Ayolah kita menonton lenong

  ORKES MADUN I ALIAS MADEKUR DAN TARKENI

  Karya Arifin C. Noer

  Catatan: Naskah ini diketik ulang dari buku kumpulan naskah drama Orkes Madun yang

diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Firdaus bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI

dan The Ford Foundation ISBN 979-541-119-5

  Publikasi naskah ini dimaksudkan sebagai upaya penyediaan naskah drama dan

sebagai bahan referensi pembelajaran bagi individu atau kelompok-kelompok teater yang

membutuhkannya.

  Disarankan bagi siapa saja yang memiliki cukup akses, agar membeli buku terkait.

Itupun dalam upaya membantu pengarang dan keluarganya. Kekayaan hak intelektual

naskah ini tetap ada pada pengarangnya.

  Dan dimohon bagi pengunduh naskah ini untuk tidak menghapus catatan ini, sebagai bukti pertanggung jawaban saya sebagai pihak yang mengetik ulang. Terima kasih. Lee Birkin

  PENGANTAR

  Ketika menulis naskah Madekur dan Tarkeni, Arifin pernah bilang bahwa nakahnya ini adalah bagian dari sebuah trilogy, yaitu Orkes Madun yang terdiri dari Madekur dan Tarkeni, Umang-umang dan Ozone. Selesai dengan Umang-umang, Arifin menulis lagi dengan judul Sandek; Pemuda Pekerja, yang semula dikiran teman-teman Teater Ketjil adalah naskah yang berdiri sendiri. Tetapi, menjelang latihan Sandek, Pemuda Pekerja yang bersamaan dengan penulisan naskahnya (Kebisaaan Arifin, latihan sambil menulis naskahnya) dia tulis pada sampul naskah judulnya sebagai Sandek, Pemuda Pekerja atawa Orkes Madun IIa, dan tidak pernah diubah. Selanjutnya dia menulis Ozone atawa Orkes MAdun IV. Lalu ia nyatakan bahwa Orkes Madun adalah sebuah pentalogi, dan bahwa yang kelima akan berjudul Magma ia bercerita kemana-mana tentang Magma. Juga kepada anak-anak sekolah Perancis di Jakarta, hingga bebebrapa dari mereka tergerak membuat komik Magma yang juga dimuat dalam kumpulan naskah ini. Tetapi, Arifin tak sempat sama sekali menulis Magma. Lalu orkes Madun III, ya, Sandek, Pemuda Pekerja itulah yang ketika rencananya trilogy, dia adalah IIb, tetapi ketika rencana berubah pentalogi, dia pun menjadi III. Namun tidak sempat Arifin mengubahnya, Arifin meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995 karena Kanker dan Sirosis hati.

  

SATU

  MEREKA SEMUA MENYANYIKAN LAGU KEBANGSAAN. SAYA TIDAK TAHU APAKAH MEREKA KHUSYUK TIDAK DALAM MENYANYIKANNYA.

  

DUA

BADUT PERTAMA

  Tuhan, kedua belah tangan yang kotor ini adalah tangan bumi, dan tangan ini memohon ampun atas segala perbuatan yang tidak pernah jelas mengandung dosa atau kebajikan; kalimat-kalimatmu terlalu tinggi mutu sastranya, sehingga tidak terlalu jelas isi maksudnya. Karena itulah, kalau tangan ini merentang semata-mata lantaran kalimatMu. Dan apabila kelak ternyata tiada dosa atas perbuatan kami padahal kami telah terlanjur memohon ampun, maka limpahkanlah kami apa saja yang bernama berkah, entah pangan ujudnya maupun angan-angan. Sebentar, Tuhan.

  Para penonton yang bahagia maupun yang tidak, terlebih dahulu sebelum ada kesalahpahaman perlu saya jelaskan bahwa ini sandiwara sungguh-sungguh sandiwara, dan ini sandiwara menyangkut masalah pencopet dan pelacur dan segala tetek bengek persoalan- persoalan lain yang terseret tidak disengaja dan tidak dinyana. Dan sebagai lumrahnya ini sandiwara sekedar permainan, namun sedikit banyak mengandung kesungguhan dan kesungguh-sungguhan, bak kehidupan itu sendiri laiknya.

  Dipandang dari segala sudut sandiwara, ini dijamin baik mutunya dan pasti disenangi oleh segala lapisan masyarakat, tua maupun muda, baik pencopet maupun pelacur, baik dokter hewan maupun dokter lainnya, baik komunis maupun muslim. Dan kenapa ini sandiwara pasti akan disenangi, sebab ini sandiwara dan sandiwara merupakan hiburan buat hati yang lara. Sebentar penonton. Siapa berhati lara?

BADUT KEDUA

  Saya

BADUT KETIGA

  Saya!

BADUT KEEMPAT

  Saya!!

BADUT KELIMA

  Saya!!! KEMUDIAN BEBERAPA ORANG LAIN, DIANTARANYA SEORANG LELAKI BUNTING, KEDUA TANGANNYA MAKSUD SAYA, JUGA ADA SEORANG PEREMPUAN BUTA, JUGA ADA… PENDEKNYA ADA BEBERAPA ORANG YANG CACAT BADAN MAUPUN JIWA. MEREKA SEMUANYA SALING ATAS MENGATAS DALAM MENGATAKAN SAYA. SEHINGGA PENTAS JADI SANGAT RIUH, KACAU DAN BISING. SEMENTARA ITU BADUT PERTAMA YANG KEMUDIAN NANTI AKAN JELAS BAHWA IA BERNAMA SEMAR DAN USIANYA

  DUA RIBU EMPAT RATUS TAHUN. SETENGAH MATI BERUSAHA MEREDAKAN KEKACAUAN ITU. MULA-MULA IA BERSIKAP SEPERTI SEORANG KHOTIB YANG MENCOBA MENENANGKAN HADIRINNYA, TAPI GAGAL. KEMUDIAN IA KELIHATAN AGAK PUTUS ASA. IA MEMERAS KERINGAT DAN MONDAR- MANDIR DIANTARA KEKACAUAN INI, TIBA-TIBA IA MENEMUKAN AKAL DAN TEPAT PADA SAAT ITU SESEORANG MEMBERIKAN KEPADANYA SEHELAI KARTON BEKAS. SAMBIL MEMBAWA KARTON ITU IA KEMBALI KE ATAS MIMBARNYA, DENGAN KEYAKINAN YANG PASTI, DAN SAMBIL MEMPERHATIKAN ORANG-ORANG DISEKITARNYA YANG SEMAKIN KACAU IA MENGGULUNG KARTON TADI YANG AKAN IA GUNAKAN SEBAGAI MEGAPON

  BADUT PERTAMA (dengan megapon)

  Polisi! Polisi! Polisi! (SEKETIKA PENTAS JADI SENYAP, SEMUA ORANG TUTUP MULUT. DAN SEKETIKA PENTAS KEMBALI SEPERTI SEBUAH UPACARA KEAGAMAAN, SEPERTI SEBELUMNYA. DAN DENGAN AMAN DAN GAYA KETUA-TUAAN, BADUT PERTAMA MEMPERINGATKAN SEMUA ORANG DENGAN ISYARAT JARI PADA MULUTNYA. SEMENTARA SESEKALI MATANYA MELIHAT KE ATAS. DAN SEMUA ORANG MELIHAT KE ATAS DAN MENGERTI DAN SALING MEMPERINGATKAN DENGAN CARA YANG SAMA. SEMUANYA KEMUDIAN MENGANGGUK-ANGGUK MENGERTI).

