Standarisasi dan Pengendalian Mutu Pakan

LAPORAN PRAKTIKUM
STANDARISASI DAN PENGENDALIAN MUTU PAKAN

Disusun oleh :
Kelompok IIIB
Widya Andini
Sri Irianing
Nurrohmad Hidayanto
Fuad Aji Wibowo
Hendra Samuel Siagian
Putri Yuniarti
Crystalia Nidia Kinanti

23010111120021
23010111120023
23010111120032
23010111120035
23010111120038
23010111120045
23010111120046


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Standarisasi dan pengendalian mutu pakan sangat berperan penting dalam
usaha dibidang peternakan. Salah faktor yang mempengaruhi produksi ternak
adalah pakan, apabila pakan yang diberikan berkualitas baik maka produksi yang
dihasilkan ternak tersebut akan semakin optimal. Namun karena semakin
mahalnya harga bahan baku dalam pembuatan ransum menyebabkan para penjual
melakuan tindak pemalsuan terhadap bahan pakan agar memperoleh keuntungan
yang maksimal. Pemalsuan bahan pakan bertujuan untuk meningkatkan volume
(kuantitas) sehingga walaupun dijual dengan harga rendah tapi tetap memperoleh
keuntungan. Tetapi dengan adanya tindak pemalsuan dengan penambahan bahan
baku yang hampir menyerupai bahan aslinya dapat menurunkan kualitas ransum.
Selain itu dampak buruk akibat pemalsuan adalah mengganggu kesehatan ternak
sehingga berpengaruh terhadap produktivitasnya.
Tujuan dan manfaat praktikum pemalsuan bahan pakan adalah agar

mahasiswa memahami pentingnya pengendalian mutu pakan, memahami
terjadinya penurunan mutu pakan dan solusi dalam mengendalikanya, mampu
mengenal dan menentukan pemalsuan bahan pakan, mampu menilai kualitas
bahan pakan seperti mengetahui tingkat pemalsuan dari bahan pakan.

BAB II
MATERI DAN METODE
Praktikum Standarisai dan Pengendalian Mutu Pakan dengan materi
pemalsuan bahan pakan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 17 November
2013 pukul 13.00 – 15.00 WIB di Laboratorium Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1.

Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum pemalsuan bahan pakan meliputi

alat dan bahan. Alat yang digunakan adalah petri dish diameter 10 cm untuk
tempat mencampur bahan pakan, sendok, dan alat tulis. Bahan yang digunakan
adalah bekatul atau dedak halus, sekam, tepung batu dan larutan Kloroglusenol.
2.2.


Metode
Menempatkan sampel yang akan diuji pada petri dish. Kemudian

menambahkan 5-8 tetes larutan Kloroglusenol sampai sempel terendam.
Mendiamkan selama 15 menit. Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum Standarisai dan Pengendalian Mutu Pakan dengan
materi pemalsuan bahan pakan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Pemalsuan Bahan Pakan
Perlakuan
Warna
Kontrol
Coklat muda

Keterangan
Tidak berbuih dan tidak berbintik
merah

Pencampuran Sekam
Coklat tua
Berbintik merah
Pencampuran Tepung Batu Coklat tua
Berbuih
Sumber : Data Primer Praktikum Standarisasi dan Pengendalian Mutu Pakan,
2013.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data bahwa bekatul yang dicampur
sekam apabila ditetesi dengan kloroglusenol akan berwarna coklat tua dan
berbibtik merah. Bekatul yang dicampur tepung batu apabila ditetesi
kloroglusenol akan berwarna coklat tua dan berbuih. Sedangkan bekatul yang
tidak dicampuri apabila ditetesi kloroglusenol akan berwarna coklat muda, tidak
berbuih dan tidak berbintik. Pengujian terhadap bekatul dapat dilakukan secara
fisik untuk mendeteksi pemalsuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1990)
yang menyatakan bahwa sebelum digunakan bekatul perlu diperiksa lebih dahulu.
Pemeriksaan meliputi fisik dan laboratorium. Secara fisik yang perlu diperiksa
adalah baunya, bila sudah tercium bau tengik atau bau tidak normal lainnya
pertanda bahwa dedak itu sudah mulai rusak. Kemudian warnanya, dedak yang
normal berwarna coklat terang, tetapi bila sudah berwarna keputih-putihan atau
kehijau-hijauan tanda bahwa dedak itu sudah rusak pula. Hidayati (2006)


