. Hal ini merupakan tantangan bagi guru
untuk mengelola pembelajaran dimana siswa inklusi terlibat didalamnya.
Untuk memberikan layanan pendidikan yang diharapkan kepada siswa inklusi, guru
harus mengidentifikasi dari awal mengenai kondisi siswa. Guru juga harus bekerja sama
dengan guru lain serta pihak sekolah untuk mencari cara memberikan layanan akademik
yang tepat sesuai kondisi siswa inklusi. Layanan yang diberikan harus sesuai dengan
kondisi siswa inklusi agar mereka dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, serta
mencapai kompetensi yang diharuskan. Guru harus membuat perencanaan pembelajaran

yang baik agar proses pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama dapat berjalan lancar
dan mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Vassileva,Julita dan Barbara Wasson(2006)
perencanaan berhubungan dengan perilaku aktivitas dan interaksi pengajaran yang
membantu siswa dalam mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka penulis menentukan fokus penelitian ini,
yaitu “Bagaimana Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi Siswa
Inklusi Di SMK Negeri 8 Surakarta?”.Fokus penelitian ini, kemudian dirinci dalam tiga

4
sub-fokus: (1)Bagaimana karakteristik aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran
Memainkan Karawitan Bersama bagi siswa inklusi? (2) Bagaimana karakteristik aktivitas
siswa inklusi dalam mengikuti pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama? (3)
Bagaimana interaksi guru dan siswa inklusi dalam pelajaran Memainkan Karawitan
Bersama?
Studi yang dilakukan memiliki tiga tujuan: (1) Mengetahui dan mendiskripsikan
karakteristik aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama
bagi siswa inklusi (2) Mengetahui dan mendiskripsikan karakteristik aktivitas siswa inklusi
dalam mengikuti pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama (3) Mengetahui dan
mendiskripsikan interaksi guru dan siswa inklusi dalam pelajaran Memainkan Karawitan
Bersama.

Manfaat penelitian ini adalah, secara teoritis, studi ini menemukan prinsip-prinsip
pengelolaan pembelajaran siswa inklusi pada sekolah menengah kejuruan, memberikan
sumbangan kepada program kejuruan karawitan, serta sekolah-sekolah kejuruan yang
melaksanakan pendidikan inklusif. Secara praktis, Studi ini mengimplementasikan hasil
temuan dalam pengelolaan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi siswa inklusi
agar dapat dimanfaatkan bagi sekolah, guru/calon guru, siswa. Sekolah segera dapat
memanfaatkan temuan ini untuk pengembangan pengelolaan pendidikan siswa inklusi.
Pengelolaan pembelajaran bagi siswa inklusi di tingkat sekolah menengah kejuruan
mendesak untuk segera di realisasikan dengan baik agar siswa inklusi dapat memperoleh
keahlian yang diinginkan. Bagi guru/calon guru produktif di lingkungan SMK dapat
memanfaatkan temuan ini untuk memberikan layanan optimal untuk siswa inklusi. Siswa
dapat mempelajari temuan ini untuk mengetahui dan mempraktekkan cara berinteraksi
dengan guru untuk memperoleh kompetensi keahlian yang diinginkannya.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln
(dalam Moleong 2010: 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Sutama(2011:32)
menyatakan penelitian kualitatif lebih diarahkan untuk memahami fenomena-fenomena

sosial dari perspektif participan. Lokasi penelitian di SMK Negeri 8 Surakarta, Jawa
Tengah, Indonesia. Penelitian berlangsung dari bulan agustus 2012 sampai desember 2012.

5

Sumber data melibatkan informan, dokumentasi dan kegiatan atau tempat kejadian.
Informan terdiri dari kepala sekolah, guru dan siswa. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisa data
menggunakan

menggunakan analisis kualitatif dengan metode alir(flow method).

Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi.

Hasil dan Pembahasan
Proses pembelajaran memainkan karawitan bersama dilakukan di ruang praktek
khusus, dimana didalamnya terdapat berbagai macam gamelan yang harus dipelajari semua
siswa. Pada pembelajaran ini melibatkan 2 guru dan siswa, kondisi siswa terbagi 2 kategori
yakni siswa yang tidak inklusi dan siswa yang inklusi. Kedua kategori kondisi siswa ini
membaur menjadi 1 dalam proses pembelajaran.

