SITUS PRA SEJARAH SANGIRAN kabupaten

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penelitian

Awal permulaan peradaban di Indonesia banyak di temukan di
Indonesia. Kita menjumpai banyak sekali situs situs sejarah pada
masa pra aksara. Pada masa itu kehidupan manusianya beserta
kebudayaannya masih bersifat primitif. Masa pra sejarah adalah
masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Kehidupan dan
kebudayaannya pun masih tergolong sangat sederhana. Mulai dari
kehidupan yang berpindah dari tempat satu ke tempat lain untuk
mencari sumber makanan (nomaden) , mencari makan dengan
berburu dan meramu (food gathering), hidup mengelompok tpi
belum mengenal pembagian tugas.
Nah untuk mengetahui secara langsung, Universitas Negeri
Surabaya (UNESA) prodi S1 Pendidikan Sejarah melakukan
Perkuliahan Luar Kelas (PLK) dengan tujuan Museum Trinil – Candi
Sukuh – Museum sangiran – Situs Matesih


1.2

Rumusan Masalah

Bagaimana sejarah ra aksara yang ada di Trinil – Candi Sukuh –
Sangiran – Situs Matesih?
1.3

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya Perkuliahan Luar Kelas (PLK) ini
diharapkan maasiswa bias mengetahui secara angsung dengan
adanya bukti bukti yang ada di lapangan. Dengan begitu mahasiswa
lebih mengetahui dan mudah untuk mempelajari tentang sejarah
pada masa Pra aksara.

1.4

Manfaat Penelitian


Dengan Perkuliahan Luar Kelas (PLK) memberikan banyak manfaat.
Dengan terjun langsung ke lapangan, mahasiswa lebih bisa leluasa
1

untuk belajar, mengamati dan meneliti bukti bukti penemuan yang
ada, selain itu dengan Perkuliahan Luar Kelas (PLK) dapat
memberikan rasa santainya belajar akan tetapi member ilmu yang
lebih manfaat dan mudah untuk selalu di ingat oleh mahasiswa.
Dengan adanya Perkuliahan Luar Kelas(PLK) mahasiswa dapat
mengetahui secara langsung tetang bukti bukti kehidupan dan
kebudayaan masa lampau.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian zaman praaksara

Gambar 1 zaman praaksara
Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara
yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi

zaman Nirleka zaman tidak adanya tulisan. Batas antara zaman Praaksara
dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan
suatu pengertian bahwa Praaksara adalah zaman sebelum ditemukannya
tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan.
Berakhirnya zaman Praaksara atau dimulainya zaman sejarah untuk
setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa
tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir + tahun 4000 SM
2

masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa
Mesir sudah memasuki zaman sejarah
2.2 Sumber informasi zaman praaksara
Sumber informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui kehidupan
zaman praaksara:
1. Fosil
2. Artefak
Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu karena adanya
proses kimiawi. Fosil merupakan peninggalan masa lampau yang sudah
tertanam ratusan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam
ratusan bahkan ribuan tahun di dalam tanah.

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan
(tumbuhan).
Gambar2 fosil manusia

Selain fosil yang menjadi sumber Praaksara juga terdapat artefak yaitu
peninggalan masa lampau berupa alat kehidupan/hasil budaya yang
terbuat dari batu, tulang, kayu dan logam
Gambar3 artefak dari batu

3

2.3

Pembabakan zaman praaksara

1. Pembabakan Zaman Praaksara berdasarkan Geologi
Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan.
Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam
empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau
pembabakan Praaksara yang terdiri dari:

a. ARKAEKUM/zaman tertua
Zaman ini berlangsung kira-kira 2500 juta tahun, pada saat itu kulit bumi
masih panas, sehingga tidak ada kehidupan. Dari penjelasan ini tentu
Anda ingin bertanya kapan muncul kehidupan? Untuk itu simak uraian
berikutnya.
b. PALEOZOIKUM/zaman primer atau zaman hidup tua
Zaman ini berlangsung 340 juta tahun. Makhluk hidup yang muncul pada
zaman ini seperti mikro organisme, ikan, ampibi, reptil dan binatang yang
tidak bertulang punggung. Untuk lebih mengenal bintang-binatang
tersebut amatilah gambar berikut ini.

Gambar5 ikan tak bertulang belakang
c. MESOZOIKUM/zaman sekunder atau zaman hidup pertengahan
Zaman ini berlangsung kira-kira 140 juta tahun. Pada zaman pertengahan
ijenis reptil mencapai tingkat yang terbesar sehingga pada zaman ini
sering disebut juga dengan zaman reptil. Amati gambar berikut:

Gambar6
4


Setelah berakhirnya zaman sekunder ini, maka muncul kehidupan yang
lain yaitu jenis burung dan binatang menyusui yang masih rendah sekali
tingkatannya. Sedangkan jenis reptilnya mengalami kepunahan.
Selanjutnya berlangsunglah zaman hidup baru
d. NEOZOIKUM/zaman hidup baru
Zaman ini dibedakan menjadi 2 zaman, yaitu:
1) Tersier/zaman ketiga
Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun. Yang terpenting dari zaman
ini ditandai dengan berkembangnya jenis binatang menyusui seperti jenis
primat, contohnya kera.
2) Kuartier/zaman keempat
Zaman ini ditandai dengan adanya kehidupan manusia sehingga
merupakan zaman terpenting. Dan zaman ini dibagi lagi menjadi dua
zaman yaitu yang disebut dengan zaman Pleistocen dan Holocen

2.4

Manusia purba di Indonesia

Manusia yang hidup pada zaman Praaksara sekarang sudah berubah

menjadi fosil. Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam
perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Hal ini diketahui dari
kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, di mana mereka
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia.
Penyelidikan fosil manusia selain dilakukan oleh orang-orang eropa, juga
dilakukan oleh para ahli dari Indonesia, yaitu seperti Prof. Dr. Sartono, Prof.
Dr. teuku Jacob, Dr. Otto Sudarmadji dan Prof. Dr. Soejono.
Jenis-jenis Manusia purba di Indonesia:
5

a.

