Kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik demam Tifoid RS Panti Rapih Yogyakarta dengan metode Body Surface Area dan pedoman terapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIK DEMAM
TIFOID RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE BODY
SURFACE AREA DAN PEDOMAN TERAPI
(Studi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Juni 2015-Juni 2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh:
Regina Asri Cahyaningtyas
NIM : 138114085

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN JUDUL

KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIK DEMAM
TIFOID RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE BODY
SURFACE AREA DAN PEDOMAN TERAPI
(Studi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Juni 2015-Juni 2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh:
Regina Asri Cahyaningtyas
NIM : 138114085


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Your true success in life begins only when you make
the commitment to become excellent at what you do”
- Brian Tracy -

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber kekuatan dan pengharapanku, Bunda
Maria bunda pendengar, penolong, dan penghantar permohonanku, serta
Santa Regina santa pelindungku.
Papi & mami yang senantiasa mendoakan dan mendukungku, serta adikku
yang selalu menyayangi dan menyemangatiku
Sahabat – sahabat yang tiada henti menjadi penghibur, penyemangat, dan
teman belajarku.

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kasih yang telah memberikan rahmat
dan anugerah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul

“Kesesuaian Dosis Antibiotika Pasien Pediatrik Demam Tifoid RS Panti Rapih
dengan Metode Body Surface Area dan Pedoman Terapi (Studi di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rapih Yogyakarta Juni 2015-Juni 2016)”. Skripsi ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi. Diharapkan juga dapat menjadi tambahan pengetahuan
bagi para pembaca tentang kesesuaian dosis antibiotik pasien pediatrik demam
tifoid dengan metode Body Surface Area dan Pedoman Terapi.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan tenaga, pikiran,
waktu, kasih saying, dan bantuan berbagai pihak, maka dengan penuh syukur
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan ilmu, waktu, semangat dan masukan untuk
penyelesaian penelitian ini.
3. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang bersedia
memberikan saran dan perbaikan yang membangun dalam penelitian
ini.
4. Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang
bersedia memberikan saran dan perbaikan yang membangun dalam

penelitian ini.
5. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. sebagai Bapak DPA
FSM B yang senantiasa mengayomi, mendukung, dan membimbing
penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.

.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Kedua orang tua, Bapak Tri Santosa, Ibu Sri Resminingsih, Adik
Tarcisius Risang Pratana, dan saudara–saudara penulis yang telah
memberikan semangat, doa, dan kasih.
7. Ervin, Sakti, dan Sara yang menjadi rekan berjuang bersama; atas
kerjasama dan dinamika selama penelitian berlangsung, Lexy yang
selalu memberi semangat dan masukan; Elwy, Tasha, Dipta, Fidel,
Ellin, Ajeng, Lia, Oka, Eta, Fenny, Lia Eliza, Wilda, Vania yang
menjadi tempat saling berbagi dan mendukung.

8. Sahabat-sahabat penulis yaitu Novi, Shanny, Angel, Ceria,Winner,
Sensa, Dea, Yovita, Febe, Titi, Yola, dan Inggih yang setia
mendampingi selama ini dan mendukung dalam penyelesaian skripsi
ini walaupun kita terpisah oleh selat, benua, dan samudera,
terimakasih atas doa dan semangat yang kalian berikan. Terimakasih
atas keceriaan dan pengalaman yang membuat rindu.
9. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitasi Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan dan
pengarahan kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi
Sanata Dharma Yogyakarta.
10. Teman-teman FSM B dan FKK B serta semua angkatan 2013 yang
telah bersama-sama berbagi pengalaman, suka, dan duka selama
berkuliah di Fakultas Farmasi Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam skripsi ini.
Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati penulis menerima kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan selamat membaca.

Yogyakarta, 20 Mei 2017


Penulis

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIK DEMAM
TIFOID RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE BODY
SURFACE AREA DAN PEDOMAN TERAPI
(Studi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Juni 2015-Juni 2016)
Regina Asri Cahyaningtyas
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan,
Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55282, Indonesia.
Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529
reginaasri24@gmail.com
ABSTRAK
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang menjadi masalah
kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Obat antibiotik merupakan
salah satu obat yang banyak digunakan di masyarakat. Jenis penelitian ini adalah
analitik observasional dengan rancangan cross sectional yang bersifat retrospektif

yang membandingkan dosis resep dengan dosis BSA dan dosis resep dengan dosis
pedoman terapi untuk mengetahui adanya hubungan keeratan kesesuaian dosis
antibiotik antara dosis resep dengan dosis BSA dan antara dosis resep dengan
dosis pedoman terapi.Terdapat 41 (58,57%) kasus obat yang tidak sesuai
berdasarkan pedoman terapi dan 53 (75,71%) kasus obat tidak sesuai berdasarkan
BSA dari total 70 kasus obat. Hasil uji Chi-Square (p=0,248) menunjukkan tidak
ada perbedaan bermakna kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik demam
tifoid terhadap dosis pedoman terapi dan dosis BSA. Uji hipotesis komparatif
kategorik dilakukan dengan uji Cohen’s Kappa dimana hasil uji Cohen’s kappa (0,128) menyatakan bahwa tidak ada hubungan keeratan kesesuaian dosis resep
dengan dosis BSA dan dosis resep dengan dosis pedoman terapi.
Kata Kunci : Demam Tifoid, Body Surface Area , Pedoman Terapi, Kesesuaian
dosis Antibiotik, Cohen’s Kappa