  BADUT PERTAMA Resapkan resep-resep Tuhan, niscaya kesembuhan selalu kita dapatkan. Dan tenang, tertib.

  Dalam mengajukan permohonan, pengaduan dan lain-lain sebagainya tidak perlu berebutan seperti rakyat Indonesia pada seperempat abad usia kemerdekaannya. Tertib, tenang, aman. Nah, sekarang silakan mengacungkan tangan siap-siapa saja berhati lara. SERENTAK SEMUANYA MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI YANG BUNTUNG TADI TENTU DAN SEORANG PEREMPUAN YANG TULI DAN BISU (BARU KEMUDIAN TIRU-TIRU). SI BUNTUNG TAMPAK BETAPA IA MENDERITA LANTARAN TIDAK MAMPU MENYATAKAN IHWAL DERITANYA. KELIHATAN IA MAU PROTES, TAPI KETIKA INGAT AKAN ‘LANGIT ITU’ IA KEMUDIAN HANYA LANGAK-LONGOK GERAK SETENGAH MENANGIS , SEMENTARA SI BISU SESEKALI MEMPERHATIKAN TERSENYUM (SEBELUMNYA IA JUGA MENDERITA KETIKA ORANG-ORANG MENERIAKKAN SUARANYA) AKHIRNYA SI BUNTUNG NGGAK TAHAN DAN BICARALAH HATI-HATI KEPADA ORANG DI DEKATNYA

SI BUNTUNG

  Saya lara ORANG YANG DI DEKATNYA CUMA MENGISYARATKAN AGAR MENGACUNGKAN TANGAN. DAN SI BUNTUNG MENGGELENGKAN KEPALA. LALU ORANG ITU TIDAK MAU AMBIL PEDULI DAN KEMBALI MEMBANGGAKAN ACUNGAN TANGANNYA

  SI BUNTUNG (berteriak)

  Saya lara! Saya lara! (SEMUA ORANG MENGHUS DAN IA SETENGAH MENANGIS BERTERIAK TANPA SUARA ‘SAYA LARA’)

  BADUT PERTAMA Acungkan tangan saja, gampang dan tertib. SI BUNTUNG (Hati-hati dan lembut sekali. Tertahan) Saya tidak bisa. BADUT PERTAMA Ya, bodohnya. SI BUNTUNG

  Saya bunting

  BADUT PERTAMA

  Yang kanan?

  SI BUNTUNG

  Dua-duanya

  BADUT PERTAMA

  Apa sebab demikian lengkap? Kecelakaan?

  SI BUNTUNG

  Kecelakaan alam

  SEMUA ORANG MEMBELALAKAN MATANYA KARENA HERAN KEPADA LELAKI ITU SI BUNTUNG

  Ketika lahir saya sudah begini. Pernah dan keinginan untuk menanyakan hal brengsek ini kepada orang tua saya, tapi keinginan itu hanya tinggal keinginan sebab sampai sekarang saya tidak tahu siapa orang tua saya. Tapi seseorang kemudian saya temui yang ternyata Ibu saya. Ibu saya bilang “nggak tahu ya, tahu-tahu begitu”

  BADUT PERTAMA

  Bagaimana dengan kaki?

  SI BUNTUNG Alhamdulillah, lengkap.

BADUT PERTAMA (Memberi isyarat dengan mengangkat megapon dan seketika semua

diam, lalu ia bicara bisa)

  Tetap tenang dan tertib. Sekarang acungkan tangan setinggi-tingginya bagi kalian yang berhati paling lara – biar Tuhan tahu.

  SERENTAK MEREKA MENGACUNGKAN TANGAN SETINGGI-TINGGINYA, DAN SEPERTI BISAA KEMUDIAN MEREKA SALNG ATAS MENGATASI. SEMENTARA

  ITU SI BUNTUNG TADI MENANGIS SEPI SENDIRIAN. ADA SEKALI IA MENCOBA DENGAN MELONJAK-LONJAKKAN BADANNYA, MELOMPAT-LOMPAT TAPI KEMUDIAN PUTUS ASA DAN SEMENTARA DENGAN SIKAP LUMAYAN SESEORANG YANG BERTUBUH PENDEK KUNTET MEMPERHATIKANNYA

BADUT PERTAMA

  Jangan berlebihan, Tuhan tidak akan senang. (Dan semua orang pun mewajar-wajarkan

  

dirinya) Sekarang turunkan tangan serendah-rendahnya, siapa yang berhati terlara!?

(serentak semuanya menurunkan tangan dan sebisa-bisanya menyembunyikannya) Nah,

  sekarang kau bisa, Buntung. Ternyata kau yang terlara. SEKETIKA SI BUNTUNG MENYADARI HAL ITU DAN LALU MELONJAK-LONJAK KEGIRANGAN KAYAK ANAK KECIL SEMENTARA YANG LAINNYA MENCIBIR

  SESEORANG

  Demonstratif!

  SESEORANG

  Sok!

  SESEORANG

  Kolokan!

  SESEORANG

  Emangnya elu raja sengsara? Gua jadi penasaran! DAN SEGERA PENTAS PUN KEMBALI BISING

BADUT PERTAMA

  Tenang, tenaaaaaaang! Ingat ada apa di atas!! (Serentak bunyi kembali mengunci mulut

  

mereka, hening pun terjelma) Sekarang, suarakan apa saja yang menurut hati kalian masing-

  masing bermakna keluh dan pengaduan, atau kalau tidak, bagi yang tidak bisa melakukannya lebih baik segera membeli karcis dan duduk sebagai penonton. KEMUDIAN SEMUANYA MEMPERDENGARKAN SUARANYA YANG MENURUT MASING-MASING ADALAH BAHASA KELUH DAN PENGADUAN. KALI INI SUDAH TENTU MERUPAKAN PUKULAN BUAT SI BISU. SETENGAH MENANGIS,

  IA BERLARI-LARI DI ANTARA GEROMBOLAN JEMAAH ITU, KEMUDIAN BERHENTI MEMPERHATIKAN SEKITAR SAMBIL MEMUKUL-MUKUL MULUTNYA SENDIRI. TIBA-TIBA IA SADAR BAHWA (SETELAH MEMPERHATIKAN DENGAN CERMAT ORANG DI DEKATNYA) YANG DIPERLUKAN HANYA SUARA, MAKA IA PUN MELONJAK-LONJAK KETAWA.

