THE ROLE OF WOMEN IN TRADITIONAL CEREMONY OF RAHENGAN IN CITATAH VILLAGE, WEST BANDUNG REGENCY

PERAN PEREMPUAN

PADA UPACARA TRADISIONAL RAHENGAN

DI DESA CITATAH, KABUPATEN BANDUNG BARAT

THE ROLE OF WOMEN IN TRADITIONAL CEREMONY OF RAHENGAN IN CITATAH VILLAGE, WEST BANDUNG REGENCY

Ani Rostiyati

Peneliti Utama Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Jawa Barat

Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung e-mail: anirostiyati@yahoo.com

Naskah Diterima: 30 Agustus 2017

Naskah Direvisi: 18 Oktober 2017

Naskah Disetujui: 22 November 2017

Abstrak

Tujuan kajian ini melihat peran perempuan dalam upacara rahengan di Desa Citatah, bagaimana performativitas perempuan membentuk konstruksi identitas perempuan di masyarakat. Performativitas dipahami sebagai identitas yang dibentuk melalui wacana tindakan yang dilakukan secara berulang dan memberi efek diterima secara sosial sebagai penanda identitas . Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peran perempuan yang menonjol dilihat dari struktur ritual yakni perempuan lebih banyak memegang peranan dari sejak persiapan ritual hingga pasca ritual. Dewi Sri sebagai simbol kehidupan dianggap menjadi penanda utama gender acts yang membentuk identitasnya dalam wilayah gagasan keperempuanan yang serba simbolis. Penampilan dalam ritual juga memegang peranan signifikan seperti tampak pada rias wajah, perilaku, dan pakaian. Performativitas dalam penampilannya itu lebih disebabkan aturan adat yang hegemonik dan memaksa dirinya agar mendapatkan pengakuan di masyarakat. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan fokus penelitannya tentang etnografis feminis, studi mengenai perempuan dalam praktik budaya. Penggalian data melalui wawancara mendalam dan studi pustaka. Kajian ini menggunakan analisis Butler tentang performativitas dan identitas dari Hall.

Kata kunci: peran perempuan, upacara tradisional rahengan.

Abstrak

The purpose of this study is to look at the role of women in the Rahengan ceremony in Citatah Village, how the performativity of women formed the construction of women's identity in the community. Performativity is understood as an identity that is formed through the discourse of repeated actions and gives socially acceptable effects as identity markers. The results showed that there is a prominent female role seen from the ritual structure, that women play more roles than ever since the preparation of rituals till post-ritual. Dewi Sri as a symbol of life is considered to be

a major marker of the gender acts that form her identity within the area of the all-symbolic womanhood. The appearance in the ritual also plays a significant role as seen on makeup, behavior, and clothing. Performativity in his appearance was due to hegemonic custom rules and forced himself to gain recognition in society. This study uses a qualitative approach and its focus on feminist ethnographies, the study of women in cultural practice. Digging data through in-depth interviews and literature study. This study uses Butler's analysis of Hall's performance and identity.

Keywords: Women Role, Traditional ceremony of Rahengan.

360 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

sesajen. Peran perempuan yang lebih Perempuan menjadi fokus perhatian dominan dalam ritual ini menjadi simbol karena merupakan pihak yang potensial masyarakat dan penghargaan yang tinggi terhadap kompleksitas dinamika budaya bagi perempuan. Ritual Dewi Sri sebagai etnik lokal. Bahkan sejak adanya kebijakan wujud rasa syukur berkat limpahan otonomi daerah atau desentralisasi yang kesuburan dan panen yang melimpah mendorong penguatan nilai budaya lokal, seperti milik kaum perempuan adat. perempuan memiliki peran yang cukup Kepercayaan terhadap Dewi Sri sebagai tinggi. Namun, tema kearifan lokal dan simbol kekuatan yang melimpahkan perempuan ternyata kemudian seperti pisau kesuburan

A. PENDAHULUAN

membentuk konstruksi bermata dua, kearifan lokal bila ia identitasnya dalam suasana ritual suci. mendominasi perempuan, maka ia menjadi Terjadi relasi gender dan agama yang kuat kebudayaan

menindas perempuan. dalam ritual ini dan perempuan menjadi Sebaliknya bila kebudayaan bukan sebagai bagian penting di dalamnya (Jajang, 2014: alat dominasi maka kearifan lokal justru 4). membebaskan

Penelitian ini berusaha mengkaji salah 2014:3).

perempuan

(Jajang,

bagi satu bentuk kearifan lokal dalam identitas perempuan Aceh misalnya, sebagian dan performativitas perempuan pada contoh dari kearifan lokal yang sering upacara rahengan yakni ritual Dewi Sri dicurigai menjadi budaya yang berpotensi atau bahasa setempat disebut Nyi Pohaci mengopresi perempuan. Tetapi tidak di Desa Citatah Cipatat. Fokus utama sedikit kearifan budaya lokal yang justru dalam penelitian ini bagaimana peran membebaskan perempuan dan mendorong perempuan dalam upacara rahengan. apa yang disebut Bowen (2003:4) sebagai Bagaimana performativitas perempuan cara pandang dengan melihat ke dalam dalam upacara penghormatan Dewi Sri (inward)

Pengaturan

busana

otentik tersebut dan bagaimana upacara rahengan keindonesiaan (adat) yang mendorong membentuk

terhadap

nilai

konstruksi identitas kesetaraan sosial. Konsep Ambu, Nyi perempuan di masyarakat. Pohaci, dan pikukuh (aturan) merupakan

Penelitian ini menggunakan teori keseimbangan yang mampu menetralisasi performativitas dari Judith Butler ( 1990) kekuasaan

tradisi dan identitas dari Hall ( 1990 ) sebagai masyarakat patriakat.

laki-laki

dalam

pijakan teoritis. Secara umum, kajian ini Kearifan

yang tidak mencoba mengukur secara kuantitatif cenderung

lokal

lainnya

membebaskan perempuan peran yang ditampilkan laki-laki dan adalah dalam pelaksanaan upacara perempuan dalam upacara rahengan, tapi pertanian

upacara kajian ini melihat pelaksanaan upacara penghormatan pada Dewi Sri yang rahengan sebagai praktik budaya dimana dilangsungkan jelang musim panen pada proses diskursif dari kontruksi identitas masyarakat Citatah Cipatat. Sebagaimana gender terjadi. Kajian didasarkan pada umumnya masyarakat Sunda pedesaan asumsi bahwa ada interrelasi antara masih memelihara keyakinan karuhun pelaksanaan upacara rahengan dengan (leluhur) yang sudah ada sejak masa pra- wacana sosial hegemonik dan relasi kuasa Islam. Perempuan dan laki-laki terlibat asimetris dalam konteks gender yang bersama-sama sepanjang ritual dari mulai berlaku di masyarakat. Dengan cara ini, persiapan upacara, saat pelaksanaan hingga akan teridentifikasi bagaimana wacana berakhirnya acara ritual. Bahkan peran sosial tentang gender yang berperan dalam perempuan terasa menonjol dalam ritual mendefinisikan peran dan posisi sosial prosesi tari tarawangsa dengan beberapa individu. sinden dan penari perempuan, memasak

rahengan yakni

Judith Buttler sebagaimana yang untuk hidangan tamu, dan membuat ditulis oleh Abdullah (2006: 49)

