Penjelasan proses dan koordinasi perenca

1. Jawab :
Penjelasan proses dan koordinasi perencanaan pembangunan dan fungsi masing-masing
lembaga perencanaan dari tingkat pusat hingga Daerah
Sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pemban gunan terdiri dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RPJP menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM untuk
kemudian dijabarkan di RKP. Berdasarkan rencana nasional tersebut semua sektor, dalam hal ini
lembaga dan kementerian (K/L), menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra
K/L) yang berpedoman kepada RPJM dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) yang
berpedoman kepada RKP.
Rencana pembangunan ini kemudian menjadi pedoman dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pola perencanaan pembangunan daerah persis sama
dengan pola perencanaan pembangungan nasional, dimana RPJP Nasional diacu oleh RPJP
Daerah, RPJM Nasional diperhatikan oleh RPJM Daerah dan RKP diserasikan dengan RKP Daerah
melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Rencana pembangunan daerah
ini menjadi pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Karena hubungannya yang saling berpedoman maka RPJP Nasional Maupun RPJP Daerah harus
saling mengacu dan saling mengisi sehingga RKP dan RKP Daerah dapat serasi dan saling
mengisi.
2. Jawab :

ditinjau dari segi ideologis dan politis, perencanaan dibedakan menjadi dua bentuk ekstrim
yaitu, perencanaan terpusat (central planning) dan perencanaan indikatif (indicative planning).
a. Perencanaan Terpusat
Dalam perencanaan terpusat semua kegiatan sampai kepada tingkat yang paling rendah
dikendalikan oleh pemerintah pusat. Perencanaan ini diterapkan di Uni Soviet, Cina, Korea Utara,
Vietnam dan negara-negara komunis lainnya sampai pada tahun 1990. Dalam perencanaan ini
seperangkat sasaran yang ditetapkan oleh para perencana pusat merupakan landasan bagi suatu
rencana ekonomi yang lengkap (komprehensif). Fungsi alokatif harga dalam sistem ekonomi
liberal digantikan sepenuhnya oleh arahan pemerintah pada semua tingkat kegiatan ekonomi.
Dengan demikian peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi sangat besar.
Sejak akhir tahun 1980-an di kebanyakan negara-negara komunis dimulai reformasi ke arah
desentralisasi pengambilan keputusan, baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Intinya
adalah memberikan kebebasan dan peran yang lebih banyak kepada usaha-usaha swasta, dan
sebaliknya mengurangi kegiatan pemerintah dalam kegiatan ekonomi negara.
b. Perencanaan Indikatif
Dalam perencanaan indikatif pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta dan pihak
masyarakat dan pada prinsipnya pemerintah adalah regulator kegiatan dalam sebuah Negara,
pemerintah menyusun garis-garis besar berdasarkan proyeksi ekonomi dan kondisi wilayahnya
untuk dituangkan dalam kebijakan strategis dalam perencanaannya.


Perencanaan indikatif adalah perencanaan yang bertumpu sepenuhnya kepada mekanisme
pasar dalam mengalokasikan sumber-sumber produksi dan hasil-hasilnya.
Perencanaan indikatif sering juga disebut dengan perencanaan antisiklis (anti-cyclical planning)
dan biasanya diterapkan di negara-negara industri maju (NIM), dimana sektor swastanya sudah
kuat dan pasarnya sudah bekerja dengan baik. Tujuan utama perencanaan ini adalah untuk
memelihara stabilitas ekonomi (atau terbebas dari fluktasi siklis) dalam kerangka ekonomi yang
ada. Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan usaha-usaha yang diterapkan untuk mencapai tujuan
perencanaan sebagian besar dilaksanakan melalui “operasi pasar”. Perencanaan antisiklis (Anticyclical planning) juga disebut “corrective planning” karena tujuannya adalah untuk mengoreksi
kecenderungan-kecenderungan tertentu yang tidak menguntungkan dalam perekonomian
negara yang bersangkutan.
Serentetan usaha yang diterapkan oleh negara-negara kapitalis maju di Barat pada tahun 1930an adalah bentuk perencanaan antisiklisdan korektif ini. Eksperimen Blum di Perancis pada tahun
1936-1937 dan eksperimen New-Deal di USA pada tahun 1933 di bawah pemerintahan Presiden
Rosevelt adalah beberapa contoh perencanaan Antisiklis di negara-negara ini.
Undang-undang kesempatan kerja USA pada tahun 1946 adalah ilustralis lain mengenai
perencanaan kolektif. Ide yang melandasi pengaturan ini adalah untuk mengcounter kekuatan
depresi sebagaimana halnya inflasi dengan mengarahkan dan memandu perusahaan-perusahaan
swasta. Belanda mungkin merupakan contoh negara yang menerapkan perencanaan antisiklis
yang paling efektif. Suatu hal penting yang perlu diingat adalah bahwa pada perencanaan
antisiklis pemerintah membatasi dirinya dari intervensi yang terlalu banyak atau hanya bersifat
sebagai regulator dalam masalah ekonomi negara yang bersangkutan, tetapi pada waktu yang