Meganthropus

Seperti yang telah diuraikan pada materi sebelumnya, Von Koenigswald
menemukan tengkorak di Desa Sangiran tahun 1941. Tengkorak yang
ditemukan berupa tulang rahang bawah, dan gigi geliginya yang tampak
mempunyai batang yang tegap dan geraham yang besar-besar. Dari
penemuan tersebut, maka oleh Von Koenigswald diberi nama
Meganthropus Palaeojavanicus yang artinya manusia raksasa tertua dari

Pulau Jawa. Fosil tersebut diperkirakan hidupnya antara 20 juta – 15 juta
tahun yang lalu, dan berasal dari lapisan Jetis.
b. Pithecanthropus/Homo Erectus
Dengan kedatangan Eugene Dubouis ke Pulau jawa tahun 1890 di Trinil,
Ngawi ditemukan tulang rahang, kemudian tahun 1891 bagian tengkorak
dan tahun 1892 ditemukan tulang paha kiri setelah disusun hasil
penemuan fosil-fosil tersebut oleh Eugene Dubouis diberi nama
Pithecanthropus Eractus artinya manusia kera yang berjalan tegak. Dan
sekarang fosil tersebut dinamakan sebagai Homo Erectus dari Jawa. Homo
Erectus hidupnya diperkirakan antara 1,5 juta – 500.000 tahun yang lalu
dan berasal dari Pleistocen tengah atau lapisan Trinil
c. Homo Sapiens
Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh
yang sama dengan manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti
manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat sederhana, dan hidupnya
mengembara.
Jenis fosil Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia terdiri dari:
1. Fosil manusia yang ditemukan di daerah Ngandong lembah Sungai
Bengawan Solo tahun 1931 – 1934. Fosil ini setelah diteliti oleh Von
Koenigswald dan Weidenreich diberi nama Homo Sapiend Soloensis

(Homo Soloensis).
2. Fosil manusia yang ditemukan di Wajak (Tulung Agung) tahun 1889
oleh Van Reitschotten diteliti oleh Eugene Dubouis kemudian diberi nama
menjadi Homo Sapiens Wajakensis

6

2.5

Perkembangan kehidupan zaman praaksara

Berikut ini Anda akan mengikuti paparan perkembangan manusia
Indonesia yang hidup pada zaman Praaksara. Kehidupan masyarakat
(manusia) pada zaman Praaksara terbagi menjadi 3 periode, yaitu:
a.

Masa berburu dan mengumpulkan makanan

Pada masa ini secara fisik manusia masih terbatas usahanya dalam
menghadapi kondisi alam. Tingkat berpikir manusia yang masih rendah

menyebabkan hidupnya berpindah-pindah tempat dan menggantungkan
hidupnya kepada alam dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan
b. Masa bercocok tanam
Pada masa ini kemampuan berpikir manusia mulai berkembang. Sehingga
timbul upaya menyiapkan persediaan bahan makanan yang cukup dalam
suatu masa tertentu. Dalam upaya tersebut maka manusia bercocok
tanam dan tidak lagi tergantung kepada alam.
c.

Masa perundagian

Pada masa ini masyarakat sudah mengenal teknik-teknik pengolahan
logam. Pengolahan logam memerlukan suatu tempat serta keahlian
khusus. Tempat untuk mengolah logam dikenal dengan nama perundagian
dan orang yang ahli mengerjakannya dikenal dengan sebutan Undagi

7

2.6


Peninggalan budaya zaman praaksara

1) Batu Tua/Palaeolithikum
Merupakan suatu masa di mana hasil buatan alat-alat dari batunya masih
kasar dan belum diasah/diupam, sehingga bentuknya masih sederhana.
Contohnya: kapak genggam

Gambar7 kapak genggam
2) Batu Tengah Madya/Mesolithikum
Merupakan masa peralihan di mana cara pembuatan alat-alat
kehidupannya lebih baik dan lebih halus dari zaman batu tua.
Contohnya: Pebble/Kapak Sumatera

Gambar 8 kapak perimbas
3) Batu Muda/Neolithikum
Merupakan suatu masa di mana alat-alat kehidupan manusia dibuat dari
batu yang sudah dihaluskan, serta bentuknya lebih sempurna dari zaman
sebelumnya.
Contohnya: kapak persegi dan kapak lonjong
8

Gambar9 kapak lonjong
2.7

Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia

Menurut Von Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
Yunnan, China bagian Selatan.
Kedatangan nenek moyang dari wilayah Yunnan ke wilayah nusantara
terbagi dalam dua gelombang yakni:
1. Proto Melayu: tiba di wilayah nusantara kira-kira tahun 2000 SM,
mereka membawa kebudayaan Neolithikum. Arah persebaran proto
melayu terbagi dalam 2 cabang yakni: Bangsa yang membawa peralatan
kapak lonjong (ras papua melanesoid) , datang dari Yunnan melalui
Filipina, kemudian menyebar ke Sulawesi Utara, Maluku, bahkan sampai
ke Papua. Cabang yang kedua adalah Ras Austronesia, membawa
kebudayaan kapak persegi, menyebar melalui Yunnan, Malaya, Sumatra,
Jawa, Nusa Tenggara.