  TENTU SAJA YANG LAIN-LAIN, SAMBIL TERUS BERSUARA, JADI MERASA HERAN ATAS TINGKAHNYA. DAN MENYADARI AKAN SOROTAN PERHATIAN

  INI LALU SI BISU MENGAUM KAYAKNYA ANGJING SAKIT KELAPARAN. DAN SEBAGAI KLIMAKS DI ANTARA MEREKA YANG MENGHENTAK-HENTAKKAN KAKINYA ATAU MEMBUAT GADUH YANG LAIN

BADUT PERTAMA

  Kau saksikan sendiri, Tuhan saya tidak mempengaruhi sedikit pun mereka dalam demonstrasi dan pengaduan ini. Mereka berkumpul di sini karena di sini bisaa mereka berkumpul, maklum ini pasar. Mereka mengacungkan tangan mereka karena mereka ingin mengacungkannya. Dan sesuai dengan anjuranMu dalam semua buku-buku karanganMu, saya bersama-sama mereka setiap kali datang menghadap kepadaMu mengadu sambil mengadu untung kalau-kalau kejatuhan reze…rezekiMu. Kau sendiri yang memanggil kami, dan kami memenuhi panggilanMu. Kalau sekarang mereka telah menurunkan tangan mereka, itu pun saya yakin, lantaran kemauan mereka sendiri. Selama ini saya hanya sekedar bertanya. Coba (kepada seseorang) kenapa kamu menurunkan tangan?

  BADUT KEDUA Karena saya capek. BADUT PERTAMA

  Kau dengar sendiri, Tuhan. Apa katanya. Capek. Coba lagi (kepada semua) siapa yang merasa capek, acungkan tangan! SERENTAK SEMUA MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI SI BUNTUNG TENTU Lihat, semuanya kecapekan. Capek dalam arti yang luas sekali. Kau tentunya lebih tahu sebagai generasi. Dan kalau mereka terlalu capek bukan tidak mungkin mereka lalu melakukan hal yang bukan-bukan., maklum orang capek. Kau tentu lebih tahu sebagai spesialis. Dan kalau demikian halnya, maksud saya kalau sampai terjadi semacam huru-hara, baik taraf perorangan maupun taraf gerombolan, jelasnya taraf taraf masyarakat, siapakah yang salah?

  SEMUA kami? Enak saja. Orang sudah capek dimarahin. BADUT PERTAMA

  Atau kau? Jelas saya tidak akan seceroboh itu dan sebodoh itu menyalahkan kau. Seperti sejarah pun tidak pernah membela kami. Saya sendiri yakin dan menginsyafi ini bukan lagi persoalan salah menyalahkan antara kita, sebab kalau demikian kita tidak akan pernah punya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Sudah pasti dan sudah jelas Kau tidak salah

  • – setidak-tidaknya tidak mau disalahkan – dan mereka, maksud saya Kami pun tidak mau disalahkan; kalau pun sesekali ada di antara kami yang mau bilang bersalah, saya percaya tak lebih banyak basa-basi semata.

  SEMUA (Menggumam) Hhhh, capek…..

BADUT PERTAMA

  Kedudukan ini adalah kedudukan yang paling sulit tapi paling tepat dan adil dan paling masuk akal (rasional), sekali pun kedudukan ini tetapi tidak pernah menguntungkan antara kita sebab kita sama-sama saling tidak pernah, sama-sama bernafsu untuk menetapkan siapa diantara kita yang benar dan yang salah, atau…. Kau tidak ada.

  SEMUA(Marah)

  Capek!

  BADUT PERTAMA Istirahat dong, kan gampang! Turunkan tangan, lemaskan otot-otot sambil….

  

TIGA

ORKES MADUN PERTAMA (Muncul; Menyanyi)

  Sambil menyanyi Lagunya enak Lagunya enak Merdu sekali Oplet tua menabrak cacing Cacing ditelan pencopet bencong Jikalau rembulan sedang bunting Ayolah kita menonton lenong

  NABI PERTAMA (Anggota Orkes I menyanyi) Buah rambutan tidak beruban Dimakan Zainal tinggal bijinya Gusti Pangeran tidak beruban Tapi nggak ada potret bayinya

  NABI KEDUA (menyanyi) Dimakan Zainal tinggal bijinya Tapi bijinya bisa ditanam Justru gak ada potret bayinya Tanda ilmunya sangatlah dalam

NABI KETIGA

  Bijinya bisa dibikin jimat Ditaburi kembang setiap Jum’at Gusti Pangeran sangat keramat Menabur rahmat setiap saat

NABI KEEMPAT

  Biji rambutan makanan rakyat Rasanya pahit tapi ya pahit Gusti Pangeran punya maklumat Siapa mencubit bakal kejepit

  SEMUA Pit

  Pit Pit Aduh aduh aduh Kit Kit Kit Dihimpit sakit Diintip sakit Sedikit sakit Sakit sedikit Sedikit Sakit

  ORKES I Telor dadar makanan Zainal Diceplok Cina pagi sekali Sikap sabar mengobat kesal Biar digaplok pagi sekali

  SEMUA Bar bar bar bar barbar Bar bar bar bar barbar

  ORKES I Hulahula tarian nikmat Membuka gemas lenggak-lenggoknya Ini sandiwara suguhan rakyat Walaupun pedas, tinggi gizinya

  SEMUA

  Bar bar bar barbar Bar bar bar barbar (Makin panas) Bar bar bar barbar Bar bar bar barbar Barbar Barbar

  ORKES I

  Sabar Sabar

  BEGITU MUSIK SELESAI BEGITU BADUT PERTAMA MENYALAM NABI PERTAMA DENGAN CARA YANG MERUNDUK SEKALI

BADUT PERTAMA

  Tuanku, kembali kita bertemu

NABI PERTAMA

  Semarku, kau bertambah lucu

  BADUT PERTAMA

  Tuanku berlebihan, tapi juga terimalah pujianku; orkes tuanku semakin nyaring dan merdu

  NABI PERTAMA

  Semarku, kau berlebihan, tapi juga dengarlah komentarku. Dagelanmu semakin runcing tanpa tedeng aling-aling

  BADUT PERTAMA

  Dagelan-dagelan lama dalam gaya baru, tuanku. Tanpa kostum, tanpa rias dan tanpa tetek bengek lainnya.

