SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROGEL CRF (CONTROLLED RELEASE FERTILIZER) BERBASIS KOMPOSIT PVA-ALGA MERAH-CARBON NANOTUBE.

(1)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROGEL CRF

(CONTROLLED RELEASE FERTILIZER) BERBASIS

KOMPOSIT PVA-ALGA MERAH-CARBON NANOTUBE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Progam Studi Kimia

Oleh

OCEU DWI PUTRI 1100723

PROGRAM STUDI KIMIA DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROGEL CRF

(CONTROLLED RELEASE FERTILIZER) BERBASIS

KOMPOSIT PVA-ALGA MERAH-CARBON NANOTUBE

Oleh

Oceu Dwi Putri

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Oceu Dwi Putri 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

OCEU DWI PUTRI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROGEL CRF (CONTROLLED

RELEASE FERTILIZER) BERBASIS KOMPOSIT PVA-ALGA MERAH-CARBON NANOTUBE

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Fitri Khoerunnisa, Ph.D NIP. 197806282001122001

Pembimbing II

Dr. Hendrawan, M.Si. NIP. 196309111989011001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Dr. rer. nat. Ahmad Mudzakir, M.Si. NIP. 196611211991031002


(4)

PERNYATAAN

Saya menyatatakan bahwa skripsi yang berjudul “Sintesis Dan Karakterisasi Hidrogel CRF (Controlled Release Fertilizer) Berbasis Komposit PVA-Alga Merah-Carbon Nanotube” ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian didalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

Oceu Dwi Putri NIM 1100723


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi hidrogel CRF (controlled release fertilizer) berbasis komposit PVA-alga merah-carbon nanotube. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi optimum filler carbon nanotube (CNT) pada sintesis hidrogel komposit, mengetahui karakteristik hidrogel komposit, serta mengetahui kinerja hidrogel komposit sebagai material CRF. Penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap: (1) tahap optimasi komposisi CNT dalam hidrogel komposit, (2) tahap sintesis hidrogel komposit, dan (3) tahap karakterisasi hidrogel komposit. Komposisi optimum filler CNT dalam komposit PVA-alga merah adalah 5 mL CNT (dispersi) pada rasio komposisi PVA:Alga merah:CNT = 10:10:5, dimana kemampuan swelling (%SR) dan waktu retensi air optimum hidrogel komposit mencapai 840% dan 21 hari, secara berturut-turut. Hasil karakterisasi menunjukkan hidrogel komposit merupakan material berpori, serta penyisipan CNT dan nutrien dapat meningkatkan kristalinitas dari hidrogel komposit dimana interaksi prekursor hidrogel komposit (PVA-Alga merah-CNT-nutrien) berlangsung dengan melibatkan gugus fungsi C-O, C-N, C=O, C-H sp3 dan O-H, yang dikonfimasi dengan perubahan intensitas dan pergeseran puncak untuk serapan gugus fungsi tersebut. Penyisipan nutrien dapat meningkatkan kinerja dari hidrogel komposit yang dindikasikan oleh %SR dan waktu retensi mencapai 1419% dan 21 hari, secara berturut-turut. Selain itu, hidrogel komposit dapat digunakan sebagai material hidrogel CRF dengan kategori slow released dan hidrogel komposit berpotensi biodegradable.


(6)

ABSTRACT

A research on the synthesis and characterization of CRF hydrogel composite (controlled release fertilizer) based on PVA-Red Algae-Carbon Nanotubes has been done. This study aims to determine the optimum composition of the carbon nanotube (CNT) filler on the synthesis of hydrogel composite, to determine the characteristics of hydrogel composite, and to determine the performances of hydrogel composite as a CRF material. The study was conducted in three stages: (1) the optimization of CNT composition in hydrogel composite, (2) synthesis of hydrogel composite, and (3) the characterization of hydrogel composites. The optimum composition of CNT filler in hydrogel composite is 5 mL of CNT (dispersion) with the composition ratio of PVA: red algae: CNT = 10: 10: 5, where the ability of swelling (% SR) and optimum water retention time of hydrogel composite reached 840% and 21 days, respectively. The results showed that hydrogel composite is a porous material, and the insertion of CNT and nutrients could improved the crystallinity of the hydrogel composite, wherein the hydrogel precursor interaction (PVA-red algae-CNT-nutrient) took place with the involvement of functional groups C-O, C-N, C = O, C-H sp3 and O-H, which is confirmed by the changes in absorption peak’s intensity and the shifts of the functional group. Insertion of nutrients could improve the performances of hydrogel composite which is indicated by %SR and the retention time of 1419% and 21 days, respectively. In addition, the hydrogel composite can be used as CRF material with slow released category and the hydrogel composite is potentially biodegradable.


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...i

PERNYATAAN ...ii

ABSTRAK ...iii

ABSTRACT ...iv

KATA PENGANTAR ...v

UCAPAN TERIMA KASIH ...vi

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1.Latar Belakang ...1

1.2.Rumusan Masalah ...4

1.3.Tujuan Penelitian ...4

1.4.Manfaat Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1.Controlled Release Fertilizer ...6

2.2.Hidrogel...8

2.3.Bahan Dasar Hidrogel ...10

2.3.1.Polivinil Alkohol (PVA) ...10

2.3.2.Crosslinker ...10

2.3.3.Gracilaria sp. ...13

2.3.4.Carbon Nanotubes (CNT) ...17

2.3.4.1.Klasifikasi Carbon Nanotubes ...18

2.3.4.2.Sintesis Carbon Nanotubes ...20

2.3.4.2.1.Electric Arc Discharge ...20

2.3.4.2.2.Laser Ablation ...21

2.3.4.2.3.Chemical Vapour Deposition (CVD) ...22

2.4.Makro dan Mikronutrien ...23

BAB III METODE PENELITIAN...27

3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian ...27

3.2.Alat dan Bahan ...27

3.3.Metode Penelitian...28


(8)