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan …( Ani Rostiyati) 361 berpendapat bahwa identitas itu dibentuk hubungannya dengan sang liyan (others)

secara performatif melalui wacana, tidak (Prabasmoro, 2007). Perempuan dan the muncul by nature di masyarakat atau ada others

mengidentifikan diri atau sejak lahir, melainkan dibentuk secara mendefinisikan

dirinya, bagaimana performativitas . Jadi identitas gender itu berhubungan dan motif apa yang mungkin adalah efek yang diproduksi oleh individu muncul. Maka ketika interaksi itu terjadi, karena menampilkan secara berulang identitas pun terbentuk. Karenanya, tindakan atau praktik secara yang secara identitas sebetulnya hasil konstruksi dalam sosial diterima sebagai penanda identitas berhubungan dengan sang liyan. Dengan laki-laki atau perempuan.Tindakan atau perspektif ini maka dalam identitas praktik sosial atau budaya itu oleh Buttler sebetulnya terkandung proses perjumpaan diistilahkan

acts . dan negosiasi. Di situ ada pilihan-pilihan Performativitas gender menyiratkan bahwa tanpa henti. Tidak mungkin lagi individu membentuk identitas gendernya, merumuskan semacam esensi tetap (fixed) seperti layaknya memilih baju. Untuk suatu identitas yang mutlak, sebab identitas menjadi seorang perempuan misalnya, lebih sebagai hasil proses kontestasi- individu akan memilih baju yang secara sementara terhadap yang lain, bukan suatu sosial dianggap menampilkan femininitas. fiksasi. Identitas karenanya lebih sebagai Jadi pilihan baju, cara berjalan, bermake proses representasi diri yang cair (fluid) up, bertingkah laku feminim itu bukan berhadapan dengan dan dalam resistensi produk identitas feminim. Identitas terhadap representasi pihak yang kuat atau feminim diperoleh karena individu diri komunitas tersebut. Sehingga dapat menampilkan sikap dan perilaku berulang. dikatakan bahwa terdapat pelekatan Buttler mengatakan bahwa gender acts sementara pada sebentuk wacana yang tersebut tidak diinternalisasi oleh tubuh, menceritakan identitas tersebut. tetapi dilekatkan atau ditorehkan pada

sebagai

gender

Untuk dapat memahami identitas tubuh.

melihat juga teori yang ditawarkan oleh Konsep tentang identitas yang Anthony Giddens (1991), menurutnya ditulis oleh Hall (1990) berkaitan dengan identitas adalah cara berpikir tentang diri konsepsi yang dimiliki individu (temasuk kita berubah dari satu situasi ke situasi lain perempuan) tentang dirinya sendiri dan menurut ruang dan wakyunya. Identitas citra individu di mata orang lain. Identitas sebagai proyek karena merupakan sesuatu memungkinkan individu untuk melihat yang kita ciptakan dan selalalu dalam persamaan atau kemiripan dan perbedaan proses. Identitas membentuk apa yang kita antara dirinya dan orang lain. Hall pikir tentang diri kita saat ini dari sudut menegaskan bahwa identitas bukan sesuatu masa lalu dan masa kini. Menurut Giddens, yang given, tetapi sebuah produksi yang identitas diri tidak diwariskan atau statis, tidak pernah final, selalu dalam proses dan melainkan menjadi suatu pyoyek refleksi selalu dikonstruksi dan direkonstruksi bahwa kita terus berupaya merefleksikan dalam sistem penandaan atau representasi. identitas dalam aplikasi kehidupan sehari- Identitas merupakan sebuah konstruk hari. Pada prinsipnya konsep identitas diri sosial yang tidak pernah stabil secara tersebut berfokus pada pengembangan kultural dan selalu menjadi subjek narasi tentang siapa kita dan bagaimana perubahan. Seberapa jauh konstruksi kita

menampilkan diri serta identitas berkaitan dengan proses tertentu mengaplikasikan

konsep diri pada dan pengalaman sejarah yang berbeda- kehidupan sehari-hari dan menghubungkan beda. Identitas adalah persoalan lama yang diri dengan orang lain, berdasarkan norma menemukan vitalitasnya pada masa kini. dan nilai sosial budaya yang telah Disadari atau tidak siapapun (perempuan) terbentuk oleh masyarakat. Selain itu, pada setiap saat membangun identitasnya dalam dasarnya manusia juga memiliki segala

362 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374 kemampuan untuk membebaskan diri dan digunakan cenderung pada kerangka

menentukan bagaimana sesungguhnya antropologi feminis bukan antropologi eksistensi diri sebagai diri yang perempuan. Etnografi feminis yakni studi mendapatkan ”pencerahan”. Termasuk mengenai perempuan dalam praktik

pencerahan yang didapat dari hubungan budaya, diharapkan bisa mendekonstruksi timbal balik dengan orang lain, baik asumsi-asumsi patriarkis dan mengetahui perseorangan maupun kelompok yang secara pasti perempuan mana yang terlibat, dipandang oleh diri memeliki persamaan dalam bentuk kegiatan apa, di bawah atau perbedaan. Seperti yang disebut oleh kondisi apa, dan menegaskan identitas apa Bakker (2004:179), bahwa tidak ada esensi lewat proses apa. Teknik pengumpulan dari sebuah identitas yang harus dicari, data dalam penelitian ini dengan melainkan identitas secara terus menerus wawancara mendalam pada sejumlah diproduksi dalam sebuah kesamaan dan informan dan dilakukan pengamatan perbedaan. Disinilah sifat identitas terlibat (participatory observation) serta akhirnya tidak selalu stabil, karena secara studi pustaka. temporer distabilkan oleh praktik sosial

dan perilaku yang teratur. Identitas diri Tinjauan Pustaka

seseorang dalam komunitas meskipun Tinjauan pustaka digunakan penulis tidak mengikat dan bersifat bebas, selalu dalam rangka mencari perbandingan mengalami proses dinamis dan saling sebagai dasar penelitian. Sejauh mana hasil mempengaruhi

sehingga membentuk penelitian ini mempunyai relevansi identitas baru. Ini menyiratkan bahwa terhadap kajian tentang peran perempuan identitas dapat dibentuk ulang sesuai pada upacara rahengan. dengan pilihan, meskipun dalam proses

Buku pertama adalah “Ritual selalu diwarnai petentangan. Namun Theory, Ritual Practice ” yang ditulis oleh seseorang mampu dan bisa berubah sesuai Cathrine Bell (2002) yang menguraikan pilihannya.

tentang berbagai teori ritual dan praktik ritual yang dilakukan oleh masyarakat.