menambahkan bahwa bahan pakan dengan partikel yang halus memiliki
kemungkinan besar untuk dipalsukan atau terkontraminasi dengan bahan yang
halus, lebih murah dan nilai nutriennya rendah. Umumnya pemalsuan tidak hanya
merubah komposisi kimia tetapi juga menurunkan nilai nutriennya. Dedak padi
biasanya dipalsukan atau terkontaminasi oleh sekam.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

bekatul yang tidak dicampuri apabila ditetesi kloroglusenol akan berwarna coklat
muda, tidak berbuih dan tidak berbintik. Sedangkan bekatul yang dicampur sekam
apabila ditetesi dengan kloroglusenol akan berwarna coklat tua dan berbintik
merah. Bekatul yang dicampur tepung batu apabila ditetesi kloroglusenol akan
berwarna coklat tua dan berbuih. Pengujian terhadap bekatul perlu dilakukan
untuk memghindari pemalsuan.

4.2.

Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum pemalsuan bahan pakan

adalah sebaiknya menggunakan banyak variasi bahan pakan agar lebih
mengetahui tingkat pemalsuan terhadap bahan pakan.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, H. 2006. Karakterisasi Standar Mikroskopis Bahan Pakan Sumber
Energi (Jagung Giling, Dedak Padi, dan Pollard) sebagai Metode Alternatif
Pengujian Kualitas Bahan Pakan. Program Studi Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji pemalsuan

Bekatul kontrol


Bekatul dengan penambahan sekam
padi

Bekatul kontrol

Bekatul dengan penambahan tepung
batu

BAB I
PENDAHULUAN
Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang bertujuan
untuk mempertahankan dan menjaga kualitas bahan yang disimpan dengan cara
menghindari dan menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas
dan kuantitas komoditi tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan
pakan adalah tipe atau jenis pakan, periode atau lama penyimpanan, metode
penyimpanan, temperatur, kandungan air, kelembaban udara dan komposisi zatzat makanan.
Kualitas pakan sangat ditentukan dari kualitas bahan baku yang digunakan
untuk menyusun pakan tersebut. Namun saat ini kualitas bahan pakan sulit
dipertahankan karena iklim sudah tidak stabil lagi akibat adanya pemanasan
global. Melihat kondisi tersebut perlu sekiranya kita melakukan suatu uji yang

terdiri dari uji fisik, mikroskopik maupun kimia. Uji fisik dilakukan dengan
melihat penampakan yang bisa diukur dengan panca indra, tekstur, bau, warna,
adanya cemaran dan rasa.
Tujuan dari praktikum pengendalian mutu ini adalah agar mahasiswa
mampu menjelaskan sifat-sifat fisik bahan pakan, pengendalian mutu, evaluasi
komponen/ cemaran, pemalsuan dan kandungan kadar air pada bahan pakan.
Manfaat praktikum ini adalah memberikan pengetahuan pentingnya pengendalian
mutu pakan, memahami terjadinya kerusakan pakan, dan dapat mengendalikan
mutu bahan pakan.

BAB II

MATERI DAN METODE

2.1.

Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah bekatul dan asam

propionat 1%. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kompor

sebagai sumber panas, wajan sebagai wadah penyangraian bekatul, panci
alumunium sebagai wadah pengukusan, nampan sebagai wadah bekatul, plastik
klip sebagai wadah packaging bekatul, timbangan untuk menimbang sampel, dan
grain moisture tester untuk mengukur kadar air sampel.
2.2.

Metode

2.2.1. Pengukusan + Asam Propionat
Menimbang sampel bekatul sebanyak 100 gr, kemudian mengukus bekatul
dengan api sedang selama 15 menit. Mendinginkan bekatul dengan menganginanginkan sampel tersebut. Menambahkan asam propionat 1% dan memasukkan
sampel ke plastik klip kemudian melabel sampel. Ada 3 macam pengemasan
yaitu: mengemas dengan plastik dan menutup rapat, mengemas dengan plastik dan
semi terbuka, mengemas dengan plastik dan membiarkan terbuka.