3.4.1 Tahap Optimasi Komposisi ...30

3.4.1.1. Pembuatan Larutan Metanol 70% ...30

3.4.1.2. Pembuatan Larutan PVA 10% ...30

3.4.1.3. Pembuatan Larutan Metanol 50% ...30

3.4.1.4. Pembuatan Larutan Asam Asetat 10% ...30

3.4.1.5. Pembuatan Larutan Asam Sulfat 10%...30

3.4.1.6. Pembuatan Glutaraldehid (GA) 1,25% ...30

3.4.1.7. Pembuatan Larutan Crosslinker dengan Perbandingan volume (3:2:1:1) ...31

3.4.1.8. Dispersi CNT dalam Larutan Grafen Oksida ...31

3.4.1.9. Pembuatan Larutan Nutrien 20 g/L ...31

3.4.1.10.Preparasi Alga Merah ...31

3.4.1.11.Pembuatan Ekstrak Alga Merah ...31

3.4.1.12.Optimasi Komposisi CNT ...31

3.4.2 Tahap Sintesis ...32

3.4.2.1. Tahap Pemasukan Nutrien ke dalam Hidrogel ...32

3.4.3 Tahap Karakterisasi ...33

3.4.3.1. Swelling Ratio ...33

3.4.3.2. Retensi Air ...33

3.4.3.3. Release Behavior ...33

3.4.3.4. Biodegradasi ...34

3.4.3.5. Karakterisasi dengan SEM ...35

3.4.3.6. Karakterisasi dengan FTIR ...35

3.4.3.7. Karakterisasi dengan XRD ...35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...37

4.1.Kondisi Optimum Sintesis Hidrogel Komposit ...37

4.2.Sintesis Hidrogel Komposit ...42

4.2.1.Karakterisasi Struktur dan Morfologi Hidrogel, Hidrogel Komposit dan Hidrogel Komposit-nutrien ...42

4.2.1.1.Karakterisasi FTIR ...43

4.2.1.2.Karakterisasi SEM ...45

4.2.1.3.Karakterisasi XRD ...47

4.2.2.Uji Kinerja Hidrogel Komposit dan Hidrogel Komposit-nutrien ..49

4.2.2.1. Uji Rasio Swelling ...49

4.2.2.2. Uji Retensi Air ...50

4.2.2.3.Release Behavior ...51


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...54

5.1Kesimpulan ...54

5.2Saran ...54

DAFTAR PUSTAKA ...56


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1. Sisi aktif Agen Crosslinking dan Gugus Fungsi yang Diserangnya ...11

2.2 Komposisi Kimia Alga Merah ...15

2.3 Sifat Mekanik Nanotubes ...18

2.4 Nutrien Essensial Tumbuhan ...23

2.5 Gejala Umum Defisiensi Makronutrien, Kemungkinan Penyebabnya serta Metode untuk Memperbaikinya ...24

2.6 Gejala Umum Defisiensi Mikronutrien, Kemungkinan Penyebabnya serta Metode untuk Memperbaikinya ...25

3.1. Perbandingan Volume PVA, Ekstrak Alga Merah, Crosslinker dan CNT ...32

4.1. Hasil Karakterisasi XRD Hidrogel, Hidrogel Komposit dan Hidrogel Komposit-nutrien ...49

4.2 Perubahan Massa Hidrogel, Hidrogel Komposit dan Hidrogel Komposit-nutrien pada Uji Biodegradasi ...53


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1. Skema Rilis Pupuk Berbasis Hidrogel ... 8