  NABI PERTAMA

  Ide bagus

  BADUT PERTAMA

  Bukan ide pangkal musababnya, tuanku. Tapi

  NABI PERTAMA Kau begitu lain, Semar. Ketika kita pertama kali berjumpa. BADUT PERTAMA

  Dua ribu tahun yang lalu?

  NABI PERTAMA

  Kau pelupa. Bukan,

  BADUT PERTAMA Yayayayaa. Suling itu. NABI PERTAMA Kau membuatnya untuk pertama kali dank au meniupnya dengan syahdu sekali.

  BADUT PERTAMA MENGENANGKAN SAAT-SAAT LAMPAU ITU SEOLAH-OLAH TAMPAK BAGAIMANA WAKTU MENGALIRI AIR MUKANYA

  NABI PERTAMA

  Mana dia? Tiuplah sebuah lagu untuk kenangan kita

  BADUT PERTAMA

  Menyesal sekali tuanku. Saya sudah lupa sama sekali. Semua lagu saya sudah lupa dan malah saya pun sudah lupa bagaimana membuat suling itu

  NABI PERTAMA

  Tidak masuk akal., bagaimana bisa terjadi?

  BADUT PERTAMA

  Panjang lakonnya, tuanku. Lain kali saya akan ceritakan pada tuanku seorang diri. Saya kira para penonton sudah mulai terampas waktunya oleh percakapan nostalgia kita. Selain itu saya lupa memperkenalkan tuanku dan tuan-tuan yang lain.

NABI PERTAMA

  Tapi sambil lalu, masih kamu jadi tukang penjaja mainan?

BADUT PERTAMA

  Masih, tuanku. Dan akan tetap begitu. Maafkan tuanku (kepada semua) perlu kalian ketahui bahwa rombongan orkes ini terdiri dari para nabi. Harap memberi tabe ORANG-ORANG AKAN BERSUJUD

  NABI PERTAMA Cukup, kami memahami dan merasakan hormat kalian. BADUT PERTAMA

  Demi keamanan, terpaksa kami tidak dapat menyebut nama beliau (Pada nabi pertama) maafkan, tuanku. Terpaksa kami ambil tindakan begini karena sekelompok besar orang-orang di sini tidak mengizinkan nabi mereka disandiwarakan secara blak-blakan;semata-mata lantaran takzim mereka jua (Pada hadirin dan semua pemain) Sekalipun demikian, tak ada jeleknya dan salahnya kalau di sii dalam kesempatan ini saya boleh memperkenalkan beliau- beliau tidak atas nama, melainkan atas nomor-nomor, meski saya sadar, lama-lama akan ketahuan jua perbedaan satu dan lainnya. Yang mulai Nabi Pertama

  NABI PERTAMA (Menunjukan dirinya, para hadirin bertepuk) BADUT PERTAMA

  Yang mulia Nabi Kedua

  NABI KEDUA (Melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk) BADUT PERTAMA

  Yang mulia Nabi Ketiga

  NABI KETIGA (melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk) BADUT PERTAMA

  Yang mulia Nabi Keempat

  NABI KEEMPAT (Melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk) BADUT PERTAMA

  Adalah kesempatan yang mulia sekali bahwa malam ini kita ketamuan tamu-tamu yang mulia. Dan lebih dari itu tentu kita akan sempat pula menikmati lagu-lagu terbaru dan album- album baru beliau-beliau.

  (Semua orang bertepuk)

NABI PERTAMA

  Maafkan, maafkan kami karena kami tidak mempunyai album baru, tapi kami berjanji akan bernyanyi dan menghibur kalian. Dan sebaliknya kamipun akan dengan senang menyaksikan pertunjukan kalian.

  (semua bersorak dan bersuit)

  Tapi terlebih dahulu sudah tentu alangkah baiknya kalau saya pun boleh memperkenalkan kalian kepada para penonton.

  (segera keempat badut menyusup bersembunyi diantara para pemain)

  Saya akan memperkenalkan dari belakang, maksud saya dari angka belakang. Badut keempat alias Bagong

  (Bagong tampil manja dan malu-malu seperti bisaanya, dan semua bertepuk)

  Petruk alias badut ketiga

  

(Petruk yang jangkung itu tampil dengan penuh ahrga diri dan para hadirin bertepuk. lalu

belum nabi pertama menyebut namanya lebih dulu gareng tampil)

  Dan ini badut kedua alias Gareng

  (para hadirin bertepuk)

  Dan kini tampil Semar alias badut pertama. Selain sebagai pemain juga memimpin dan menyutradarai pertunjukan-pertunjukan rombongannya

  (Semar dengan gayanya, tampil memperkenalkan diri, para hadirin bertepuk)

  Malam ini lakon apa mar?

BADUT PERTAMA

  Orkes Madun karangan Arifin C Noer ORKES II MUNCUL TERDIRI DARI SENIMAN-SENIMAN Dan kini perkenankan saya memperkenalkan rombongan orkes kedua yang terdiri dari seniman-seniman. Tapi lantaran di sini terlalu banyak nama seniman, maka demi menyelamatkan kemungkinan satu sama lain, maka untuk mereka tidak perlu kami sebut satu persatu namanya, cukup dengan angka seperti nabi-nabi.

  ORKES II MEMPERKENALKAN DIRI DAN PARA HADIRIN BERTEPUK TANGAN

BADUT DAN NABI PERTAMA

  Inilah orkes Madun atawa Madekur dan Tarkeni

  

EMPAT

  KEDUA ORANG ITU BERMAIN SEMENTARA PARA BADUT MENARI-NARI. DI ANTARA MEREKA KEMUDIAN MUNCUL DADU, BOCAH MENANGIS MENCARI SESEORANG SETIAP KALI IA BERHENTI PADA SESEORANG DAN MEMPERHATIKAN ORANG ITU, TAPI SETIAP KALI PULA IA MENGGELENGKAN KEPALANYA DAN KEMBALI MENANGIS. KEMUDIAN DADU BOCAH LENYAP ENTAH KEMANA. BEGITU IA LENYAP KEMUDIAN ENTAH DARIMANA MUNCUL KARTI, BOCAH YANG JUGA MENCARI SESEORANG DAN MELAKUKAN HAL YANG SEPERTI DADU LAKUKAN , DAN KEMUDIAN IA PUN HILANG ENTAH KEMANA.