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Typhoid fever is an infectious disease that is a health problem in

developing countries, including Indonesia. An antibiotic drug is one of the most
widely used drugs in the community. This was an observational analytical study
with a retrospective cross-sectional design that compared prescription doses with
BSA doses and prescribed doses with therapeutic dose guidelines to determine the
association of agreement dose of antibiotics between prescription doses and BSA
doses and between prescription doses and therapeutic dose guidelines. There were
41 (58.57%) unsuitable drug cases based on therapeutic guidelines and 53
(75.71%) of unsuitable drug cases based on BSA of a total of 70 drug cases. ChiSquare test results (p = 0.248) showed no significant difference in the dosage of
antibiotics of pediatric patients with typhoid fever on therapeutic dose and BSA
dosage. The categorical comparative hypothesis test was performed by Cohen's
Kappa test wherein the Cohen's kappa test (-0.128) stated that there was no
correlation between the dosage of prescribed dose prescribing with BSA dose and
prescription dose with therapeutic dose of therapy.
Keywords: Typhoid Fever, Body Surface Area, Therapeutic Guidelines,
Antibiotic Dose Suitability, Cohen’s Kappa

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................ v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI .......................................................... vi
PRAKATA .......................................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
ABSTRACT ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
METODE PENELITIAN .................................................................................... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 4
KESIMPULAN ................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

LAMPIRAN ........................................................................................................ 17
BIOGAFI PENULIS ........................................................................................... 30

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I.

Formula Perhitungan Dosis dengan BSA ........................................... 3

Tabel II. Karakteristik Pasien berdasarkan Umur, Berat Badan,dan
Jenis Kelamin ...................................................................................... 5
Tabel III. Karakteristik Ketepatan Antibiotik ..................................................... 6
Tabel IV. Profil Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kesesuaian Dosis
Pedoman Terapi .................................................................................. 7
Tabel V. Profil Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kesesuaian Dosis
BSA ..................................................................................................... 8
Tabel VI. Perbandingan Penilaian Dosis antara Pedoman Terapi dan BSA ....... 11

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Pediatrik Rawat Inap Periode
Juni 2015-Juni 2016........................................................................... 4

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Ethical Clearance .................................................................... 17

Lampiran 2.

Surat Perizinan Penelitian Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta ............................................................................... 18

Lampiran 3.

Surat Legalitas SPSS 22 ........................................................... 19

Lampiran 4.

Definisi Operasional Penelitian................................................ 20

Lampiran 5.

Kesesuaian Dosis Antibiotik (70 kasus obat) .......................... 21

Lampiran 6.

Uji Statistika Chi-Square dan Cohen’s Kappa ........................ 24

Lampiran 7.

Lembar Pengambilan Data ....................................................... 29

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENDAHULUAN
Demam tifioid disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi. Demam
tifoid masih merupakan masalah kesehatan khususnya di negara berkembang. Manusia
merupakan satu-satunya host bagi bakteri Salmonella typhi. Infeksi demam tifoid
bersumber dari konsumsi makanan ataupun minuman yang terkontaminasi (WHO, 2011).
Rata-rata kejadian kasus demam tifoid di Indonesia sebanyak 900.000 per tahun dengan
angka kematian mencapai 20.000 jiwa. Pada area endemik demam tifoid banyak ditemukan
kasus demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun (WHO, 2003). Menurut Anggraini, (2014)
data tahun 2010 menunjukkan bahwa demam tifoid menduduki peringkat ke-3 dari 10
besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia. Angka kejadian
demam tifoid sebanyak 55.098 kasus dengan CFR (Case Fatality Rate) sebesar 2,06%
(KEMENKES, 2012). Insiden demam tifoid di Indonesia sebesar 108,3 tiap 100.000 orang
tiap tahun direntang usia 5-15 tahun (Ochiai et al., 2008).
Antibiotik merupakan salah satu obat yang banyak digunakan di masyarakat. Hal
ini karena menurut KEMENKES RI (2011) penyakit infeksi termasuk dalam sepuluh
penyakit terbesar di Indonesia. Peresepan yang tidak tepat dapat berkontribusi dalam
kejadian resistensi antibiotik. Sebesar 30%-50% indikasi terapi, pemilihan antibiotik atau
durasi terapi antibiotik tidak tepat (Ventola, 2015). Pemberian terapi antibiotika yang
kurang tepat dapat menimbulkan masalah resistensi dan potensi adanya adverse reaction
sehingga diperlukan peran apoteker untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik
(CDC, 2015). Angka kejadian efek samping yang muncul saat pengobatan demam tifoid
pada anak menurut penelitian tahun 2009 sebesar 5% (Pratiwi, 2010). Aspek
farmakokinetik (absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi) pada pediatrik
dipengaruhi

oleh

pertumbuhan

dan

perkembangan

organ

pediatrik.