2.2.2. Penyangraian + Asam Propionat
Menimbang sampel bekatul sebanyak 100 gr, kemudian menyangrai
bekatul dengan api sedang selama 15 menit. Mendinginkan bekatul dengan
mengangin-anginkan sampel tersebut. Menambahkan asam propionat 1% dan
memasukkan sampel ke plastik klip kemudian melabel sampel. Ada 3 macam

pengemasan yaitu : mengemas dengan plastik dan menutup rapat, mengemas
dengan plastik dan semi terbuka, mengemas dengan plastik dan membiarkan
terbuka.
2.2.3. Pengukusan
Menimbang sampel bekatul sebanyak 100 gr, kemudian mengukus bekatul
dengan api sedang selama 15 menit. Mendinginkan bekatul dengan menganginanginkan sampel tersebut lalu memasukkan sampel ke plastik klip kemudian
melabel sampel. Ada 3 macam pengemasan yaitu: mengemas dengan plastik dan
menutup rapat, mengemas dengan plastik dan semi terbuka, mengemas dengan
plastik dan membiarkan terbuka.
2.2.4. Penyangraian
Menimbang sampel bekatul sebanyak 100 gr, kemudian menyangrai
bekatul dengan api sedang selama 15 menit. Mendinginkan bekatul dengan
mengangin-anginkan sampel tersebut lalu memasukkan sampel ke plastik klip
kemudian melabel sampel. Ada 3 macam pengemasan yaitu: mengemas dengan
plastik dan menutup rapat, mengemas dengan plastik dan semi terbuka, mengemas
dengan plastik dan membiarkan terbuka.

2.2.5. Kontrol (tanpa perlakuan)
Menimbang sampel bekatul sebanyak 100 gr, kemudian memasukkan
sampel ke plastik klip kemudian melabel sampel. Ada 3 macam pengemasan

yaitu: mengemas dengan plastik dan menutup rapat, mengemas dengan plastik dan
semi terbuka, mengemas dengan plastik dan membiarkan terbuka.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.

Pengukusan + Asam Propionat

Tabel 1. Pengamatan hasil pengukusan + asam propionat selama 7 hari
Hari
Keterangan
Dikemas
Dikemas
Dikemas
plastik, ditutup plastik, semi
plastik, tidak
rapat
terbuka
tertutup
1
Tekstur
2
2
2
Warna
2
2
2
Minggu, Bau
4
4
4
17 nov Pencemar
2013
Kadar Air
19,9%
19,9%
19,9%
4
Tekstur
1
1
1
Warna
2
2
2
Rabu, 20 Bau
4
4
4
nov
Pencemar
2013
Kadar Air
6
Tekstur
1
1
1
Warna
2
2
2
Jum’at , Bau
4
4
4
22 nov Pencemar
2013
Kadar Air
17,0%
16,2%
18,9%
Sumber : Data Primer Praktikum Standarisasi dan Pengendalian Mutu Pakan,
2013.
Keterangan :
Tekstur :
Warna :
1. Halus
1. Terang
2. Agak halus
2. Agak terang
3. Kasar
3. Gelap
Bau :
1. Khas bahan asli
2. Agak khas
3. Bau busuk
4. Asam
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa uji organoleptik bekatul yang
disimpan selama 6 hari setelah mendapat perlakuan pengukusan + asam propionat
1% dengan 3 macam pengemasan berbeda menghasilkan beberapa kriteria yang