2.2. Struktur Glutaraldehid ... 12

2.3. Reaksi Asetalisasi Glutaraldehid dan PVA... 13

2.4. Struktur Agarosa dan Agaropektin ... 16

2.5. Single walled Carbon Nanotubes... 19

2.6. Struktur MWCNT dan SWCNT dari Grafen yang Digulung ... 20

2.7. Skema alat arc-discharge untuk Produksi Fullrene dan Nanotubes ... 21

2.8. Skema alat Laser Ablation ... 22

2.9. Skema alat sintesis CNT dengan CVD menggunakan Katalis ... 23

3.1. Diagram Alir Penelitian ... 29

4.1. Hidrogel hasil Pencetakan: (a) bentuk tablet, (b) bentuk lembaran ... 37

4.2. Rasio swelling maksimum Hidrogel Komposit per hari: (a) bentuk tablet, (b) bentuk lembaran ... 38

4.3. Retensi air hidrogel tablet ... 40

4.4. Retensi air hidrogel lembaran ... 41

4.5. Spektra FTIR hidrogel, hidrogel komposit dan hidrogel komposit-nutrien ... 43

4.6. Foto SEM hidrogel, hidrogel komposit dan hidrogel komposit-nutrien ... 46

4.7. Difraktogram X-ray hidrogel, hidrogel komposit dan hidrogel komposit-nutrien ... 48

4.8. Rasio swelling hidrogel, hidrogel komposit dan hidrogel komposit-nutrien ... 49

4.9. Retensi air hidrogel, hidrogel komposit dan hidrogel komposit-nutrien ... 51


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Perhitungan ... 61

2 Tabel Swelling Ratio Tahap Optimasi Komposisi CNT Hidrogel Komposit Bentuk Lembaran... 64

3 Tabel Swelling Ratio Tahap Optimasi Komposisi CNT Hidrogel Komposit Bentuk Tablet... 65

4 Tabel Water Retention Tahap Optimasi Komposisi CNT Hidrogel Komposit Bentuk Lembaran ... 66

5 Tabel Water Retention Tahap Optimasi Komposisi CNT Hidrogel Komposit Bentuk Lembaran ... 67

6 Spektra FTIR Hidrogel Komposit-Nutrien ... 68

7 Spektra FTIR Hidrogel Komposit ... 69

8 Spektra FTIR Hidrogel ... 70

9 Karakterisasi Morfologi Hidrogel Menggunakan SEM ... 71

10 Karakterisasi Morfologi Hidrogel Komposit Menggunakan SEM ... 72

11 Karakterisasi Morfologi Hidrogel Komposit-Nutrien Menggunakan SEM ... 73

12 Difraktogram Hidrogel ... 74

1 3 Difraktogram Hidrogel Komposit ... 75

14 Difraktogram Hidrogel Komposit-Nutrien ... 76

15 Tabel Swelling Ratio Hidrogel, Hidrogel Komposit, Hidrogel Komposit-Nutrien ... 77

16 Tabel Water Retention Hidrogel, Hidrogel Komposit, Hidrogel Komposit-Nutrien ... 78


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan pangan yang semakin meningkat memicu peningkatan penggunaan pupuk untuk pertanian setiap tahunnya. Menurut perkiraan Departemen Pertanian, kebutuhan pupuk NPK di Indonesia tahun 2006 hingga 2015 mengalami peningkatan yaitu dari 400.000 ton/tahun pada 2006 menjadi 6.589.227 ton/tahun pada 2015 (APPI, 2009). Namun kegiatan pemupukan yang semakin meningkat ini memiliki banyak dampak terhadap kualitas lingkungan di sekitar areal pertanian. Ketika pupuk yang diberikan berlebih maka akan terjadi nutrient losses karena kapasitas tanaman untuk menyerap nutrien terbatas, selain itu juga karena adanya pencucian akibat run off oleh air hujan dan kelembaban tanah (Liu et al, 2014). Jika dilakukan secara berlebihan, penggunaan pupuk ini justru akan merusak tanah karena sisa-sisa pupuk yang tidak terserap oleh tanaman akan menurunkan pH tanah dan menyebabkan degradasi kualitas tanah.

Selain merusak tanah, penggunaan pupuk yang berlebihan juga dapat berdampak pada lingkungan perairan di sekitar lahan pertanian tersebut. Kandungan nitrat dan fosfat dalam pupuk/nutrien yang tidak terserap oleh tanaman ini akan terbawa oleh air hujan maupun irigasi ke perairan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan yang berlebihan dari ganggang di air (Harfiana et al, 2013). Meledaknya populasi ganggang (eutrofikasi) akan menurunkan kadar oksigen dalam perairan karena oksigen yang ada akan habis dikonsumsi oleh ganggang tersebut. Jika kadar oksigen di air berkurang, maka fauna yang ada di perairan pun akan kekurangan oksigen dan akhirnya mati.

Selain berpengaruh pada lingkungan perairan dan tanah, penggunaan pupuk yang berlebihan juga berdampak pada atmosfer bumi. Sebagai hasil dari proses denitrifikasi yang terjadi di tanah, baik nitrogen oksida dan oksida nitrat yang terbentuk akan menyebabkan penipisan lapisan ozon yang mengakibatkan paparan radiasi ultraviolet terhadap manusia (Lubkowski dan Grzmil, 2007).


(14)

2

Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan menggunakan suatu material yang dapat mengontrol laju pelepasan pupuk atau nutrien yaitu controlled release fertilizer (CRF). Pada pemupukan konvensional (misalnya dengan urea) pemupukan dilakukan 2-3 kali selama siklus pertumbuhan tanaman, sedangkan dengan CRF nutrisi dilepas bertahap selama masa tanam dan hanya perlu diterapkan sekali saja sehingga dapat menghemat waktu dan energi (Lubkowski dan Grzmil, 2007). CRF juga menunjukkan banyak keunggulan dibandingkan pupuk konvensional, seperti penurunan tingkat kehilangan pupuk dari tanah oleh hujan atau air irigasi, menjaga ketersediaan air atau mineral untuk waktu yang lama, meningkatkan efisiensi pupuk, pengaplikasian dengan frekuensi yang lebih sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman normal, mengurangi dampak negatif potensial yang terkait dengan over dosis dan mengurangi toksisitas (Han et al, 2009).

Salah satu material yang sering digunakan untuk CRF adalah hidrogel. Hidrogel berbentuk jaringan tiga dimensi, mempunyai kemampuan mengembang (swelling) dan menciut (deswelling) dalam air. Hidrogel bersifat tidak larut dalam air tetapi hanya menyerap dan akan melepaskan air dan nutrien secara proporsional pada saat dibutuhkan oleh tanaman. Dengan demikian tanaman akan selalu mempunyai persediaan air dan nutrien setiap saat. Oleh karena itu, hidrogel berpotensi digunakan sebagai material CRF. Pada dasarnya, hidrogel memiliki kekuatan mekanik yang rendah karena umumnya bahan dasar pembuatan hidrogel adalah polimer/monomer. Untuk memperkuat strukturnya, hidrogel diikat silang (crosslink) oleh agen-agen pengikatnya. Beberapa senyawa kimia yang digunakan sebagai agen pengikat silang adalah senyawa epoksi dan aldehida (glutaraldehid), senyawa yang memiliki dua atau lebih gugus fungsi seperti 1,6-heksametilendiisosianat, divinilsulfon, N,N-(3-dimetilaminopropil)-N-etil karbodiimida (EDC) dan N,N’-metilenbisakrilamida (MBA) (Hennik dan Van Nostrum, 2012; Kurnia, 2014; Sicilia et al, 2013).