Gambar 10 Hasil budaya proto melayu

9

2. Deutro Melayu: sampai di wilayah Nusantara kira-kira tahun 500 SM,
membawa kebudayaan Dongson, wilayah Vietnam bagian utara, benda
yang dibawa antara lain: nekara, candrasa, bejana, arca, manik-manik.
Alur penyebaran Melayu Muda ini, berawal dari daratan Asia, Thailand,
Malaysia Barat, kemudian menyebar ke wilayah Nusantara.

Gambar 11 hasil kebudayaan Dongson (nekara dan moko)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data Penelitian
Untuk sumber penelitian kali ini dlakukan dengan pengamatan di
lapangan dengan penjelasan narasumber dari pihak pemandu penelitian
dan juga dari dosen sendiri. Dalam museum itu kita menemukan banyak
sekali bukti bukti yang mendukung hasil laporan kami.

10

3.2 Teknik Pengumpulan Data
Pada teknik pengumpulan data kami melakukan dokumentasi dengan
berupa foto dan video. Tak itu saja kami juga mencatat dan merekam
penjelasan dari pemandu penelitian dan dosen kami sendiri. setelah
pemandu penelitian menjelaskan kami juga mempertanyakan segala
sesuatu yang belum jelas atau apabila ada sesuatu yang belum jelas

3.3 Teknik Analisa Data
Dari catatan lapangan dan juga penjelasan dari pemandu penelitin dan
juga dosen kami juga mencari data sekunder melalui buku dan juga di
internet.

\

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada hari selasa tanggal 4 november 2014 kampus kami UNESA
prodi S1 pendidikan sejarah mengadakan perkulihaan luar kelas yang
hanya di ikuti oleh semua mahasiswa S1 pendidikan sejarah angkatan
2014. bersama bapak dan ibu guru pembimbing kami pagi-pagi sekali
kumpul sekitar jam 04:30 persiapan dan apel pemberangkatan jam 05:00
berangkat dari parkiran mobil FIS menuju museum trinil dan makan pagi
sampai di museum trinil sekitar jam 10:00

11

4.1 Museum Trinil

GAMBAR 12 MUSIUM SANGIRAN
Museum Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kec. Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi dengan jarak tempuh sekitar 15 km ke arah barat dari
pusat kota Ngawi. Trinil merupakan kawasan di lembah Sungai Bengawan
Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Plistosen
Tengah, kurang lebih 1,5 juta tahun yang lalu yang terdapat di kota Ngawi
Situs ini dibangun atas prakarsa dari Prof. Teuku Jacob ahli antropologi dari
Universitas Gadjah Mada.. Saat ini Trinil berdiri sebuah museum yang
menempati area seluas tiga hektar, dimana koleksinya di antaranya:
 fosil tengkorak Pithecantrophus erectus,
 fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris),
 fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon
trigonocephalus), dan
 fosil tanduk banteng purba (Bibos palaeosondaicus).
Seorang ahli yang meneliti adanya penemuan purba yang sangat
penting ialag Augene Dubois yang meneliti pada tahun 1891/1893.
Ketertarikan Augene Dubois untuk melakukan penelitian karena
terputusnya missing link oleh teori Darwin. Ppada penelitiannya banyak
ditemukan fosil hewan tumbuhan.

12

Pada September 1981 Augene Dubois menemukan fosil gigi geraham
di permukaan air kali Bengawan Solo.pada Oktober1891 di temukan
kembali fosil atap tengkorak.awalnya angene doboes menamainya
anthropitichus manusia kera sepertiorang . seperti orang hutan 1892
agust menemukan tulang paha lurus yang artinya manusiaini sudah
berdiri tegak sehingga disebut pithecanthropus erectus
Pithecant artinya kera anthropus artinya manusia erectus berdiri tegak
sehingga artinya adalah manusia kera yang berdiri tegak. pada tahun
1895 dia kembali ke belanda dengan membawa semua hasilnya yang
ditemukan di trinil. Bahkan penemuan pada tahap pertama angene
doboes mengumpulkan hasil galianya di museum leiden di belanda.
Untuk penemuan fosil di Indonesia tahap pertama dikumpulkan di
museum belanda dan tahap kedua di bawa ke jerman dan tahap ketiga
tahun 1953 dibawa ke UCM, dan yang ada di trinil hanya ada tugu
peringatan sebagai tombol sejarah bahwa disitulah fosil pithecanthropus
erectus ditemukan. Pada tugu, tertulis: P.e. 175m (gambar anak panah),
ONO serta di bawahnya tertera 1891/95. Artinya Pithecanthropus erectus
(P.e.) ditemukan sekitar 175 meter dari monumen itu, mengikuti arah
tanda panah (arah barat daya), pada ekskavasi yang dilakukan dari tahun
1891 hingga 1895.

