IDE LAPORAN AKTUARIS TERPUBLIKASI SECARA

IDE LAPORAN AKTUARIS TERPUBLIKASI SECARA UMUM DENGAN
INTEGRASI MATRIKS EVALUASI RISIKO, STRESS TEST DAN
PEMBAHARUAN PERHITUNGAN RISK-BASED CAPITAL

OLEH:
SHIERLY OCTAVIANA HUGO

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya paper ini.
Jika bukan karena kasih dan kemurahan-Nya, penulis tentu tidak akan dapat
menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya. Penulis yakin ada campur tangan
Tuhan dalam segala sesuatu, karena itu, mustahil bagi penulis untuk dapat
menyelesaikan paper ini dengan hanya mengandalkan kekuatan sendiri.

Penulis juga hendak mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan
secara material maupun emosional atas paper ini sehingga penulis dapat
termotivasi untuk menyelesaikan paper ini hingga akhir.
2. Segenap staf Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya, termasuk Ibu Patricia Febrina Dwijayanti, S.E., M.A. selaku
Sekretaris Jurusan Akuntansi dan Bapak Ariston Esa, S.E., M.A., CPA., Ak.,
CA. atas bantuannya dalam memeriksa karya penulis, memahami ketentuan
penulisan maupun ketentuan umum yang berlaku dan sumbangsihnya atas ide
penulisan, sehingga penulis akhirnya bisa memahami apa yang harus penulis
kerjakan dalam paper ini.
3. Big Boss Zeta dan segenap genk The Godfather yang selalu mendukung di
balik penulisan paper ini, termasuk Zeta yang ikut mengajari cara menulis
karya ilmiah dan membantu dalam pemilihan kata serta tata bahasa.
4. Mbak Devi selaku panitia lomba Call For Paper yang membantu dalam
menjawab pertanyaan penulis mengenai ketentuan lomba.
5. Ibu-Ibu dan Ai-Ai yang senantiasa mendukung penulis dalam doa. Jujur
terkadang sungkan kalau penulis datang terus-menerus ke Persekutuan Doa
hanya meminta-minta doa saja. Suatu hari nanti, kalau Ibu-Ibu dan Ai-Ai perlu
didoakan, penulis akan mendoakan apapun pergumulan Ibu-Ibu dan Ai-Ai di

Persekutuan Doa Wanita GKA Gloria Satelit.

2

6. Ko Adit yang ikut mengajari penulis cara untuk mengatur halaman di
Microsoft Word.
7. Semua teman dan rekan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis juga menyadari masih adanya beberapa kekurangan dan keterbatasan
dalam pembuatan paper ini, oleh karena itu, penulis memohon maaf sebesar-besarnya
apabila dalam penulisan paper ini masih terdapat kesalahan.Besar harapan penulis
sehingga ide dalam paper ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak, tidak hanya
berhenti sebagai tulisan semata namun juga dapat mengubah pandangan masyarakat
secara keseluruhan.Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Surabaya, 11 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

3


BAGIAN AWAL…………………………………………………………………i-viii
Judul…………………………………………………………………………………...i
Kata Pengantar……………………………………………………………………..ii-iii
Daftar Isi…………………………………………………………………………...iv-v
Daftar Tabel…………………………………………………………………………..vi
Abstrak...........……………………………………………………………………….vii
BAGIAN INTI……………………………………………………………………1-22
Cover………………………………………………………………………………….1
Surat Pernyataan……………………………………………………………………....2
1. Latar Belakang……………………………………………………………...........3-7
2. Deskripsi Ide yang diajukan………………………………………………........8-16
2.1. Penyempurnaan dari Mekanisme Pelaporan yang Telah Ada…………....9-14
2.1.1. Penilaian Risiko oleh Aktuaris…………………………………..10-12
2.1.2. Risk-Based Capital………………………………………………12-14
2.2. Deskripsi Ide sesuai dengan Letak Tahapan Perkembangan Industri
Asuransi………………………....……………………….......................14-16
3. Dampak Inovasi………………………………………………………………17-22
3.1. Bagi Aktuaris...........................................................................................17-18
3.2. Bagi Manajemen Perusahaan Asuransi....................................................18-20

3.3. Bagi Pemangku Kepentingan Selain Manajemen Perusahaan
Asuransi....................................................................................................20-22
3.3.1. Bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)..............................................20-21
3.3.2. Bagi Masyarakat Umum dan Pelanggan Perusahaan Asuransi di
Indonesia...........................................................................................21-22
4. Peluang Aplikatif…………………………………………………………….......23
BAGIAN AKHIR…………………………………………………………….....24-26

4

Daftar Pustaka…………………………………………………………………...24-26

5

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1.Perhitungan Risk-Based Capital yang Disyaratkan oleh BapepamLK…………………………………………………………………………………..5
Tabel 1.2.Persentase Penggunaan Jasa Asuransi Jaminan Kesehatan oleh Masyarakat
Indonesia sampai dengan 31 Desember 2012............................................................6


6

ABSTRAK

Paper ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat Indonesia akan peran
aktuaris Indonesia dalam meningkatkan kekuatan kompetitif industri asuransi di
Indonesia

serta

meningkatkan

kepercayaan

masyarakat

terhadap

janji-janji


perusahaan asuransi di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam paper ini
adalah studi kepustakaan, di mana paper ini akan merujuk pada sumber buku dan
jurnal terkait ide yang diajukan, yakni laporan aktuaris terpublikasi dengan integrasi
matriks evaluasi risiko, stress test dan pembaharuan perhitungan risk-based capital.
Hasil yang diharapkan dari paper ini adalah pengetahuan masyarakat yang meningkat
mengenai perusahaan asuransi dan tingkat kepercayaan masyarakat yang meningkat
dalam bertransaksi dengan perusahaan asuransi.
Kata kunci: Laporan aktuaris, matriks evaluasi risiko, stress test, risk-based capital.

7

1

IDE LAPORAN AKTUARIS TERPUBLIKASI SECARA UMUM DENGAN
INTEGRASI MATRIKS EVALUASI RISIKO, STRESS TEST DAN
PEMBAHARUAN PERHITUNGAN RISK-BASED CAPITAL

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

SURABAYA

1.