Hidrogel berbahan polimer sintetis telah banyak dikembangkan, seperti polietilen oksida (PEO), polivinil pirolidon (PVP), asam polilaktat (PLA), asam poliakrilat (PAA), polimetakrilat (PMA), polietilen glikol (PEG) dan polivinil


(15)

3

sintetis ini memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak ramah lingkungan karena sifatnya yang tidak biodegradable serta tidak ekonomis. Namun saat ini mulai banyak dikembangkan sintesis hidrogel menggunakan polimer alam. Bahan polimer alam memiliki banyak keunggulan dibanding bahan sintetis dimana kebanyakan bahan alam bersifat biodegradable, ketersediaannya melimpah, bernilai ekonomis, dan berkontribusi positif pada konservasi alam. Salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan adalah alga merah. Alga merah banyak mengandung polisakarida dan protein. Alga merah memiliki struktur tiga dimensi, dapat mengembang, menyusut dan membentuk gel. Hal ini sesuai dengan syarat pembentukan hidrogel sehingga alga merah dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif yang dapat digunakan untuk membuat hidrogel (Chotimah, 2013). Pada penelitian sebelumnya, hidrogel berbahan dasar alga merah yang dikompositkan dengan polimer lain seperti polivinil alkohol (PVA) telah disintesis. PVA digunakan karena memenuhi karakteristik yang baik sebagai bahan dasar hidrogel (biokompatibilitas dan hidrofilisitasnya tinggi serta kemudahannya membentuk gel), namun hidrogel berbahan polimer alam ini memiliki kekuatan mekaniknya yang rendah. Kelemahan ini dapat diatasi dengan suatu material yang memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, salah satunya adalah carbon nanotube.

Carbon nanotubes (CNT) adalah suatu material yang berasal dari susunan atom karbon yang berhibridisasi sp2 dan berikatan satu sama lain secara heksagonal membentuk struktur sarang madu (honeycomb) yang tergulung membentuk suatu silinder berukuran nanometer (Meyyappan, 2005). Penelitian mengenai aplikasi CNT telah dilakukan selama lebih dari sepuluh tahun karena sifat unik mekanik dan listriknya. CNT memiliki sifat intrinsik yang sangat baik dan dapat digunakan sebagai pengisi/filler potensial dalam pembuatan membran nanokomposit (Shirazi et al., 2011). Tong et al (2007) mengemukakan bahwa sifat mekanis dan swelling hidrogel hibrida (komposit) yang disisipi CNT lebih baik daripada hidrogel PVA yang tidak disisipi CNT. Tidak seperti komposit polimer tradisional yang mengandung filler/pengisi skala mikron, penggabungan CNT (filler skala nano) ke dalam sistem polimer menghasilkan jarak yang sangat pendek antar filler, sehingga sifat komposit sebagian besar berubah bahkan pada saat kandungan filler rendah. CNT adalah salah satu serat terkuat dan paling kaku


(16)

4

yang pernah ada (aspek rasio, diameter : panjang = 1 : 100.000.000). Sifat mekanik yang sangat baik ini jika dikombinasikan dengan sifat fisik lainnya akan menghasilkan nanokomposit CNT/polimer potensial. Selain itu, nanokomposit CNT/polimer adalah salah satu sistem yang paling banyak dikembangkan karena sistem komposit ini secara teknis mudah dibuat dan efisien secara ekonomis (Ma et al., 2010).

Dalam penelitian ini, CNT disisipkan ke dalam matriks polimer campuran PVA dengan ekstrak alga merah dengan pengikat silang (crosslinker) glutaraldehid. Berdasarkan deskripsi di atas, pada penelitian ini akan disintesis hidrogel komposit berbahan dasar PVA-alga merah-CNT dan kemudian dilakukan karakterisasi dan pengujian kinerjanya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana komposisi optimum filler CNT dalam komposit PVA-alga merah serta metode pencetakan terbaik pada sintesis hidrogel komposit? 2. Bagaimana karakteristik hidrogel komposit PVA-alga merah-CNT?

3. Bagaimana kinerja hidrogel komposit PVA-alga merah-CNT sebagai material CRF?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui komposisi optimum filler CNT dalam komposit PVA-alga merah serta metode pencetakan terbaik pada sintesis hidrogel komposit. 2. Mengetahui karakteristik hidrogel komposit PVA-alga merah-CNT.

3. Serta mengetahui kinerja hidrogel komposit PVA-alga merah-CNT sebagai material CRF.


(17)

5

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai: 1. Material alternatif bagi pengembangan teknologi dan praktek pertanian di

Indonesia terutama dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan.

2. Teknologi alternatif dalam pengolahan limbah alga merah sehingga dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomisnya serta dapat mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh limbah alga merah.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Lokasi Penelitian

Tahapan pada penelitian ini terdiri dari optimasi komposisi, sintesis dan karakterisasi. Tahap optimasi komposisi, sintesis dan karakterisasi hidrogel komposit yaitu uji kinerja dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan FPMIPA UPI Bandung. Tahap karakterisasi hidrogel komposit dilakukan di beberapa laboratorium sebagai berikut: (1) Laboratorium Karakterisasi Jurusan Fisika UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk karakterisasi dengan SEM, (2) Laboratorium Karakterisasi Metalurgi Departemen Pertambangan ITB Bandung untuk karakterisasi dengan XRD, dan (3) Research Centre for Energy and Environmental Science, Shinshu University, Jepang untuk karakterisasi dengan FTIR. Waktu penelitian dimulai pada bulan September 2014 sampai Juli 2015.

3.2Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah alga merah kering, polivinil alkohol p.a (merck), glutaraldehida 25% p.a (merck), metanol, asam sulfat, asam asetat p.a (Merck), grafen oksida Madagascar, multiwall carbon nanotube fungsionalized, pupuk NPK Mutiara, tanah, dan aquades.