dapat diamati. Terdapat perubahan tekstur dan kadar air selama penyimpanan
sampel. Tekstur yang awalnya agak halus menjadi lebih halus setelah hari ke dua.
Kadar air sampel juga berkurang selama penyimpanan. Diantara ketiga cara
pengemasan, kadar air sampel yang dikemas dan tidak tertutup lebih tinggi dari
sampel lainnya. Kondisi ini terjadi karena pengaruh kelembaban dan kontaminasi
H2O dari lingkungan yang mempengaruhi kadar air sampel. Hal ini sesuai dengan
Kushartono (2002) yang menjelaskan bahwa lingkungan yang lembab dan kotor
merupakan salah satu penyebab kenaikan kadar air, hama, jamur dan jasad
pengganggu perusak lain sehingga mempercepat kerusakan. Kandungan air yang
terlalu tinggi mengakibatkan kerusakan mekanis sehingga bahan pakan kurang
tahan disimpan karena mikroorganisme mudah menyerang. Suparjo (2010)
menjelaskan bahwa pada conditioning atau pengukusan bahan,

kadar air (uap

atau air) ditambahkan dalam jumlah yang bervariasi ke dalam bahan. Peningkatan
kadar air melalui dengan uap atau air akan mempercepat dekomposisi bahan baku
mikro yang sensitif dan mengubah tekstur bahan.

3.2.

Penyangraian + Asam Propionat

Tabel 2. Pengamatan hasil penyangraian + asam propionat selama 7 hari
Hari
Keterangan
Dikemas
Dikemas
Dikemas
plastik, ditutup plastik, semi
plastik, tidak
rapat
terbuka
tertutup
1
Tekstur
2
2
2
Warna
3
3
3
Minggu, Bau
4
4
4
17 nov Pencemar
2013
Kadar Air
9,2%
9,2%
9,2%
4
Tekstur
3
3
3
Warna
3
3
3
Rabu, 20 Bau
4
4
4
nov
Pencemar
2013
Kadar Air
6
Tekstur
3
3
3
Warna
3
3
3
Jum’at , Bau
4
4
4
22 nov Pencemar
2013
Kadar Air
9,1%
9,0%
10,2%
Sumber : Data Primer Praktikum Standarisasi dan Pengendalian Mutu Pakan,
2013.
Keterangan :
Tekstur :
1. Halus
2. Agak halus
3. Kasar

Warna :
1. Terang
2. Agak terang
3. Gelap
Bau :
1. Khas bahan asli
2. Agak khas
3. Bau busuk
4. Asam

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa uji organoleptik bekatul yang
disimpan selama 6 hari setelah mendapat perlakuan penyangraian + asam
propionat 1% dengan 3 macam pengemasan berbeda menghasilkan beberapa
perubahan kondisi fisik. Tekstur bekatul berubah dari agak halus menjadi kasar
setelah hari kedua. Kadar air bekatul mengalami fluktuasi. Kadar air sampel yang

dikemas tertutup dan semi terbuka mengalami penurunan, sedangkan kadar air
sampel yang tidak tertutup mengalami kenaikan. Warna dan bau sampel tidak
berubah, dan tidak terdapat cemaran pada semua sampel. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suci dan Hermana (2012) menyatakan bahwa bekatul yang berkualitas
baik memiliki testur halus, tidak terdapat benda asing, batu, kutu, pasir dan
sekam, tidak tengik, serta tidak banyak tercampur sekam yang dapat
menyebabkan tekstur kasar dan bulk density lebih ringan. Yusdiali (2012)
menyatakan bahwa suhu dan lama penyimpanan merupakan indikator yang sangat
berperan dalam proses pengeringan suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka
semakin banyak pula kadar air bahan yang menguap sehingga mengakibatkan
kadar air bahan juga mengalami pengurangan demikian halnya juga pada
perlakuan penyangraian.

3.3.

Pengukusan

Tabel 3. Pengamatan hasil pengukusan selama 7 hari
Hari
Keterangan
Dikemas
Dikemas
Dikemas
plastik, ditutup plastik, semi
plastik, tidak
rapat
terbuka
tertutup
1
Tekstur
2
2
2
Warna
2
2
2
Minggu, Bau
1
1
1
17 nov Pencemar
2013
Kadar Air
17,0%
17,0%
17,0%
4
Tekstur
1
1
1
Warna
2
2
2
Rabu, 20 Bau
1
1
1
nov
Pencemar
2013
Kadar Air
6
Tekstur
1
1
1
Warna
2
2
2
Jum’at , Bau
1
1
1
22 nov Pencemar
2013
Kadar Air
18,6%
18,5%
18,2%
Sumber : Data Primer Praktikum Standarisasi dan Pengendalian Mutu Pakan,
2013.
Keterangan :
Tekstur :
1. Halus
2. Agak halus
3. Kasar