3

LATAR BELAKANG
Pada dasarnya, aktuaria adalah ilmu yang mengaplikasikan matematika dan
statistika pada asuransi, termasuk menghitung harga premi (Rinaldy dan Wahyu,

4

2013).Jika berbicara mengenai menghitung harga premi, artinya pekerjaan aktuaria
juga terkait dengan risiko dan nilai bersih kekayaan perusahaan, umumnya adalah
perusahaan asuransi (FSAI, 2015).Menurut situs resmi Fellow Society of Actuaries of
Indonesia (FSAI), aktuaris adalah orang yang dapat mengaplikasikan ilmu keuangan
dan teori statistik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bisnis aktual. Kieso
(2010:372) juga menyamakan aktuaris dengan appraisal atau penilai, di mana penilai
ini sangat dibutuhkan perusahaan untuk dapat menentukan secara akurat potensi jasa
yang dimiliki perusahaan, dan aktuaris biasanya merupakan pihak ketiga yang

independen jika dilihat dari sisi perusahaan (2010:372). Persoalan ini umumnya
menyangkut analisis kejadian masa depan yang berdampak pada segi finansial,
khususnya yang berhubungan dengan besar pembayaran pada masa depan dan kapan
pembayaran dilakukan pada waktu yang tidak pasti, semacam investasi pada
perusahaan asuransi.
Melalui definisi dari penelitian Rinaldy dan Wahyu (2013) serta situs resmi
FSAI di atas, maka dapat dikatakan aktuaris sangat erat hubungannya dengan
penilaian risiko dan nilai bersih kekayaan perusahaan. Jika berbicara mengenai
penilaian risiko, maka hal ini erat kaitannya dengan investasi. Menurut Tandelilin,
risiko dan return selanjutnya akan memengaruhi keputusan dalam berinvestasi
(2001:8). Jika risiko perusahaan tinggi, maka akan memengaruhi keputusan investor
yang risk-averse atau tidak menyukai risiko sehingga investor tersebut tidak akan
berinvestasi dalam perusahaan yang bersangkutan (Bodie dkk, 2014:169). Dalam hal
ini, perusahaan asuransi cenderung memiliki risiko yang tinggi, karena hampir semua
perusahaan

non-asuransi

tidak


mau

menanggung

risiko

sendirian

dan

mengalihkannya kepada perusahaan asuransi (Sunaryo, 2007:12). Jika dihubungkan
dengan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang aktuaris dalam memberikan penilaian
pada perusahaan (termasuk penilaian risiko), akan semakin besar risiko apabila
seorang aktuaris tidak mampu menilai secara akurat risiko perusahaan, sehingga akan
memunculkan risiko baru yakni hilangnya investor sehingga sumber pendanaan

5

perusahaan akan berkurang. Padahal dewasa ini, tren investasi adalah pada industri
keuangan non-bank (IKNB), termasuk asuransi (OJK, 2015). Dengan demikian,

penanganan risiko merupakan masalah yang mendesak (urgent) dan perlu untuk
diselesaikan.
Tingkat risiko perusahaan asuransi di Indonesia tinggi, dan ini dibuktikan
dalam penelitian Chetty dan Looney (2007) yang menghubungkan tingkat risiko
dengan keadaan penduduk di Indonesia. Indonesia adalah negara yang jumlah
penduduknya banyak, banyak penduduk menikah di usia muda, jumlah kematiannya
tinggi, dan lebih banyak penduduk berusia muda. Kesemua hal ini kemudian
menyasar pada produk asuransi yang diijinkan di Indonesia sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 53/PMK.010/2012, di mana semakin
banyak penggunaan produk asuransi, semakin besar pula risiko yang harus
ditanggung perusahaan asuransi. Perbandingan antara banyaknya penggunaan produk
asuransi dengan risiko yang ditanggung perusahaan asuransi ini juga sudah
dibuktikan oleh penelitian dari Rahim (2013) yang memproyeksikan perkembangan
asuransi Indonesia selama lima tahun ke depan.
Selanjutnya, mengenai teori nilai bersih kekayaan atau modal minimum
berbasis risiko (risk-based capital), PMK Nomor 53/PMK.010/2012 mendefinisikan
modal minimum berbasis risiko sebagai jumlah dana yang dibutuhkan untuk
mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi
dalam pengelolaan aset dan liabilitas. Kriele dan Wolf (2014:133) menyebut riskbased capital sebagai modal ekonomis yang dimiliki perusahaan asuransi yang
dipakai untuk saling pindah-memindahkan risiko antara perusahaan dengan

tertanggung. Menurut Kusuma (2013), mekanisme penentuan risk-based capital yang
saat ini sudah berlaku terletak pada PER-09/BL/2011, yakni menentukan terlebih
dahulu tingkat solvabilitas dengan mengurangi jumlah kekayaan yang diperkenankan
dengan kewajiban yang dimiliki perusahaan asuransi, kemudian tingkat solvabilitas
ini diselisihkan dengan ketidakseimbangan antara nilai kekayaan dan nilai kewajiban

6

dalam setiap jenis mata uang, yang merupakan salah satu komponen batas tingkat
solvabilitas minimum (BTSM), di mana di dalam BTSM ini juga terkandung
komponen-komponen lain seperti dalam Tabel 1.1 di bawah ini. Rasio risk-based
capital kemudian dinyatakan dalam persen, dan merupakan penjumlahan dari tingkat
solvabilitas dan ketidakseimbangan nilai kekayaan dan nilai kewajiban dalam setiap
jenis mata uang.

Tabel 1.1. Perhitungan Risk-Based Capital yang disyaratkan oleh Bapepam-LK.
(Sumber: Ketua Bapepam-LK No. PER-09/BL/2011 dalam Kusuma, 2013)

Risk-based capital ini untuk selanjutnya akan berkontribusi pada kekuatan
kompetitif perusahaan asuransi. Salah satu buktinya adalah Prudential yang dapat
mencetak pendapatan premi Rp7,5 Triliun per 2009, naik sebesar 6,56% dengan
kenaikan total premi reguler sebesar 28% sebagaimana dinyatakan dalam situs resmi

7

Prudential. Melalui sumber yang sama, Prudential juga memiliki risk-based capital
yang jauh di atas tingkat yang disyaratkan oleh Menteri Keuangan Indonesia, yakni
sebesar 466%. Selain itu, Prudential mampu meningkatkan jumlah total nasabah
sebesar 30,92% menjadi lebih dari 942.000 orang. Melalui pembuktian statistik dari
salah satu contoh perusahaan asuransi di Indonesia ini, dapat dilihat risk-based
capital memang ada hubungannya dengan kekuatan kompetitif perusahaan asuransi,
yakni semakin besar tingkat risk-based capital suatu perusahaan asuransi, semakin
kuat pula kekuatan kompetitifnya jika dibandingkan dengan industri serupa.
Mengenai perusahaan asuransi, memang saat ini masyarakat telah mengenal
dengan baik perusahaan asuransi dan apa saja yang ditawarkan dalam perusahaan
asuransi. Namun, pemanfaatan layanan perusahaan asuransi hingga 2012 masih
sangat minim. Hal ini ditunjukkan dari persentase masyarakat Indonesia yang benarbenar menggunakan jasa asuransi jaminan kesehatan, sebagaimana ditampilkan
dalam Tabel 1.2 yang diambil dari Setyowati dan Lubis (2012) di bawah ini, di mana
masyarakat yang benar-benar menggunakan jasa asuransi tidak pernah lebih dari
10%.
Tabel 1.2. Persentase Penggunaan Jasa Asuransi Jaminan Kesehatan oleh Masyarakat
Indonesia sampai dengan 31 Desember 2012