Gambar13 tugu peringatan
Dengan biaya yang mahal perjalanan yang panjang dan tenaga yang
banyak akhirnya terjawab teori evolusi yang dibawa oleh Darwin. tetapi
sayangnya Darwin telah meninggal sehingga timbulah pro dan kontranya.
13

Karena penemuan itu masih outodok dan akhirnya manusia purba yang
ditemuka di trinil dianggap seperti wau-wau raksasa. Akhirnya ditemukan
lagi di daerah ngandong , di pacitan ,di india, di afrika, akhirnya manusia
itu di adakan lagi bahwa manusia purba itu pithecanthropus trinil adalah
temuan manusia purba pertama di Indonesia dan pithecanthropus
adalah
manusia
pertama
dunia
javament.
Menginjakkan kaki di halaman museum, wisatawan disambut dengan
bangunan gapura museum dengan latar belakang patung gajah purba.
Patung gajah ini cukup besar untuk ukuran gajah sekarang, dengan
gading yang sangat panjang, dan anatominya lebih mirip Mammoth tetapi
tanpa bulu. Selain patung gajah, juga terdapat monumen penemuan
Pithecanthropus erectus yang dibuat oleh Dubois. Setelah itu wisatawan
bisa menggali informasi lebih jauh dengan melihat koleksi museum yang
jumlahnya mencapai 1.200 fosil terdiri dari 130 jenis. Di dalam Museum
dipamerkan beberapa replika fosil manusia purba berupa replika
Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Karang Tengah (Ngawi),
Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil
yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni Australopithecus Afrinacus dan
Homo Neanderthalensis. Kendati hanya berupa replika, namun fosil
tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya. Sementara fosil-fosil yang asli
disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman.
Di dalam museum pengunjung bisa menyaksikan patung manusia
purba serta tulang-tulang manusia purba seperti fosil tengkorak manusia
purba (Phitecantropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi), fosil
tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil – Trinil
Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper
Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus
Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil
Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan
fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).
Selain itu terdapat beberapa fosil teng- korak beserta peta sebarannya
di seluruh dunia dilengkapi dengan lampu-lampu kecil seperti :
Australopithecus Afrinacus Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo
Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens
Cranium. Yang tak kalah menarikny adalah adanya sebuah tugu tempat
penemuan manusia purba. Selain fosil manusia.
Di dalam museum juga dipamerkan fosil tulang rahang bawah macan
(Felis Tigris), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus),
fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau), fosil tanduk banteng (Bibos
Palaeosondaicus),
serta
fosil
gading
gajah
purba
(Stegodon
14

Trigonocephalus). Fosil-fosil hewan ini umumnya lebih besar dan panjang
daripada ukuran hewan sekarang. Misalnya saja fosil gading gajah purba
yang panjangnya mencapai 3,15 meter—bandingkan dengan gajah
sekarang yang panjang gadingnya tak lebih dari 1,5 meter.

Gambar 14 petung manusia purba
Yang ada dalam museum

Gambar15 fosil tengkorak homo
sapien

Gambar16 fosil tengkorak
australathepicus africanus
15

Cikal-bakal Museum Trinil
Wirodihardjo atau Wiro Balung (60 tahun) dari Kelurahan Kawu Adalah
seorang sukarelawan yang menyadari bahwa tugu itu mempunyai makna
besar dan sangat berguna bagi penelitian selanjutnya. Wajar jika dia
berpendapat begitu, karena ia telah ikut ekspedisi yang dilakukan oleh
ilmuwan Eugene Dubois dan Salenka. Kedatangan orang asing tersebut
adalah mahasiswa yang datang silih berganti untuk melakukan ekspedisi
dengan biaya yang mahal. Oleh karena itu, sebagai putra daerah, ia
16

merasa ikut bertanggungjawab atas kelestarian tempat itu, dan
melanjutkan eksplorasi.
Kehadiran Wirodiharjo di Trinil sangat berarti, karena ia menjadi
tempat untuk bertanya bagi para pengunjung tentang fosil di Trinil. Pada
awalnya, walaupun tempat tersebut sekarang terkenal sebagai daerah
fosil, namun waktu itu tidak satupun fosil ia temukan di Trinil. Untuk itu ia
mengumpulkan setiap fosil yang ditemukan warga di Sungai Bengawan
Solo dengan cara membeli atau ditukar dengan barang atau beras sesuai
permintaan warga. Dari hari ke hari, fosil yang dikumpulkan dari tiga desa,
sebelah barat Desa Kawu, sebelah utara Desa Gemarang dan sebelah
timur Desa Ngancar semakin bertambah banyak.
Setelah ditinjau oleh Kepala Seksi Kebudayaan Depdikbud Ngawi,
Mukiyo, ia mendapat bantuan tiga almari untuk menyimpan fosil-fosil
yang terkumpul. Sejak saat itulah, Wirodiharjo terkenal dengan sebutan
Wiro Balung, yang berarti Pak Wiro yang suka mengumpulkan tulang
(balung-balung).
Pada tahun 1980/1981 Pemprov Jatim mendirikan museum untuk
menampung fosil-fosil di atas lahan Wiro Balung yang peresmiannya
dilakukan oleh Gubernur Jatim “Soelarso” pada 20 Nopember 1991.
Namun sayang, Wiro Balung tidak bisa menyaksikan peiesmian karena dia
telah meninggal dunia pada 1 April 1990 akibat kecelakaan. Setelah Wiro
Balung meninggal dunia, keahliannya diteruskan anaknya
4.2 Candi Sukuh

Candi Sukuh terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan
Ngargoyoso, Provinsi Jawa Tengah. Berada di lereng barat Gunung Lawu
pada ketinggian 910 m dpl. Candi Sukuh ditemukan tahun 1815 oleh
Johnson pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles. Tahun 1842
van der Vlis membuat sebuah buku berjudul Prote Erner Reschrijten op
Soekoeh Tjeto. Tahun 1864-1867 Hoopermans menulis buku berjudul
Hindoe Ouiheiden ran Java. Invetarisasi di Candi Sukuh dilakukan oleh
Verboek tahun 1889 dilanjutkan oleh Kacbel tahun 1910. Usaha
pelestarian Candi Sukuh dilakukan oleh Dinas Purbakala sejak tahun 1917.
Komplek Candi Sukuh didirikan pada abad 15 M.
Candi Sukuh berbentuk bangunan teras berundak, yang semakin ke
atas dianggap suci. Teras-terasnya berupa susunan teras halaman.
Bangunan induk candi Sukuh berbentuk piramid terpancung. Arca dan
relief yang ditemukan, menggambarkan bentuk manusia, binatang, dan
17

simbol, antara lain sepasang arca penjaga, arca lembu, gajah, garuda, dan
kura-kura, yoni, lingga berbentuk phallus dalam ukuran besar dan kecil,
serta lingga berbentuk phallus yang digambarkan berhadapan dengan
vagina, penggalan cerita Sudamala, Garudeya, Samudramanthana, pandai
besi, dan Nawaruci. Dari artefak yang ditemukan kedua candi itu
merupakan candi yang diperuntukan bagi penganut agama Hindu Siwa
dalam menjalani upacara diksa.