  

Satu

  Ada seorang pemuda /Madekur namanya Asal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di Jakarta Sebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya Cacat muka tidak / tampan tidak / sedeng namanya Ada seorang pemudi / Tarkeni namanya Asal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di Jakarta Sebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya Cacat muka tidak / cantik tidak / sedeng namanya Madekur dan tarkeni / bertemu di atas ranjang Ketika sama bergoyang / mereka sama melayang Kala menyusup dalam tamasya syahwat di khayangan Terbitik oleh Madekur / suatu pikiran Apa itu? Nanti dulu Tidak semua orang Jakarta / punya pekerjaan Tapi Madekur / lelaki cekat / dan punya martabat Ia punya pekerjaan tetap / yang sangat berat Memang madekur / lelaki rajin / dan keras kemauan Tidak semua orang Jakarta / punya pekerjaan Tapi Madeku r/ perempuan cekat / dan punya martabat Ia punya pekerjaan tetap / yang sangat berat Memang madekur / perempuan rajin / dan keras kemauan Dua-dua sama rajin / sama cekat Dua-dua berpeluk di ranjang sangat erat Bulan kolokan di celah genteng Lakon bermula di bawah genteng

  

Dua

  KEMUDIAN FORMASI MEMBUYAR DAN DALAM BEBERAPA DETIK TERCIPTALAH SUASANA PLANET SENEN, SUATU KOMPLEKS PELACURAN DI JAKARTA PADA MALAM HARI. SEBAGIAN DI ANTARA MEREA BERMAIN ORKES, BERJOGET, SEBAGIAN BERCUMBU DAN BERANEKA PERBUATAN YANG UMUM TERJADI DI SUATU TEMPAT SEMACAM ITU.

  DI ATAS PENTAS ADA TIGA BALE-BALE ATAU RANJANG YANG KWALITET RENDAHAN TERPISAH LETAKNYA SATU SAMA LAIN. DI ATAS KETIGANYA ADA TIGA PASANG LELAKI DAN PEREMPUAN . KALAU SAJA LAMPU CUKUP TERANG DAN LALU LALANG PEMAIN-PEMAIN LAIN TIDAK MENGHALANGI AKAN TAMPAK DENGAN JELAS BAHWA MEREKA SEDANG BERSETUBUH. TAPI JUGA ADAT KITA MELARANG MEMPERTONTONKAN PERISTIWA ITU SECRA BLAK-BLAKAN DI ATAS PENTAS, MAKA SAYA SARANKAN BILA DIANGGAP PERLU SEORANG PEMAIN LAIN BERLAKU SUATU PERBUATAN ATAU PENJELASAN BUAT PENONTON BAHWA “DEMI KESOPANAN DAN ADAT YANG SELALU BERSIH, MAKA ADEGAN-ADEGAN KOTOR TERPAKSA DI BIKIN BERSIH” KEMUDIAN SEDIKIT DEMI SEDIKIT SUNYI MUNCUL, ARTINYA MENUJU ADEGAN TANPA SUARA, LALU PADA SAAT-SAAT SAMA SEKALI HENING PARA PEMAIN MENYINGKIR, KECUALI MADEKUR DAN TARKENI DI ATAS RANJANG YANG TAMPAK SEDANG MELEPAS LELAH. BEBERAPA KALI TERDENGAR SUARA DARI NAFAS MEREKA. SEORANG PEREMPUAN TUA, DARSIH NAMANYA (NGGAK BEGITU TUA!) MUNCUL.

  DARSIH

  Buruan, dong! (Sambil Exit) kalau mau nginap bilang kek! LALU KEDUANYA SAMA BANGKIT. MENGHEMPAS NAPAS LAGI, KEDUANYA SALING MEMANDANGI. KEDUANYA SALING TERSENYUM. DAN PADA SAAT

  ITU MUNCUL SEORANG GADIS KECIL SEPERTI UMUMNYA DI DESA. DIA MEMBAWA KERUPUK

  GADIS

  Mad! Mad! LALU MUNCUL SEORANG JEJAKA KECIL, SEGERA SI GADIS MEMBELAH KERUPUK JADI DUA DAN DENGAN MALU-MALU YANG SEBELAH DIBERIKAN KEPADA SI JEJAKA. LALU SAMBIL TERTAWA KECIL, MALU-MALU SI GADIS LARI EXIT. DENGAN SENANG SI JEJAKA MENCUBIT KERUPUK ITU, LALU MEMELUKNYA. KETIKA TERDENGAR SUARA ANAK YANG LAIN MEMINTA KERUPUK ITU SEGERA IA MENYEMBUNYIKAN KERUPUK ITU DALAM LIPATAN SARUNGNYA

  JEJAKA

  Tidak makan apa-apa (sambil keluar)

  LALU KEDUANYA BANGKIT BERDIRI. TANPA BERKATA APA-APA KEDUANYA MENGENAKAN PAKAIAN. SETELAH SELESAIU, MADEKUR TERPEKUR SEJENAK SEMENTARA TARKENI MENANTI (BAYARAN TENTU

SUARA DARSIH

  Sedang bertelor apa?

  MADEKUR

  Bagaimana kalau kita kawin saja!?

  TARKENI Gampang. Bayar saja dulu yang sekarang. MADEKUR Bajingan! Masa nggak percaya sama saya. Mengeluarkan uang dari dalam saku celananya.

  

Dengan gaya si kaya ia menghitung beberapa lembar lalu menyerahkannya pada Tarkeni)

  minggu yang lalu saya bayar berapa?

  TARKENI Bisaa. Dua. MADEKUR Malam ini tujuh. Hitung saja.

  TARKENI (Setelah menghitung) Kamu sungguh-sungguh rupanya. MADEKUR

  Kamu kira uang palsu?

  TARKENI

  Rejeki nomplok?

  MADEKUR

  Mana ada rejeki nomplok. Tahi kuping yang nomplok! Keringat!

  TARKENI (mengiyakan sambil menghapus keringat dengan uang) Keringat menetes Tes Air mani menetes Tes Lalu semua menetes Tes Dan yang paling akhir air mata Tes

  MADEKUR Sekarang jawab. Bagaimana kalau kita kawin saja.

  TARKENI Jangan kayak anak-anak ah. MADEKUR Saya serius dan umur saya dua puluh lima, neng. TARKENI

  Say dua satu

  MADEKUR Nah, apalagi? Pekerjaan saya sudah punya. TARKENI Saya juga punya. MADEKUR

  Lebih bagus lagi. Dan lebih dari itu ketika kecil kita pernah jadi penganten-pengantenan. Dan saya kira saya masih cinta sama kamu.

  TARKENI

  Kalau saya tidak?

  MADEKUR

  Belakangan kan bisa!? SUNYI SEJENAK

  MADEKUR

  Bagaimana?

  TARKENI

  Kenapa mesti kawin?

  MADEKUR Seperti umumnya orang. Biar gampang. TARKENI Begini kan gampang. MADEKUR

  Lebih gampang lagi kalau kita kawin. Sudahlah jangan banyak Tanya. Bagaimana?