8

Beberapa pendapat pendukung sebagaimana diungkapkan dalam Centre for
Strategic and International Studies (2007) juga menyatakan perusahaan asuransi
identik dengan pembohong yang selalu mengobral janji. Selain itu, jika dikaitkan
dengan mekanisme pelaporan aktuarial sebagaimana diatur dalam PER-10/BL/2012,
masyarakat masih banyak yang bingung dengan mekanisme pelaporan yang berlaku
saat ini, karena mekanisme pelaporan saat ini dibuat dalam lembaran-lembaran yang
terpisah dan bahasa yang terlalu teknis sehingga menyulitkan masyarakat yang akan
membaca. Padahal, dalam laporan aktuaris sebagaimana diatur dalam PER10/BL/2012 juga terdapat banyak komponen yang harus diperlihatkan secara rinci,
supaya pembaca laporan juga dapat mengerti kalau ada komponen yang membentuk
laporan aktuaris, sehingga laporan aktuaris tidak berdiri sendiri. Oleh karena itu,
maksud dari ditulisnya paper ini adalah untuk menyempurnakan mekanisme
pelaporan yang ada sekarang. Dengan penyempurnaan mekanisme pelaporan dan
publikasi laporan secara terbuka pada masyarakat luas, maka diharapkan masyarakat
dapat semakin paham dan percaya dengan perusahaan asuransi. Keterpahamian dan
kepercayaan dari masyarakat ini yang selanjutnya akan berkontribusi pada
perusahaan asuransi, yakni meningkatnya kekuatan kompetitif perusahaan asuransi.

2. DESKRIPSI IDE YANG DIAJUKAN
Salah satu strategi yang dapat dilakukan sehubungan dengan ide publikasi
laporan adalah laporan yang semakin banyak disebarluaskan kepada pemangku
kepentingan. Tidak ada bagian yang mengatur kepada siapa laporan aktuaris
seharusnya diterbitkan dalam PER-10/BL/2012, padahal, laporan aktuaris ini penting
untuk meningkatkan pemahaman seluruh pemangku kepentingan mengenai
bagaimana perusahaan asuransi menghitung dan mengukur tiap kejadian klaim
maupun underwriting yang terjadi. Maka, dihubungkan dengan situasi dalam tahap
pertumbuhan di mana pengguna awal akan melanjutkan pembelian dan pembeli
selanjutnya akan mulai mengikuti langkah mereka (Kotler dan Armstrong, 2012:329),
publikasi yang pertama-tama harus dilakukan oleh OJK adalah kepada pemberi
pinjaman (kreditor) sebagai sumber pendanaan perusahaan asuransi, kalau-kalau
suatu saat harga saham jatuh, paling tidak perusahaan asuransi bisa tetap berjalan
dengan dibantu pendanaan dari kreditor. Setelah itu, publikasi laporan baru perlahanlahan bergerak ke manajemen untuk dievaluasi lebih lanjut dan akhirnya
dipublikasikan pada investor luar perusahaan, sehingga investor dapat memiliki acuan
yang kuat ketika ingin berinvestasi dalam perusahaan asuransi. Laporan aktuaris yang
terpublikasi

secara

umum

juga

memungkinkan

untuk

tidak

terjadinya

kesalahpahaman dalam seluruh pemangku kepentingan, dan akhirnya bukan hanya
membangun kesadaran dan minat masyarakat dalam perusahaan asuransi, melainkan
juga meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk bertransaksi dalam perusahaan
asuransi.
Dengan demikian, solusi yang hendak diajukan berupa ide laporan aktuaris
terpublikasi dengan integrasi antara matriks penilaian risiko dengan stress test yang
diatur dalam PER-10/BL/2012 dan penyempurnaan perhitungan risk-based capital
yang semuanya dipaparkan secara terinci. Integrasi antara matriks penilaian risiko
dengan stress test ini dipilih karena sifat risiko sendiri yang sangat krusial bagi tiap
perusahaan, tidak terkecuali perusahaan asuransi (Kusuma, 2013), sehingga masyara-

9

-kat juga perlu diberitahu mengenai risiko yang tertanam dalam perusahaan asuransi
secara rinci, yang tercermin dalam integrasi matriks penilaian risiko dengan stress
test. Laporan aktuaris yang terpublikasi ini selanjutnya akan dapat diakses secara
online lewat situs IDX ataupun situs ofisial OJK, dan secara offline lewat kantor pusat
maupun kantor perwakilan OJK di kota dan daerah terdekat perusahaan asuransi.
Deskripsi ide yang diajukan ini akan meliputi dua bagian, yakni penyempurnaan dari
mekanisme pelaporan yang telah ada dan diatur dalam PER-10/BL/2012 dan
deskripsi ide sesuai letak perkembangan industri asuransi di Indonesia, di mana
aktuaris akan menggunakan tahapan siklus hidup produk (Product Life Development
Cycle) untuk memetakan letak tahapan industri asuransi di Indonesia sekarang,
kemudian dikaitkan dengan risiko yang melekat dalam tiap tahapan siklus hidup,
khususnya pada tahap pertumbuhan dan pendewasaan.
2.1.

Penyempurnaan dari Mekanisme Pelaporan yang Telah Ada

Bagian awal dari deskripsi ide yang dapat dilakukan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sehubungan dengan maksimalisasi peran aktuaris Indonesia merupakan
penyempurnaan dari mekanisme pelaporan yang telah ada dan diatur sebelumnya
dalam peraturan perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan bagaimana
aktuaris menerbitkan laporan terkait perusahaan asuransi atau Industri Keuangan
Non-Bank (IKNB). Mekanisme laporan aktuaris dalam PER-10/BL/2012 memiliki
kelemahan dalam generalisasi bagian VII mengenai Tingkat Kesehatan Keuangan dan
Kecukupan Modal serta bagian XII mengenai Manajemen Risiko, padahal, dua hal ini
menjadi bagian yang sangat penting dalam masyarakat memahami laporan aktuaris,
karena dalam dua bagian ini akan dapat diketahui nilai tambah dari perusahaan
asuransi itu sendiri. Dalam bagian ini, deskripsi ide akan mencakup penilaian risiko
oleh aktuaris dan penyempurnaan model analisis dan proyeksi dalam perhitungan
risk-based capital yang telah diatur dalam PER-10/BL/2012 mengenai Laporan
Aktuaris Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan disajikan secara terinci
dalam implementasinya. Dengan adanya penggunaan matriks penilaian risiko oleh

10

aktuaris dan penyempurnaan model analisis dan proyeksi dalam perhitungan riskbased capital, maka hal ini akan menyediakan informasi yang cukup bagi masyarakat
untuk membaca laporan aktuaris, dan ketersediaan informasi ini untuk selanjutnya
akan mengurangi salah paham yang beredar dalam kalangan masyarakat tentang
perusahaan asuransi di Indonesia. Adapun pembahasan dari masing-masing poin ide
ini, selain membahas mengenai peraturan yang sudah ada juga membahas mengenai
ide baru yang akan diajukan dalam paper ini, tetapi di saat yang sama juga tidak
melanggar peraturan yang dibuat oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Dalam
sub-bab berikut akan dijabarkan secara rinci deskripsi penyempurnaan dari ide-ide
yang sudah ada:
2.1.1.