Satu poin penting dalam buku itu diuraikan Ritual yang menjadi objek kajian tentang ritual, kepercayaan, ideologi, serta adalah upacara rahengan di Desa Citatah bagaimana daya ritual itu dilaksanakan Cipatat. Ritual ini menjadi agenda rutin oleh masyarakat pendukung budayanya. yang dilakukan masyarakat Citatah tiap

B. METODE PENELITIAN

Buku selanjutnya adalah “Kearifan tahun sekali setelah musim panen padi Lokal dan Peran Perempuan dalam tiba.

mengkaji Memelihara Lingkungan Hidup di Jepang performativitas perempuan dalam seluruh dan Indonesia ”.Tulisan Aquarini Priyatna kegiatan upacara tersebut sejak dari dan Mega Subekti tahun 2016 ini persiapan, prosesi ritual, tari-tarian hingga menceritakan tentang peran perempuan pasca ritual. Tidak semua warga dalam gerakan lokal. Perempuan erat perempuan dari Desa Citatah mengambil kaitannya dengan relasi gender. Itu juga bagian dalam ritual. Perempuan yang ikut berarti pangan berbicara mengenai berperan adalah istri tokoh desa, istri perempuan. Peran perempuan sangat kuncen, istri ketua adat, dan para sepuh penting jika dikaitkan dalam lingkup yang desa. Perempuan tersebut tidak saja yang luas dari mulai persiapan produksi, sudah menikah, tetapi para remaja putri produksi pangan, hasil panen, pengolahan yang terlibat dalam proses ritual, terutama pangan, hingga penyediaan pangan dalam sebagai penari seni tarawangsa. Penelitian ranah domestik atau publik. Peran ini menggunakan kerangka kerja penelitian perempuan sebagai sentral terkait dengan etnografi feminis dengan paradigma kritis. pangan. Demikian pula dalam kegiatan (Egger, 2014: 50). Etnografi feminis yang yang berhubungan dengan ritual padi. Pada

Penelitian

ini

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan …( Ani Rostiyati) 363 bagian lain dari buku tersebut juga

Tulisan Jajang dan Ernawati diuraikan tentang bagaimana hubungan tentang perempuan dan kearifan lokal. antara gender dengan ritual, religi, budaya, ”Performativitas Perempuan dalam Ritual dan lingkungan.

Adat Sunda ” (2014), mengkaji konstruksi Tidak kalah pentingnya adalah identitas gender komunitas adat dengan buku yang berisi kumpulan makalah dari kearifan

lokalnya. Salah satu para peneliti di lingkungan Balai Kajian kecenderungan positif bagi pembebasan Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, perempuan

adalah performativitas Setiawan dan Andayani (2012), berjudul perempuan dalam ritual adat Sunda. Kajian “Budaya Spiritual Masyarakat Sunda” dan ini

memfokuskan pada masalah Buku “Upacara Seren Taun pada performativitas perempuan dalam ritual Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di mapag Sri di komunitas adat. Sukabumi ”. Kedua buku ini cukup

Berdasarkan hasil penalaahan isi informatif

dan dapat memberikan laporan penelitian yang telah dilakukan gambaran tataran konsep dan bentuk oleh beberapa peneliti terdahulu, dapat pelaksanaan ritual mapag Sri yang ada di disimpulkan

baru terbatas pada lingkungan masyarakat Sunda dewasa ini.

pendeskripsian, dan penelitian tentang Untuk tataran visualisasi seni peran perempuan pada upacara ritual ritual, kepustakaan lain adalah tentang tersebut belum dikaji secara mendalam. “Tari di Tatar Sunda” yang ditulis oleh

Endang Caturwati (2007). Dalam buku

C. HASIL DAN BAHASAN

tersebut selain menguraikan tentang Upacara tradisional pada umumnya masyarakat di Tatar Sunda juga diulas mempunyai tujuan untuk menghormati, tentang tari sebagai sarana ritual. mensyukuri,

memuja dan minta Disebutkan bahwa di Jawa Barat sampai keselamatan pada leluhur (karuhun) dan saat

masih Tuhannya. Demikian pula pada upacara menyelenggarakan pertunjukan tari yang rahengan yang dilakukan masyarakat Desa ada kaitannya dengan upacara ritual, Citatah, Kecamatan Cipatat (Kampung khususnya yang berkaitan dengan padi Banceuy), bertujuan sebagai ungkapan rasa yang dilaksanakan menurut kebiasaan syukur pada dewi padi (Sri Pohaci) dan secara tetap, menurut waktu tertentu, Tuhan YME atas hasil panen yang didapat seperti yang dilaksanakan pada upacara dan mengharapkan keberhasilan panen seren taun di Sukabumi.

ini beberapa

daerah

yang mendatang agar berlimpah tidak ada Pertunjukan

tersebut bencana apapun. Di samping itu juga merupakan ritual untuk persembahan demi sebagai permohonan agar masyarakat kesuburan pertanian, dengan keyakinan petani di Desa Citatah diberi keselamatan penyajian tarian pada upacara padi tersebut dijauhkan dari malapetaka. memiliki kekuatan magis dan berpengaruh

tarian

Upacara rahengan adalah upacara terhadap upacara persembahan tersebut.

yang ada kaitannya dengan pertanian dan Heli Apriani (2010) melakukan kesuburan tanah, biasanya dilakukan oleh penelitian ritual padi (pare) sebagai bentuk masyarakat petani di pedesaan atau

syukur masyarakat terhadap karuhun di masyarakat agraris di Indonesia pada Kasepuhan

Upacara ini umumnya Sukabumi. Untuk penyusunan skripsi di bertujuan sebagai ucapan syukur pada

Ciptagelar,

Kabupaten umumnya.

Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Tuhan YME termasuk juga Dewi Sri (Sri dan Politik, Universitas Padjadjaran. Pohaci – dewi padi) dan penghormatan Dalam penelitiannya diuraikan secara pada para leluhur (karuhun). panjang lebar tentang prosesi ritual padi

rahengan yang dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan dilaksanakan

Upacara

masyarakat Citatah Ciptagelar.

merupakan tradisi yang sudah turun

364 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374 temurun dilakukan bisa sekali atau dua kali

8 juta rupiah tergantung dari besar kecilnya dalam setahun. Penyelenggaraan upacara pelaksanaan upacara tersebut. Dengan dilakukan pada bulan Maulud atau perincian kurang lebih 2 juta rupiah untuk Muharam dan waktunya dimulai pukul 8 belanja keperluan sesaji dan konsumsi, 3 pagi hingga malam hari. Adapun tempat juta rupiah untuk kesenian tarawangsa, 1 pelaksanaan di Kampung Pasir Peuti, Desa juta dekorasi, dan 1 juta untuk penari Citatah, yang lokasinya dekat dengan (pengibing). sesepuh desa (ketua adat). Di tempat

Untuk keperluan sesaji dan konsumsi, rumah tokoh inilah semua sesaji dan para ibu belanja ke pasar sehari tumpeng

warga sebelumnya, antara lain membeli bahan dikumpulkan dan ditata sesuai keperluan untuk membuat tumpeng nasi kuning dan upacara. Tumpeng ini ditaruh di atas nasi uduk lengkap dengan lauk pauknya baskom berisi lauk pauk seperti telur, yakni ikan asin, telur rebus, dan sayur ayam, sayur tempe orek, tahu, dan lalap.

(nyongcot)

dari

nangka. Membeli bahan untuk membuat Upacara rahengan mengambil kata dari kue bugis, papais, leupeut, tantang angin, rahyang memiliki

sebutan kupat, opak, wajit, jenang, dan bahan kehormatan untuk para leluhur termasuk lainnya. Jarak dari rumah Desa Citatah ke Dewi Sri Pohaci (Dewi padi). Dengan pasar yang terletak di Kecamatan Cipatat demikian upacara rahengan merupakan cukup jauh kurang lebih 5 km dengan bentuk upacara ritual leluhur dalam ongkos naik ojeg 60 ribu pulang pergi. upacara pertanian. Upacara rahengan Malam hari sebelum pelaksaan upacara, berkaitan dengan ritual buku taun yang para ibu bergotong royong memasak di merupakan acara puncak atau akhir dari rumah Ibu RW sampai dini hari. Mereka seluruh rangkaian upacara pertanian membuat makanan antara lain kue bugis, dengan tahapan pengelolaan tanaman padi, papais , leupeut, kupat, opak, wajid dan mulai dari persemaian, tanam, sampai rangginang. Selain kue, para ibu juga panen. Selain itu upacara rahengan juga membuat sesaji berikut ini: digunakan

kelahiran, pernikahan, khitanan, syukuran

1) Pangradinan, terdiri dari gula merah, dan upacara lainnya.

sirih, gambir, pisang emas, gula putih, Berikut

ayam kampung, rahengan yang berkaitan dengan pertanian

kemenyan, minyak duyung, tembakau, di Desa Citatah, Kecamatan Cipatat:

srutu siong , minyak japaron, minyak melati, minyak hajar aswat, minyak

1. Prosesi Upacara

klentik , daun pandan, gula batu, dan

a. Pelaku Upacara

pisang kapas .

Pelaksanaan upacara

rahengan

didahului dengan musyawarah warga yang

dilakukan dua minggu sebelumnya. Musyawarah dihadiri oleh para sesepuh

masyarakat antara lain Abah Enceng dan

Abah Engkus

sebagai

ketua

penyelenggara dan Bapak Idik serta Idang

sebagai pelindung. Dalam musyawarah

tersebut dibicarakan juga mengenai biaya

dan tugas panitia upacara rahengan. Biaya untuk upacara biasanya berasal dari dana pribadi yang punya hajat dan iuran suka rela dari warga. Biaya yang diperlukan untuk upacara biasanya berkisar 6 sampai

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan …( Ani Rostiyati) 365 upacara dilaksanakan, warga melakukan

aktivitasnya sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Para bapak mempersiapkan

tenda dengan perlengkapan sound system dan para ibu memasak di dapur membuat sesaji.

b. Pihak yang Terlibat dalam Upacara

Adapun pihak yang terlibat dalam

Gambar 1. Pangradinan.

upacara adalah:

1) Para sesepuh dan tokoh masyarakat yakni Abah Enceng, Abah Engkus,

Sumber: Ani, 2015.

2) Rujak-rujakan, terdiri dari rujak asem, Abah Idik, dan Abah Idang. rujak roti , kopi pahit, kopi manis,

2) Seni tarawangsa yang berasal dari rujak srawung , rujak santan, serabi,

Pasir Peuti, terdiri dari 6 nayaga wajit, punar atau nasi ketan kuning

untuk kecapi dan suling, penari, dan dawegan (kelapa muda), bubur merah,

3 sinden.

bubur putih, surabi.

3) Pengibing (penari) dari warga kurang

3) Dewi padi Sri Pohaci, terdiri dari uang

lebih 20 orang.

logam, minyak duyung, punar, ketan

4) Para ibu sepuh yakni mapag, pengais, putih, wajit ngora, bubur merah, kupat,

pangayun, dan panimbang. tantang angin, leupeut, dawegan

(kelapa muda), bubur merah, bubur putih, surabi.

Gambar 3. Sesepuh Desa Sumber: Ani, 2015.

c. Prosesi Upacara Rahengan Prosesi upacara rahengan dimulai

pada pagi hari sekitar jam 08.00, para ibu mempersiapkan sesaji yang disusun secara

rapi di atas meja segi empat. Meja ini memiliki 4 sudut yang diartikan sebagai 4

penjuru yakni barat, selatan, tumur, utara dan pusatnya di tengah. Masyarakat

Citatah mengatakan sebagai 4 penjuru 5 Pohaci (berkain putih).

Gambar 2. Dewi Padi Sri

pancer , yang artinya bahwa dunia ini ada 4

Sumber: Ani, 2015.

arah mata angin dan tengah adalah pusatnya. Manusia yang berada di tengah

(pusat) harus mendapat perlindungan dari Sesaji tersebut ditujukan untuk leluhur yang berada di empat penjuru. makanan para leluhur, agar doa yang Oleh sebab itu sesaji yang dihidangkan disampaikan dikabulkan oleh Tuhan YME.

Demikianlah kesibukan warga menjelang

366 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374 harus menyimbolkan 4 penjuru 5 pancer secara islami ini dibacakan dalam bahasa

(pusat). Sunda bernuansa pantun. Inti dari doa ini Sesajen yang dihidangkan antara memohon pada Tuhan YME, para leluhur, lain tumpeng nasi kuning, bubur merah dan para wali agar diberi keselamatan. putih, Nyi Pohaci sebagai simbol padi, Setelah pembacaan doa ijab kabul,

rujak-rujakan, 4 dawegan (kelapa muda), kemudian dilakukan ngarajah yang daun hanjuang, kopi pahit kopi manis, diiringi seni tarawangsa. Ngrajah adalah buah-buahan, pangradinan, ikan asin doa tradisi yang disampaikan dalam pepetek , telur, ayam bakakak , dan lantunan lagu dan berisi jangjawokan panggang terasi. Semua sesaji merupakan (mantra) dengan menggunakan bahasa simbol yang memiliki makna simbolis.