Perbedaan

farmakokinetik dan farmakodinamik antara pediatrik dan dewasa menjadi dasar dalam
penyesuaian dosis terapi (Kimble, 2013).
Perhitungan dosis untuk antibiotik dapat menggunakan formula Body Surface Area
(BSA). Rumus BSA diperkirakan lebih akurat dibandingkan dengan rumus yang lain,

seperti Clark, Young dan Fried. Perhitungan obat yang berdasarkan rumus BSA dipastikan
lebih aman dibandingkan dengan rumus yang berdasarkan hanya pada umur anak atau
berat anak. Oleh karena itu, rumus BSA dapat dijadikan sebagai gold standart dalam terapi
untuk pasien (Wilburta et al., 2014). Kesesuaian dosis antibiotik yang diterima pasien
dapat menurunkan risiko adverse effect, menurunkan biaya pengobatan, lama rawat di
1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

rumah sakit dan tingkat resistensi, kematian maupun lama terapi yang dilakukan (Ogden,
2008).
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta memiliki 345 tempat tidur, dengan nilai Bed Occupancy Ration
(BOR) sebesar 78.65%. Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta diharapkan dapat mewakili
salah satu rumah sakit di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai ada atau
tidaknya hubungan keeratan kesesuaian dosis antara dosis resep dengan dosis pada
pedoman terapi rumah sakit dan dosis resep dengan dosis yang dihitung berdasarkan BSA
khususnya di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, sehingga formula ini dapat digunakan
sebagai acuan para teknisi untuk penyesuaian dosis jika tidak ada guideline.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan pola peresepan
antibiotika pada pasien pediatrik rawat inap penderita demam tifoid di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta periode Juni 2015-Juni 2016. Penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui persentase ketidaksesuaian dosis antibiotik yang dihitung menggunakan rumus
BSA dan pedoman terapi serta mengetahui adanya hubungan keeratan kesesuaian dosis

antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan dosis resep dengan dosis BSA.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional dengan rancangan
cross-sectional yang bersifat retrospektif dimana pada penelitian ini tidak dilakukan

intervensi

ataupun

perlakuan

terhadap

subjek

penelitian

(Notoatmodjo,

2010).

Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2015 – Juni 2016. Pengambilan data
dilakukan dengan cara retrospektif yaitu dengan melakukan penelusuran data rekam medik
pasien demam tifoid di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada
periode Juni 2015 – Juni 2016. Penelitian ini mengobservasi adanya hubungan keerataan
kesesuaian dosis antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan dosis resep dengan
dosis BSA.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode perhitungan dosis yaitu metode
BSA dan pedoman terapi. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah kesesuaian dosis
antibiotik berdasarkan BSA dan pedoman terapi. Variabel pengacau yang dikendalikan
peneliti adalah umur pasien yaitu 0-12 tahun dan yang tidak dapat dikendalikan peneliti
adalah berat badan, keadaan patofisiologi pasien, dan ada tidaknya interaksi obat. Data
2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang diambil dari rekam medik dalam penelitian ini adalah nomer rekam medik pasien,
umur, jenis kelamin, berat badan, nama dan dosis antibiotik, frekuensi pemberian dan
durasi pemberian antibiotik. Penelitian ini memiliki Ethical Clearence dari Fakultas
Kedokteran Universitas Duta Wacana Yogyakarta dengan nomor 292/C.16/FK/2017.
Metode pengukuran dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan
dosis yang dihitung menggunakan rumus BSA dan dosis yang didapat dari pedoman terapi
yang digunakan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta untuk pasien pediatrik demam
tifoid.
Tabel I. Formula Perhitungan Dosis dengan BSA
BSA =
Dosis =

(Ogden, 2008)
Kesesuaian dosis antibiotik yang didapat pasien berdasarkan resep dokter (dosis resep)
kemudian akan dibandingkan dengan dosis yang dihitung dengan rumus BSA dan
pedoman terapi yang dipakai oleh rumah sakit sebagai acuan pengobatan untuk pasien
pediatrik demam tifoid yaitu Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia
(IDAI,2009), Standard an Pelayanan Medik Diagnosis & Tatalaksana Demam Tifoid pada
Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (2013), MIMS 2016, dan Drug Information
Handbook 17th edition. Referensi-referensi ini juga digunakan untuk menentukan ketepatan

dosis pasien (tepat dosis, tepat indikasi, tepat frekuensi, dan tepat durasi). Pasien pediatrik
penderita demam tifoid dapat diketahui dari diagnosa dari pemeriksaan dokter dan ICD 10
dengan nomer A01.0 pada rekam medik.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Populasi pada
penelitian ini adalah pasien rawat inap pediatrik periode Juni 2015-Juni 2016. Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah pasien pediatrik dengan umur 0-12 tahun yang
didiagnosis positif menderita demam tifoid yang dirawat dan menyelesaikan pengobatan di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, mendapat terapi antibiotik (obat antibiotik yang
diambil adalah seluruh antibiotik yang diberikan selama pasien dirawat dirumah sakit),
memiliki data usia, berat badan dan keterangan terapi antibiotik yang lengkap. Kriteria
eksklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan catatan rekam medik yang tidak lengkap
atau tidak bisa dikonfirmasi, pasien yang terdiagnosa demam tifoid namun tidak mendapat
terapi antibiotik, pasien dengan beberapa penyakit penyerta dan rekam medis yang tidak

3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat ditemukan. Total keseluruhan sampel penelitian adalah 645 rekam medis, dimana
untuk demam tifoid terdapat 40 sampel yang diambil.