  TARKENI Kita rundingkan di luar.

  LALU KEDUANYA KELUAR

  

Tiga Madekur seorang pencopet Lantaran di Jakarta ia tergencet Bulan dari Jatibarang yang ia kepit Bersama kertas ijazah di ketiaknya Lusuh dan kehilangan cahaya Dilemparkannya di kali Ciliwung Bulan itu mengapung-apung bersama tahi Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan Pegawai negeri Di tepi kali Malang Matahari yang pijar berkaca-kaca Dengan susah payah Sambil menyumpah Madekur menjambak rambut matahari Dan kemudian menyertnya kemana-mana Adapun Tarkeni seorang pelacur Lantaran di Jakarta tak mau dikubur Bulan dari jatibarang yang ia bawa Bersama kertas ijazah dalam kertas plastiknya Lusuh dan kehilangan cahaya Bulan itu mengapung-apung bersama tahi Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan Pegawai negeri Di tepi kali Malang Matahari yang pijar berkaca-kaca Dengan susah payah Sambil menyumpah Madekur menjambak rambut matahari Dan kemudian menyertnya kemana-mana

  

Empat

  DI DESA, KELUARGA MADEKUR MENEMPATI BALE PERTAMA DAN KELUARGA TARKENI MENEMPATI BALE KEDUA. ADEGAN DI BAWAH INI ADEGAN DUET, AYAH MADEKUR BERDUET DENGAN AYAH TARKENI, IBU DENGAN IBU, MADEKUR DENGAN TARKENI

  AYAH & AYAH

  Tidak mungkin, tidak mungkin

  IBU & IBU

  Tapi

  AYAH & AYAH

  Coba, kamu bisa membayangkan apa kata orang-orang seluruh desa ini kalau Madekur / Tarkeni kawin dengan Tarkeni / Madekur. Aib, aib. Betapa sia-sianya dia kerja payah-payah di Jakarta. Kamu mimpi apa semalam?

  IBU & IBU

  Saya kira nggak mimpi apa-apa

  AYAH & AYAH Saya kira! Tidak mungkin kamu nggak mimpi apa-apa. Pasti kamu mimpi, hanya kamu lupa.

  Kalau kamu mau mengingat-ingat pasti kamu akan menejrit karena ternyata kamu mimpi buruk

  IBU & IBU (Menjerit) AYAH & AYAH

  Kenapa?

  IBU & IBU

  Ya, saya mimpi

  AYAH & AYAH Nah, apa kata saya!? Kamu pasti mimpi mandi di kubangan Haji Bakir.

  IBU & IBU

  Bukan. Saya kira dalam mimpi itu saya mandi di comberan di … saya kira…. Dekat pelabihan di Cirebon.

  AYAH & AYAH

  Di comberan? Di dekat pelabuhan? Kamu tahu comberan dekat pelabuhan artinya air kotoran orang seluruh jagat bertemu jadi satu dan itu berarti mempunyai takwil yang bukan saja buruk tapi aib setebal tahi kerbau!?

  IBU & IBU Ya, saya ingat. Tahi kerbau. AYAH & AYAH Sudah pasti, kemudian kamu megap-megap hanyut….

  IBU & IBU Nggak. Kemudian saya terbangun karena asma saya. AYAH & AYAH

  Persetan! (Pada penonton) pernahkah Anda bayangkan anak anda kawin dengan seorang pelacur / copet? Sudah tentu Anda pernah sekali membayangkan hal yang jelek-jelek kalau pikiran Anda sedang gurem. Tapi saya percaya pikiran Anda ssaat ini cukup jernih untuk ikut merundingkan soal ini. Anda punya seorang anak. Bukan main senang bahagia ketika melayani dia ketika kecil sebab banyak boneka. Siang malam kita melayani dia, lalu kita sekolahkan dengan harapan dia kelak menggantikan kita, menjadi kebanggaan kita, jadi raja kek kalau bisa. Tiba-tiba setelah dewasa, punya pekerjaan, punya penghasilan yang lumayan dia datang keapda kita mengutarakan niatnya akan kawin dengan seorang pelacur / pencopet. Buat saya yang tidak punya penyakit jantung hal itu tidak begitu membahayakan jiwa, dan saya bisa secara jernih menimbang dan merundingkan dan meyakinkan, tapi buat yang berpenyakit jantung? (Kepada istrinya) tidak, tidak – kamu jangan sekali-kali membantu dia untuk memaksa saya mengambil keputusan gila

  IBU & IBU (Pada penonton)

  Pada satu hari, nak saya berkata pada saya “ Bu, saya pengen pergi ke Jakarta”

  AYAH & AYAH Siapa pun tahu di Jakarta orang bisa jadi apa saja, bahkan menjadi presiden sekali pun.

  IBU & IBU

  Tapi yang pertama kali saya pikirkan bukan itu. Saya takut anak saya tertubruk mobil, karena kata orang di sana lebih banyak mobil daripada pohon kelapa.

  AYAH & AYAH

  Saya tahu betul di dalam benak kepala anak saya berkumpul seluruh impian termasuk di dalamnya impian-impian saya.

  IBU & IBU Saya kira siapa pun lebih senang mati di tanah sendiri. AYAH & AYAH Tapi tak ada orang yang sempat memilih tempat buat dia mati.

  IBU & IBU Selain itu saya kira di sini pun dia akan bisa besar, berkeluarga dan mati. AYAH & AYAH

  Saya punya cerita. Anak tetangga saya, Fadoli namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih bodoh dari dia, sekali pun ayahnya termasuk orang penting di desa ini. Walapun saya tidak pernah diberitahu tapi saya tahu ketika sekolah rakyat anak saya mendapat penghasilan dari Fadoli karena ikut merampungkan pekerjaan menghitungnya. Ketika sekolah menengah ia dikirim orang tuanya ke Jakarta, tiggal bersama pamannya. Dan beberapa minggu yang lalu ia dan keluarganya mampir ke desa ini. Semua orang di desa ini ternganga melihat anak sebodoh itu bisa punya mobil. Saya tidak tahu persis jadi apa ia, tapi yang pasti ia orang penting. Nah, sekarang gampang diduga apa yang ada dalam kepala saya ketika anak saya bilang mau ke Jakarta. Segera saya bilang kepadanya: pergilah anakku. Selamat berjuang! Ya, saya kira saya sangat bijaksana waktu itu. Dan memang Jakarta medan juang yang paling gampang karena musuh kita di sana suma sesame, sedangkan di sini musuh kita semata-mata alam dan kita hanya memiliki satu pacul untuk sebelas petak.