Sunda buhun.

Setelah acara sambutan, ijab kabul dihidangkan, para tamu berdatangan antara dan ngarajah, proses selanjutnya adalah lain warga, kelompok seni tarawangsa, melanjutkan lagu seni musik tarawangsa. sesepuh adat, dan tokoh masyarakat. Kelompok kesenian tarawangsa terdiri Sebagian besar warga adalah petani yang atas 3 orang pemegang alat musik kecapi, biasanya membawa nasi tumpeng di ngengngek dan suling, 2 orang sinden, dan

Beberapa saat setelah

sesajen

baskom lengkap dengan lauk pauknya, pengibing. Seni tarawangsa adalah tujuannya

berkah pertunjukan rakyat yang biasa tampil keselamatan. Nasi tumpeng tersebut dalam acara ritual khusus terutama setelah diberi doa oleh sesepuh desa lalu berkaitan dengan panen padi. Seni dimakan bersama atau dibawa pulang ke tawarangsa ini adalah kesenian sakral rumah untuk keluarga. Ada kurang lebih yang

membuat penarinya

30 warga yang hadir pada acara tersebut, (pengibing) menjadi kerasukan (trance). belum lagi yang berasal dari luar desa juga Adapun lagu-lagu yang dibawakan adalah berdatangan.

(pamapang, panimang, Setelah tamu berdatangan, acara jomplang, layaran, mupu kembang ) dan pertama adalah sambutan dari ketua adat lagu bebas (papatong ngisang, sarenet yang

lagu wajib

upacara naek, puyuh gunung, Qulhu ). rahengan, tujuan upacara, dan makna

menjelaskan

sejarah

Selain alat musik dan lagu, seni sesajen. Ketua sesepuh desa Abah Aceng, pertunjukan

tarawangsa juga menceritakan bahwa :

menampilkan tari-tarian. Bentuk tarian ini ”Upacara rahengan dilaksanakan sejenis tari ketuk tilu, meski tidak

sejak tahun 1943 di Kampung Pasir dilengkapi dengan kendang dan goong. Peuti, bertujuan agar para leluhur Tarian seni tarawangsa ini terbagi dalam 2 dan

memberi tarian yakni tari wajib dan syukuran. perlindungan pada masyarakat petani Tarian wajib ini dilakukan oleh 5 orang di Pasir Peuti. Masyarakat juga harus penari yang manopause (tidak haid), patuh pada pemerintah. Namun pada karena dianggap suci, bersih tidak najis. tahun

Tuhan

YME

perang Namun sebagai pemula dilakukan oleh bergejolak masyarakat mengungsi di pengais yakni orang yang paling sepuh. Desa Cibogo, maka upacara tersebut Pengais ini melantunkan lagu yang berisi berhenti dan dilaksanakan lagi tahun doa-doa sambil berkeliling membawa 1960-an saat situasi aman dan warga bokor yang berisi beras dan uang logam. kembali dari pengungsian. Sejak itu Pengais akan memberikan uang logam

1950-an

saat

upacara rahengan dilaksanakan yang ada di tangannya ke salah satu tamu sampai sekarang”.

yang hadir, jika uang logam ini jatuh maka

Setelah sambutan, proses selanjutnya orang tersebut akan mendapat berkah. adalah ijab kabul sesajen yang dilakukan oleh seorang sesepuh desa. Doa ijab kabul

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan …( Ani Rostiyati) 367 penghubung antara manusia dengan alam

supernaturalnya. Peralatan ini bisa berupa sesaji atau benda yang dapat dipakai sebagai simbol untuk menghubungkan ke dunia ghaib atau sesuatu Yang Maha Tinggi. Pada dasarnya setiap simbol atau lambang menunjukkan identitas yang mengandung arti dan makna yang dirumuskan secara eksplisit. Suatu simbol juga digunakan sebagai sarana atau media

Gambar 4. Mendapatkan berkah uang logam dari

untuk membuat pesan atau mengandung

pangais .

nilai-nilai tertentu bagi masyarakatnya.

Sumber: Ani,2015.

Demikian pula yang tercermin dalam upacara rahengan , ternyata sesajen

Setelah tarian wajib dilanjutkan tarian dianggap dapat memelihara keseimbangan syukuran yakni tarian hiburan yang kehidupan batin antara manusia dengan berlaku untuk umum, semua warga boleh alam supernaturalnya, karena selalu menari. Lagu-lagu yang dilantunkan dalam dihubungakan dengan maksud dan harapan tarian ini adalah lagu bebas. Dari anak- tertentu. anak sampai dewasa, baik laki maupun

Berikut ini makna simbolis yang perempuan boleh menari atau ngibing. terkandung dalam sesajen pada upacara Cara menari adalah dengan mengelilingi rahengan.

meja yang berisi sesajen diiringi dengan lagu dan musik tarawangsa. Dalam tarian

1) Nasi tumpeng yakni bentuk tumpeng tersebut seringkali penari mengalami

yang meruncing ke atas (nyongcot), trance karena kerasukan makhluk halus.

bermakna ungkapan rasa syukur yang ditujukan kepada Yang Esa.

Bentuk seperti gunung ini diartikan jalan menuju Atas, sesuatu tempat bersemayamnya Tuhan YME dan para leluhur.

2) Ayam bakakak diartikan sebagai simbol kejujuran dan keterbukaan.

3) Sri Pohaci sebagai simbol Dewi Sri yakni kesuburan dan kemakmuran.

Minyak wangi sebagai simbol keharuman, artinya manusia harus

Gambar 5. Lima perempuan Pengibing

mempunyai perilaku baik sehingga

namanya harum. Menurut kepercayaan mereka, suatu

Sumber: Ani, 2015.

5) Rujak-rujakan

sebagai simbol kehidupan manusia yang penuh

pertanda bahwa arwah para leluhur telah berkenan hadir dan merestui upacara yang

warna, segala buah dicampur dengan rasa manis

pedas. Hal ini dilaksanakan

mengandung arti bahwa hidup kerasukan, maka agar menjadi sadar penari

tersebut diberi mantra oleh sesepuh adat. manusia itu penuh dinamikan ada kalanya manis atau pedas.

d. Makna Sesajen dalam Upacara

6) Kopi pahit kopi manis sebagai Rahengan simbol bahwa hidup manusia itu Setiap kegiatan upacara selalu

kadang pahit kadang manis, oleh menggunakan perlengkapan sebagai alat

sebab itu harus siap menerima keadaan.