Pengelolaan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama yang melibatkan siswa
inklusi membuat guru harus mampu menguasai dan mengelola pembelajaran dengan tepat.
Guru harus mampu melayani semua siswa yang terlibat dalam penbelajaran. Siswa Inklusi
yang terlibat terdiri dari 2 jenis yaitu siswa kategori low vision (keterbatasan pandangan)
serta siswa lamban belajar. Dalam hal ini guru harus berusaha melakukan pengenalan
kondisi siswa.
Kenyataan dilapangan guru produktif Memainkan Karawitan Bersama belum pernah
mendapatkan pelatihan dalam menangani siswa inklusi. Hal ini tentunya menjadi
kekhawatiran tersendiri bagi guru, karena siswa inklusi menaruh harapan besar kepada guru
untuk membantu mereka memahami permainan alat musik yang beragam. Guru seharusnya
mendapat pelatihan khusus untuk menangani siswa inklusi.
Kondisi ini hampir sama dengan pernyataan Zhu dan Lijuan Wang(2010) yaitu satusatunya cara adalah memperkuat pelatihan pelayanan dalam pendidikan inklusif, membuat
mereka(guru) tahu kondisi berbagai jenis siswa, menghormati perbedaan masing-masing
jenis siswa, kekhawatiran tentang kebutuhan mereka,merumuskan rencana pengajaran
pribadi dan menggunakan metode pengajaran yang beragam untuk mengajar siswa sesuai
dengan bakat mereka, memenuhi kebutuhan khusus dari siswa dengan latar belakang belajar
yang berbeda, pengalaman dan kemampuan. Bourke(2007) juga menyatakan bahwa salah
satu upaya yang dilakukan dalam mengimplementasikan kebijakan adalah meningkatkan
kualitas dan profesionalisme tenaga pendidik. Hasil temuan penelitian ini dapat dimaknai


6
bahwa guru harus mendapatkan pelatihan khusus untuk menangani siswa inklusi dalam
kelas umum.
Disinilah letak tantangan guru umum dalam mengelola pembelajaran yang
melibatkan siswa inklusi, guru harus mampu mengidentifikasi kondisi siswa inklusi dari
awal, agar dapat menentukan langkah layanan akademik yang tepat. Guru dituntut
memberikan pelayanan akademik yang berkualitas kepada siswa inklusi. Hal ini hampir
sama dengan pernyataan Florian(2011) yang menyatakan bahwa guru memainkan peran
penting dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas baik untuk semua siswa di sekolah
inklusif, ini tidak bisa dibantah.
Sebelum guru mengajar materi Memainkan Karawitan Bersama, guru memberikan
materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya kepada siswa inklusi. Ini merupakan
bagian dari perencanaan guru dalam mengajar, karena perencanaan yang baik diharapkan
dapat membantu siswa inklusi dalam mencapai tujuan yakni menguasai kompetensi
Memainkan Karawitan Bersama. Perencanaan dalam mengajar didukung oleh Vassileva,
Julita Wasson,Barbara Wasson(2006) yang menyatakan bahwa isi perencanaan umum akan
mengarah pada tujuan fokus pengajaran yang akan diberikan kepada siswa.
Dalam proses pembelajaran produktif Memainkan Karawitan Bersama lebih
mengutamakan praktik langsung memainkan berbagai alat musik. Sebelum memainkan
secara bersama, guru terlebih dulu memberikan contoh mempraktekkan bagaimana cara

memainkan alat musik dengan benar, para siswa inklusi memperhatikan secara seksama.
Setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk mencoba berlatih memainkan alat-alat musik
tersebut. Apabila ada siswa inklusi yang kesulitan, maka guru akan membantu mengajari.
Kegiatan ini didukung pernyataan Deal(2006) yaitu dengan mempraktikkan apa yang
dijelaskan dalam kelas mendukung siswa untuk lebih memahami dan menimbulkan kesan
yang mendalam terhadap apa yang dikerjakan, sehingga siswa cenderung memahami
praktik oleh guru. Hasil penelitian ini dapat dimaknai bahwa guru harus sering memberi
contoh praktek memainkan alat kepada siswa inklusi.
Setelah pembelajaran selesai, dan siswa yang tidak inklusi keluar dari ruang praktek,
maka guru akan memberikan jam tambahan sekitar 15-30 menit kepada siswa inklusi.
Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan evaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan dan
memberikan kesempatan kepada siswa inklusi untuk bertanya apabila masih belum bisa
memahami materi yang sudah dilaksanakan hari itu. Hal ini bermanfaat dilakukan, selain
kepada siswa juga bermanfaat kepada guru, karena guru dapat memantau perkembangan
siswa inklusi dan dapat mengambil tindakan yang tepat untuk pembelajaran berikutnya.

