MODEL KOMPUTASI IDENTIFIKASI BANJIR UNTUK SISTEM DRAINASE PERUMAHAN.

ARTIKEL ILMIAH PENELITIAN FUNDAMENTAL TA 2009

MODEL KOMPUTASI IDENTIFIKASI BANJIR
UNTUK SISTEM DRAINASE PERUMAHAN
Mas Mera
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
e-mail: masmera@ft.unand.ac.id
Abstract. Penelitian ini adalah tentang pembuatan sebuah model komputasi identifikasi
banjir untuk suatu sistem drainase yang mempunyai lahan yang relatif datar seperti
lahan perumahan pada umumnya di kota Padang. Setiap bentang saluran disimulasikan
oleh sebuah model komputasi (individual model). Sistem drainase terdiri dari banyak
ruas saluran, sehingga model yang dibuat ini merupakan kumpulan dari beberapa model
tunggal.
Persamaan pengatur yang digunakan pada setiap model adalah persamaan kecepatan
aliran seragam dari Manning yang dapat diselesaikan secara analitik. Karena model ini
adalah model komputasi analitik maka validasi model tidak menjadi keharusan.
Paramater-parameter yang digunakan adalah: intensitas curah hujan dan luas lahan
(watershed) untuk menentukan debit aliran; dimensi saluran; kekasaran dinding dan
dasar saluran; dan kemiringan memanjang dasar saluran.
Simulasi terhadap contoh kasus menunjukkan bahwa model ini mampu mengidentifasi
lokasi banjir. Hasil simulasi model ini kemudian ditinjau (reviewed) dengan cara

mengubah kemiringan dasar saluran dan mengubah arah aliran sehingga akhirnya
komplek perumahan yang ditinjau bebas banjir. Cara pengendalian banjir seperti ini
diharapkan tidak akan mengubah lebar saluran, sehingga tidak akan mengurangi lebar
jalan komplek yang telah ada.
Kata-kata kunci: model komputasi, model analitik, sistem drainase, curah hujan, debit.

1. Tinjauan Pustaka
Menurut Chow (1973), seorang insinyur Perancis bernama Chezy tahun 1769
mengusulkan sebuah rumus kecepatan aliran seragam yang sangat terkenal. Rumus
tersebut kemudian dinamakan dengan Rumus Chezy. Rumus ini memperhitungkan
faktor tahanan aliran, jari-jari hidrolis dan kemiringan dasar saluran. Rumus ini dapat
diturunkan secara matematis. Asumsi yang dipakai dalam penurunan rumus ini ada
dua, yaitu: (i) gaya yang menahan aliran per satuan luas dasar aliran air sebanding
dengan kuadrat kecepatan; (ii) bidang kontak aliran dengan dasar aliran sama
dengan hasil perkalian keliling basah dengan panjang bagian saluran yang lurus.
Untuk menentukan faktor tahanan aliran Chezy ini, pada tahun 1869 dua insinyur
Swiss yaitu Ganguillet dan Kutter membuatkan sebuah formula. Formula ini kemudian
dikenal sebagai Rumus Ganguillet-Kutter. Rumus ini merupakan fungsi dari koefisien
kekasaran tubuh saluran, kemiringan dasar saluran dan jari-jari hidrolis.
Bazin (1897) kemudian mengusulkan suatu formula faktor tahanan Chezy yang

baru dan lebih sederhana karena hanya merupakan fungsi dari koefisien kekasaran
dan jari-jari hidrolis.
Pada tahun 1950, Powel mengusulkan suatu rumus logaritmik yang implisit untuk
faktor tahanan Chezy. Disamping implisit, rumus ini juga memperhitungan bilangan
Reynolds dan tinggi kekasaran saluran.
Pada tahun 1889, seorang insinyur Irlandia, Robert Manning (lihat Chow, 1973)
mengusulkan sebuah rumus kecepatan aliran seragam yang sangat terkenal. Rumus
ini merupakan fungsi dari koefisien kekasaran tubuh saluran, jari-jari hidrolis dan
kemiringan dasar saluran. Rumus ini kemudian dikenal dengan Rumus Manning dan
koefisien kekasaran yang ada pada rumus ini dikenal dengan koefisien kekasaran
Manning atau n Manning. Rumus ini memang sederhana tetapi hasilnya sangat
memuaskan dalam pemakaian praktis. Rumus Manning menjadi sangat banyak
dipakai dibandingkan dengan rumus aliran seragam lainnya untuk menghitung aliran
saluran terbuka. Ini merupakan suatu alasan mengapa Rumus Manning dipakai
sebagai persamaan pengatur (governing equations) untuk model komputasi dalam
pemelitian ini.