645 RM pasien
pediatrik umur 012 tahun dari
ruang rawat inap
RS Panti Rapih
periode Juni 2015Juni 2016 (40
sampel demam
tifoid)

Kriteria
Eksklusi 3
RM

Kriteria
Inklusi 37 RM

2 RM tidak menggunakan
Antibiotik
1 RM tidak ditemukan

37 kasus demam tifoid; 70 kasus
obat antibiotik

Catatan : RM= Rekam Medik; RS : Rumah Sakit
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Pediatrik Rawat Inap Periode Juni 2015-Juni 2016

Pengumpulan data berupa dosis antibiotik, umur, berat badan, jenis kelamin,
frekuensi dan durasi pemberian antibiotik dari lembar data pasien. Data tersebut akan
dimasukkan dalam formula untuk perhitungan dosis yaitu BSA. Hasil perhitungan formula
BSA ini akan dibandingkan dengan dosis resep yang diberikan oleh dokter. Dosis resep
tersebut juga akan dibandingkan dengan dosis yang ada pada pedoman terapi Rumah Sakit.
Untuk mengetahui adanya hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik antara dosis
resep dengan dosis BSA dan antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi, maka
digunakan uji komparatif kategorik menggunakan uji Cohen’s Kappa dengan SPSS
(Santoso, 2005). Data pada penelitian ini dianalisin dengan menggunakan IBM SPSS
Statistics 22 Lisensi UGM. Syarat ketentuan nilai kappa (interpretasi kappa) adalah jika
nilai kappa ≤0 maka tidak ada hubungan keeratan (Less than chance agreement), 0,01-0,20
maka sedikit sesuai (Slight agreement), 0,21-0,40 maka lumayan sesuai (Fair agreement),
0,41-0,60 maka cukup sesuai (Moderate agreement), 0,61-0,80 maka hampir sesuai
(Substantial agreement), dan 0,81-1,00 maka keeratan tinggi/sempurna (almost perfect
agreement).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteriatik Demografi Pasien

Karakteristik pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, dan
profil antibiotik pasien pediatrik demam tifoid. Diperoleh 40 data Rekam Medis pasien
pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015 – Juni
2016. Keseluruhan populasi tersebut diambil sebagai sampel penelitian. Pasien yang
4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

digunakan dalam penelitian ini memiliki rentang umur dari 0 – 12 tahun. Data yang masuk
dalam kriteria inklusi adalah sebesar 37 data (92,5%). Terdapat 70 kasus peresepan
antibiotik untuk pasien pediatrik demam tifoid dari 37 data yang diambil dalam penelitian
ini.
Tabel II. Karakteristik Pasien berdasarkan Umur, Berat Badan, dan Jenis Kelamin
Karakteristik
Umur (tahun)
< 1 tahun
1 – 5 tahun
6 – 12 tahun
Jenis Kelamin
Laki – laki
Perempuan
Berat Badan (Kg)
0 – 10 kg
11 – 20 kg
21 – 30 kg
31 – 40 kg
41 – 50 kg
51 – 60 kg
61 – 70 kg
71 – 80 kg

Jumlah Pasien
n = 37

Persentase (%)

Rerata±SD

18
19

48,65
51,35

3,33 ± 1.28
9,16 ± 2,59

19
18

51,35
48,65

-

2
19
8
6
0
1
0
1

5,41
51,35
21,62
16,22
0
2,70
0
2,70

9,50 ± 0
16,27 ± 2,37
23,56 ± 1,92
36,50 ± 2,51
57,00 ± 79,00 ± -

Dari pemaparan tabel diatas dapat dilihat bahwa kejadian pasien pediatrik demam
tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015 – Juni 2016 lebih banyak
terjadi pada pasien laki laki dengan jumlah 19 pasien (51,35%) dibanding dengan
perempuan yaitu sejumlah 18 pasien (48,65%). Menurut KEMENKES RI (2006) tidak ada
perbedaan yang nyata kejadian demam tifoid yang terjadi pada laki – laki dan perempuan,
namun menurut penelitian dari Utami (2010) dan Herawati (2009), laki – laki lebih
berpotensi terkena demam tifoid karena kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan
dan pada rentang usia tersebut anak – anak masih sangat aktif untuk bermain tanpa
mempedulikan lingkungan sekitar. Menurut Artanti (2013) demam tifoid lebih banyak
diderita oleh pasien berjenis kelamin laki – laki karena anak laki – laki memiliki aktifitas di
luar rumah lebih banyak sehingga memungkinkan anak laki – laki beresiko lebih besar
terinfeksi Salmonella typhi dibandingkan anak perempuan. Berdasarkan tabel diatas pasien
pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dikelompokkan
berdasarkan tingkat umur yaitu neonates (5 – 12 tahun merupakan
kelompok anak sekolah yang memiliki kebiasaan jajan di sekolah atau tempat lain di luar
sekolah yang kebersihannya kurang terjamin. Bila diamati kebanyakan kejadian demam
tifoid banyak terjadi pada usia anak sekolah karena pergerakan anak sangat aktif dimana
memungkinkan anak untuk mengenal jajanan yang belum tentu terjamin kualitas dan
kebersihannya (Artanti,2013).
Tabel III. Karakteristik Ketepatan Antibiotik
Karakteristik
Tepat Dosis
Tepat Indikasi
Tepat Frekuensi
Tepat Durasi