Penilaian Risiko oleh Aktuaris

Ada beberapa risiko yang melekat pada aktuaris, perusahaan asuransi maupun
masyarakat dalam pembahasan ide ini. Ide ini memusatkan pada aktuaris sebagai
pembuat laporan aktuaris, sehingga risiko yang melekat pada aktuaris akan
berhubungan dengan risiko sewaktu aktuaris membuat laporan, misalnya kesalahan
saat memetakan risiko yang disebabkan oleh terlalu umumnya cara pemetaan risiko
yang diatur dalam PER-10/BL/2012. Risiko yang melekat pada perusahaan asuransi
sebagai yang dilaporkan dalam laporan aktuaris juga disebut dengan risiko
underwriting, di mana menurut Pitselis dalam Kusuma (2013), risiko underwriting
dalam perusahaan asuransi sendiri terdiri atas tiga risiko, yakni risiko atas premi yang
berhubungan dengan klaim masa depan yang timbul selama dan setelah penilaian
risiko yang dipertanggungkan, risiko cadangan yang sumbernya dari risiko kesalahan
teknis dan risiko variasi pergerakan nilai klaim masa depan, dan risiko yang berasal
dari peristiwa-peristiwa di luar ketentuan mengenai modal berbasis risiko (atau riskbased capital). Sementara itu, risiko yang melekat pada masyarakat selaku pelanggan
asuransi adalah masyarakat mungkin tidak sepenuhnya paham mengenai laporan
aktuaris dikarenakan tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia yang masih
rendah, yakni perempuan sebesar 18,84% dan laki-laki sebesar 24,87% (OJK, 2014).

11

Jika diukur dengan standar Asia-Pacific Average yang digunakan untuk mengukur
literasi keuangan antar negara ASEAN, Indonesia memiliki skor 70, padahal rata-rata
yang disyaratkan oleh standar Asia-Pacific Average adalah 75, sebagaimana diusut
dalam tabloid Reuters. Adapun penekanan risiko adalah pada risiko yang berasal dari
masyarakat, yakni pemahaman masyarakat mengenai laporan aktuaris. Secara umum,
risiko ini hanya akan turun ketika risiko kesalahan pembuatan laporan oleh aktuaris
turun, karena semakin minimnya kesalahan pembuatan laporan oleh aktuaris akan
mengurangi frekuensi kesalahpahaman yang terjadi dalam masyarakat akibat terlalu
banyaknya informasi yang ambigu dalam laporan aktuaris. Sementara itu, laporan
aktuaris yang terintegrasi juga dapat meminimalkan risiko underwriting, karena
dalam laporan aktuaris yang terintegrasi terdapat pemetaan-pemetaan kekuatan
kompetitif perusahaan asuransi, yang mana pemetaan ini juga akan mengurangi
terutama risiko kesalahan teknis dan risiko variasi pergerakan nilai klaim masa depan.
Mengetahui risiko yang dipaparkan di atas, berdasarkan PER-10/BL/2012
tentang Laporan Aktuaris Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Bagian
XII mengenai manajemen risiko, salah satu hal yang perlu dilakukan aktuaris adalah
menganalisis efektivitas pelaksanaan manajemen risiko yang ada di perusahaan. Ide
penilaian risiko yang dapat digunakan oleh aktuaris Indonesia dalam meningkatkan
kekuatan kompetitif perusahaan asuransi di Indonesia diambil dari matriks penilaian
IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) yang
diusulkan oleh David (2005:160-161, 229-230) yang mendaftar berbagai macam
kekuatan dan kelemahan industri asuransi terkait risiko yang harus ditanggung
industri asuransi, kemudian memberikan bobot penilaian untuk masing-masing
kekuatan dan kelemahan yang didaftarkan. Tiap kekuatan dan kelemahan dievaluasi
dalam bentuk angka, kemudian dikalikan dengan bobot penilaian untuk mendapatkan
skor rata-rata tertimbang. Rata-rata tertimbang kemudian dibandingkan dengan skor
target yang ingin dicapai.
2.1.2.

Risk-Based Capital

12

Menurut Kusuma (2013), risk-based capital adalah, “suatu ukuran yang
menginformasikan tingkat keamanan finansial suatu perusahaan asuransi”. Mengacu
pada PER-10/BL/2012, risk-based capital merupakan salah satu komponen penting
yang harus diperhatikan oleh perusahaan asuransi, di mana bagian penilaian tingkat
kesehatan keuangan dan kecukupan modal (yang juga bisa disebut dengan risk-based
capital) sekurang-kurangnya harus meliputi hal-hal berikut:
1. Analisis kesehatan keuangan dan kecukupan permodalan, sekurangkurangnya selama 5 (lima) tahun terakhir dalam bentuk tabel dan grafik serta
ada uraian tersendiri dari aktuaris mengenai kejadian yang berdampak pada
kenaikan atau penurunan risk-based capital serta faktor-faktor pendorong
utama dari kejadian-kejadian tersebut.
2. Proyeksi kesehatan keuangan dan kecukupan modal, sekurang-kurangnya
selama 5(lima) tahun ke depan dalam bentuk tabel dan grafik. Dalam proyeksi
kesehatan keuangan dan kecukupan modal ini, metode yang sudah ada dan
diatur dalam PER-10/BL/2012 adalah analisis deviasi, proyeksi profitabilitas
tahun lalu yang diperbandingkan dengan tahun sekarang serta stress test untuk
mengetahui dampak dari berbagai kejadian dan skenario terhadap risk-based
capital dari perusahaan asuransi.
3. Penjelasan atas asumsi yang digunakan oleh aktuaris dalam memproyeksikan
kesehatan keuangan dan permodalan serta kewajaran asumsi yang digunakan
tersebut.
4. Analisis akses perusahaan terhadap kebutuhan modal, di mana dalam bagian
ini, aktuaris harus memberikan penjelasan mengenai kemampuanperusahaan
untuk mendapatkan penambahan modal dari pemegangsaham atau dari
sumber lain.
Sementara

itu,

Bapepam-LK

dalam

PER-09/BL/2011

menyarankan

perhitungan risk-based capital dari sisi solvabilitasnya, yakni membandingkan
tingkat solvabilitas dengan batas tingkat solvabilitas minimum untuk mengetahui
risk-based capital dalam persentase. Pendekatan seperti ini memiliki kelemahan,