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera


AASHTO (1987) mengemukakan bahwa analisis hidrologi merupakan tahap paling
penting sebelum perencanaan hidrolika dari bangunan drainase termasuk jalan raya.
Analisis ini diperlukan untuk menentukan laju aliran, kemampuan limpasan (run-of)
dan debit (discharge) yang perlu diadakan sebagai fasilitas drainase. Benson (1962
dan 1964) telah mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan banjir sebelum
melakukan analisis hidrologi. Faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan sebagai faktor
topografi dan iklim. Namun dua klasifikasi ini saling berkaitan dalam pengaruh
penyebab banjir.
Dari rumus-rumus aliran yang ada baik Rumus Manning maupun Chezy dapat
dilihat bahwa dimensi saluran (termasuk kemiringan lereng) dan jenis tanah juga
mempengaruhi limpasan. AASHTO (1987) juga menjelaskan tentang pengaruh
agradasi (pengendapan) dan degradasi (penggerusan) terhadap saluran.
Pengendapan dapat menurunkan kapasitas saluran, menaikkan tinggi banjir dan
mengakibatkan aliran berlebih pada tingkat debit yang rendah, sedangkan
penggerusan dapat menaikkan kapasitas saluran dan mengakibatkan puncak banjir
yang lebih tinggi.
Menurut AASHTO (1987), walaupun hubungan antara curah hujan dan limpasan
tidak didefinisikan dengan baik, limpasan biasanya naik sebanding dengan curah
hujan pada daerah drainase. Sebagian besar hujan yang turun di tanah keras atau
tanah jenuh air melimpah dengan cepat, sedangkan sebagian besar hujan yang turun

pada tanah kering dan poros akan melakukan infiltrasi. Korelasi antara selang
kejadian turun hujan dan selang kejadian limpasan kecil telah diteliti oleh Hiemstra
dan Reich (1967). Namun, penelitian Horner dan Flynt (1936) dan Schaake et al.
(1967) menunjukkan apabila limpasan puncak dan turun hujan dianggap terpisah,
maka perbandingan laju limpasan puncak untuk frekuensi yang diketahui ke
intensitas pada frekuensi yang sama tetap konstan untuk berbagai frekuensi.
Salah satu tujuan utama dari proyek pengendalian banjir adalah mengurangi
kerusakan akibat banjir yang luar biasa dan jarang terjadi. Prosedur pelacakan banjir
telah dibahas dalam Soil Conservation Service (1971).
Laurenson (1964) membuat suatu prosedur untuk menghasilkan suatu hidrograf
limpasan permukaan daerah tangkapan (air) untuk the rainfall-excess yang dikenal
dengan the lag of the catchment untuk debit bervariasi. Pertama, membuat model
komputasi untuk kapasitas tampungan daerah tangkapan. Selanjutnya, membuat
hubungan tampungan-debit berdasarkan hubungan empirik antara debit keluaran
yang terlambat (lag) dan debit keluaran rata-rata untuk suatu daerah tangkapan
tertentu.
Bultot dan Dupriez (1976) membuat sebuah model yang mampu menghitung
perpindahan air (seperti diserap oleh tanaman, evapo-transpirasi, limpasan
permukaan, inflitrasi dan perkolasi) setiap hari. Keluaran model ini adalah suatu
timbangan air (water balance) yang rinci dari suatu daerah tangkapan.