Jumlah Antibiotik
n = 70
29
56
56
4

Persentase (%)
41,43
80,00
80,00
5,71

Pada penelitian ini juga memperlihatkan jumlah antibiotik yang tepat dosis sebesar
29 antibiotik (41,43%), tepat indikasi sebesar 56 antibiotik (80,00%), tepat frekuensi
sebesar 56 antibiotik (80,00%) dan tepat durasi sebesar 4 antibiotik (5,71%). Pada
penelitian ini yang dimaksudkan tepat indikasi adalah antibiotik yang diberikan untuk
pasien pediatrik yang menderita demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi sesuai dengan diagnosa dokter. Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat

berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk
obat-obat dengan rentang terapi yang sempit akan sangat beresiko timbulnya efek samping,
sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang
diharapkan. Penentuan dosis antibiotika yang diberikan harus disesuaikan dengan diagnose
penyakit, tingkat keparahan penyakit/infeksi, riwayat kesehatan, efek, dan mekanisme
kerja antibiotika, serta efek samping obat karena berhubungan dengan kondisi intrinsic
pasien seperti fungsi ginjal normal, fungsi hati, umur, dan berat badan pasien. Terutama
penentuan dosis untuk anak-anak harus diperhatikan karena system organ yang digunakan
untuk melakukan metabolisme obat (ginjal dan hati) perkembangannya belum sempurna.
Hal ini menyebabkan proses ADME dalam tubuhnya belum optimal. Bila dosis obat tidak
tepat maka obat dapat menjadi racun dalam darah yang dapat mempengaruhi organ hati
dan ginjal pada anak (Kee and Hayes, 2009). Obat yang diberikan 3x sehari harus diartikan
bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam. Frekuensi penggunaan
6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

antibiotika dipengaruhi oleh sifat farmakokinetika obat dan kondisi klinis pasien. Hal yang
perlu diperhatikan dalam farmakokinetika obat adalah waktu paro eliminasi (t ½ eliminasi)
dari antibiotika. Waktu paro eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat di
dalam darah berkurang menjadi setengah (50%) dari kadar semula (Brutler et al, 2011).
Interval pemberian obat bertujuan untuk menjaga konsentrasi obat di dalam cairan plasma
agar selalu berada pada konsentrasi terapeutik minimal sehingga obat dapat bekerja dengan
baik dan memberikan efek. Interval pemberian obat harus tepar agar pengobatan berjalan
efektif, efisien dan aman bagi pasien (Kee and Hayes, 2009). Durasi pengobatan adalah
waktu yang dibutuhkan agar pengobatan suatu penyakit maksimal. Durasi penggunaan
antibiotika untuk pasien demam tifoid tidak sama untuk setiap golongan antibiotika.
Menurut

WHO

(2011),

durasi

penggunaan

krofamfenikol

adalah

14-21

hari,

ampisilin/amoksisilin selama 14 hari, siproflosasin/ofloksasin selama 5-7 hari (mild
desease) dan 10-14 hari (severe illness), sefotaksime/seftriakson selama 10-14 hari, serta

sefiksime 7-14 hari (mild desease) dan 10-14 hari (severe illness).

Karakteristik Penggunaan Antibiotika

Jenis Antibiotika yang digunakan untuk pasien pediatrik yang menderita demam
tifoid di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015 –
Juni 2016 terdiri dari 14 antibiotik yaitu Cefotaxime, Chloramphenicol, Sultamicilin,
Amoxicilin, Cotrimoxazol, Tricodazol, Cefixime, Amikasin, Erythromicin, Paromomycin
Sulfate, Ciprofloxacin, Gentamycin, Thiamphenicol, dan Ceftriaxone.
Tabel IV. Profil Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kesesuaian Dosis Pedoman Terapi

Antibiotik

Kasus n(%)
n=70

Sesuai

Cefotaxime
Chloramphenicol
Sultamicilin
Amoxicillin
Cotrimoxazol
Metronidazole
Cefixime
Amikasin
Erythromicin
Paromomycin Sulfate
Ciprofloxacin
Gentamycin
Thiamphenicol
Ceftriaxone
TOTAL

9 (12,86%)
27 (38,57%)
1 (1,43%)
5 (7,14%)
2 (2,86%)
3 (4,29%)
8 (11,43%)
6 (8,57%)
2 (2,86%)
1 (1,43%)
2 (2,86%)
1 (1,43%)
1 (1,43%)
2 (2,86%)
70 (100%)

3 (4,29)
18 (25,71)
0 (0%)
0 (0%)
2 (2,86)
0 (0%)
1 (1,43)
3 (4,29)
0 (0%)
0 (0%)
2 (2,86)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
29 (41,43%)

7

Pedoman Terapi n(%)
Lebih Tinggi
dan Persen
Tidak Sesuai
selisih (%)
6 (8,57%)
2 (31,58%)
9 (12,86%)
7 (72,81%)
1 (1,43%)
5 (7,14%)
0 (0%)
3 (4,29%)
3 (293,53)
7 (10,00%)
1 (166,66%)
3 (4,29%)
3 (101,56%)
2 (2,86%)
2 (29,63%)
1 (1,43%)
0 (0%)
1 (1,43%)
1 (73,91%)
1 (1,43%)
1 (5,26%)
2 (2,86%)
41 (58,57%)
20 (48,78%)