13

karena risk-based capital merupakan bagian dari kekayaan perusahaan asuransi,
sementara kekayaan perusahaan asuransi sendiri tidak dapat dinilai hanya dari tingkat
solvabilitasnya saja karena ada banyak rasio dan komponen yang bermain di
dalamnya (Marliza, 2014). Oleh karena itu, usulan perhitungan risk-based capital
adalah dengan memasukkan terlebih dahulu komponen premi yang disyaratkan dalam
perhitungan risk-based capital, kemudian baru masuk perhitungan kelebihan
(kekurangan) premi yang disyaratkan sehingga akan terlihat pula asal angka dari rasio
pertumbuhan premi. Setelah itu, kelebihan (kekurangan) premi yang disyaratkan
dibandingkan dengan kelebihan (kekurangan) batas tingkat solvabilitas minimum.
Risk-based capital dinyatakan dalam angka dan persentase (%) supaya menghasilkan
suatu penilaian risk-based capital yang komprehensif. Dikaitkan dengan laporan yang
dibuat oleh aktuaris, perlu ada peraturan dari OJK yang mengharuskan penerbitan
lampiran perhitungan semacam ini, sehingga tidak mengakibatkan kebingungan bagi
para pemakai (user) laporan aktuaris.
Usulan (ide) berikutnya adalah mengenai stress test yang harus dilakukan
aktuaris terkait proyeksi kesehatan keuangan dan kecukupan modal, di mana stress
test ini bisa digabung menjadi satu dengan matriks penilaian risiko sebagaimana
diungkapkan dalam sub sub-bab sebelumnya mengenai penilaian risiko yang harus
dilakukan oleh aktuaris. Dalam hal ini, artinya perlu ada sosialisasi dari pihak OJK
yang membahas mengenai penggabungan matriks penilaian risiko dan stress test yang
selama ini sudah diatur dalam PER-10/BL/2012 sebelum OJK merevisi aturan baru
mengenai bagaimana aktuaris memproyeksikan kesehatan keuangan dan kecukupan
modal dengan tepat. Adapun poin ketiga, yakni penjelasan atas asumsi yang
digunakan oleh aktuaris dalam memproyeksikan kesehatan keuangan dan permodalan
serta kewajaran asumsi yang digunakan seharusnya cukup sedikit saja, yakni kurang
dari sepuluh halaman, supaya penjelasan yang ada tetap singkat, padat dan jelas di
samping juga mengurangi pemborosan dan pengulangan kata penjelas. Usulan (ide)
terakhir sehubungan dengan PER-10/BL/2012 maupun perhitungan risk-based

14

capital adalah rangkuman dari keseluruhan ide yang ada, yakni perlu adanya regulasi
dari OJK untuk mempublikasikan laporan aktuaris lengkap dengan opini aktuaris
mengenai perusahaan asuransi tertentu kepada semua pemangku kepentingan dengan
menghindari bahasa-bahasa yang dapat dimengerti kalangan masyarakat umum.
2.2.

Deskripsi Ide sesuai dengan Letak Tahapan Perkembangan
Industri Asuransi
Teori siklus hidup produk (Product Life Development Cycle—dalam hal ini

adalah perusahaan atau jenis industri) dalam Kotler dan Armstrong (2012:326)
membagi siklus hidup menjadi lima tahapan, yakni:
1. Tahap pengembangan produk, yakni dimulai ketika perusahaan menemukan
dan mengembangkan suatu ide produk baru. Selama tahap ini, penjualan
masih nol (karena masih baru mengembangkan) dan biaya investasi yang
menumpuk akibat konstruksi awal.
2. Tahap pengenalan, yakni saat suatu jenis industri masih baru beredar dalam
suatu regional tertentu. Pada tahap ini, perlu ada sosialisasi bertahap sehingga
masyarakat dapat menjadi familiar dengan suatu jenis industri tertentu.
3. Tahap pertumbuhan, yakni saat suatu pertumbuhan pangsa industri mulai
banyak berkembang, keuntungan mulai meningkat dan mulai banyak pesaingpesaing sejenis yang muncul. Dalam tahap ini, peluang pengembangan bisnis
akan semakin besar seiring dengan semakin besarnya tantangan dan ancaman
dari pelaku bisnis serupa.
4. Tahap pendewasaan, di mana pada tahap ini, kekuatan kompetitif suatu
industri dalam suatu regional tertentu menjadi semakin besar dan dapat
menjadi pemimpin dalam usaha yang serupa. Penguatan citra dan positioning
sangat dibutuhkan dalam tahap ini untuk menjaga industri tetap berada dalam
puncak.
5. Tahap penurunan, di mana pada tahap ini, suatu industri mulai mengalami
penurunan penjualan, pangsa pasar maupun laba yang signifikan. Pesaing pun

15

semakin sedikit, sehingga dalam tahap penurunan ini, nyaris tidak ada yang
dapat dilakukan perusahaan kecuali membangun mulai dari produk-produk
yang lama dan memperkuat positioning lewat produk-produknya yang lama.
Berdasarkan keempat tahap yang telah dirumuskan dalam teori siklus hidup
produk di atas, aktuaris seharusnya membuat mekanisme pelaporan yang melibatkan
keempat tahap yang telah dirumuskan dalam teori siklus hidup produk di atas untuk
mencerminkan keseluruhan kondisi perusahaan asuransi, di mana hal ini belum
pernah diatur dalam PER-10/BL/2012. Tahapan ini kemudian dikaitkan dengan risiko
yang melekat pada perusahaan asuransi. Karena perusahaan asuransi saat ini
kebanyakan masuk dalam tahap pertumbuhan, maka risiko yang melekat pada
perusahaan asuransi juga tinggi. Faktor utama yang memengaruhi risiko yang
melekat pada perusahaan asuransi yang berada pada tingkat pertumbuhan, menurut
Kotler dan Armstrong (2007:329) adalah semakin ketatnya persaingan antar
perusahaan asuransi, sehingga diperlukan usaha dari perusahaan asuransi untuk tetap
mempertahankan nama baik perusahaan. Contohnya, mulai banyaknya perusahaan
asuransi semacam Generali dan Allianz Life yang beredar di Indonesia
mengindikasikan mulai banyaknya jumlah pesaing yang ada, di samping fakta
sedikitnya jumlah perusahaan asuransi yang ada di Indonesia. Selain itu, beberapa
perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia juga mencatatkan
peningkatan laba setidaknya selama dua tahun terakhir, misalnya PT. Asuransi Jasa
Tania, Tbk. (ASJT) yang membukukan peningkatan laba komprehensif dari
Rp3.466.064.593,00 per 31 Desember 2013 menjadi Rp67.524.724.884,00 per 31
Desember 2014, atau PT. Asuransi Harta Aman Pratama (AHAP) yang juga
membukukan peningkatan laba komprehensif dari Rp21.547.053.524,00 per 31
Desember 2013 menjadi Rp22.202.740.050,00 per 31 Desember 2014. Lebih
lanjutnya, aktuaris sebagai pembuat laporan juga perlu menyatakan dan
memperbaharui secara berkala rincian tahapan siklus hidup dengan kaitannya
terhadap risiko. Dengan kata lain, aktuaris juga harus terus mengikuti perkembangan