Martz dan Jong (1988) membuat sebuat program komputer yang dapat
menganalisis suatu matriks elevasi (elevation matrix) untuk menentukan daerah
tangkapan pada setiap titik yang diwakili oleh suatu elemen dalam matriks tersebut.
Daerah tangkapan dihitung berdasarkan asumsi aliran air permukaan akan berhenti
di daerah yang lebih rendah (daerah tangkapan lokal) dan semua daerah rendah
akan melimpas ke outlet yang paling rendah (daerah tangkapan global). Sebuah
matriks nilai (matrix of values) dibuat dengan struktur dan dimensi yang sama
dengan matriks elevasi untuk setiap variable daerah tangkapan. Sebuah matriks
elevasi keluaran (modified elevation matrix) menggambarkan perubahan topografi
yang disebabkan oleh pengisian semua dataran rendah sampai ke outletnya. Matrik
elevasi asli dan matrik elevasi keluaran menghasilkan kedalaman maksimum air yang
menggenangi permukaan tanah.
Martza dan Garbrecht (1992) menggunakan sepuluh algoritma untuk
menentukan jaringan dan sub daerah tangkapan (sub-catchment areas) dari Digital
Elevation Models (DEMs). Algoritma tersebut melakukan tugas: menyatukan DEM;
mengidentifikasi dan memperbaiki dataran rendah; mengurangi daerah datar;
menentukan vector kecepatan; menggambarkan dengan jelas batas daerah
tangkapan; mendefinisikan jaringan drainase dan daerah sub tangkapan dan
mentabulasikan secara sistematik saluran, dan sifat-sifat sub daerah tangkapan; dan


ii

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

mengevaluasi komposisi jaringan drainase. Sebuah program komputer kemudian
ditulis dengan memasukkan semua lagoritma di atas. Program ini mampu dengan
cepat menentukan parameter-parameter suatu sistem drainase dan menetukan sifatsifat sub daerah tangkapan.
Szilagyi dan Parlange (1999) mengembangkan sebuah model daerah tangkapan
menggunakan konsep daerah tangkapan sebagai cascade elemen penyimpanan nonlinear (cascade of non-linear storage elements). Dimensi geometriknya diperoleh dari
the Horton–Strahler ordering of the stream network. Masing-masing storage element
mewakili limpasan hujan sebentar di atas tanah atau pada segmen saluran. Model ini
dikalibrasi menggunakan tujuh parameter dari satu tahun rekaman data curah hujan
dan limpasan. Model ini kemudian diuji pada daerah tangkapan sungai Mahantango
di Pennsylvania.
Vaes et al. (2005) telah meneliti tentang koefisien koreksi ruang untuk curah
hujan suatu luas daerah tangkapan pada daerah perkotaan karena curah hujan akan
berbeda pada suatu tempat dengan tempat yang lain di dalam suatu daerah
tangkapan dan pada waktu yang sama. Perbedaan curah hujan ini akan sangat
berpengaruh terhadap debit yang mengalir pada suatu sistem drainase. Koefisien

koreksi dibagi dua tipe yaitu koreksi untuk data sejarah dan untuk periode ulang. Tipe
pertama digunakan untuk kalibrasi model sistem drainase perkotaan. Sedangkan tipe
kedua digunakan untuk perencanaan. Kedua tipe ini diperoleh untuk daerah Flanders
di Belgia. Koefisien koreksi ini didasarkan pada simulasi menggunakan alat pembuat
hujan (spatial rainfall generator). Koefisien koreksi ini bergantung pada luas daerah
tangkapan dan intensitas curah hujan.
System drainase menggunakan atap sepon (siphonic roof) telah dipakai sejak 30
yang lalu dan meningkat dari tahun ke tahun untuk infrastruktur drainase perkotaan.
Arthur et al. (2005) menganalisis kinerja atap yang menggunakan system drainase
ini. Perhatian khusus ditujukan untuk memenuhi kriteria kebersihan untuk jangka
waktu ulang kurang dari setahun. Sistem drainase ini harus mempunyai outlet yang
banyak.
Kirkby et al. (2005) menggabungkan model teori sederhana tentang limpasan
dengan analisis rekaman curah hujan untuk meningkatkan pemahaman proses
limpasan pada tanah kering di daerah tangkapan Guadalentin Spanyol Tenggara.
Persamaan Green–Ampt yang telah dimodifikasi digunakan untuk memperkirakan
limpasan pada kondisi intensitas curah hujan konstan. Distribusi intensitas frekuensi
diuji untuk menentukan suatu intensitas efektif yang pantas dalam kaitannya dengan
panjang kemiringan. Karakteristik yang mempengaruhi respon daerah tangkapan
meliputi: (1) variasi intensitas terhadap waktu; dan (2) variasi ruang dalam volume