Denah Candi Sukuh Secara Horizontal dan Vertikal
Candi Sukuh terletak pada ketinggian 910 meter, dan terdiri dari 3
teras yang dibangun pada sebuah lahan miring dengan sudut kemiringan
120. Bangunan candi Sukuh mempunyai konsep triloka yang menghadap
ke belakang.


1. Durloka: bagian bumi,
2. Diswarloka: dunia perantara, dan
3. Swarloka bagian tempat para dewa .
Bagian dari candi Sukuh pola halamannya semakin ke
belakang, semakin suci. Keistimewaan candi ini adalah orientasinya
menghadap ke gunung dan menghadap ke arah barat. Arah barat
timur merupakan arah mata angin bukan arah benda-benda yang
dianggap suci yang sering dipakai untuk memperingati roh leluhur
dan merupakan orientasi kosmis berasal dari pengaruh India.
Biasanya candi yang mendapat pengaruh India selain mengahadap
ke barat, juga menghadap ke timur atau menghadap matahari
karena matahari merupakan sumber penerangan. Matahari bahasa
Sanskertanya deva yang berarti sinar.

18

- Teras Pertama
Di Candi Sukuh terdapat pintu gerbang bagian teras yang
paling luar, disebut gapura madurasa yang terhubung atapnya.
Madurasa artinya rasanya madu. Sedangkan gapura yang tidak
menggunakan penghubung disebut bentar. Ada bagian kaki, tubuh,
dan atap. Di bagian kaki ada batu penahan dinding yang disebut
talut. Dan bagian atapnya terdapat mukakala (wajah dengan mata
melotot) yang menjadikan candi ini berbeda dengan candi yang lain.

Bagian atap
(mukakala)

Tubuh/ Badan
Talut
Kaki

 Relief
Di bagian samping candi ini terdapat sayap kanan dan sayap kiri yang
berhias naga dan berhias bhuta. Di bagian Pipi gapura sebelah utara
terdapat relief yang melukiskan raksasa sedang menelan orang,
diperkirakan sebagai sengkalan memet yang berbunyi gapura bhuta
mangan wong = 1359 saka (Musses 1923: 269). Sedangkan pipi gapura
sebelah selatan terdapat relief yang melukiskan raksasa sedang
menggigit ekor ular, sebagai angka tahun dalam bentuk gambar
diperkirakan berbunyi gapura bhuta analut buntut = 1359 saka (Crucq
1929: 269). 1359 bacanya dibalik 9531.

19

Bagian tengah anak tangga yang dipagari, terdapat hiasan lingga dan
yoni dalam bentuk natural. Lingga berarti asas laki-laki dan yoni berarti
asas perempuan. Pertemuan keduanya menghasilkan kehidupan, itu
disimbolkan natural. Vulva: kelamin wanita, dan Phallus : alat kelamin lakilaki, Valistik berarti pemujaan lambang kesuburan.

Lingga dan Yoni

-

Teras Kedua

Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di kanan dan kiri gapura
terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala yang biasa ada,
namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi.
Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak terdapat
banyak patung-patung. Pada gapura ini terdapat sebuah
candrasangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku
anahut buntut yang berarti “Gajah pendeta menggigit ekor” dalam
bahasa Indonesia. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika
dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456
Masehi.Namun setelah kami mengobservasi ternyata tidak ada lagi
patung selain itu.
20

-

Teras Ketiga

Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi
induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di
sebelah kanan yang besar. Namun tidak utuh lagi, misalnya
hilangnya kepala garuda. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon
arsitektur ini sengaja dibuat demikian. Sebab candi induk yang mirip
dengan bentuk vagina ini, menurut beberapa pakar memang dibuat
untuk mengetes keperawanan para gadis. Menurut cerita, jika
seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput
daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan
lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya
akan robek dan terlepas.

21

Tepat di atas candi utama di bagian tengah terdapat sebuah
bujur sangkar yang kelihatannya merupakan tempat menaruh
sesajen . Di sini terdapat bekas-bekas kemenyan, dupa dan hio yang
dibakar, sehingga terlihat masih sering sebagai tempat pemujaan.

Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian reliefrelief yang merupakan mitologi utama Candi Sukuh dan telah
diidentifikasi sebagai relief cerita Kidung Sudamala. Urutan reliefnya
adalah sebagai berikut.