Warna :
1. Terang
2. Agak terang
3. Gelap
Bau :
1. Khas bahan asli
2. Agak khas
3. Bau busuk
4. Asam

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa uji organoleptik bekatul yang
disimpan selama 6 hari setelah mendapat perlakuan pengukusan dengan 3 macam
pengemasan berbeda menghasilkan beberapa perubahan kondisi fisik. Tekstur
sampel hasil pengukusan semakin halus setelah hari kedua, dan kadar airnya juga

meningkat. Peningkatan kadar air tersebut disebabkan proses pengukusan yang
menggunakan air sehingga kadar air sampel bertambah. Warna dan bau tidak ada
perubahan, dan tidak ada cemaran pada semua sampel. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kushartono (2002) yang menjelaskan bahwa lingkungan yang lembab
dan kotor merupakan salah satu penyebab kenaikan kadar air, hama, jamur dan
jasad pengganggu perusak lain sehingga mempercepat kerusakan. Kandungan air
yang terlalu tinggi mengakibatkan kerusakan mekanis sehingga bahan pakan
kurang tahan disimpan karena mikroorganisme mudah menyerang. Suparjo (2010)
menjelaskan bahwa pada conditioning atau pengukusan bahan,

kadar air (uap

atau air) ditambahkan dalam jumlah yang bervariasi ke dalam bahan. Peningkatan
kadar air melalui dengan uap atau air akan mempercepat dekomposisi bahan baku
mikro yang sensitif dan mengubah tekstur bahan.

3.4.

Penyangraian

Tabel 4. Pengamatan hasil penyangraian selama 7 hari
Hari
Keterangan
Dikemas
Dikemas
Dikemas
plastik, ditutup plastik, semi
plastik, tidak
rapat
terbuka
tertutup
1
Tekstur
3
3
3
Warna
3
3
3
Minggu, Bau
1
1
1
17 nov Pencemar
2013
Kadar Air
11,4%
11,4%
11,4%
Kadar Air
4
Tekstur
3
3
3
Warna
3
3
3
Rabu, 20 Bau
1
1
1
nov
Pencemar
2013
Kadar Air
6
Tekstur
3
3
3
Warna
3
3
3
Jum’at , Bau
1
1
1
22 nov Pencemar
2013
Kadar Air
8,7%
9,0%
9,5%
Sumber : Data Primer Praktikum Standarisasi dan Pengendalian Mutu Pakan,
2013.
Keterangan :
Tekstur :
1. Halus
2. Agak halus
3. Kasar

Warna :
1. Terang
2. Agak terang
3. Gelap
Bau :
1. Khas bahan asli
2. Agak khas
3. Bau busuk
4. Asam

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa uji organoleptik bekatul yang
disimpan selama 6 hari setelah mendapat perlakuan penyangraian dengan 3
macam pengemasan berbeda tidak menghasilkan perubahan teksur, warna, bau,
dan tidak ada cemaran. Penyangraian merupakan salah satu cara yang dapat

dilakukan untuk mengendalikan pakan karena dapat menjaga kestabilan ciri
organoleptik dari bahan pakan tersebut. Kadar air sampel mengalami penurunan
dari 11,4% menjadi 9,1% karena proses penyangraian dapat menyebabkan kadar
air yang terkandung dalam bahan pakan mengalami penguapan serta lamanya
penyimpanan selama 6 hari pada suhu ruangan juga mempengaruhi kadar air
tersebut. Semakin lama disimpan maka akan semakin kering, karena kandungan
air menguap. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusdiali (2012) yang menyatakan
bahwa suhu dan lama penyimpanan merupakan indikator yang sangat berperan
dalam proses pengeringan suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka semakin
banyak pula kadar air bahan yang menguap sehingga mengakibatkan kadar air
bahan juga mengalami pengurangan demikian halnya juga pada perlakuan
penyangraian. Suci dan Hermana (2012) menjelaskan bahwa kandungan air yang
normal pada bekatul adalah sekitar 12%.