hujan. Untuk curah hujan yang diukur, faktor-faktor ini sangat penting untuk luas
tangkapan sampai 500 km2, dan suatu prosedur harus dibuat untuk menentukan
curah hujan efektif dari data intensitas. Data curah hujan ini dapat dikombinasikan
dengan analisis Hydrologically Similar Surfaces (HYSS) respon tata-guna lahan, dan
analisis morfologi jaringan daerah tangkapan dan kaitannya dengan peramalan
distribusi limpasan yang heterogen.
Wright et al. (2006) menyelidiki aspek-aspek kunci pengaruh perubahan iklim
terhadap system drainase yang telah ada di daerah perkotaan dan mempersiapkan
alat bagi manejer dan operator untuk beradaptasi dengan skenario-skenario yang tak
menentu di masa datang. Untuk ini mereka mengembangkan sebuah model numerik
untuk mensimulasikan kinerja system drainase perkotaan di bawah kondisi curah
hujan yang ekstrim yang berkaitan dengan perubahan iklim. Model ini diharapkan
dapat mendiagnosis kapasitas rencana, membantu dalam memformulasikan strategi
dalam meningkatkan kinerja drainase perkotaan yang telah ada maupun yang baru
di bawah pengaruh skenario perubahan iklim. Model ini dapat mensimulasikan kinerja
system drainase atap baik sepon maupun konvensional.
Crobeddu et al. (2007) mempersembahkan sebuah metode hidrograf rasional
(improved rational hydrograph method) untuk menghitung limpasan pada outlet
sebuah daerah tangkapan kecil. Formulasi baru ini berdasarkan pada teori system
linear, mempertimbangkan secara ekspilisit kontribusi daerah tidak kedap dan kedap,

perbedaan waktu turun hujan, kondisi awal pada daerah kedap dan infiltrasi pada
daerah tidak kedap. Formula metode rasional muncul sebagai kasus khusus untuk

iii

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

metode hidrograf rasional yang sekarang. Analisis sensitif dilaksanakan pada metode
yang baru ini yang menekankan pada parameter-parameter yang sangat
berpengaruh. Prosedur selanjutnya adalah mengkalibrasi parameter pada metode
baru ini yang berdasarkan kejadian-kejadian hujan. Metode baru ini diterapkan pada
41 kejadian hujan yang diukur di 7 daerah tangkapan yang berbeda di kota-kota
Amerika Utara dan Eropah. Limpasan yang dihitung oleh metode baru ini
dibandingkan dengan limpasan yang diukur dan juga limpasan yang diprediksi oleh
model lain (the non-linear reservoir model). Dari hasil perbandingan antara hasil
yang dihitung oleh model baru dan hasil yang diukur diperoleh hasil yang
memuaskan. Sedangkan hasil prediksi model baru dan model lain diperoleh hasil
yang ekivalen.


2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat sebuah model komputasi analitik yang
mampu mendeteksi banjir pada ruas saluran dalam suatu sistem drainase. Model
komputasi ini merupakan kumpulan dari beberapa model komputasi analitik tunggal
(individual analytical computational models). Setiap ruas saluran disimulasikan oleh
sebuah model analitik tunggal

3. Persamaan Pengatur
Persamaan pengatur (governing equation) yang digunakan oleh setiap model
tunggal adalah rumus Manning (rumus kecepatan aliran seragam) yang
diekspresikan sebagai berikut:

Q
dimana:
Q
=
Q
=
C
=

=
i
Aws
=
=
n
A
=
R
=
S
=

2
1
1
AR3 S2
n

.

(1)

debit aliran [m3/s]
CiA
koefisien pengaliran
intensitas curah hujan
luas watershed [m2]
koefisien kekasaran Manning
luas basah saluran [m2]
jari-jari hidrolis saluran
kemiringan memanjang dasar saluran

Untuk penampang melintang saluran persegi empat, persamaan (1) dapat diubah
bentuknya menjadi
(2)
f (y)  a1 y2,5  a2 y  a3
dimana:
f ( y)  0

y  kedalaman aliran [m]

b lebar dasar saluran [m]
 Qn
a2  2  1 
 S2 
 Qn
a3  b  1 
 S2 

1,5

1,5

Dari persamaan (2), kedalaman aliran (y) dapat ditentukan.

4. Model Komputasi
Data yang diperlukan untuk menjalankan model ini adalah: debit aliran yang
diperoleh dari intensitas curah hujan dan luas watershed; dimensi penampang

iv

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

melintang saluran; koefisien kekasan Manning untuk dasar dan dinding saluran; dan
kemiringan memanjang dasar saluran. Keluaran dari model ini adalah kedalaman
aliran.