368 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

7) Dupa kemenyan sebagai simbol agar Pembuatan sesaji ini tidak terlepas doanya diterima oleh Tuhan YME

dari peran perempuan yang selama dua melalui asap yang membumbung ke

hari memasak di dapur mempersiapkan atas.

sesaji. Sesaji ini dimasak oleh para istri

8) Buah-buahan dan sayuran sebagai sesepuh desa, untuk sesaji Sri Pohaci. simbol hasil pertanian. Sebagai

Sesaji dibuat oleh perempuan khusus ucapan syukur mendapatkan hasil

pembuat sesaji yang disebut dengan panen yang berlimpah.

mapag .

9) Telur sebagai simbol hati yang bulat, artinya manusia harus punya tekat

2. Sri Pohaci (Dewi Sri) sebagai

yang bulat. Simbol Perempuan

10) Padi sebagai simbol makanan pokok Semua agama dan kepercayaan manusia.

dalam masyarakat memiliki ritual yang

11) Leupeut sebagai simbol persatuan, berkaitan dengan pertanian yang dilakukan seperti ketan yang memiliki sifat secara rutin maupun sewaktu-waktu melekat.

tergantung kebutuhan. Seperti ritual yang

12) Kupat sebagai simbol saling dilakukan masyarakat Citatah untuk memaafkan jika ada kesalahan.

menghormati Dewi Pohaci mereka

13) Bubur merah dan bubur putih melaksanakan upacara rahengan. Upacara sebagai simbol asal usul manusia, rahengan bertujuan sebagai ucapan syukur artinya

boleh pada Tuhan YME atas panen yang melupakan bapak ibunya.

manusia

tidak

berlimpah dan kesuburan bagi para petani.

14) Kembang tujuh warna, sebagai Terdapat banyak versi cerita Dewi simbol keharuman, semoga namanya Sri baik di Jawa atau Sunda (Rosidi, 2001: seharum bunga.

23). Di Tatar Sunda, cerita biasanya

15) Pangradinan

simbol merujuk pada peristiwa di kahyangan makanan para leluhur (makhluk ketika Sanghyang Batara Guru yang halus), karena para leluhur ini memerintahkan

sebagai

Nerada untuk menyukai asap kemenyan, bau memberitahu

para dewa agar cerutu, tembakau, daun sirih, minyak mengumpulkan bahan-bahan bangunan.

wangi. Diharapkan dengan memberi Hanya satu dewa yang tidak ikut sibuk makanan ini para leluhur datang dan bekerja, yaitu Dewa Antaboga yang memberi

keselamatan serta menangis karena tidak memiliki tangan perlindungan bagi warga.

untuk bekerja. Tiga tetesan air matanya

16) Empat juru lima pancer diartikan menimpa tiga telur yang diperintahkan sebagai 4 penjuru yakni barat, Nerada untuk dibawa pada Guru. Antaboga selatan, timur, utara dan pusatnya di membawa telur itu dengan mulutnya. Ia tengah.

Masyarakat Citatah bertemu dengan seekor yang bertanya mengatakan sebagai 4 penjuru 5 padanya hendak ke mana ia pergi. pancer , yang artinya bahwa dunia ini Antaboga tidak bisa menjawab sehingga ada 4 arah mata angin dan tengah burung pun marah dan menyerangnya adalah pusatnya. Manusia yang hingga menyebabkan dua telur terjatuh dan berada di tengah (pusat) harus berubah menjadi babi dan anjing. Telur mendapat perlindungan dari leluhur terakhir akhirnya diberikan pada Guru dan yang berada di empat penjuru.

menetas menjadi gadis cantik dinamai

17) Kue bugis, papais, wajit, opak, Dewi Pohaci atau Dewi Sri. Sang Dewi

simbol kemudian diasuh Dewi Uma dan Batara persatuan, karena ketan mempunyai Guru sebagai ayah dan ibu angkatnya. sifat lengket. Manusia diaharapkan Agar tidak dinikahi Guru, untuk bersatu tidak terpecah belah.

rangginang sebagai

menghindari inses, Sanghyang Wenang membunuhnya. Dewi Sri dibakar dan dari

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan …( Ani Rostiyati) 369 tubuhnya keluar bermacam tanaman keseimbangan dan kelestarian alam, serta

seperti padi, kelapa, bambu dan lainnya. ungkapan penghargaan kepada leluhur Konsep Dewi Sri atau disebut pula yang telah memberikan andil yang besar dengan Sri Pohaci dalam ritual tersebut dalam menjaga kelangsungan hidup. sama halnya dengan keyakinan pada masyarakat Jawa atau Sunda lainnya,

3. Peran Perempuan dalam Upacara

berkaitan erat dengan kegiatan pertanian

Rahengan

sawah atau huma (padi). Kehadirannya Sebagaimana pada masyarakat dianggap sebagai sumber atau pembawa umumnya, dalam masyarakat Citatah, laki- kehidupan. Di beberapa daerah di Tatar laki memegang peran penting, baik di Sunda seperti masyarakat adat Baduy, Nyi bidang sosial maupun religi (adat). Pohaci sebagai sumber kehidupan menjadi Pimpinan keluarga, komunitas atau pusat dan fokus pemujaan dalam kelompok, kampung, ketua adat, sesepuh kehidupan sehari-hari yang bermata desa, kuncen dan pimpinan ritual siklus pencaharian berladang menanam padi. hidup seperti perkawinan, kelahiran, Begitupun di masyarakat Cirebon, ritual kematian, pemujaan terhadap leluhur, mapag Sri juga diselenggarakan yang termasuk dalam ritual penanaman padi, ditandai dengan pertunjukan sakral tari laki-laki

penting sebagai topeng.

berperan

pemimpin. Tetapi bukan berarti kaum laki- Hal yang sama juga dilakukan pada laki di Desa Citatah menguasai segala masyarakat Citatah Kecamatan Cipatat, sendi kehidupan masyarakat. Perempuan di menyebut Dewi Sri dengan Sri pohaci. Nyi Citatah juga mempunyai fungsi dan peran Pohaci dilambangkan sebagai perempuan yang khas serta tidak boleh dilakukan oleh yang mempunyai wujud berupa boneka laki-laki. Dengan kata lain, laki-laki dan dari padi dan diberi selendang putih. Nyi perempuan di Desa Citatah sama-sama pohaci sangat dihormati karena dianggap memiliki fungsi dan peran yang penting. sebagai perempuan yang telah memberikan Laki-laki tidak bersifat mendominasi dan kehidupan berupa makanan pokok beras begitu juga perempuan tidak dianggap (padi). Menurut keyakinannya upacara tersubordinasi. Dalam konteks upacara rahengan mengandung unsur magis yang rahengan,

sebagaimana dijelaskan bisa membantu petani dalam bercocok sebelumnya, setidaknya terdapat lima tanam untuk mendapatkan hasil yang unsur penting dalam struktur ritual: 1) berlimpah. Istilah Sri Pohaci berarti dewi pelaku ritual; 2) prosesi jalannya ritual; 3) padi atau lambang kesuburan yang penampilan pelaku; 4) tujuan ritual; 5) didentikkan dengan perempuan yang bisa waktu dan tempat ritual. Dalam poin satu, melahirkan.