7
Pada praktek secara umum, sebenarnya guru mengalami kesulitan dengan adanya
siswa inklusi di dalam kelas umum, bagaimana harus menangani siswa yang low vision
serta siswa yang lamban belajar. Guru kelas bekerjasama dengan guru bimbingan konseling

untuk mencari cari cara yang tepat untuk memberikan layanan yang baik kepada siswa
inklusi. Kondisi kesulitan dan kerepotan guru ini hampir sama dengan pendapat Chhabra,
Rama Srivastava, Ishaan Srivastav(2010) yang menyatakan bahwa guru di Botswana
memiliki sikap agak negatif, dan prihatin dengan penerapan pendidikan inklusi. Di dukung
juga oleh Kudlacek, Jason Bocarro, Ivo Jirasek, Radek Hanus (2009) yang mengungkapkan
bahwa cacat atau gangguan biasanya dianggap sebagai perbedaan yang signifikan, dan
banyak orang yang tidak tahu bagaimana cara mengatasi perbedaan-perbedaan ini.
Penelitian ini dapat dimaknai bahwa guru cenderung merasa kerepotan dengan kondisi
siswa inklusi.
Siswa inklusi yang mengikuti materi pelajaran produktif Memainkan Karawitan
bersama ini terdiri dari 2 kategori siswa inklusi yaitu siswa tuna netra (low vision) dan siswa
lamban dalam belajar. Tiap kategori berbeda cara dalam mengikuti proses pembelajaran.
Siswa inklusi kategori low vision memiliki kekurangan dalam hal pandangan mata,
sehingga mengalami gangguan dalam hal-hal yang berkaitan dengan visual,tulisan. Siswa
kategori ini dalam mengikuti pembelajaran Memainan Karawitan Bersama tidak bisa
menulis catatan-catatan yang diberikan oleh guru, mereka menggunakan cara lain untuk
dapat mengikuti materi yang dipelajari yaitu dengan melakukan rekaman materi lewat alat
bantu yaitu berupa telepon genggam. Mereka merekam materi yang diberikan guru saat
guru memainkan gamelan yang sedang dimainkan. Hal ini dilakukan terutama pada
gamelan yang tidak mengunakan 2 alat pemukul. Sedangkan untuk gamelan yang

memerlukan 2 alat pemukul mereka akan dipandu oleh guru dalam memainkan gamelan
tersebut, guru akan membantu memegang pemukul dan mengarahkan pada bagian-bagian
yang harus dipukul, disini siswa akan mengingat gerakan-gerakan yang diarahkan guru.
Pada gamelan yang menggunakan 2 alat pemukul siswa kategori low vision
mengalami banyak kesulitan karena keterbatasan pandangan mereka. Mereka cenderung
lebih mudah memainkan gamelan tanpa 2 alat pemukul, seperti kendang, rebab dan gong.
Siswa dengan kategori low vision memiliki kelebihan dalam hal perasaan dan daya ingat
dibanding dengan siswa yang tidak inklusi.
Sedangkan siswa dengan kategori lamban dalam berpikir menggunakan cara yang
hampir sama dengan siswa yang tidak inklusi pada proses pembelajaran materi Memainkan
Karawitan Bersama, siswa ini mencatat materi-materi yang diberikan guru, kemudian dia

