Visi Perusahaan dan Teknologi Informasi

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

EKOJI999 Nomor

110, 27 Desember 2012

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

Visi Perusahaan dan Teknologi Informasi
oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu

Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan
teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email indrajit@rad.net.id.

HALAMAN 1 DARI 4



Pendahuluan

(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012


SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

Teknik pendekatan top‐down banyak digunakan dalam teori‐teori  manajemen. Salah satunya 
adalah  dalam penyusunan strategi  implementasi  sistem  informasi.  Strategi  sistem informasi 
pada hakekatnya tidak boleh terlepas  dari strategi  korporat secara keseluruhan,  dimana  visi 
dan  misi  dari  perusahaan  dicanangkan  sebagai  target  tertinggi  yang  hendak  dicapai.  Pada 
tingkat menengah, perusahaan akan menentukan beberapa obyektif yang harus dicapai dalam 
jangka waktu tertentu,  yang diperlengkapi  dengan ukuran‐ukuran kinerja sebagai instrumen 
kontrol.  Berdasarkan perangkat  kontrol  inilah disusun taktik  jangka pendek,  menengah,  dan 
panjang  yang  akan  secara  langsung  berhubungan  terhadap  penciptaan  strategi  sistem 
informasi.
Terkadang terasa sulit bagi seorang praktisi teknologi informasi untuk membuat strategi yang 
cocok  bagi  perusahaan.  Di  satu pihak  harus  meyakinkan manajemen  puncak  bahwa strategi 
jitu akan meningkatkan kinerja perusahaan sehingga sepadan dengan investasi yang ditanam, 
sementara  di  pihak  lain  harus  dapat  mengatasi  permasalahan  pertumbuhan  teknologi  yang 
teramat  sangat  cepat.  Lepas  dari  permasalahan  itu  semua,  telah  disepakati  bahwa  strategi 
sistem  informasi  harus  sejalan  atau  ‘align’  dengan  strategi  perusahaan.  Bagaimana  bentuk 

‘alignment’  tersebut?  Berikut  adalah  kerangka  ringkas  yang  diusulkan  beberapa  konsultan 
internasional.
Visi merupakan sesuatu yang dicanangkan oleh para pendiri perusahaan. Namun yang harus 
diperhatikan,  visi bukanlah mimpi, namun sesuatu yang mungkin terwujud. Boleh dikatakan, 
visi adalah cita‐cita dari pendiri perusahaan terhadap ‘kejayaan’ yang diinginkan di kemudian 
hari (the ultimate goal). Biasanya visi dinyatakan dalam sebuah kalimat atau frase seperti:




Menjadi perusahaan distribusi terbesar di dunia.

Menuju perusahaan terbaik di bidang bisnis retail dalam skala internasional.
Menjadi perusahaan pembuat software nomor satu di dunia.

Kemudian oleh jajaran manajemen puncak,  misi dicanangkan bersama‐sama.  Secara �iloso�is, 
misi yang biasanya dinyatakan pula dalam bentuk kalimat atau frase merupakan jawaban atas 
pertanyaan “Why the company should exist?”. Contohnya:





Menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Menghasilkan produk‐produk unggulan di bidang agrobisnis.

Menyediakan jasa pelayanan kesehatan dengan kualitas internasional.

Secara  prinsip,  misi  ditetapkan  sebagai  jawaban  terhadap  visi  yang  telah  ditetapkan 
sebelumnya.  Disamping  itu,  dalam  menentukan  misi,  biasanya  ada  hal  lain  yang 
mempengaruhi,  yaitu  value  (nilai‐nilai  dalam  kehidupan  yang  antara  lain  dipengaruhi  oleh 
kultur, etika, sejarah, dan lain‐lain). Contohnya di Indonesia dimana nilai‐nilai Pancasila harus 
selalu  tercermin dalam  setiap sendi kehidupan.  Dalam perusahaan,  biasanya nilai‐nilai  yang 
dilihat adalah profesionalisme, etika bisnis, entrepreneur, dan hal‐hal terkait lainnya. 
Misi masih merupakan sesuatu yang memiliki arti global dan cenderung generik. Oleh karena 
itu,  beberapa  ditentukan  beberapa  obyektif  yang  ingin  dicapai  dalam  beberapa  hal 
sehubungan dengan misi yang dicanangkan tersebut.

HALAMAN 2 DARI 4




(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

Sumber: Renaissance Advisors, 1996

Sebuah  perusahaan  yang  memiliki  misi  untuk  menjadi  perusahaan kurir  tercepat  di  dunia, 
memiliki  beberapa  obyektif  yang  harus  dicapai.  Biasanya  obyektif  yang  ditetapkan  bersifat 
customer oriented seperti:



Memberi  kepuasan  pelanggan  individu  dengan  cara  melakukan  pengiriman  barang‐
barang ke seluruh dunia secara cepat dan aman.