merupakan perempuan memiliki perannya tersendiri. perwujudan rasa hormat kepada Dewi Sri Penduduk di Desa Citatah, jumlah yang

Ritual

ini

dianggap telah memberikan perempuan lebih besar bila dibandingkan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada dengan laki-laki, ini artinya jumlah para petani. Masyarakat masih perempuan yang terlibat dalam upacara meyakini hal-hal mistis dalam ritual Dewi lebih banyak. Sementara laki-laki yang Sri, terutama petani pedesaan. Para petani terlibat dalam ritual meski kalah jumlah tradisional ini pada saat akan melakukan dibanding perempuan, tetapi beberapa kegiatan pertanian selalu melakukan peran dan fungsi strategis dalam penghitungan untuk menentukan baik atau pembagian tugas ritual dipegang dan buruknya waktu untuk bekerja, menanam, dikendalikannya. Sebut saja ketua adat, dan memanen. Pelaksanaan upacara sesepuh adat, dan tokoh masyarakat lebih rahengan juga merupakan salah satu usaha banyak laki-laki. Anggota komunitas yang untuk memelihara dan melestarikan unsur turut terlibat dalam hampir semua prosesi budaya lokal supaya manusia bisa menjaga

370 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374 lebih banyak laki-laki, dengan tugas dan kepercayaan perempuan yang sudah tidak

fungsinya masing-masing. haid lagi dianggap suci dan bersih Kaum perempuan dengan jumlah sehingga doa yang disampaikan terkabul. yang cukup dominan memiliki fungsi yang Pada saat musik tarawangsa mengalun, menonjol dalam beberapa prosesi ritual yang pertama kali menari (ngibing) adalah tertentu meskipun secara hirarkis bukanlah mereka kaum perempuan, setelah itu baru ritual inti. Ritual inti dipimpin langsung dilanjutkan dengan penari (pengibing) lain. oleh laki-laki yakni sesepuh desa dan ketua Sebelum menari yang diiring dengan adat. Namun perempuan lebih banyak musik tarawangsa, pangais terlebih dahulu memegang peranan dari sejak acara melakukan ijab kabul dan ngarajah.

persiapan ritual hingga pasca ritual. Sejak Ngarajah adalah doa tradisi yang persiapan sehari sebelumnya baik di rumah disampaikan dalam lantunan lagu dan maupun di sawah, saat pelaksanaan ritual berisi jangjawokan (mantra) dengan hingga selesai acara ritual, perempuan menggunakan bahasa Sunda buhun. lebih banyak menghiasi ritual di permukaan. Perempuan sejak pagi-pagi sekali sibuk dengan kegiatan di rumah menyiapkan bahan makanan, memasak, membuat sesaji, hingga pekerjaan yang biasa dikerjakan laki-laki seperti mencari kayu bakar. Peran perempuan terasa menonjol dalam prosesi tari tarawangsa, terlihat dari aktivitas beberapa sinden, penari (pengibing), dan para ibu sepuh

yakni mapag, pengais, pangayun, dan panimbang.

Gambar 7. Ijab Kabul dan Ngarajah Sumber: Ani, 2015.

Gambar 6. Pangais, Pangayun, Panimbang,

Peran perempuan yang lebih Mapag dominan dalam ritual ini menjadi simbol

Sumber: Ani, 2015.

penghargaan yang tinggi bagi perempuan. Dari komposisi jumlah laki-laki dan Empat ibu sepuh inilah yang perempuan ditambah fungsi dan peran

mempunyai peranan penting dalam yang

keduanya, kaum upacara rahengan. Mapag adalah orang perempuan cenderung memiliki peran yang

dilakukan

yang membuat sesaji Dewi padi Sri cukup dominan di permukaan. Sedang Pohaci, pangais adalah orang yang beberapa kaum laki-laki tertentu meski melakukan ijab kabul dan ngarajah dengan jumlah yang terbatas memiliki dianggap bisa memberi keberkahan, peran yang sangat menentukan. Bagi sedangkan pangayun dan panimbang masyarakat Citatah, pembedaan peran adalah orang pandai melantunkan pantun dalam ritual tersebut meski tampak berisi pesan dan nasihat. Mereka ini adalah berbeda antara laki-laki dan perempuan, orang yang sudah manopause, ada

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan …( Ani Rostiyati) 371 bukan berarti salah satunya dianggap (trance). Nuansa mistik terasa dalam acara

mendominasi secara mutlak dalam sendi tarian ini hingga beberapa mengalami kehidupan masyarakat. Laki-laki selain ketidaksadaran. Masyarakat menyebut mempunyai fungsi dan peran yang para penari sedang dimasuki roh karuhun dominan dalam ritual inti, tetapi tetap tidak sehingga penari tidak sadar saat menari bisa memainkan peran dan fungsi yang dan merasa tidak capek meski beberapa dimiliki perempuan seperti tukang masak, jam lamanya. pengibing, pesinden, panimbang, pangais,

Upacara rahengan yang bertujuan dan mapag. sebagai penghormatan pada Dewi Sri ini dianggap penting, karena Sri Pohaci (padi) dianggap menjadi makanan utama yang memberi kehidupan dan menjadi simbol perempuan dalam kepercayaan masyarakat Desa Citatah. Melalui ritual ini yang dalam beberapa unsurnya hanya bisa dilakukan oleh kaum perempuan menunjukkan berbagai bentuk penghormatan bahwa perempuan harus dijunjung tinggi dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya.

Perempuan dianggap sebagai sumber kehidupan sehingga tidak akan ada

kecerahan dan kekuatan kehidupan tanpa adanya perempuan. Melalui keyakinan dan pembagian perannya dalam ritual tersebut tampak

bagaimana performativitas perempuan didefinisikan dan diperlakukan oleh masyarakat (adat).