8
akan memainkan gamelan berdasarkan catatan yang diberikan. Karena dia lamban dalam
berpikir, maka banyak kendala yang dia hadapi, terutama dalam hal mengikuti irama dari
karawitan yang dimainkan secara bersama-sama. Guru harus memberikan perhatian khusus
pada siswa ini, harus berulang kali mengingatkan, karena siswa ini sering lupa.
Proses yang terjadi tersebut diatas menggambarkan adanya interaksi antara siswa
inklusi dengan guru, hal ini sangat membantu siswa inklusi dalam memahami materi yang
dipelajari. Selain dengan guru, siswa inklusi juga bertanya kepada teman satu kelas mereka
yang tidak inklusi. Ada siswa inklusi yang mempunyai keluarga yang memiliki latar
belakang mampu memainkan alat musik karawitan, kondisi ini tentunya membantu siswa
dalam memahami materi. Gambaran ini menunjukkan adanya interaksi siswa inklusi dengan
guru, lingkungan sekolah, teman dan keluarga yang kesemuanya merupakan faktor-faktor
yang bisa menjadikan siswa inklusi berhasil dan tidak mengalami kesulitan dalam
pembelajaran memainkan beberapa alat musik. Kondisi yang terjadi ini didukung oleh
pernyataan yang disampaikan Bowen(2008) yang menyatakan hubungan siswa dengan
lingkungan sekolah, kelompok sebaya dan keluarga akan mempengaruhi kesuksesan siswa
di sekolah.
Pati(2011) juga menyatakan bahwa semua peserta didik penyandang cacat dapat
belajar bersama-sama dengan anak non-cacat melalui akses ke sekolah-sekolah umum dan
pengaturan masyarakat pendidikan dengan jaringan yang sesuai layanan pendukung. Hal ini
menggambarkan bahwa sebenarnya siswa inklusi dapat membaur dengan siswa lain yang
tidak inklusi. Hasil penelitian ini dapat diartikan bahwa siswa inklusi dapat mencapai
kesuksesan apabila dia mampu berinteraksi secara baik dengan berbagai kondisi yang ada
dilapangan, baik itu lingkungan sekolah, teman maupun keluarga.
Siswa inklusi mampu beradaptasi dengan kondisi kelas umum terutama pada kelas
Memainkan Karawitan Bersama, tidak terlihat kekhawatiran pada raut wajah mereka ketika
mereka harus bergabung dengan kelas umum. Hal ini tentunya mempengaruhi kepercayaan
diri serta motivasi belajar mereka dalam mengikuti proses pembelajaran Memainkan
Karawitan Bersama. Kondisi ini didukung dengan hasil penelitian Joy dan
Murphy (2012) yang menyatakan

Elizabeth

anak-anak berkebutuhan khusus kurang sadar akan

perbedaan antara mereka dan teman sebaya mereka, merasa seperti semua siswa lain di
kelas, seperti mereka di lapangan bahkan bermain lebih banyak dengan

rekan-rekan

mereka. Mereka lebih termotivasi, lebih percaya diri, lebih nyaman, dan memiliki lebih
positif sikap tentang diri mereka dan kemampuan mereka. Hal ini dapat dimaknai bahwa

9
siswa inklusi tidak perlu kawatir untuk bergabung dan berinteraksi dengan teman yang tidak
inklusi.
Simpulan
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan pembelajaran Memainkan
Karawitan Bersama yang melibatkan siswa inklusi dapat dilaksanakan dengan baik, apabila
guru peduli dengan keberadaan siswa inklusi, guru mampu mengidentifikasi kondisi siswa
serta mampu memberikan layanan akademik sesuai kebutuhan siswa inklusi., meskipun
disisi lain guru mengalami kesulitan karena tidak dibekali pelatihan menangani siswa
inklusi. Guru harus mendapatkan pelatihan khusus menangani siswa inklusi, agar pelayanan
akademik kepada siswa inklusi lebih optimal, serta mampu mengidentifikasi kondisi siswa
inklusi dengan benar.
Kemauan siswa inklusi untuk berinteraksi dengan guru maupun siswa lain juga
menjadi faktor keberhasilan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama. Kepercayaan
diri serta motivasi siswa inklusi untuk selalu belajar dan dukungan lingkungan sekitar
sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Hal ini ditunjang dengan kesempatan yang
diberikan guru dengan memberikan waktu tambahan setelah pembelajaran selesai.
Pengelolaan pembelajaran pada saat terjadi interaksi antara siswa dan guru harus
dilakukan dalam kondisi yang membuat siswa inklusi merasa nyaman, agar motivasi
mereka tidak menurun. Dalam hal ini guru harus memberikan perhatian khusus kepada
mereka. Perhatian khusus ini menyangkut kondisi siswa inklusi, tentunya perlakuan khusus
berbeda-beda tergantung kondisi siswa inklusi. Perlakuan kepada siswa low vision tentunya
berbeda dengan siswa yang lamban belajar.
Keberhasilan pendidikan inklusif tidak hanya tergantung faktor guru, namun siswa
inklusi itu sendiri, teman, lingkungan dan keluarga. Semua faktor tersebut sangat
berpengaruh pada proses pendidikan siswa inklusi. Jadi keberhasilan pengelolaan
pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama juga dipengaruhi faktor-faktor tersebut.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Rektor Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Ketua
Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Surakarta,

Dosen pembimbing, Kepala Sekolah, Guru, siswa beserta karyawan karyawati SMK Negeri
8 Surakarta, Segenap dosen dan staf Program Pascasarjana Program Studi Manajemen
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta,semua pihak yang turut serta membantu
penulis dalam menyelesaikan naskah publikasi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