Sedangkan contoh obyektif yang lebih bersifat internal (back of�ice) adalah:



Memberikan fasilitas‐fasilitas khusus kepada pelanggan korporat yang secara periodik 
mengirimkan barang‐barangnya ke seluruh penjuru dunia.
Menjadikan  seluruh  kantor‐kantor  cabang  di  dunia  sebagai  perusahaan  dengan 
fasilitas pelayan pelanggan terbaik.

Meningkatkan  kompetensi  sumber  daya  manusia  perusahaan  sehingga  memiliki 
tingkat profesionalisme yang tinggi.

Bagi  beberapa  perusahaan  besar,  terkadang obyektif  masih  terlalu  umum  sifatnya  sehingga 
diperlukan  breakdown  selanjutnya  yang  dikenal  sebagai  critical  success  factors  atau  key 
success  factors.  Untuk  masing‐masing  obyektif,  biasanya  ditetapkan  point‐point  utamanya. 
Misalnya,  critical success  factors dari  obyektif “memberi  kepuasan nasabah bank  di  seluruh 
penjuru tanah air” adalah: fasilitas komputer yang canggih;  kantor‐kantor  cabang  di seluruh 
kota‐kota besar di Indonesia; fasilitas ATM di setiap titik keramaian dan pusat bisnis.
Banyak perusahaan yang besar  berhenti  di  sini. Artinya,  setelah menetapkan critical  success 

factors, masing‐masing bagian atau divisi di dalam perusahaan langsung membuat strateginya 
masing‐masing  yang  untuk  kemudian  dirinci  menjadi  kegiatan  yang  bersifat  taktis 
operasional.  ‘Kesalahan’  mendasar  terjadi  di  sini,  yaitu  yang  berkaitan  dengan  masalah 
pengukuran  kinerja.  Critical  success  factors  masih  sulit  dijadikan  patokan  sebagai  ukuran 
keberhasilan atau pencapaian target.  Makna “memiliki  komputer yang canggih” pada contoh 
dapat  bermacam‐macam  intepretasinya,  seperti:  seluruh  peralatan  merupakan  instrumen 
paling mutakhir (state‐of‐the‐art),  seluruh fungsi  manajemen tanpa kecuali mempergunakan 
HALAMAN 3 DARI 4



(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012

SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT

fasilitas  komputer,    atau  mungkin  peralatan  yang  dipergunakan  merupakan  standar 
internasional.  Bagaimana  seorang  manajer  dapat  mengukur  dengan  tepat  kinerjanya  jika 
tidak ada satuan yang jelas? Ada pepatah mengatakan: “something that can not be measured, 

can not be managed…”

Pemecahan  yang  ditawarkan  adalah  penggunaan  ukuran  kinerja  yang  dalam  istilah 
manajemennya adalah key performance measures. Pada dasarnya, dalam menentukan ukuran 
kinerja perusahaan, manajemen harus berani mengeluarkan sebuah angka (atau range) yang 
merupakan batas atau standar kinerja yang ingin dicapai.  Contohnya adalah sebagai  berikut: 
yang dimaksud “memiliki  sumber  daya manusia yang berkualitas” (salah satu critical  succes 
factors  yang  telah  disepakati)  berarti  memiliki  40%‐60%  karyawan  dengan  latar  belakang 
pendidikan  sarjana  S1 dan  minimum  10%  memiliki  pendidikan  sarjana  S2.  Contoh  lainnya 
adalah:  sebuah sistem inventori  dikatakan memiliki performansi  yang baik  apabila rata‐rata 
service  level‐nya  berkisar  antara  95%‐99%.  Biasanya,  setiap  divisi  dalam  perusahaan  akan 
mende�inisikan  key  performance  measures‐nya  untuk  masing‐masing  critical  succes  factor 
yang dide�inisikan. Sebagai  catatan tambahan,  biasanya untuk masing‐masing critical success 
factor, akan terdapat lebih dari satu key performance measure.
Berdasarkan angka‐angka target tersebutlah perusahaan akan menyusun strategi operasional 
sehari‐hari. Dengan kata lain, tidaklah perlu bagi seorang manajer untuk memikirkan apakah 
tindakan  sehari‐hari  yang  dilakukan  align  dengan  visi  dan  misi  perusahaan  atau  tidak, 
melainkan cukup baginya untuk memfokuskan diri dengan melakukan usaha untuk mencapai 
angka‐angka  yang  telah  dicanangkan  tersebut  (karena  angka‐angka  key  performance 
indicators secara sistematis merupakan penurunan dari visi dan misi yang ada).


‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐

HALAMAN 4 DARI 4



(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2012