1. Relief Pertama

Konon ceritanya di bagian kiri dilukiskan sang Sahadewa atau
Sadewa, saudara kembar Nakula dan merupakan yang termuda dari
para Pandawa Lima. Kedua-duanya adalah putra Prabu Pandu dari
Dewi Madrim, istrinya yang kedua. Madrim meninggal dunia ketika
Nakula dan Sadewa masih kecil dan keduanya diasuh oleh Dewi
Kunti, istri utama Pandu. Dewi Kunti lalu mengasuh mereka bersama
ketiga anaknya dari Pandu: Yudhistira, Bima dan Arjuna. Relief ini
22

menggambarkan Sadewa yang sedang berjongkok dan diikuti oleh
seorang punakawan atau pengiring. Berhadapan dengan Sadewa
terlihatlah seorang tokoh wanita yaitu Dewi Durga yang juga disertai
seorang punakawan.
2. Relief Kedua

Pada relief kedua ini dipahat gambar Dewi Durga yang telah
berubah menjadi seorang raksasi (raksasa wanita) yang berwajah
mengerikan. Dua orang raksasa mengerikan; Kalantaka dan
Kalañjaya menyertai Batari Durga yang sedang murka dan
mengancam akan membunuh Sadewa. Kalantaka dan Kalañjaya
adalah jelmaan bidadara yang dikutuk karena tidak menghormati
Dewa sehingga harus terlahir sebagai para raksasa berwajah buruk.
Sadewa terikat pada sebuah pohon dan diancam dibunuh dengan
pedang karena tidak mau membebaskan Durga. Di belakangnya
terlihat antara lain ada Semar. Terlihat wujud hantu yang melayanglayang dan di atas pohon sebelah kanan ada dua ekor burung hantu.
Lukisan mengerikan ini kelihatannya ini merupakan lukisan di hutan
Setra Gandamayu (Gandamayit) tempat pembuangan para dewa
yang diusir dari sorga karena pelanggaran.
3. Relief Ketiga

23

Pada bagian ini digambarkan bagaimana Sadewa bersama
punakawannya, Semar berhadapan dengan pertapa buta bernama
Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa di pertapaan Prangalas.
Sadewa akan menyembuhkannya dari kebutaannya.
4. Relief Keempat

Adegan di sebuah taman indah di mana sang Sadewa sedang
bercengkerama dengan Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa serta
seorang punakawan di pertapaan Prangalas. Tambrapetra berterima
kasih dan memberikan putrinya kepada Sadewa untuk dinikahinya.
 Arca
Berikut ini beberapa arca di Candi Sukuh
1. Garuda tanpa kepala artinya penyelamat dari kutukan.

24

Patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian tirta
amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa,
kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda
terdapat sebuah prasasti yang bertuliskan Jawi Kuno.
Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian amerta
tersebut di bagian ini terdapat pula tiga patung kura-kura yang
melambangkan bumi dan penjelmaan Dewa Wisnu. Bentuk kurakura ini menyerupai meja dan terdapat didepan pintu masuk
yang ketiga, 2 diantara pintu dan 1 di depan sedikit menjauh,
ada kemungkinan memang didesain sebagai tempat menaruh
sesajian.
Selain candi utama dan patung-patung kura-kura, garuda serta
relief-relief, masih ditemukan pula beberapa patung hewan
berbentuk celeng (babi hutan) dan gajah berpelana. Pada zaman
dahulu para ksatria dan kaum bangsawan berwahana gajah.

25

4.3 Museum Sangiran
Sangiran memiliki luas kurang lebih 48 km2 dan sebagian besar berada
dalam wilayah administrasi Kecamatan Kalijambe, Kabupaten, Kabupaten
Sragen, Jawa Tengah. 17 km sebelah utara kota Surakarta, di lembah
Bengawan Solo dan di kaki Gunung Lawu. Ada sebagian yang merupakan
bagian dari Kabupaten Karang anyar (kecamatan Gondangrejo). Pada
tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia sebagai cagar budaya dan pada tahun 1996 situs ini terdaftar
dalam situs Warisan Dunia UNESCO.
Formasi Kalibeng

Gambar di atas adalah sungai kecil purba yang dinamakan Sungai
kalicemoro. Diprediksikan manusia purba dan hewan purba berkumpul di
tempat ini karena insting alaminya mencari sumber air untuk
melangsungkan hidupnya seperti salah satunya untuk minum. Terdapat
batu napal batu lempung biru yang diendapkan oleh merin , diatas batu
napal tadi mengandung moluska-moluska yang bisa hidup dengan
kedalaman 100 meter. Di tempat ini ada fosil-fosil hewan laut seperti taks
ikan, gigi ikan hiu, sirip ikan, vertebrata ikan. Hal ini dulu Sangiran adalah
zona laut yang rasa airnya asin. Wilayah ini kemudian menjadi rawa hal
26

tersebut disebabkan karena terdapat pembekuan es di kutub. Pembekuan
es di kutub itu membutuhkan material air laut dengan pengurangan debit
air kedalaman 100 meter. Sehingga air laut yang kedalamannya kurang
dari 100 meter maka akan menjadi dangkal, kejadian ini disebut formasi
Kalibeng. Air tersebut mengandung gas metana sehingga terdapat
gelembung-gelembung yang kedalamannya belum diprediksikan.
Formasi Kabuh

Di formasi kabuh ini sudah menjadi daratan penuh yang banyak
mengandung material vulkanik yang terangkut oleh sungai fluvial.
300.000-250.000 tahun yang lalu. Kondisi sangiran bukan rawa tetapi
sudah hutan terbuka (open forest) padang rumput yang luas buktinya
dengan adanya sedimen yang terangkut ini. Populasi hewan dan manusia
purba merasakan kenyaman pada formasi ini karena di formasi ini
merupakan golden age bagi homo erectus, dimana hewan purba disini
merebak, yang diikuti manusia yang merebak juga disini sudah ditemukan
banyak tumbuhan, sungai dan sumber kehidupan yang lain. Mereka
banyak sekali yang minum di sungai. Sebelum formasi ini, terdapat
lapisan greezbank yaitu lapisan material polanik terbentuk material
vulkanik, seperti pasir, gamping, dll. Antara pasir dan gamping kalau
diaduk menjadi keras dengan kurun waktu 500 ribu yang tahun lalu.
Floranya seperti semak, daunnya yang runcing seperti pakis, tumbuhan
dikotil, jati, mahoni.
Formasi Pucangan