  IBU & IBU

  Di sana terlalu banyak orang, dan saya tidak bisa membayangkan darimana mereka bisa makan. Saya selalu membayangkan di sana banyak orang makan orang. Saya punya cerita. Anak tetangga saya Rogayah namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih pintar dari dia, sekalipun orang tuanya buta huruf. Beberapa tahu yang lalu, setelah lepas sekolah menengah ia pergi ke Jakarta. Seperti umumnya banyak orang ia ke sana dengan ijazah sekolahnya dan cita-cita sederhana. Setahuhn lamanya dia cari pekerjaan dan tidak pernah berhasil, sehingga tentu saja bibinya pada siapa ia numpang makan semakin bermuka kecut. Pada tahun kedua ia minta diri bibinya untuk kembali ke desa ini, tapi sebenarnya ia tidak pernah kembali. Beberapa bulan putus hubungan antara Rogayah dengan keluarganya. Sampai pada suatu hari seluruh orang desa ini gempar ketika seorang pemuda membawa selembar Koran di mana termuat mayat Rogayah. Saya dengar ada belati di perutnya dan rupanya sebelum peristiwa naas itu ia telah mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dari sebuah keluarga orang kaya.

  AYAH & AYAH

  Cerita serupa itu tidak perlu di Jakarta. Beberapa bulan lalu di Toangan dekat jembatan sana kami menemukan mayat. Pendek kata Jakarta adalah jalan pendek. Dan nyatanya?

  IBU & IBU

  Memang hanya beberapa bulan saja kemudian Madekur/Tarkeni anak saya kembali terbungkus pakaian yang sangat bagus yang kami sendiri tidak pernah mampu membelinya. Benar-benar hari itu hari yang bahagia buat kami. Oh, gusti saya tidak pernah memimpikan akan saya segagah dan secantik itu.

  AYAH & AYAH Ya, dan sebelas perut ditambah dua perut kami benar-benar buncit saat itu.

  IBU & IBU Ia membelikan saya seperangkat pakaian. AYAH & AYAH

  Ia membelikan saya sehelai kain palekat cap delima buatan Tasik, di samping sebuah korek api yang sangat bagus. Sampai sekarang korek api itu tidak pernah saya pergunakan. Saya simpan saja dan saya pajang sebagai hiasan di lemari.

  IBU & IBU Ya Gusti, ia mengenakan arloji emas dan cincin emas. AYAH & AYAH

  Ya, dan sekarang akankah ia kita biarkan memilih jalan yang salah kawin dengan seorang pelacur/pencopet? Pakah akan kita biarkan ia melumuri wajahnya Lumpur aib seorang pelacur/pencopet?

  IBU & IBU (Kepada Suami)

  Tapi ia bilang, ia cinta

  AYAH & AYAH

  Tidak kurang gadis/jejaka di desa ini untuk dicintai. Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu. Sebelum lahir saya sudah membenci keluarga yang sok suci itu. Tingeling!

  IBU & IBU

  Lalu?

  AYAH & AYAH

  Kau tinggal saja di sini, saya kira akan bicara sendiri dengan anak itu.(Perempuan itu akan

  bangkit kembali) Diam di sini!

  LALU AYAH DAN AYAH PERGI KELUAR

  

Lima

  IBU & IBU (Kepada Penonton) Yang paling sulit adalah….

  IBU II (pada yang lain) Kamu duluan deh.

  IBU I

  Yang paling sulit adalah kedudukan itu. Siapa pun tahu tidak gampang memilih pihak, lebih- lebih semua pihak sama-sama berarti dan cintai dan celakanya adapt hidup selalu menjatuhkan kita pada salah satu pihak sekalipun kita tidak menjatuhkan pilihan alias kita tidak bisa lepas dari kedudukan sebagai korban. Karena itu sekali waktu kita menganggap menjatuhkan pilihan adalah yang terbaik dalam hidup ini, sebab kita memerlukan kepuasan memiliki hak memilih sebagai kompensasi atas kesia-siaan kita.

  IBU & IBU

  Secara pribadi saya punya pendirian lain dengan suami saya

  IBU I

  Yang penting buat saya anak saya senang, biarlah dia kawin dengan siapa pun yang dia maui kalau memang sudah merupakan jodohnya. Coba saja meskipun kita ngotot dalam hal ini pasti anak saya yang akan keluar sebagai pemenang, karena dalam zaman ini kedudukan anak sedang mendapat angin. Selain itu, saya belum yakin benar bahwa Tarkeni menjadi pelacur di Jakarta seperti yang dibisikan banyak orang. Juga saya demikian terharu mengetahui betapa anak saya yang sejak kecil diam-diam mencintai Tarkeni.

IBU II

  Pernah suami saya memergoki mereka sedang jalan berduaan di pematang sawah dekat pekuburan Ki Kede dan tanpa komentar suami saya menyeret Tarkeni pulang. Di dapur, suami saya mencambuk Tarkeni dengan ikat pinggangnya yang setebal telapak tangan. Bagaimana tangis Tarkeni tidak perlu diceritakan.

  IBU I

  Keluarga itu sudah bebuyutan, sudah sedemikian tua permusuhan kami sampai kami sendiri tidak pernah tahu duduk masalahnya.

  IBU & IBU

  Satu-satunya yang kami tahu sejak kecil adalah kami bermusuhan

IBU II

  Ada seorang paman kami pernah mencoba menjelaskan kenapa kami bermusuhan . pada suatu malam pada bulan puasa, kakek kami ketika masih perjaka berkelahi dengan kakek mereka di pekarangan mesjid. Persoalannya kakek kami dan kakek mereka sama-sama jtuh cinta kepada seorang gadis, kalau tidak salah ingat gadis itu dari keluarga moyang mang Miskak juru kunci mesjid. Siapa yang menang sudah pasti kakek kami karena paman bilang itu kakek jago silat. Hanya sayangnya nasib berkata lain, sehingga dua-duanya tidak sempat mengawini gadis itu lantaran tergesa meninggal. Nah, sebenarnya bisa saja kemudian sama- sama saling menuduh telah bebruat jahat terhadap sang gadis. kakek kami menuduh kakek mereka telah mengirimkan guna-guna agar gadis itu terpaut hanya pada hatinya, tapi agaknya salah mantra sehingga menyebabkan gadis itu malah meninggal secara mendadak.

  IBU I

  Seorang paman kami pernah bercerita bahwa sebenarnya moyang kami pernah besanan dengan moyang mereka. Jelasnya buyut kami pernah satu tempat tidur dengan salah seorang buyut mereka, tapi lantaran buyut perempuan mereka terbukti serong dengan laki-laki lain, maka buyut kami menjatuhkan talak tiga sekaligus terhadap buyut perempuan mereka (dengan gaya mengucapkan rahasia) memang keluarga mereka keluarga gampang gatel.