5. Kasus
Diberikan denah perumahan seperti yang ditunjukkan Gambar 1, dimana
perbedaan elevasi lahan antara yang tertinggi dan terendah adalah 1 m. Lebar dasar
saluran adalah 50 cm dengan kedalaman 50 cm. Koefisien kekasaran Manning untuk
keseluruhan saluran adalah 0,017. Lahan ini ditimpa hujan dengan intensitas 136
mm/jam. Beda tinggi titik-titik terhadap titik paling rendah (hilir saluran 36), panjang
saluran, luas watershed dan debit aliran ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1.

Beda tinggi titik-titik terhadap titik paling rendah (hilir saluran 36), panjang saluran, luas
watershed dan debit aliran.

5

9
11

23

35

BLOK C

10

7

BLOK B

1
6

3

BLOK A

12

8

4

21

17

13

BLOK F

22

19

BLOK E

18

15

BLOK D

24

20

16

33

29

25

BLOK I

34

36

31

BLOK H
32

30

27

BLOK G

2

14

26

28

SUNGAI

Gambar 1.

Kondisi awal perumahan.

5.1. Kondisi Awal
Keluaran dari model ini menunjukkan bahwa 11 saluran mengalami kebanjiran
yaitu: saluran 3, 7, 11, 15, 19, 23, 27, 31, 32, 35 dan saluran 36 (lihat Gambar 2).

v

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

Gambar 2.

Keluaran model berdasarkan kondisi yang ada dimana saluran 3, 7, 11, 15, 19, 23, 27, 31, 32,
35 dan saluran 36 mengalami kebanjiran dengan tinggi air maksimum 2,405 m.

5.2. Evaluasi-1
Untuk mengatasi kondisi di atas beberapa saluran diubah kemiringan
memanjangnya menjadi dua kali lipat dan hasilnya ditunjukkan oleh Gambar 3.

vi

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

Gambar 3.

Keluaran model setelah kemiringan memanjangnya diubah dimana jumlah saluran yang
mengalami kebanjiran berkurang dari 11 menjadi 8 saluran (saluran 15, 19, 23, 27, 31, 32, 35
dan saluran 36) dan maksimum tinggi banjir juga berkurang dari 2,405 menjadi 1,741 m.

5.3. Evaluasi-2
Pada evaluasi ini dilakukan penambahan 8 gorong-gorong (di ujung saluran 2,
6, 10, 14, 18, 22, 27 dan 31) sementara 2 gorong-gorong pada ujung saluran 28 dan
32 menjadi tidak berfungsi. Denah saluran dapat dilihat pada Gambar 4 dan hasil
model ditunjukkan oleh Gambar 5.

vii

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

5

9
11

23

35

BLOK C

10

7

BLOK B

1
6

3

BLOK A

12

8

4

21

17

13

BLOK F

22

19

BLOK E

18

15

BLOK D

24

20

16

33

29

25

BLOK I
36

34

31

BLOK H
32

30

27

BLOK G

2

14

26

28

SUNGAI

Gambar 4.

Denah saluran setelah ditambah gorong-gorong.

viii

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

Gambar 5.

Keluaran model setelah gorong-gorong ditambah. Jumlah saluran yang mengalami kebanjiran
berkurang dari 8 menjadi 6 saluran (saluran 15, 19, 23, 27, 31 dan saluran 35) dan tinggi
maksimum banjir berkurang dari 1,741 menjadi 1,300 m.

5.4. Evaluasi-3
Pada evaluasi ini, saluran 27, 31 dan 35 digali lebih dalam menjadi satu meter
di hilir dan 0,9 m di hulu, akibatnya kemiringan saluran 15, 19 dan 23 dapat
bertambah terjal. Hasil model ditunjukkan oleh Gambar 6 dimana semua saluran
bebas dari banjir.

ix

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

Gambar 6.

Keluaran model ini menunjukkan semua ruas saluran bebas banjir.

6. Kesimpulan
Sebuah model komputasi analitik (analytical computational model) untuk
identifikasi banjir berhasil dibuat. Model ini merupakan kumpulan dari beberapa
model tunggal (individual analytical computational models).
Persamaan pengatur (governing equation) yang digunakan model ini adalah
rumus kecepatan aliran seragam (rumus Manning). Model ini adalah model analitik
sehingga validasi model tidak menjadi keharusan.
Dari hasil simulasi contoh kasus menggunakan model ini menunjukkan bahwa
model ini mampu mengidentifikasi saluran yang mengalami kebanjiran. Dari hasil
simulasi tersebut, evaluasi untuk mengatasi banjir dapat dilakukan.