27

Di formasi pucangan ini, mengandung lempung hitam dan terdapat
moluska-moluska dengan kedalaman 50 meter. Ciri khusus di formasi ini
terdapat keong rawa gastropoda. Terdapat fosil moluska-moluska yang
kompak disebabkan belum adanya vegetasi. Di formasi pucangan ini
didominasi fauna mangrove atau bakau. Semakin keatas akar-akar pohon
cenderung tidak mencari makan melainkan air dengan didominasi akar
yang panjang-panjang. Kandungan humusnya sedikit. Terdapat kerang
yang terbentuk rapi secara horizon, karena mati serentak dikarenakan
oleh kejadian alam seperti pengurangan debit air sehingga tidak mampu
beradaptasi. Dan bagaikan sampah-sampah yang terbawa arus sungai.
Formasi Notopuro

Van Konigswald melakukan penelitian di formasi Notopuro ini untuk
menemukan missing linknya Charles Darwin1930-an dan berhasil
menemukan alat serpih dan alat bilah. Hasil karya manusia
paleoantropoginya, biologis, dan arkaelogisnya. Formasi notopuro terletak
tidak selaras di atas Formasi Kabuh. Litologi penyusunnya terdiri dari
breksi lahar berseling dengan batupasir tufaan dan konglomerat vulkanik.
Makin ke atas, sisipan batupasir tufaan makin banyak. Juga terdapat
sisipan atau lensa – lensa breksi vulkanik dengan fragmen kerakal, terdiri
dari andesit dan batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi
Notopuro. Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang
terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan
ketebalan mencapai lebih dari 240 meter.
Museum Sangiran

28

Salah satu objek wisata menarik di Kabupaten Sragen adalah
Museum Sangiran yang berada di dalam kawasan Kubah Sangiran. Kubah
tersebut terletak di Depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (kurang lebih 17
km dari Kota Solo).
Kehadiran

Sangiran

merupakan

contoh

gambaran

kehidupan

manusia masa lampau karena situs ini merupakan situs fosil manusia
purba paling lengkap di Jawa. Luasnya mencapai 56 km 2 yang meliputi
tiga kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu Kecamatan Gemolong,
Kalijambe, dan Plupuh, serta satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar,
yaitu Kecamatan Gondangrejo.
Sangiran merupakan situs terpenting untuk perkembangan berbagai
bidang

ilmu

pengetahuan

terutama

untuk

penelitian

di

bidang

antropologi, arkeologi, biologi, paleoantropologi, geologi, dan tentu saja
untuk

bidang

kepariwisataan.

Keberadaan

Situs

Sangiran

sangat

bermanfaat untuk mempelajari kehidupan manusia prasejarah karena
situs ini dilengkapi dengan fosil manusia purba, hasil-hasil budaya
manusia

purba,

fosil

flora

dan

fauna

purba

beserta

gambaran

stratigrafinya.
Sangiran dilewati oleh sungai yang sangat indah, yaitu Kali Cemoro
yang bermuara di Bengawan Solo. Daerah inilah yang mengalami erosi
tanah sehingga lapisan tanah yang terbentuk tampak jelas berbeda
antara lapisan tanah yang satu dengan lapisan tanah yang lain. Dalam
lapisan-lapisan tanah inilah yang hingga sekarang banyak ditemukan fosilfosil manusia maupun binatang purba.
Beberapa fosil manusia purba disimpan di museum Geologi,
Bandung, dan Laboratorium Paleoantropologi, Yogyakarta. Dilihat dari
hasil temuannya, Situs Sangiran merupakan situs prasejarah yang
memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses evolusi
manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di Asia
bahkan di dunia.
29

Berdasarkan

hal

tersebut,

Situs

Sangiran

ditetapkan

sebagai

Warisan Dunia Nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat
peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.

1. Fosil-fosil manusia purba

30

2. Fosil Fauna purba ( Tulang panggul gajah dan tulang kering
gajah)

31

3. Fosil reptilia

4. Fosil Badak Purba

32

5. Fosil Kayu Dikotil

6. Hasil peninggalan manusia purba atau peralatan yang
digunakan

33

4.4 Situs Matesih/Watu Kandang

34

Situs Watu Kandang merupakan situs peninggalan jaman pra
sejarah yang terletak di Dukuh Ngasinan Lor, Desa Karangbangun,
Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Situs tersebut
berupa tatanan batu-batu alam yang teratur dan diduga merupakan
tinggalan jaman Megalithikum (2500 – 1500 SM).
Orientasi Watu Kandang ini ke arah Barat dan Timur, dimana
sebelah timur berhadapan dengan Gunung Lawu, Bangun,dan Ganoman.
Maka dari itu bisa disimpulkan batu-batu ini sebagai tempat pemujaan
kapada alam semesta terutama menyembah gunung-gunung tersebut.
Hal ini menunjukan pada masa itu, orang sudah pempunyai pandangan
tertentu terhadap Roh atau Dewa. Mreka muleai mempunyai pandangan
hidup yang tidak berhenti setelah orang itu meninggal. Orang yang
meninggal dianggap pergi kesuatu tempat yang lebih baik, dan orang
yang sudah meninggal masih dapat dihubungi pada orang yang masih
hidup didunia ini begitu sebaliknya.
dianggap orang yang panting
berpengaruh, maka selalu diusahakan agar selalu ada hubungan untuk
dimintai nasehat atau perlindungan bila ada kesulitan terhadap kehidupan
didunia. Hal ini bisa dilahat terhadap bentuk Watu Kandang yang
menyerupai Kubur Batu dan Menhir. Inti kepercayaan itu semua terhadap
roh nenek moyang semakin berkembang dari zaman ke zaman, dan
secara umum dilakukan oleh setiap masyarakat di dunia.
Upacara yang paling menyolok adalah upacara pada waktu
penguburan, terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh
masyarakat. Pelaksanaan penguburan dilakukan dengan cara langsung
maupun tak langsung di tempat yang sering dihubungan dengan asal-usul
anggota masyarakat atau tempat-tempat yang sudah dianggap sebagai
35