Dalam analisis Butler, pendefinisian tersebut menjadi rujukan bagi kaum

Gambar 8. Kelompok Seni Tarawangsa,

perempuan untuk terus-menerus berbuat

Sinden dan Penari Perempuan

dan melakukan hal yang dianggap sesuai

Sumber: Ani, 2015.

ketentuan adat dalam memposisikan perempuan. Dewi Sri (Sri Demikian pula

dengan

sebaliknya, Pohaci) sebagai simbol padi yang harus perempuan Desa Citatah tidak berhak dihormati dengan serangkaian aktifitas memegang peran dan fungsi yang dimiliki ritual di mana perempuan turut terlibat laki-laki dalam upacara rahengan misalnya aktif dan dalam beberapa hal memegang dalam membacakan doa dan membuka peran kunci seolah menjadi penanda sejarah desa selalu dilakukan laki-laki. gender acts yang memaksa perempuan Dengan kata lain, laki-laki dan perempuan untuk membentuk identitasnya yang Desa Citatah dalam ritual adat apapun dianggap layak dan ideal dalam wilayah termasuk ritual Dewi Sri tampak sama- gagasan keperempuanan yang serba sama memiliki fungsi dan peran yang simbolis

(padi). Pemaksaan dalam penting. Peran perempuan juga tampak pendefinisian perempuan dalam upacara

dalam ritual tari tarawangsa. Tarian rahengan kemudian berujung pada pilihan- tarawangsa adalah tarian sakral yang pilihan tertentu kaum perempuan untuk berkaitan dengan upacara pertanian untuk bernegosiasi ketika menampilkan dirinya mengundang

Seni dengan bentuk atribut pakaian dan gerakan tarawangsa ini

para

lelehur.

mampu membuat tertentu sebagai identitas yang kemudian penarinya menjadi kerasukan roh halus dimapankan dalam masyarakat.

372 Patanjala Vol. 9 No. 3 September 2017: 359 - 374

4. Atribut dan Penampilan Perempuan

laki-laki yang kemudian mendapatkan

jodoh setelah perhelatan ritual ini. Seperti Selain struktur ritual, dimensi atribut dikatakan Butler, perempuan memilih dan penampilan dalam ritual juga atribut yang secara sosial dianggap memegang peranan signifikan dalam menampilkan femininitas. Di sini pilihan menggambarkan

dalam Upacara Rahengan

performativitas baju dan gerakan feminin sepanjang ritual perempuan Desa Citatah. Dalam upacara rahengan pada dasarnya bukan produk dari rahengan , kaum ibu dan remaja putri identitas feminin, sebaliknya, identitas memakai pakaian penuh warna dengan feminin itu diperoleh karena perempuan kebaya dan sinjang kain batik dalam menampilkan atribut pakaian, tarian balutan selendang. Semua perempuan bisa dengan

menggerakkan tubuh dan mengekspresikan dirinya melalui beragam bertingkah feminin secara berulang-ulang. warna sepanjang ritual. Merah, hijau, Perempuan sendiri tidak merasa bahwa kuning, hitam, biru, dan warna lainnya gender acts tersebut menjadi bagian seolah

penanda terdalam dari jiwa femininnya, karena kebebasan bahwa warna apapun adalah setiap perempuan bisa melakukan pilihan feminin dan menjadi milik perempuan. apapun sesuai kehendak hatinya, tetapi Lain halnya laki-laki yang cenderung performativitas

menyatu

menjadi

dalam atribut dan seragam dengan berpakaian baju dan penampilannya itu lebih disebabkan aturan celana pangsi hitam dan iket di kepala adat yang hegemonik dan memaksa dirinya yang berlaku bagi sesepuh desa, ketua agar mendapatkan pengakuan secara sosial adat, pinisepuh hingga anggota komunitas di masyarakat. lainnya. Dibanding laki-laki, pakaian

Meski terjadi negosiasi dalam perempuan dalam ritual terbebas dari apa penerimaannya,

perempuan melalui yang disebut oleh Robinson sebagai pakaian dan gerakan itu kemudian pembedaan fashion etnik yang diikat di berusaha menampilkan dirinya sebagai dalam peraturan tentang diferensiasi dan perempuan yang dibayangkan secara ideal relasi gender. Wajah pun tampak berbeda oleh komunitas adat tersebut. Selain itu, dengan bedak tebal dan gincu merah perempuan yang hadir dengan beragam penghias bibir yang mencolok.

pakaian dan gerakan yang dimainkannya Sebagai

perayaan masyarakat dalam serangkaian ritual itu mencerminkan pedesaan,

dominasi persepsi yang sebenarnya secara religi dan dandanan perempuan layaknya perayaan gender yang dianut masyarakat adat dalam besar (pernikahan) terkesan ritual itu memposisikan mereka. seperti milik kaum perempuan. Semua

ritual

dengan

Perempuan dalam atribut pakaian perempuan dengan khusuk mengikuti dan penampilannya dalam ritual diatur prosesi ritual, bersemangat dalam tarian sedemikian rupa melalui keyakinan akan tarawangsa dan menari (ngibing). Gerakan sosok Dewi Sri yang mereka hormati. Bagi tarian tampak teratur dan monoton tetapi orang Sunda sosok Dewi Sri yang disebut lenggak-lenggok tubuh dengan tangan Nyi Pohaci itu digambarkan sebagai yang gemulai mengikuti alunan irama perempuan Sunda yang sejak lama hidup musik tradisional menandai kenyamanan di daerah itu dan menjelma menjadi padi. perempuan dalam mengidentifikasikan Sosok perempuan itulah yang sangat dirinya di hadapan laki-laki. Dengan mempengaruhi kehidupan petani Desa pakaian, dandanan dan gerakan tarian Citatah dalam kesehariannya. Mereka demikian perempuan secara berulang- sangat menghormati dan senantiasa ulang berusaha mewujudkan identitas menyanjungnya dalam hampir semua dirinya seideal dan sefeminin mungkin. bentuk

pertanian yang Tak sedikit remaja putri yang berusaha diselenggarakan. secantik mungkin tampil di hadapan kaum

ritual

Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan …( Ani Rostiyati) 373 Jalinan keyakinan religi dan gender laki-laki yang cenderung seragam dengan

tampak terpusat pada sosok Dewi Sri (Sri berpakaian pangsi hitam dan iket di kepala Pohaci) ini. Karenanya, perlakuan terhadap tanpa hiasan berlebih. Di sini pilihan tribut perempuan dan bagaimana perempuan

dan penampilan feminin sepanjang ritual mengidentifikasikan dirinya tidak terlepas bukan produk dari identitas feminin. dari persepsi masyarakat akan sosok Dewi Sebaliknya, identitas feminin itu diperoleh Sri. Performativitas perempuan dalam karena perempuan menampilkan atribut upacara rahengan pun merupakan salah pakaian, tarian dengan menggerakkan satu gambaran persepsi masyarakat tubuh dan bertingkah feminin secara terhadap sosok Sri Pohaci ini.

berulang-ulang. Performativitas dalam atribut dan penampilannya itu lebih