IBU II

  Sedangkan salah seorang bibi kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari jumat… (Kesal dengan ceritanya sendiri)

  IBU I Sedangkan salah seorang uwak kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari Sabtu….

  (Kesal dengan ceritanya sendiri)

  IBU & IBU

  Pendeknya begitulah. Sekarang saya sudah saatnya saya harus berusaha menimbun lobang permusuhan bebuyutan ini sebab kita sama-sama tidak menghendaki akhir Romeo dan Juliet terulang dalam sandiwara ini. Jadi, sekali lagi, saya tidak berkeberatan anak-anak saya kawin dengan anak-anak mereka, meskipun saya akan lebih senang kalau anak saya bisa memilih jodoh yang lain (bersemangat) tidak. Tidak. Saya harus berani mengutarakan pikiran saya blak-blakan kepada suami saya kalau memang anak saya berani membujuk suami saya supaya berubah sikap, lantaran toh akhir sandiwara ini mereka akan kawin juga.

  

Enam

  MUNCUL AYAH DAN AYAH DIIKUTI MADEKUR DAN TARKENI

  AYAH & AYAH

  Sekarang, marilah kita bicara dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik supaya darahmu beredar teratur dan tertib dan supaya kamu bisa bekerja dengan pikiranmu dan tidak dengan perasaanmu itu. Bu, saya sudah bicara dan anakmu sudah bicara dan kini giliranmu bicara. Mad/Tar, saya senang pada orang yang keras pendiriannya tapi, kamu keras kepala dan saya tidak suka. Sudah berkali-kali kamu mencoba mengutarakan perasaanmu dan tidak pernah sekali pun mengutarakan pikiranmu, dan itu saya tidak suka. Sebaliknya saya telah berkali- kali meminjamkan pikiran-pikiran terbaik saya buat kamu, tapi kamu tidak suka. Padahal kamu sendiri cukup dewasa untuk memahami bahwa perkawinan tidak semata membutuhkan perasaan, melainkan juga terutama pikiran. Bu, kamu setuju anakmu kawin dengan pelacur/pencopet?

  IBU & IBU

  Naudzubillahi min dzalik, eh, tidak!

  AYAH & AYAH Atau kamu setuju anakmu kawin dengan keluarga itu yang….

  IBU & IBU Tidak. AYAH & AYAH

  Kamu dengar sendiri bagaimana ibumu mengatakan tidak dan kamu sendiri tahu ibumu sangat jernih dalam berpikir. Sekarang lebih baik kamu istigfarlah dulu.

  IBU & IBU (Pada penonton)

  Sebenarnya mulut saya mau bilang setuju, tapi mata suami saya terlalu besar, nanti saya akan bilang juga.

  AYAH & AYAH

  Persoalan cinta tidak sesepele seperti yang banyak diduga orang dan memahaminya lebih sukar daripada memotong kuku dengan golok, namun percayalah saya menyintai kamu sekaligus kehormatan kamu dan hari depan kamu. Janganlah sekali-kali kamu salah mengira saya telah berlaku tidak sayang karena menghalangi niat kamu kawin dengan…. Anak perempuan/lelaki keluarga itu. Jangan juga kamu mengira saya tidak memahami niatmu yang suci, saya paham dan saya menaruh hormat, tapi rupanya kamu lupa bahwa sesuatu yang suci memerlukan tempat yang suci juga. Juga rupanya kamu tidak menyadari betapa banyak pilihan yang bisa kamu lakukan, dan kamu cukup mengerti bahwa yang terbaik adalah emmilih yang terbaik. Tahu kalau kamu masih belum bisa yakin juga, cobalah Tanya para penonton (pada penonton) Setujukah Anda kalau anak Anda kawin dengan pelacur/pencopet? Kalau Anda bilang setuju artinya Anda munfik sejati. Karena Anda telah mengkhianati hati Anda sendiri. Marilah kita akui sama- sama bahwa pada dasarnya kita menyukai kebangsawanan sekalipun perut kita kosong.

  Dengan mengatakan setuju berarti Anda telah sempurna dalam mengobral kata-kata muluk berbunga kebajikan, sementara dalam perbuatan nyata Anda kurang lebih sepaham dengan saya. Tapi Anda saksikan sendiri saya satu tingkat lebih tinggi dari Anda lantaran saya satu antara perkataan dan perbuatan. Sungguh-sungguh kita ini ningrat yang terselubung.

  MAD & TAR (pada penonton)

  Sebelum kemari, saya sudah yakin pasti hati Anda satu barisan dengan hati saya. Sudah tidak bisa dihalangi lagi barisan baru dengan panji-panji cinta akan tampil memimpin dunia ini. Kita sama mengetahui betapa keterbelakangan orang-orang tua kita dalam berpikir, bersikap dan berbuat, bahkan sebagian watak malah malasnya masih melekat dalam diri kita.

  Ketika di negeri-negeri lain orang sudah sedemikian sibuk dan kerja keras, rang-orang tua kita masih belum selesai dengan sarapannya, dan yang sebagian lagi sibuk merenungkan hikmah hidup tanpa sarapan.

  AYAH & AYAH

  Berhenti nak. Kamu tidak patut kurang ajar seperti itu, tidak layak menghina orang tuamu sendiri di depan umum seperti ini.

  MAD & TAR

  Seperti bapak saya sedang mencoba belajar mempergunakan pikiran saya, sama sekali saya tidak sedang melakukan penghinaaan kecuali membeberkan keburukan.

  AYAH & AYAH

  Satu kalimat lagi berarti merahlah, nak. Tanpa bercermin saya sudah tahu mata saya mulai merah.

  MAD & TAR (Pada penonton) Anda lihat sendiri betapa tidak dewasanya orang-orang tua menghadapi kritik. AYAH & AYAH

  Hanya batu yang bertahan menghadapi kritik

  MAD & TAR Tapi batu yang satu ini tidak.

  (keempatnya saling bertatapan sementara Ibu & Ibu sama menghela napas. Beberapa saat

  tableu begitu. Kemudian terdengar suara gong satu kali) AYAH & AYAH

  Baiklah kita ulang lagi. Marilah kita bciara bertiga dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik supaya darah beredar teratur dan tertib, supaya kita bisa bekerja dengan pikiran dan tidak dengan perasaan. Bu, saya sudah bicara, anakmu sudah bicara, kini giliran kamu bicara.

  IBU & IBU

  Sebenarnya…. (pada penonton) sebenarnya saya setuju dengan pendirian anak saya, tapi juga sebenarnya pikiran suami saya benar juga (kepada suami dan anaknya) sebenarnya sama saja.

  AYAH & AYAH

  Kamu ini sedang bicara, atau…..?

  IBU & IBU