10
Daftar Pustaka

Bourke, Inclusive Education Reform And Teacher Aids. Journal of Inclusive Education 8,
3-21
Bowen, Gary L., “ The Joint Effect of Neighbour, School, Peers, and Families on Changes
in the school Success of Middle School Students”. Family Relations, 2008
Vol.57 No. 4:504
Chhabra,Simmi; Srivastava,Rama; Srivastava,Ishaan, Inclusive Education in Botswana:The
Perceptions of School Teachers, Tonota College of Education, Botswana,
Journal of Disability Policy Studies 20(4) 219–228, Hammill Institute on
Disabilities 2010
Deal, Debby ; C. Stephen White,”Voices from The Classroom: Literacy Beliefs and
Practises of Two Novice Elemantary Teachers”, Journal of Research in
Childhood Education, Olney.
Florian Lani, Majda Becirevic,“Challenges for teachers’ professional learning for inclusive
education in Central and Eastern Europe and the Commonwealth of
Independent States,UNESCO IBE 2011
Joy, Rhonda;Elizabeth, Murphy, The Inclusion of Children with Special Educational Needs
in anIntensive French as a Second-Language Program: From Theory to
Practice,Memorial University, Canadian Journal of Education 35, 1 (2012):
102-119
Kudlacek, Martin; Bocarro,Jason ; Jirasek,Ivo; Hanus,Radek, The Czech Way of Inclusion
Through an Experiental Education Framework, Journal of Experiential
Education, 2009, Volume 32, No.1
Moleong, Lexy J.,2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Remaja Rosdakarya
Pati, Bijaya, Inclusive Education of Children with Intellectual Disability under Education
for All (Sarva Shiksha Abhiyan)Programme in Orissa, Principal Chetana
College of Special Education,Bhubaneswar,Social Science International, Vol.
27, No. 1 (2011), page 123-130
Sugiyono,2009, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:Alfabeta

Sutama,2011, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif,Kualitatif,PTK,R&D,
Surakarta:Fairuz Media

11
Vassileva, Julita and Barbara Wasson, “Instructional Planning Approaches from Tutoring
towards Free Learning1”, 2006, Bulgarian Ministry of Science and Higher
Education
Zhu, Jiang; Lijuan Wang, “Humble Opinions on Inclusive Educational Idea”, International
Education Studies, 2010, Vol. 3, No. 3

Dokumen yang terkait

PENGELOLAAN SENI KARAWITAN DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN PRESTASI KEJUARAAN FESTIVAL DAN LOMBA SENI SISWA NASIONAL Pengelolaan Seni Karawitan Dalam Rangka Mempertahankan Prestasi Kejuaraan Festival Dan Lomba Seni Siswa Nasional Di SMK Negeri 8 Surakarta.

1 7 19

PENGELOLAAN SENI KARAWITAN DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN PRESTASI KEJUARAAN FESTIVAL DAN LOMBA SENI SISWA NASIONAL Pengelolaan Seni Karawitan Dalam Rangka Mempertahankan Prestasi Kejuaraan Festival Dan Lomba Seni Siswa Nasional Di SMK Negeri 8 Surakarta.

0 2 14

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN INKLUSI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Manajemen Penyelenggaraan Pembelajaran Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus SMK Negeri 8 Surakarta).

0 3 17

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN INKLUSI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Manajemen Penyelenggaraan Pembelajaran Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus SMK Negeri 8 Surakarta).

0 2 17

PENDAHULUAN Manajemen Penyelenggaraan Pembelajaran Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus SMK Negeri 8 Surakarta).

0 3 13

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI KOMPETENSI KEAHLIAN Pengelolaan Pembelajaran Praktek Kerja Industri Kompetensi Keahlian Seni Karawitan (Studi Kasus di SMK Negeri 8 Surakarta).

0 3 16

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI KOMPETENSI KEAHLIAN SENI Pengelolaan Pembelajaran Praktek Kerja Industri Kompetensi Keahlian Seni Karawitan (Studi Kasus di SMK Negeri 8 Surakarta).

0 2 17

PENDAHULUAN Pengelolaan Pembelajaran Praktek Kerja Industri Kompetensi Keahlian Seni Karawitan (Studi Kasus di SMK Negeri 8 Surakarta).

0 3 7

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MEMAINKAN KARAWITAN BERSAMA BAGI SISWA INKLUSI Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama Bagi Siswa Inklusi Di Smk Negeri 8 Surakarta.

0 1 14

PENDAHULUAN Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama Bagi Siswa Inklusi Di Smk Negeri 8 Surakarta.

0 1 8