Lebih Rendah
dan Persen
Selisih (%)
4 (38,36%)
2 (46,58%)
1 (49,37%)
5 (51,81%)
6 (48,91%)
1 (65,27%)
2 (34,35%)
21 (51,22%)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel V. Profil Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kesesuaian Dosis BSA

Antibiotik

Kasus n(%)
n=70

Sesuai

Cefotaxime
Chloramphenicol
Sultamicilin
Amoxicillin
Cotrimoxazol
Metronidazole
Cefixime
Amikasin
Erythromicin
Paromomycin Sulfate
Ciprofloxacin
Gentamycin
Thiamphenicol
Ceftriaxone
TOTAL

9 (12,86%)
27 (38,57%)
1 (1,43%)
5 (7,14%)
2 (2,86%)
3 (4,29%)
8 (11,43%)
6 (8,57%)
2 (2,86%)
1 (1,43%)
2 (2,86%)
1 (1,43%)
1 (1,43%)
2 (2,86%)
70 (100%)

8 (11,43%)
7 (10,00%)
1 (1,43%)
1 (1,43%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
17 (24,29%)

BSA n(%)
Lebih Tinggi
dan Persen
Tidak Sesuai
Selisih (%)
1 (1,43%)
1 (72,14%)
20 (28,57%)
1 (34,89%)
0 (0%)
4 (5,71%)
2 (2,86%)
3 (4,29%)
3 (251,08%)
8 (11,43%)
6 (133,04%)
6 (8,57%)
2 (30,59%)
2 (2,86%)
1 (1,43%)
2 (2,86%)
2 (79,27%)
1 (1,43%)
1 (1,43%)
1 (105,85%)
2 (2,86%)
1 (29,10%)
53 (75,71%) 17 (32,08%)

Lebih Rendah
dan Persen
Selisih (%)
19 (56,88%)
4 (82,27%)
2 (41,06)
2 (53,18%)
4 (35,52%)
2 (64,65%)
1 (72,57%)
1 (38,57%)
1 (2,81%)
36 (67,92%)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jenis antibiotika yang paling banyak
digunakan untuk terapi demam tifoid adalah chloramphenicol sebanyak 27 kasus (38,57%)
yang diikuti oleh cefotaxime sebanyak 9 kasus (12,86%), cefixime sebanyak 8 kasus
(11,43%), dan amikasin sebanyak 6 kasus (8,57%). Pemilihan antibiotik – antibiotik untuk
demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015 – Juni 2016 untuk
Salmonella Typhi sudah tepat sesuai dengan pedoman terapi Rumah sakit, namun ada

beberapa antibiotik seperti paromomycin sulfate, sultamicillin, metronidazole, dan
erythromycin yang tidak sesuai indikasi atau lebih dipergunakan untuk pengobatan infeksi
bakteri yang lain. Chloramphenicol dan cefotaxime merupakan dua contoh obat yang
digunakan sebagai first line therapy demam tifoid. Chloramfenicol masih menjadi pilihan
terapi utama (drug of choice) untuk demam tifoid (IDAI, 2009; Sardjito, 2013), namun
antibiotik ini memiliki efek samping anemia aplastik, depresi sumsum tulang, neutropenia,
trombositopenia, dan grey baby syndrome (MIMS, 2016) sehingga penggunaan antibiotika
ini dalam penanganan kasus demam tifoid perlu dipertimbangkan karena resiko
kekambuhan setelah terapi menggunakan chloramphenicol sebesar 5-7% dengan waktu
terapi yang lebih lama dan adanya resiko menjadi karier Salmonella typhi (WHO, 2003).
Ceftriaxone juga merupakan antibiotik yang sering digunakan dalam pengobatan demam
tifoid. Pemberian ceftriaxone pada pasien demam tifoid lebih dianjurkan dari pada
chloramphenicol karena ceftriaxone tidak mudah menyebabkan resistensi, mempunyai efek
samping minimal dan telah terbukti efikasinya secara klinis (Sidabutar dan Satari, 2010).

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada penelitian Haryanti dkk, (2009) Cefotaxime merupakan antibiotik yang paling banyak
digunakan untuk pengobatan demam tifoid pada anak. Cefotaxime termasuk antibiotik
golongan cephalosporin gerenasi ketiga yang memiliki spectrum kerja yang sangat luas,
aktivitas antibakterinya lebih kuat, dan efek sampingnya relative rendah. Cefotaxime juga
merupakan antibiotik berspektrum luas yang lebih peka terhadap bakteri gram negative
sehingga dapat digunakan dalam terapi eradikasi infeksi bakteri Salmonella dan dapat
menjadi pilihan alternatif untuk terapi demam tifoid pada kasus multi drug resistant
Salmonella typhi (Ajum, 2009; Sidabutar dan Santari, 2010). Gentamycin yang diberikan