Sedangkan alat yang digunakan adalah alat gelas standar dan instrumentasi. Alat gelas standar meliputi gelas kimia 400 mL dan 100 mL, gelas ukur 100 mL, 50 mL, 25 mL dan 10 mL, labu ukur 250 mL dan 100 mL, kaca arloji, spatula, pipet tetes, mikropipet ukuran 2 mL, 5 mL dan 10 mL, batang pengaduk, corong buchner, labu erlenmeyer vakum 250 mL. Instrumentasi yang digunakan meliputi spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR), Scanning Electron Spectroscopy (SEM), X-Ray Diffraction (XRD), spektrofotometer serapan atom (AAS), ultrasonic bath, magnetic


(19)

28

3.3Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap yaitu tahap optimasi komposisi, sintesis dan karakterisasi. Tahap optimasi komposisi meliputi penentuan kondisi optimum komponen penyusun hidrogel disiapkan dengan berbagai variasi komposisi CNT dengan dua metode pencetakan hidrogel yaitu dalam bentuk tablet dan lembaran. Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan hidrogel dengan sifat mekanik dan kinerja sebagai CRF meliputi uji swelling dan retensi air yang optimum. Komposisi hidrogel dengan kinerja optimum digunakan untuk mensintesis kembali hidrogel untuk kemudian disisipkan larutan nutrien. Hidrogel hasil sintesis kemudian dikarakterisasi melalui uji kinerja swelling rasio, retensi air, release behavior, dan biodegradasi serta karakterisasi morfologi dan struktural dengan menggunakan bantuan instrumentasi SEM, FTIR dan XRD.


(20)

29

3.4Prosedur Penelitian

Fungsionalized CNT

Larutan MWCNT terdipersi dalam larutan GO

-ditimbang

-dilarutkan dalam larutan GO 1% -diultrasonikasi selama 30 menit

Alga Merah

Alga Merah kering

Ekstrak Alga Merah -dibersihkan -dikeringkan

-ditimbang 40 gr

-dimaserasi dengan metanol 70% selama 4 hari

-disaring hingga diperoleh filtrat

PVA

Larutan PVA 10% -ditimbang

-ditambahkan aquades hingga 100 mL

GA 25%

GA 1,25%

Larutan Crosslinker

-diencerkan dengan aquades

-ditambahkan metanol 50%, asam asetat 10%, asam sulfat 10% dengan perbandingan 1:3:2:1

Larutan MWCNT

-dicampurkan

Larutan PVA

Hidrogel

-disintesis pada berbagai komposisi MWCNT -distirer selama 5 menit pada suhu 500C -dituangkan ke dalam cetakan

Hidrogel Nutrien Hidrogel Kering

-komposisi bahan optimum dicampur -ditambahkan 3 mL larutan nutrien -dituangkan ke dalam cetakan

Analisis Data

Kesimpulan Tahap Optimasi Komposisi

Tahap Penyisipan Nutrien

Swelling ratio Water retention Release behaviour Uji biodegradasi SEM FTIR XRD -Uji Kinerja -Uji Instrumentasi Tahap Karakterisasi


(21)

30

3.4.1 Tahap Optimasi Komposisi 3.4.1.1Pembuatan Larutan Metanol 70%

Larutan metanol 96% dipipet sebanyak 182,3 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambahkan aquades sampai tanda batas kemudian dihomogenkan.

3.4.1.2Pembuatan Larutan PVA 10%

PVA ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dilarutkan ke dalam 100 mL aquades, distirer dan dipanaskan pada suhu 900C selama ± 3 jam hingga larut.

3.4.1.3Pembuatan Larutan Metanol 50%

Larutan metanol 96% dipipet sebanyak 52,08 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquades sampai tanda batas kemudian dihomogenkan.

3.4.1.4Pembuatan Larutan Asam Asetat 10%

Larutan asam asetat glasial dipipet sebanyak 10,20 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquades sampai tanda batas kemudian dihomogenkan.

3.4.1.5Pembuatan Larutan Asam Sulfat 10%

Larutan asam sulfat 97% dipipet sebanyak 10,31 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquades sampai tanda batas kemudian dihomogenkan.

3.4.1.6Pembuatan Larutan Glutaraldehida 1,25%

Larutan glutaraldehida 25% dipipet sebanyak 5 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquades sampai tanda batas kemudian dihomogenkan.


(22)

31

3.4.1.7Pembuatan Larutan Crosslinker Dengan Perbandingan 3:2:1:1

Larutan metanol 50% ditambahkan larutan asam asetat 10%, larutan asam sulfat 10% dan larutan glutaraldehida 1,25% dengan perbandingan 3:2:1:1, kemudian campuran diaduk hingga homogen.

3.4.1.8Dispersi CNT dalam Larutan Grafen Oksida

Grafen oksida (GO) koloid ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan ke dalam 100 mL aquades (1% w/v) kemudian diaduk. CNT ditimbang sebanyak 1 mg kemudian dimasukkan ke dalam larutan GO 1% dan diultrasonikasi selama 30 menit.

3.4.1.9Pembuatan Larutan Nutrien 20 g/L

Pupuk NPK mutiara dengan perbandingan 16:16:16 ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dilarutkan ke dalam 100 mL aquades.

3.4.1.10 Preparasi Alga Merah

Alga merah diperoleh dari daerah pantai di Garut, Jawa Barat. Alga merah dicuci terlebih dahulu dengan air untuk menghilangkan pasir, garam dan mikroorganisme yang menempel pada alga merah. Alga merah yang telah dicuci kemudian dikeringkan di udara terbuka tanpaterkena sinar matahari langsung selama beberapa minggu. Alga merah yang telah kering kemudian diblender hingga halus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh.

3.4.1.11Pembuatan Ekstrak Alga Merah

Alga merah yang telah halus ditimbang sebanyak 40 gram dan dimasukkan ke dalam gelas kimia. Kemudian dimaserasi dengan 200 mL larutan metanol 70% selama 4 hari. Setelah 4 hari, larutan disaring hingga diperoleh ekstrak alga merah.

3.4.1.12. Optimasi Komposisi CNT


(23)

32

mengetahui komposisi optimum dari filler CNT dalam hidrogel dimana variabel tetap dalam tahap optimasi ini adalah volume PVA, volume ekstrak alga merah, volume crosslinker, serta suhu dan waktu pemanasan yaitu pada suhu 500C selama 5 menit (kondisi optimum masing-masing variabel tetap mengikuti hasil penelitian Chotimah, 2013).