tempat tinggal arwah nenek moyang. Si mati biasanya dibekali
bermacam-macam barang sehari-hati seperti perhiasan, periuk dan lainlain, dikubur bersama-sama dengan maksud agar perjalanan si mati ke
dunia arwah dan kehidupan selanjutnya akan terjamin sebaik-baiknya.
Kematian dipandang tidak membawa perubahan esensiil dalam
kedudukan, keadaan ataupun sifat seseorang. Seseorang bermartabat
rendah akan rendah juga kedudukannya di akhirat. Dan biasanya hanya
orang-orang terkemuka atau yang telah pernah berjasa dalam masyarakat
sajalah yang akan mencapai tempat khusus di alam baka. Tapi di pihak
lain, jasa, amal atau kebaikan – yaitu bekal untuk mendapatkan tempat
khusus di akhirat dapat diperoleh dengan mengadakan pesta-pesta
tertentu yang mencapai titik puncaknya dengan mendirikan bangunanbangunan batu besar (megalitik). Memberi atau menempatkan si mati di
dalam tempat yang direka dengan bangunan batu-batu besar, seperti peti
batu, mengelilingnya dengan batu-batu besar-tegak dengan hiasan-hiasan
berukir maupun lukisan yang melambangkan kehidupan si mati dan
masyarakatnya, hal ini akan memberi keuntungan pada kedua belah pihak
yaitu yang mati dan yang ditinggalkan. Jadi batu-batu besar demikian
menjadi pelindung bagi tingkat budi baik seseorang.
Jadi tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik (mega berarti
besar, lithos berarti batu) selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya
hubungan antara yang hidup dan yang mati, terutama kepercayaan
kepada adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap
kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.

BENTUK DARI WATU KANDANGB

1. Punden Berundak dimana Batu Kadang ini berdiri condong sehingga
seperti punden berundakyang biasanya disembah sebagai nenek
moyang mereka.
2. Menhir dimana bentuk dari salah satu dari Watu Kandang yang
besar dan berdiri tegak seperti tugu, maka bisa diasumsikan bahwa
Watu Kandang bisa jadi sebagai Tugu yang menurut mereka suci,
dan sebagai tempat pemujaan roh-roh nenek moyang.
3. Dolmen dimana Watu Kandang itu membentuk seperti meja di
tengah-tengah Watu Kandangyang lainya, maka bisa diperkirakan
sebagai tempat meletakkan sesaji kepada roh nenekmoyangnya.
4. Lumbung Batu yang mana Watu Kandang berbentuk besar dan
melebar, ditengahnya berbentuk cukung dan dalam. Maka bisa
36

disimpulkan salah sutu Wutu
pengupasan kulit padi.

Kandang Juga

sebagai

tempat

5. Gerabah dimana ditemukan berbagai manik-manik yang terbuat
dari tanah liat disekitar Watu Kandang.
6. Manik juga ditemukan manik-manik
Heksagonal, Tetragonal, Silinder, Cornder.

kecil

yang

berbentuk

7. Kubur Batu yaitu kuburan atau tempat letak jenazah karena bentuk
Watu Kandang yang membentuk persegi empat dengan ukuran batu
dan jarak batu sama dan teratur membentuk
8. sebagai tempat jenazah.

37

Gambar diatas terlihat batu yang tertata rapi melingkar. batu apabila di
amati seperti tempat untuk berkumpul,

38

BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN :
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba)di
Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solodan berjarak
sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec Kalijambe, Kab.Sragen).
Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat
perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar).
Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa
Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.
Museum Trinil atau Kepurbakalaan Trinil terletak di dukuh Pilang, desa
Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Berjarak 14 km dari
Kota Ngawi ke arah Barat daya, pada KM 10 jalan Raya Ngawi -Solo ada
pertigaan belok ke arah Utara. Dan Sepanjang 3 km perjalanan baru
sampailah pada Museum Trinil. Dan Letaknya sendiri di Pinggiran kali
Bengawan Solo, dan layaknya situs-situs kepurbakalaan yang ada di tanah
39

air memang cenderung dipinggiran sungai. Seperti halnya situs Sangiran
atau situs sambung macan Sragen juga dibantaran sungai Bengawan solo.
SARAN :
Sebagai warga
negara
yang
baik
dan
khususnya
kita
sebagaisiswa/siswi harus bisa melestarikan kekayaan budaya baik itu
wisata maupun sejarah bangsa. Agar tidak punah oleh waktu. Selain
itu
kita
juga
harus
bisa
menjaganya
agar
tetap
lestari
danberkembang.

DAFTAR PUSTAKA
http://tentangkaranganyar.blogspot.com/
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Sudrajat,%20S.Pd.,
%20M.Pd/DIKTAT%20PRASEJARAH%20INDONESIA.pdf
http://www.eastjava.com/tourism/ngawi/ina/trinil.html

40