16

perusahaan asuransi. Pembaharuan secara berkala bertujuan untuk mengetahui
perkembangan tahapan siklus hidup perusahaan asuransi, bahkan ketika perusahaan
sudah mencapai tahap pendewasaan, di mana dalam tahap ini, pengelolaan risiko dan
risk-based capital lebih mantap dibandingkan dalam tahap pengenalan atau
pertumbuhan (Kotler dan Armstrong, 2007:330). Dari sini, opini aktuaris mengenai
tahapan perkembangan perusahaan asuransi menjadi penting, karena dari opini inilah
masyarakat akan mampu memantapkan diri pada perusahaan asuransi yang tepat.
Inilah yang akan meningkatkan kekuatan kompetitif industri asuransi di Indonesia.
Dengan demikian, laporan aktuaris yang terintegrasi dengan matriks risiko dan
indikator tahap siklus hidup ini akan dapat membawa perusahaan asuransi setidaknya
dalam pasar setengah-kuat, karena informasi dari laporan aktuaris yang sudah bisa
diakses oleh masyarakat luas mengindikasikan perusahaan asuransi sudah mampu
mempublikasikan

informasi

(Tandelilin,2001:224)

yang

sebelumnya

tidak

pernah

dipublikasikan

3. DAMPAK INOVASI
3.1.

Bagi Aktuaris
Matriks penilaian risiko akan menolong aktuaris untuk secara akurat

memetakan risiko perusahaan asuransi di Indonesia berdasarkan keterjadian maupun
materialitas risiko untuk tiap kejadian. Dengan adanya publikasi matriks penilaian
risiko secara terlampir pada laporan aktuaris, maka hal ini akan berdampak pada
meningkatnya ketelitian dan kehati-hatian para aktuaris untuk menilai dan mengukur
risiko perusahaan asuransi di Indonesia. Dengan memasukkan komponen risiko
underwriting yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam perusahaan
asuransi, maka hal ini juga akan memperkuat penilaian aktuaris terhadap risiko serta
menjadi suatu early warning system*yang akurat dan dapat digunakan aktuaris untuk
mengingatkan perusahaan asuransi akan risiko yang dipindahkan dari tertanggung
kepada perusahaan asuransi yang bersangkutan. Model early warning system yang
melibatkan matriks penilaian risiko dalam laporan aktuaris ini untuk selanjutnya akan
membantu aktuaris dalam mengukur risk-based capital perusahaan asuransi, sehingga
dalam risk-based capital tidak hanya dilihat dari segi solvensinya saja, melainkan
dari semua sisi yang mungkin. Dampak lebih lanjutnya, perhitungan risk-based
capital yang memperhitungkan semua sisi dan rasio yang mungkin akan semakin
akurat, dan dasar perhitungan yang kuat ini akan memungkinkan pihak aktuaris untuk
semakin dapat menghasilkan laporan aktuaris yang terpercaya sambil juga tidak
melanggar PER-10/BL/2012 dan Undang-Undang terkait perusahaan asuransi dan
reasuransi sebagaimana diatur oleh Menteri Keuangan Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
Modifikasi pada perhitungan risk-based capital yang diusulkan tidak
meniadakan ringkasan dan penjelasan perhitungan serta proyeksi dan analisis
** Menurut Satria (1994) dalam Marliza (2014), early warning system didefinisi
sebagai tolok ukur untuk mengukur kesehatan perusahaan asuransi secara
finansial, dan ini diterapkan oleh lembaga badan perasuransian dari Amerika
Serikat dan sudah berlaku di Indonesia.

18

sebagaimana diungkapkan dalam PER-10/BL/2012 dalam Bagian VII mengenai
Tingkat Kesehatan Keuangan dan Kecukupan Modal. Ini juga akan memberikan
dampak positif bagi aktuaris, yakni aktuaris akan dapat memiliki pertanggungjelasan
yang lebih, sekiranya ada pihak tertentu yang tidak terima dengan perhitungan risiko
atau premi tertentu yang melekat pada risk-based capital perusahaan asuransi, pihak
aktuaris akan dapat menunjukkan perhitungan secara rinci dari risk-based capital
perusahaan asuransi sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman antar pihak
aktuaris, perusahaan asuransi maupun tertanggung atau pelanggan perusahaan
asuransi. Lebih lanjut, dengan perhitungan risk-based capital yang terlampir dalam
laporan aktuaris perusahaan asuransi, hal ini juga akan meningkatkan pemahaman
masyarakat pula, apalagi jika publikasi yang dilakukan oleh aktuaris menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti masyarakat luas. Kalau pun ada bahasa yang tidak
dapat disederhanakan, paling tidak diberi catatan singkat atau rangkuman yang
menunjukkan maksud dari perhitungan yang dilakukan aktuaris. Akhirnya, laporan
terpublikasi semacam ini akan memperbanyak publikasi aktuaris di Indonesia, dan
dampak positifnya adalah meningkatkan kompetensi dan kinerja aktuaris Indonesia.
3.2.

Bagi Manajemen Perusahaan Asuransi
Dengan adanya matriks penilaian risiko dan perhitungan risk-based capital

yang terlampir, maka hal ini juga akan memudahkan manajemen dalam perusahaan
asuransi untuk membuat keputusan, misalnya dalam hal pengelolaan kekayaan, yang
menjadi pokok bahasan dalam risk-based capital maupun manajemen risiko itu
sendiri. Dalam hal pengelolaan kekayaan sendiri, sebagaimana diatur dalam PER02/BL/2008, mensyaratkan tingkat solvabilitas maksimal 120%. Dengan adanya
matriks penilaian risiko yang digabungkan dengan stress test oleh aktuaris, maka hal
ini akan berdampak bagi keputusan yang diambil oleh perusahaan asuransi, yakni
perusahaan asuransi dapat menentukan besaran risiko yang dapat diterima atau
dimitigasi dari tertanggung (Kusuma, 2013). Melalui penentuan besaran risiko yang
dapat diterima tersebut, perusahaan asuransi dapat berfokus untuk mengembangkan