Larutan PVA 10% ditambahkan ekstrak alga merah, larutan crosslinker dan larutan CNT dengan perbandingan masing-masing seperti pada tabel di bawah. Kemudian diaduk selama 5 menit dengan menggunakan magnetic stirer hingga homogen dengan bantuan pemanasan pada suhu 500C. Kemudian dituangkan ke dalam cetakan berbentuk tablet dan cetakan bar coating plate dan dibiarkan mengering selama ± 5 hari.

Tabel 3.1 Perbandingan volume PVA, ekstrak alga merah, crosslinker dan

CNT PVA (mL) Ekstrak Alga Merah (mL) Crosslinker (mL) CNT (mL) Suhu (0C)

Waktu Pemanasan

(menit)

10 10 10 1 50 5

10 10 10 3 50 5

10 10 10 5 50 5

10 10 10 7 50 5

10 10 10 10 50 5

3.4.2. Tahap Sintesis

3.4.2.1. Tahap Pemasukan Nutrien ke dalam Hidrogel

Hidrogel dengan komposisi optimum kemudian disisipkan larutan nutrien. Metode penyisipan yang dilakukan yaitu larutan nutrien dicampurkan bersamaan dengan bahan pembuat hidrogel CRF pada saat sintesis hidrogel (in

situ). Nutrien disisipkan dengan perbandingan PVA:ekstrak alga merah:crosslinker:CNT:nutrien yaitu 10:10:10:5:3 sesuai dengan penelitian sebelumnya (Chotimah, 2013; Koswara, 2006). Makronutrien yang disisipkan adalah pupuk NPK dengan konsentrasi 20 g/L. Selanjutnya hidrogel plus nutrien akan dikarakterisasi meliputi uji kinerja dan uji instrumentasi.


(24)

33

3.4.3. Tahap Karakterisasi 3.4.3.1.Swelling Rasio

Pengujian swelling rasio dilakukan dengan metode gravimetri. Swelling rasio diperlukan untuk mengetahui tingkat elastisitas hidrogel. Hidrogel kering ditimbang (Wd) lalu direndam dalam 25 mL aquades dalam gelas kimia 100 mL. Setiap 10 menit, hidrogel diangkat dan permukaannya dikeringkan dengan menggunakan tissue. Kemudian hidrogel tersebut ditimbang kembali berdasarkan waktu yang telah ditentukan yaitu setiap satu hari sampai sepuluh hari setelah perendaman pertama. Berat hidrogel setelah dilakukan perendaman dilambangkan dengan Ws. Rasio swelling (SR) pada hidrogel CRF dipelajari dengan menggunakan persamaan berikut.

% =� −� � % (3.1)

3.4.3.2.Retensi Air

Faktor retensi air dalam hidrogel berfungsi untuk mempertahankan kelembaban dan kandungan nutrisi dalam tanah pertanian. Untuk mempelajari retensi air tanah yang mengandung hidrogel CRF, sampel hidrogel CRF kering dibenamkan di dalam 40 g tanah kering yang ditempatkan dalam gelas. Sejumlah 40 g tanah kering lain tanpa hidrogel CRF ditempatkan dalam gelas lain, kemudian setiap gelas ditimbang (W). Setelah itu, air suling sebanyak 25mL ditambahkan ke dalam kedua gelas dan ditimbang kembali (Wo). Gelas tersebut disimpan pada kondisi suhu kamar yang sama dan ditimbang setiap hari (Wt) sampai berat tanah kembali seperti sebelum ditambahkan air suling. Retensi air (%WR) dari tanah kemudian dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

%� =� −���−� � (3.2)

3.4.3.3.Release Behaviour


(25)

34

serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv) atau visible (vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang berada di dalam nyala api. Cahaya UV atau vis yang diserap berasal dari energi yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.

Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum

Lambert-Beer yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :

A = a b C (3.3)

Keterangan :

A = absorbansi/daya serap a = absorptivitas

b = lebar kuvet (cm) C = konsentrasi

Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi (sumbu Y) dan konsentrasi (sumbu X) , konsentrasi suatu sampel dapat ditentukan (Wiji et al, 2012).

Penentuan konsentrasi desorbsi nutrien pada hidrogel dilakukan dengan menggunakan metode AAS untuk mengetahui perubahan konsentrasi pada hidrogel setelah pelepasan nutrien dengan cara kurva kalibrasi. Hidrogel yang telah disisipi nutrien dipotong-potong dengan ukuran 2 cm x 2 cm direndam dalam masing-masing 25 mL aquades selama beberapa variasi waktu yaitu selama 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 hari, kemudian diangkat dan ditiriskan. Konsentrasi logam kalium pada nutrien yang terdesorpsi dalam aquades hasil rendaman tersebut di uji menggunakan instrumentasi AAS dengan panjang gelombang 766,5 nm, energi 68%, int.time 0,7 detik, dan dilakukan secara triplo.

3.4.3.4.Biodegradasi

Hidrogel dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm, setiap spesi yang telah ditimbang ditempatkan pada tanah pertanian yang ada didalam sebuah gelas. Gelas tersebut dibiarkan selama 30 hari dalam kondisi ambient. Variasi morfologi dan perubahan massa dari hidrogel diamati.


(26)

35

3.4.3.5.Karakterisasi dengan SEM

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui penampang muka dan penampang melintang hidrogel serta untuk mengetahui ukuran pori hidrogel. Sebelum diuji, hidrogel terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian dihaluskan. Setelah itu, sampel ditempatkan pada wadah sampel kemudian diuji bentuk morfologinya menggunakan alat SEM JCM-6000 NeoScope Benchtop.

3.4.3.6.Karakterisasi dengan FTIR

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan gugus fungsi pada hidrogel. Alat yang digunakan adalah Thermo Scientific Nicolet 6700, diujikan tiga sampel yaitu hidrogel, hidrogel komposit dan hidrogel komposit-nutrien. Sampel dihaluskan kemudian dipadatkan dan dianalisis dalam bentuk pelet KBr. Spektrum direkam dalam daerah bilangan gelombang dari 4000 cm-1 sampai 500 cm-1. Kemudian hasil spektrum yang diperoleh dibandingkan satu sama lain untuk melihat pengaruh nutrien dalam pembentukan gugus fungsi pada hidrogel.