3.5.

Kontrol (tanpa perlakuan)

Tabel 5. Pengamatan Kontrol (tanpa perlakuan) selama 7 hari
Hari
Keterangan
Dikemas
Dikemas
Dikemas
plastik, ditutup plastik, semi
plastik, tidak
rapat
terbuka
tertutup
1
Tekstur
1
1
1
Warna
1
1
1
Minggu, Bau
1
1
1
17 nov Pencemar
2013
Kadar Air
15,3%
15,3%
15,3%
4
Tekstur
1
1
1
Warna
1
1
1
Rabu, 20 Bau
1
1
1
nov
Pencemar
2013
Kadar Air
6
Tekstur
1
1
1
Warna
1
1
1
Jum’at , Bau
1
1
1
22 nov Pencemar
2013
Kadar Air
16,5%
16,5%
16,5%
Sumber : Data Primer Praktikum Standarisasi dan Pengendalian Mutu Pakan,
2013.
Keterangan :
Tekstur :
1. Halus
2. Agak halus
3. Kasar

Warna :
1. Terang
2. Agak terang
3. Gelap
Bau :
1. Khas bahan asli
2. Agak khas
3. Bau busuk
4. Asam

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa uji organoleptik bekatul yang
disimpan selama 6 hari tanpa adanya perlakuan (kontrol) dengan 3 macam
pengemasan berbeda tidak menghasilkan perubahan tekstur, warna, dan bau, serta
tidak ada cemaran pada sampel. Kadar air sampel mengalami kenaikan selama
penyimpanan karena pengaruh kelembaban lingkungan dan cara pengemasan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suparjo (2010) menyatakan bahwa pengujian
dilakukan saat bahan baku datang dan secara periodik dilakukan selama
penyimpanan. Pengujian meliputi warna, tekstur , aroma, kadar air , benda asing
dan suhu. Kadar air mempunyai pengaruh terhadap hampir semua karakteristik
bahan baku seperti bentuk, tekstur, warna dan rasa. Kadar air dalam jumlah yang
bervariasi dapat menjadi suatu masalah bagi bahan baku. Kadar air bahan baku
yang tinggi dapat mendukung pertumbuhan jamur yang menghasilkan beberapa
jenis mixotoksin sehingga dapat mempengaruhi lama penyimpanan. Kushartono
(2002) menyatakan bahwa penentuan kualitas bahan baku pakan secara
organoleptik dilakukan menggunakan panca indera yang terdiri dari 4M yaitu :
melihat (tampilan fisik), meraba (lembab, kering, harus, kasar, panas), mencium
(segar, tengik, asam), dan merasakan (asin, tawar).

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa

lama waktu penyimpanan, perlakuan sebelum penyimpanan, dan model
pengemasan sampel selama penyimpanan dapat mempengaruhi kualitas fisik
bahan pakan yang meliputi tekstur, warna, bau, cemaran, dan kadar air bahan
pakan. Bekatul yang diberi perlakuan pengukusan kadar airnya cenderung
meningkat dan teksturnya lebih halus, sedangkan bekatul yang diberi perlakuan
penyangraian kadar airnya cenderung menurun dan teksturnya lebih kasar.
Kualitas organoleptik bahan pakan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan cara
penyimpanan.
4.2.

Saran

Saran yang dapat diberikan adalah agar kedepannya praktikum
dilaksanakan dalam waktu 1 bulan agar benar-benar terlihat perbedaan mutu
akibat proses penyimpanan. Pelaksanaan praktikum diharapkan kedepannya dapat
semakin baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Kushartono, B. 2002. Manajemen Pengolahan Pakan. Balai Penelitian Ternak,
Bogor.
Suci, D.M., dan W. Hermana. 2012. Pakan Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suparjo. 2010. Pengawasan Mutu pada Pabrik Pakan Ternak. Universitas Jambi,
Jambi.
Yusdiali, W. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian terhadap Tingkat
Kadar Air dan Keasaman Kopi Robusta (Coffea robusta). Universitas
Hasanuddin, Makassar.