19

satu atau beberapa produknya yang paling potensial untuk membantu perusahaan
berkembang menuju tahap pendewasaan, sebagaimana dijelaskan dalam bab
sebelumnya. Pengembangan beberapa produk asuransi yang potensial untuk
membantu perusahaan berkembang ini untuk selanjutnya akan membantu perusahaan
dalam memaksimalkan beberapa manfaat dalam perusahaan asuransi sehingga hal ini
pun akan membantu perusahaan untuk mencapai profitabilitas yang diinginkan.
Beberapa manfaat yang dapat dikembangkan sebagai dampak pengimplementasian
ide penggabungan matriks penilaian risiko dengan stress test dan perhitungan riskbased capital, menurut Darmawi (2001:4) dalam Nurfadila dkk (2015), misalnya
adalah sebagai pengurang kekuatiran dan penyediaan layanan profesional. Jika kedua
hal ini digabung, maka dampak lebih lanjut dari pengimplementasian laporan aktuaris
terpublikasi dari segi perusahaan atau industri asuransi adalah industri asuransi akan
lebih dipercaya untuk menanggung risiko yang disyaratkan. Sebagai dampak
lanjutnya, perusahaan asuransi di Indonesia akan dapat memaksimalkan layanan
kepada pelanggan. Layanan kepada pelanggan yang meningkat akan meningkatkan
rasio profitabilitas perusahaan asuransi sebagaimana juga tetap memenuhi tingkat
solvabilitas dan batas minimum solvabilitas sebagaimana disyaratkan dalam PER02/BL/2008 tentang Pedoman Perhitungan Batas Tingkat Solvabilitas Minimum Bagi
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Untuk perusahaan asuransi yang hanya memiliki satu produk asuransi atau
baru berdiri, pengimplementasian laporan aktuaris yang terpublikasi ini akan menjadi
acuan untuk perusahaan dalam mengembangkan atau membuka lini produk baru.
Dengan mengacu pada perusahaan asuransi yang sudah lama berdiri, maka laporan
aktuaris yang terpublikasi ini juga dapat mendorong perusahaan asuransi yang baru
berkembang sehingga dapat menjadi perusahaan yang lebih maju. Di samping itu,
adanya integrasi matriks penilaian risiko dengan stress test dan perhitungan riskbased capital yang terpublikasi akan dapat menjadi acuan bagi perusahaan asuransi
yang

baru

berdiri

untuk

mengukur

risiko

yang

dapat

diterima

dan

20

membandingkannya dengan keadaan perusahaan di dalam maupun keadaan secara
makro, yakni keadaan ekonomi di Indonesia. Singkatnya, dengan adanya proyeksi
mengenai kesehatan keuangan dan kecukupan modal, serta digabungkan dengan ide
matriks penilaian risiko akan membantu perusahaan asuransi untuk mengukur
kemampuannya sendiri dan menjadikannya acuan untuk berkembang di masa yang
akan datang, sehingga hal ini pun akan meningkatkan kekuatan kompetitif industri
asuransi di Indonesia.
3.3.

Bagi Pemangku Kepentingan Selain Manajemen Perusahaan
Asuransi
3.3.1.

Bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Ide laporan aktuaris yang terpublikasi ini akan memberikan beberapa dampak
bagi pemerintah, dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Misalnya,
laporan aktuaris yang terpublikasi ini akan membantu OJK untuk mengevaluasi
kondisi dan keadaan perusahaan asuransi secara tepat. Evaluasi kondisi dan keadaan
perusahaan asuransi yang tepat akan menolong pihak OJK untuk dapat secara tepat
merumuskan kebijakan terkait keuangan negara, tidak terkecuali mengenai
perusahaan asuransi. Ide laporan aktuaris yang terpublikasi umum ini mencakup
penerbitan laporan secara online lewat situs IDX maupun situs resmi OJK sendiri
serta penerbitan laporan aktuaris secara offline yang dapat diakses lewat kantor pusat
maupun kantor perwakilan OJK dalam kota dan daerah yang terdekat dengan
perusahaan, sehingga dengan adanya penyimpanan data laporan berganda ini, OJK
dapat memiliki arsip yang sah untuk laporan yang menunjukkan kinerja dan
kompetensi aktuaris Indonesia maupun perusahaan asuransi yang ada di Indonesia.
Arsip ini sangat penting, karena sebagaimana dipaparkan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 butir (a), arsip menunjukkan identitas dan
jati diri bangsa. Dengan adanya arsip yang sah mengenai laporan aktuaris yang
terpublikasi, maka OJK selaku representasi dari Lembaga Keuangan Negara
Indonesia juga akan memiliki dasar untuk mengatakan industri asuransi di Indonesia

21

dapat memaksimalkan layanan pada pelanggan karena didukung oleh aktuaris yang
kompeten. Selain itu, kegunaan lain dari arsip adalah memaksimalkan pengelolaan
arsip statis, yakni dapat mengendalikan arsip secara efisien, efektif, dan sistematis
dalam sistem kearsipan nasional, sebagaimana dicatat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 26. Pengendalian arsip yang
didasarkan pada kebermanfaatan dari nilai tambah arsip seperti ini juga yang pada
akhirnya akan menolong untuk meningkatkan kekuatan kompetitif industri asuransi
di Indonesia.
3.3.2. Bagi Masyarakat Umum dan Pelanggan Perusahaan Asuransi di
Indonesia
Dengan adanya laporan aktuaris yang terpublikasi dan lampiran-lampiran
yang mencakup penggunaan matriks evaluasi risiko yang digabung dengan stress test
dan perhitungan risk-based capital pada lembar yang terpisah, ide ini akan
berdampak pada meningkatnya pemahaman masyarakat umum terhadap Industri
Keuangan Non-Bank (IKNB), khususnya perusahaan asuransi. Ide ini juga memberi
keleluasaan bagi masyarakat umum dan pelanggan perusahaan asuransi untuk
menanyakan apa saja istilah yang kurang jelas, sehingga hal ini juga memberikan
dampak pengetahuan yang signifikan kepada para masyarakat umum dan pelanggan
perusahaan asuransi di Indonesia. Dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat
tentang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), maka hal ini juga akan membawa
masyarakat ke tahapan kekuatan kompetitif yang lebih tinggi, karena masyarakat juga
akan mampu memberikan kritik dan saran yang membangun untuk meningkatkan
kekuatan kompetitif baik aktuaris Indonesia sendiri maupun industri asuransi di
Indonesia, sehingga masyarakat juga ikut berkontribusi pada peningkatan kekuatan
kompetitif industri asuransi di Indonesia lewat ide laporan aktuaris yang terpublikasi
ini, apalagi publikasinya dilakukan secara online dan offline, sehingga cakupan akses
masyarakat terhadap informasi industri asuransi di Indonesia pun akan meningkat.

22

Meningkatnya cakupan akses masyarakat terhadap informasi yang tersedia dalam
laporan aktuaris ini juga akan memberi dampak positif bagi masyarakat yang hendak
berinvestasi dalam perusahaan asuransi, yakni masyarakat akan lebih berhati-hati
dalam menentukan keputusan berinvestasi dalam perusahaan asuransi (Tandelilin,
2001:224). Masyarakat dapat menggunakan informasi perhitungan risk-based capital
yang dilampirkan dalam lembar terpisah berikut perhitungan rasio di dalamnya
sebagai dasar dalam menentukan keputusan berinvestasi, sehingga keputusan
investasi yang dibuat dapat menjadi lebih cepat dan tepat. Keputusan berinvestasi
yang cepat dan tepat ini akhirnya akan menghasilkan nilai kekayaan dan daya beli
masyarakat yang semakin besar, sehingga hal ini pun juga akan mengangkat kekuatan
kompetitif negara sebagaimana juga kekuatan kompetitif industri asuransi di
Indonesia.