3.4.3.7.Karakterisasi dengan XRD

Untuk menentukan kristalinitas yang terbentuk pada hidrogel CRF digunakan instrumentasi XRD dengan spesifikasi alat Philips Analytical PW1710 BASED dan energi yang digunakan 40 kV/30 mA dengan sumber x-ray CuKα. Sebelum diuji, hidrogel terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian dihaluskan. Setelah itu, sampel ditempatkan pada wadah sampel kemudian diuji kristalinitasnya dan diperoleh difraktogram dari sampel. Jarak interlayer dan kristalinitas sampel dapat ditentukan dengan analisis menggunaakan persamaan Bragg dan Scherrer.


(27)

36

Dimana d adalah jarak interlayer, � adalah panjang gelombang, n adalah orde difraksi dan � adalah sudut difraksi.

Persamaan Scherrer:

� =

� � ��� (3.5)

Dimana L adalah kristalinitas, K adalah faktor bentuk dari kristal/tetapan (0,92), β adalah full width at half maximum (rad) dan θ adalah sudut difraksi (Kurnia, 2014).


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.

Komposisi optimum filler CNT dalam komposit PVA-alga merah adalah 5 mL CNT (dispersi) pada rasio komposisi PVA:Alga merah:CNT = 10:10:5, dimana kemampuan swelling (%SR) dan waktu retensi air optimum hidrogel komposit mencapai 840% dan 21 hari, secara berturut-turut, dengan metode pencetakan dalam bentuk lembaran.

2. Karakterisasi XRD menunjukkan bahwa hidrogel komposit-nutrien memiliki kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hidrogel komposit. Karakterisasi FTIR menyatakan bahwa interaksi prekursor hidrogel/hidrogel komposit (PVA-Alga merah-CNT-nutrien) berlangsung dengan melibatkan gugus fungsi C-O, C-N, C=O, C-H sp3 dan O-H, yang dikonfimasi dengan perubahan intensitas dan pergeseran puncak untuk serapan gugus fungsi tersebut. Sedangkan karakterisasi SEM mengkonfirmasi bahwa pada hidrogel komposit merupakan material berpori.

3. Penyisipan nutrien dapat meningkatkan kinerja dari hidrogel komposit PVA-Alga merah-CNT dengan %SR mencapai 1419% dan waktu retensi selama 21 hari. Uji release behavior menunjukkan bahwa hidrogel komposit-nutrien dapat digunakan sebagai material hidrogel CRF dengan kategori slow release. Sedangkan uji kemampuan biodegradasi mengindikasikan hidrogel komposit dapat bersifat biodegradable.

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa kekurangan yang dapat diperbaiki dalam penelitian selanjutnya, diantaranya :

1. Diperlukan metode dispersi CNT yang lebih baik agar CNT dapat terdistribusi secara merata dalam matriks hidrogel.


(29)

2. Sebaiknya dilakukan pengontrolan thickness dari hidrogel komposit agar tidak terjadi blocking saat pengambilan gambar SEM.

3. Porositas dari hidrogel komposit sebaiknya diuji dengan porosimetri agar informasi mengenai ukuran pori lebih akurat.

4. Sebaiknya dilakukan uji mekanik agar kekuatan mekanik dari hidrogel komposit dapat diketahui.

5. Uji biodegradasi sebaiknya dilakukan melalui uji dengan bakteri untuk memastikan bahwa pengurangan massa hidrogel komposit disebabkan oleh degradasi biologis.

6. Sebaiknya konsentrasi N dan P pada uji release behavior juga diukur untuk mengetahui rilis nutrien secara keseluruhan.


(1)

3.4.3. Tahap Karakterisasi 3.4.3.1.Swelling Rasio

Pengujian swelling rasio dilakukan dengan metode gravimetri.

Swelling rasio diperlukan untuk mengetahui tingkat elastisitas hidrogel.

Hidrogel kering ditimbang (Wd) lalu direndam dalam 25 mL aquades dalam gelas kimia 100 mL. Setiap 10 menit, hidrogel diangkat dan permukaannya dikeringkan dengan menggunakan tissue. Kemudian hidrogel tersebut

ditimbang kembali berdasarkan waktu yang telah ditentukan yaitu setiap satu

hari sampai sepuluh hari setelah perendaman pertama. Berat hidrogel setelah dilakukan perendaman dilambangkan dengan Ws. Rasio swelling (SR) pada hidrogel CRF dipelajari dengan menggunakan persamaan berikut.

% =� −� � % (3.1)

3.4.3.2.Retensi Air

Faktor retensi air dalam hidrogel berfungsi untuk mempertahankan kelembaban dan kandungan nutrisi dalam tanah pertanian. Untuk mempelajari retensi air tanah yang mengandung hidrogel CRF, sampel hidrogel CRF kering dibenamkan di dalam 40 g tanah kering yang ditempatkan dalam gelas. Sejumlah 40 g tanah kering lain tanpa hidrogel CRF ditempatkan dalam gelas lain, kemudian setiap gelas ditimbang (W). Setelah itu, air suling sebanyak 25mL ditambahkan ke dalam kedua gelas dan ditimbang kembali (Wo). Gelas tersebut disimpan pada kondisi suhu kamar yang sama dan ditimbang setiap hari (Wt) sampai berat tanah kembali seperti sebelum ditambahkan air suling. Retensi air (%WR) dari tanah kemudian dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

%� =� −���−� � (3.2)

3.4.3.3.Release Behaviour

Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic Absorbtion


(2)

34

serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv) atau visible (vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang berada di dalam nyala api. Cahaya UV atau vis yang diserap berasal dari energi yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.

Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum Lambert-Beer yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :

A = a b C (3.3)

Keterangan :

A = absorbansi/daya serap a = absorptivitas

b = lebar kuvet (cm) C = konsentrasi

Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi (sumbu Y) dan konsentrasi (sumbu X) , konsentrasi suatu sampel dapat ditentukan (Wiji et al, 2012).

Penentuan konsentrasi desorbsi nutrien pada hidrogel dilakukan dengan menggunakan metode AAS untuk mengetahui perubahan konsentrasi pada hidrogel setelah pelepasan nutrien dengan cara kurva kalibrasi. Hidrogel yang telah disisipi nutrien dipotong-potong dengan ukuran 2 cm x 2 cm direndam dalam masing-masing 25 mL aquades selama beberapa variasi waktu yaitu selama 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 hari, kemudian diangkat dan ditiriskan. Konsentrasi logam kalium pada nutrien yang terdesorpsi dalam aquades hasil rendaman tersebut di uji menggunakan instrumentasi AAS dengan panjang gelombang 766,5 nm, energi 68%, int.time 0,7 detik, dan dilakukan secara triplo.

3.4.3.4.Biodegradasi

Hidrogel dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm, setiap spesi yang telah ditimbang ditempatkan pada tanah pertanian yang ada didalam sebuah gelas. Gelas tersebut dibiarkan selama 30 hari dalam kondisi ambient. Variasi morfologi dan perubahan massa dari hidrogel diamati.


(3)

3.4.3.5.Karakterisasi dengan SEM

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui penampang muka dan penampang melintang hidrogel serta untuk mengetahui ukuran pori hidrogel. Sebelum diuji, hidrogel terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian dihaluskan. Setelah itu, sampel ditempatkan pada wadah sampel kemudian diuji bentuk morfologinya menggunakan alat SEM JCM-6000 NeoScope Benchtop.

3.4.3.6.Karakterisasi dengan FTIR

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan gugus fungsi pada hidrogel. Alat yang digunakan adalah Thermo Scientific Nicolet 6700, diujikan tiga sampel yaitu hidrogel, hidrogel komposit dan hidrogel komposit-nutrien. Sampel dihaluskan kemudian dipadatkan dan dianalisis dalam bentuk pelet

KBr. Spektrum direkam dalam daerah bilangan gelombang dari 4000 cm-1

sampai 500 cm-1. Kemudian hasil spektrum yang diperoleh dibandingkan satu

sama lain untuk melihat pengaruh nutrien dalam pembentukan gugus fungsi pada hidrogel.

3.4.3.7.Karakterisasi dengan XRD

Untuk menentukan kristalinitas yang terbentuk pada hidrogel CRF digunakan instrumentasi XRD dengan spesifikasi alat Philips Analytical PW1710 BASED dan energi yang digunakan 40 kV/30 mA dengan sumber

x-ray CuKα. Sebelum diuji, hidrogel terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian

dihaluskan. Setelah itu, sampel ditempatkan pada wadah sampel kemudian diuji kristalinitasnya dan diperoleh difraktogram dari sampel. Jarak interlayer dan kristalinitas sampel dapat ditentukan dengan analisis menggunaakan persamaan Bragg dan Scherrer.

Persamaan Bragg:


(4)

36

Dimana d adalah jarak interlayer, � adalah panjang gelombang, n adalah orde

difraksi dan � adalah sudut difraksi.

Persamaan Scherrer:

� =

� � ��� (3.5)

Dimana L adalah kristalinitas, K adalah faktor bentuk dari kristal/tetapan

(0,92), β adalah full width at half maximum (rad) dan θ adalah sudut difraksi


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.

Komposisi optimum filler CNT dalam komposit PVA-alga merah adalah 5

mL CNT (dispersi) pada rasio komposisi PVA:Alga merah:CNT = 10:10:5, dimana kemampuan swelling (%SR) dan waktu retensi air optimum hidrogel komposit mencapai 840% dan 21 hari, secara berturut-turut, dengan metode pencetakan dalam bentuk lembaran.

2. Karakterisasi XRD menunjukkan bahwa hidrogel komposit-nutrien memiliki

kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hidrogel komposit. Karakterisasi FTIR menyatakan bahwa interaksi prekursor hidrogel/hidrogel komposit (PVA-Alga merah-CNT-nutrien) berlangsung dengan melibatkan

gugus fungsi C-O, C-N, C=O, C-H sp3 dan O-H, yang dikonfimasi dengan

perubahan intensitas dan pergeseran puncak untuk serapan gugus fungsi tersebut. Sedangkan karakterisasi SEM mengkonfirmasi bahwa pada hidrogel komposit merupakan material berpori.

3. Penyisipan nutrien dapat meningkatkan kinerja dari hidrogel komposit

PVA-Alga merah-CNT dengan %SR mencapai 1419% dan waktu retensi selama 21 hari. Uji release behavior menunjukkan bahwa hidrogel komposit-nutrien dapat digunakan sebagai material hidrogel CRF dengan kategori slow release. Sedangkan uji kemampuan biodegradasi mengindikasikan hidrogel komposit dapat bersifat biodegradable.

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa kekurangan yang dapat diperbaiki dalam penelitian selanjutnya, diantaranya :

1. Diperlukan metode dispersi CNT yang lebih baik agar CNT dapat


(6)

2. Sebaiknya dilakukan pengontrolan thickness dari hidrogel komposit agar tidak terjadi blocking saat pengambilan gambar SEM.

3. Porositas dari hidrogel komposit sebaiknya diuji dengan porosimetri agar

informasi mengenai ukuran pori lebih akurat.

4. Sebaiknya dilakukan uji mekanik agar kekuatan mekanik dari hidrogel

komposit dapat diketahui.

5. Uji biodegradasi sebaiknya dilakukan melalui uji dengan bakteri untuk

memastikan bahwa pengurangan massa hidrogel komposit disebabkan oleh degradasi biologis.

6. Sebaiknya konsentrasi N dan P pada uji release behavior juga diukur untuk