untuk terapi demam tifoid pada penelitian ini digunakan karena memiliki aktivitas
bakterisidal yang memiliki efek dapat membunuh bakteri Salmonella (Mandal, 2009).
Amoxicilin termasuk golongan penicillin yang efektif untuk pengobatan demam tifoid
karena dapat meningkatkan mortalitas akibat resistensi chloramphenicol (Utami, 2010).
Pemberian terapi antibiotik pada pasien pediatrik rawat inap demam tifoid di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ini dibagi dalam 2 kelompok pemberian yaitu
diberikan secara oral dan parenteral. Antibiotik yang diberikan secara oral adalah
chloramphenicol,

sultamicilin,

cotrimoxazol,

cefixime,

paromomycin

sulfate,

ciprofloxacin, gentamycin, thiamphenicol, erythromycin, dan amoxicillin. Antibiotik yang
diberikan secara parenteral adalah chloramphenicol iv, cefotaxime, amikasin iv,
metronidazole iv, amoxicillin iv, dan ceftriaxone iv. Menurut Rifai (2011) pemberian
antibiotik demam tifoid didominasi oleh rute pemberian secara parenteral karena
pemberian antibiotik secara parenteral memiliki keuntungan yaitu onset yang lebih cepat
dan dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar. Hal ini sesuai dengan jumlah antibiotik
untuk pengobatan pasien pediatrik demam tifoid yang digunakan di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta yaitu untuk pemberian rute secara oral sebanyak 23 antibiotik (32,86%)
dan untuk pemberian rute secara parenteral sebanyak 47 antibiotik (67,14%). Pemilihan
cara pemberian obat harus dipilih rute yang paling aman dan bermanfaat bagi pasien
(Djatmiko dkk, 2008). Rute pemberian antibiotika secara oral seharusnya menjadi pilihan
pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan
menggunakan antibiotika secara parenteral (PERMENKES, 2011).
Pada penelitian ini peneliti membandingkan dosis pada resep yang diberikan oleh
dokter dengan dosis pada pedoman terapi yang dimiliki oleh Rumah Sakit Panti Rapih
yaitu pedoman terapi dari buku Diagnosis & Tatalaksana Demam Tifoid pada Anak RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta (2013), pedoman terapi dari Ikatan Dikter Anak Indonesia (IDAI
9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2009), dan MIMS 2016 dan dengan dosis BSA. Secara keseluruhan dari 37 pasien
pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dengan 70 kasus antibiotik
terdapat sebanyak 29 antibiotik yang sesuai dengan pedoman terapi (41,3%) dan sebanyak
41 antibiotik tidak sesuai dengan pedoman terapi (58,57%) sedangkan menurut BSA ada
17 antibiotik yang sesuai (24,29%) dan ada 53 antibiotik yang tidak sesuai (75,71%). Dari
tabel diatas juga dapat dilihat bahwa penyebab tidak sesuainya dosis menurut pedoman
terapi didominasi oleh dosis resep yang lebih rendah (underdose) begitu juga dengan tidak
sesuainya dosis menurut BSA juga didominasi oleh dosis resep yang lebih rendah
(underdose) dimana jika dosis lebih rendah atau terlalu kecil tidak akan menjamin
tercapainya kadar terapi yang diharapkan karena efek dari obat yang diberikan tidak
maksimal sebaliknya jika pemberian dosis yang berlebihan atau terlalu tinggi, khususnya
untuk obat-obat dengan rentang terapi yang sempit akan sangat beresiko timbulnya efek
samping (Kee and Hayes, 2009). Hal ini bisa disebabkan karena antibiotik yang tertera
pada rekam medis tidak ada dalam pedoman terapi rumah sakit karena beberapa antibiotik
memakai nama dagang sehingga membuat peneliti harus mencari sumber lain untuk
penyesuaian dosis, data yang tertera pada rekam medis berbeda-beda, dosis antibiotik yang
tertera tidak ditulis dengan lengkap dan jelas, kurangnya kesadaran untuk menggunakan
antibiotik yang tertera pada pedoman terapi, dan penyesuaian dosis karena berat badan
pasien yang berlebih atau kurang. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa dosis resep (dosis
pemberian) lebih dekat kesesuaiannya dengan dosis pada pedoman terapi yang dipakai di
rumah sakit. Hal ini karena dokter lebih senang menggunakan pedoman terapi sebagai
acuan untuk penyesuaian dosis karena lebih mudah dan cepat dibandingkan harus
menghitung dosis menggunakan rumus BSA yang membutuhkan waktu lebih lama dan
membutuhkan ketelitian dalam menghitung dosisnya.