Cakupan

akses

yang

semakin

luas

sebagai

dampak

dari

pengimplementasian ide laporan aktuaris yang terpublikasi secara umum ini juga
akan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada perusahaan asuransi serta membuat
masyarakat lebih berhati-hati ketika hendak melakukan transaksi dengan perusahaan
asuransi, sehingga anggapan-anggapan buruk tentang perusahaan asuransi semacam,
“Perusahaan asuransi hanya memberikan janji-janji palsu,” itu semakin hilang,
sebagaimana dilansir dalam Kabar Asuransi (2015).

4. PELUANG APLIKATIF
Ide laporan aktuaris yang terpublikasi ini memiliki peluang aplikatif yang
luas, karena sesuai PER-10/BL/2012, ide laporan aktuaris yang terpublikasi ini
menyasar pada seluruh perusahaan asuransi tanpa terkecuali. Artinya, dalam ide
laporan aktuaris yang terpublikasi ini, seluruh perusahaan asuransi, baik yang belum
maupun sudah berkembang akan terkena imbasnya, sehingga laporan aktuaris yang
terpublikasi ini akan dapat diaplikasikan pada semua perusahaan asuransi tanpa
terkecuali. Penerapan ide laporan aktuaris yang terpublikasi ini tidak dilakukan secara
bertahap, namun langsung secara simultan karena tujuan utama dari publikasi laporan
aktuaris adalah supaya ada pertanggungjawaban yang jelas mengenai perhitungan
maupun penjelasan dari aktuaris mengenai tingkat kesehatan industri asuransi di
Indonesia, sehingga hal ini juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap industri asuransi di Indonesia. Jadi, ide laporan aktuaris yang terpublikasi
akan memiliki peluang aplikatif untuk semua perusahaan asuransi tanpa terkecuali.
Satu-satunya

batasan

peluang

aplikatif

yang

terjadi

sebagai

pengimplementasian ide yang ditawarkan ini hanyalah pada alat uji yang digunakan
dalam lampiran laporan aktuaris sendiri. Misalnya, matriks evaluasi risiko yang
digabungkan dengan stress test hanya dapat mencapai peluang aplikatif yang tinggi
pada perusahaan asuransi yang sudah lama berdiri, memiliki banyak cabang di dalam
maupun luar negeri karena perusahaan yang sudah berkembang juga memiliki banyak
kejadian untuk dievaluasi risikonya, termasuk risiko underwriting yang adalah risiko
paling penting dalam perusahaan asuransi manapun. Usulan perhitungan risk-based
capital yang baru tetap dapat diterapkan pada semua perusahaan asuransi tanpa
terkecuali, karena hanya merupakan modifikasi dan perincian dari perhitungan riskbased capital yang lama dan bertujuan untuk memudahkan pengguna melihat dan
menganalisis langsung rasio keuangan perusahaan asuransi.

24

DAFTAR PUSTAKA
Arens, A. dkk.2011. Jasa Audit dan Assurance.Jakarta; Salemba Empat.
Blocher dkk. 2009. Manajemen Biaya, Edisi 5. Jakarta; Salemba Empat.
Bodie, Z. dkk.2014. Manajemen Portofolio dan Investasi, Edisi 9.Jakarta;
Salemba Empat.
Centre for Strategic and International Issues (CISC). 2007. Insurance, Finance
and Regulation Primer for Terrorism Risk Management in Buildings. CISC. New
York.
Chetty, R. dan A. Looney. 2007. Income Risk and the Benefits of Social
Insurance: Evidence from Indonesia and the United States. National Bureau of
Economic Research: Vol. 16 (No. 4): 99-121.
Darmawi, H. 2001. Manajemen Asuransi. Jakarta; Bumi Aksara.
David, Fred R. dkk. 2010. Konsep Manajemen Strategis, Edisi 12, Buku 1.
Jakarta; Salemba Empat.
Kieso, D.E., Jerry J.W., dan Terry D.W. 2010. Intermediate Accounting, IFRS
Edition. New York; John Wiley and Sons Inc.
Kotler, P. dan G. Armstrong. 2012. Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi 12. Jakarta;
Erlangga.
Kriele, M. dan J. Wolf. 2014. Value-Oriented Risk Management of Insurance
Companies. New Jersey; Springer.
Kusuma, M. 2013. Analisis Pengaruh Profitabilitas, Risiko Underwriting, dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Tingkat Solvabilitas Perusahaan Asuransi di
Indonesia. Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

25

Marliza, E. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kondisi
Financial Distress Perusahaan Asuransi (Studi pada Perusahaan Asuransi Umum
yang Terdaftar di Direktori Perasuransian Indonesia Tahun 2008-2012).
Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
NN. (2015, 17 April). Benarkah Asuransi itu Menjual Janji?. Diperoleh dari:
http://kabarasuransi.com/2015/04/17/benarkan-asuransi-itu-menjual-janji/
Nurfadila, S dkk.2015. Analisis Keuangan dan Risk-Based Capital Untuk Menilai
Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi (Studi Pada PT. Asei Reasuransi
Indonesia (Persero) Periode 2011-2013). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB): Vol.
22 (No. 1): 1-9.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 2015. Meningkatkan Peran Statistik dan Aktuaria
untuk Merevitalisasi Industri Asuransi dan Dana Pensiun.OJK. Jakarta.
________________________. 2014. Tingkat Literasi Keuangan Masyarakat
Indonesia dibandingkan Negara-Negara ASEAN. OJK. Jakarta.
Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI). 2015. Tentang Aktuaris. PAI. Jakarta.
Rinaldy, F. dan E. Wahyu H. 2013. Masalah Dependensi Fungsi Aktuaria
Multiple-Life Status. Jurnal Mahasiswa Matematika Universitas Brawijaya: Vol. 1
(No. 3): 168-171.
Reding, Kurt F. dkk. 2008. Internal Auditing: Assurance and Consulting Services,
Second Edition. New York; The Institute of Internal Auditors Research
Foundation.
Setyowati, T. dan A. Lubis. 2012. Pemanfaatan Pemeliharaan Kesehatan dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Buletin Panel Kesehatan: Vol. 31 (No. 4):177185.
Sunaryo, T. 2007. Manajemen Risiko Finansial. Jakarta; Salemba Empat.

26

Tandelilin, E. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi
Pertama.Yogyakarta; BPFE-UGM.
Yusof, A. dkk. 2015. Risk-Based Capital Framework: Conventional vs. Takaful
Operators. Journal of Management Research: Vol. 7 (No. 2): 1-9.