7. Pustaka
AASHTO, 1987, Highway Drainage Guidelines, American Association of State
Highway and Transport Officials (AASHTO).
Arthur, S., Wright, G. and Swaffield, J, 2005, Operational performance of siphonic
roof drainage systems, Building and Environment, Vol. 40(6), p788-796.
Bazin, H, 1897, Etude d’une nouvelle formule pour calculer le débit des canux
découverts (A new formula for the calculation of discharge in open channels),
Mémoire No. 41, Annales des ponts et chaussées, Vol. 14, ser. 7, p20-70.
Benson, M.A, 1962, Factors Influencing the Occurence of Floods in A Humid Region
of Diverse Terrain, U.S. Geological Survey Water-Supply, Washington D.C., p64

x

Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental Tahun Anggaran 2009, Pengaruh Kemiringan Dasar dan Arah Aliran 
Sistem Drainase Terhadap Banjir di Komplek Perumahan Kota Padang, oleh Mas Mera

Benson, M.A, 1964, Factors Influencing the Occurence of Floods in the Southwest,
U.S. Geological Survey Water-Supply, Washington D.C., p72
Bultot, F. and Dupriez, G.L, 1976, Conceptual hydrological model for an averagesized catchment area, I. Concepts and relationships, Journal of Hydralogy, Vol.
29(3-4), p251-272.
Chezy, Antoine, 1769, Canal de l’Yvette
Chow, Ven Te, 1973, Open Channel Hydraulics, McGraw-Hill, Inc.
Crobeddu, E., Bennis, S. and Rhouzlane, S., 2007, Improved rational hydrograph
method, Journal of Hydrology, Vol. 338(1-2), p63-72.
Ganguillet, E and Kutter, W.R, 1869, Versuch zur Aufstellung einer neuen
allegemeinen Formel für die gleichförmige des Wassers in Canälen und Flüssen
(An investigation to establish a new general formula for uniform flow of water in
canals and rivers), Zeitschrift des Oesterreichischen Ingenieur- und Architekten
Vereines, Vol. 21, No. 1, p6-25.
Hiemstra, L.A.V. and Reich, B.M, 1967, Engineering Judgement and Small Area
Flood Peaks, Colorado State University Hydrology No 19, p29.
Horner, W.W and Flynt, F.L, 1936, Relation Between Rainfall and Runof from Small
Urban Area, Trans. ASCE, Vol. 101, p140-206.
Kirkby, M.J. Bracken, L.J. and Shannon, J., 2005, The influence of rainfall
distribution and morphological factors on runof delivery from dryland
catchments in SE Spain, Catena, Vol. 62(2-3), p136-156.
Laurenson, E.M., 1964, A catchment storage model for runof routing, Journal of
Hydrology, Vol. 2(2), p141-163.
Martz, L.W. and Jong, E., 1988, CATCH: A FORTRAN program for measuring
catchment area from digital elevation models, Computers and Geosciences, Vol.
14(5), p627-640.
Martz, L.W. and Garbrecht, J., 1992, Numerical definition of drainage network and
subcatchment areas from Digital Elevation Models, Computers and Geosciences,
Vol. 18(6), p747-761.
Powell, Ralph W, 1950, Resistance to flow in rough channels, Transaction,
American Geophysical Union, Vol. 3, No. 4, p575-582.
Schaake, J.C., Jr., Geyer, J.C. and Knapp, J.W, 1967, Experimental Examination of
the Rational Method, Proc. ASCE, Hydraulics Division Journal, p353-370.
Soil Conservation Service, 1971, SCS National Engineering Handbook, Section 4,
Hydrology, Washington, D.C., p542.
Szilagyi, J. and Parlange, M.B., 1999, A geomorphology-based semi-distributed
watershed model, Advanced in Water Resources, Vol. 23(2), p177-187.
Vaes, G., Willems, P. and Berlamont, J., 2005, Areal rainfall correction
coefficients for small urban catchments, Atmospheric Research, Vol. 77(1), p48-59
Wright, G.B., Jack, L.B. and Swaffield, J.A., 2006, Investigation and numerical
modelling of roof drainage systems under extreme events, Building and
Environment, Vol. 41(2), p126-135.

xi