Perbedaan Kesesuaian Dosis Antibiotika Antara BSA dan Pedoman Terapi

Pada penelitian ini peneliti membandingkan dosis pada resep yang diberikan dokter
dengan dosis pada pedoman terapi yang digunakan di RS Panti Rapih dan membandingkan
dosis pada resep dengan dosis yang dihitung menggunakan rumus Body Surface Area
(BSA), dengan dosis BSA sebagai gold standart terapi demam tifoid. Menurut Lack dan
Stuart

(1997),

Formularium

Nasional

Inggris

dan

banyak

buku

referensi

merekomendasikan agar dosis obat untuk anak dihitung sesuai dengan luas permukaan
tubuh (BSA). Meskipun banyak peraturan untuk dosis obat telah dikembangkan,
10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berdasarkan usia, berat dan luas permukaan, namun tidak ada yang akurat dan cukup
sederhana untuk penggunaan rutin. Dengan perhitungan dosis menggunakan BSA
diharapkan akan lebih sedikit kesalahan dari resep utama yang diberikan untuk pengobatan
pasien. Dari 70 kasus antibiotik di bandingkan antara dosis resep dengan dosis pedoman
terapi dan dosis BSA kemudian diperoleh antibiotik yang mana pada resep yang sesuai
atau tidak sesuai dengan pedoman terapi dan BSA. Setelah itu dilakukan uji statistik
menggunakan uji Cohen’s Kappa dengan SPSS dan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel VI. Perbandingan Penilaian Dosis antara Pedoman Terapi dan BSA
Alat Ukur
Pedoman Terapi
BSA

Kesesuaian Dosis Antibiotik
Sesuai n (%)
Tidak Sesuai n(%)
29 (41,43%)
41 (58,57)
17 (24,29%)
53 (75,71)

Nilai p

Nilai Kappa

0,248

-0,128

Umur 1 – 5 Tahun
9 (29,03%)
22 (70,97%)
Pedoman Terapi
0,935
0,015
10 (32,26%)
21 (67,74%)
BSA
Umur 6 – 12 Tahun
20 (51,28%)
19 (48,72%)
0,184
-0,160
Pedoman Terapi
7 (17,95%)
32 (82,05%)
BSA
*p < 0,05 menunjukkan berbeda bermakna; p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna

Pada penelitian ini data yang dianalisis proporsi kesesuaian dosisnya adalah seluruh
antibiotik yang digunakan untuk pengobatan pasien pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta. Berdasarkan tabel diatas hasil yang diperoleh dari uji Chi-Square
didapatkan p (0,248) atau p > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
bermakna kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik demam tifoid terhadap dosis
pedoman terapi dan dosis BSA. Berdasarkan hasil yang didapat maka dapat dikatakan
bahwa pedoman terapi dan formula BSA dapat digunakan untuk menentukan dan
menghitung kesesuaian dosis antibiotik karena kedua alat ukur tersebut tidak menghasilkan
perbedaan yang berarti berdasarkan statistik.
Menurut Viera dan Garrett (2005) apabila koefisien Cohen’s Kappa 0,61-0,80
menunjukkan kesepakatan substansial, jika koefisien Cohen’s Kappa 0,81-0,99
menunjukkan kesepakatan hampir sempurna, sedangkan menurut Zenk, et al (2007)
apabila nilai Cohen’s Kappa 0,60-1,00 termasuk dalam gold standart nilai koefisien Kappa
dalam kategori besar dan hampir sempurna. Uji Cohen’s Kappa dilakukan pada penelitian
ini untuk mengukur konsistensi. Menurut Cohen (1960), uji Cohen’s Kappa dapat
digunakan untuk menilai kesepakatan antara dua peneliti dan terdapat adanya proporsi
untuk koreksi kesepakatan. Keunggulan dari uji Cohen’s Kappa ini adalah dapat melihat
kemungkinan kesepakatan yang diharapkan, tidak terpengaruh jumlah nilai 0 yang
11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dimasukkan dalam tabel, tidak terpengaruhi oleh jumlah nilai subjek uji, dan tidak terbatas
pada tabel yang dilakukan oleh dua penilai (Silcocks, 1983). Dari hasil uji Cohen’s Kappa
pada tabel di atas menunjukkan bahwa p.value yang didapat adalah – 0,128 (

Dokumen yang terkait

Profil pemberian antibiotika rasional pada pasien demam tifoid anak di bangsal rawat inap RSUD Tangerang Tahun 2010 dan 2011.

0 11 68

Kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik Rawat Inap Gastroenteritis Akut RS Panti Rapih Yogyakarta dengan metode body surface area dan pedoman terapi.

0 0 52

Kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik rawat inap infeksi saluran pernapasan atas RS Panti Rapih Yogyakarta dengan metode body surface area dan pedoman terapi.

0 3 40

Kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik demam Tifoid RS Panti Rapih Yogyakarta dengan metode Body Surface Area dan pedoman terapi (studi di instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Juni 2015-Juni 2016).

0 1 47

Kesesuaian dosis antibiotik pasien pediatrik Rawat Inap Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Rs Panti Rapih Yogyakarta dengan metode Body Surface Area dan pedoman terapi.

0 0 56

Kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik Rawat Inap Gastroenteritis Akut RS Panti Rapih Yogyakarta dengan metode body surface area dan pedoman terapi

0 0 50

Kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik rawat inap infeksi saluran pernapasan atas RS Panti Rapih Yogyakarta dengan metode body surface area dan pedoman terapi

0 12 38

Kesesuaian dosis antibiotik pasien pediatrik Rawat Inap Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Rs Panti Rapih Yogyakarta dengan metode Body Surface Area dan pedoman terapi

0 0 54

Kesesuaian Penggunaan Antibiotika pada Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Anak di Rumah Sakit Surabaya Internasional dibandingkan dengan Pedoman Terapi dari WHO Tahun 2003 - Ubaya Repository

0 0 1

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien demam tifoid kelompok pediatrik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2010 - USD Repository

0 3 153