sama berusaha secara aktif memandu dan mengatur perusahaan-perusahaan swasta agar
terhindar dari fluktasi-fluktasi bisnis dalam perekonomian yang bersangkutan.
3. JAWAB :
Tiga Teknik Perencanaan, beserta asumsi yang mendasarinya.
1. TEKNIK ANALISIS SWOT
Analisis SWOT lazim digunakan dalam penyusunan sebuah perencanaan, khusunya
rencana strategis (Renstra). Teknik Perencanaan ini menjadi populer karena dia dapat
menghasilkan suatu strategi pembangunan yang lebih terarah sesuai dengan potensi yang
dimiliki oleh daerah atau institusi bersangkutan. Disamping itu, dengan menggunakan teknik
SWOT akan dapat pula dihasilkan program dan kegiatan yang lebih tepat untuk merebut peluang
yang tersedia maupun untuk mengatasi kelemahan yang dihadapi. Dengan demikian
penggunaan analisis SWOT akan dapat menggunakan analisis yang lebih kongkrit dan realistis
sesuai dengan kondisi dan situasi yang dimiliki oleh daerah atau institusi bersangkutan. Karena
itu tidaklah mengherankan bilamana analisis SWOT ini sangat populer dikalangan aperatur
pemerintahan dalam penyusunan rencana pembngunan untuk suatu daerah atau institusi
tertentu.
Semula rencana strategis ini umumnya digunakan dalam penyusunan rencana untuk dunia
usaha dimana tingkat persaingan sangat tajam. Akan tetapi karena dalam era otonomi daerah
persaingan antara suatu daerah dengan daerah lainnya juga sangat tajam dalam mendorong
proses pembangunan pada masing-masing daerahnya, maka belakangan ini rencana strategis ini


juga sangat populer dalam menyusun rencana pembangunan untuk masing-masing dinas
instansi pada tingkat daerah. Aspek lain yang juga mendorong instansi pemerintah untuk
menyusun rencana strategis ini adalah karena penyusunan rencana ini lebih terfokus pada aspekaspek yang bersifat strategis dan langsung mempengaruhi kinerja pembangunan dari dinas dan
instansi bersangkutan.

2. TEKNIK STATISTIK
Perencanaan pembangunan yang baik adalah yang kongkrit dan terukur. Hal ini
sangat diperlukan baik dalam analisis tentang kondisi daerah, arah dan sasaran
maupun kebijakan yang akan ditempuh. Untuk keperluan ini diperlukan analisis data
secara kuantitatif dengan menggunakan metode atau teknik statistik yang tidak harus
terlalu tinggi dan rumit, tetapi cukup dengan yang sederhana saja dan mudah
dimengerti oleh publik. Sangat disadari bahwa hasil perhitungan statistik tidaklah
bersifat pasti karena selalu mengandung kemelesetan (error) sekitar 5% sampai 10%.
Namun demikian, bila perencanaan hanya dilakukan secara kualitatif dan normatif
untuk menghindari kemelesetan tersebut, sehingga penyusunan anggaran serta
monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan pelaksanaan rencana menjadi sulit
dilakukan.
Ilmu statistik itu sendiri dewasa ini ternyata telah berkembang cukup pesat mulai dari
yang sederhana sampai yang bersifat sulit dan rumit. Perkembangan ini menyebabkan

sudah banyak teknik statistik tersedia yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
penyusunan rencana pembangunan daerah. Pemilihan teknik statistik mana yang akan
digunakan sangat ditentukan oleh ketersediaan data, kemapuan teknis yang dimiliki
oleh para perencana dan dana yang tersedia untuk penyusunan rencana. Bila dana
tersedia cukup besar, kemampuan perencana cukup tinggi dan data tersedia memadai,
maka sebaiknya teknik statistik yang digunakan adalah yang lebih baik walaupun
perhitungannya lebih sulit dan rumit. Akan tetapi bilamana dan tersedia terbatas,
kemampuan tenaga perencana masih kurang dan data tersedia sangat terbatas, maka
sebaiknya digunakan teknik statistik sederhana saja walaupun tingkat kemelesetannya
akan lebih tinggi.
3. TEKNIK PERENCANAAN REGIONAL
Dalam menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerah yang baik,
diperlukan bebarapa teknik perencanaan khusus di bidang perencanaan regional.
Alasannya adalah bahwa teknik perencanaan yang biasanya dipakai dalam
penyusunan perencanaan pembanguna nasional banyak yang tidak sesuai dengan
kondisi dan struktur pembangunan daerah dimana aspek ruang (Space) dan perbedaan
potensi pembanguna antar wilayah merupaka unsur yang sangat penting. Dengan
menggunakan teknik perencanaan regional ini diharapkan penyusunan rencana
menjadi lebih tepat dan terarah. Tenik perencanaan regional yang banyak terpakai
dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah antara lain adalah: Koefisien

Lokasi (Locatioan Quotient), Indeks Konsentrasi Wilayah, Indeks Ketimpangan
Pembangunan regional (Regional Disparity), Shift Share Analysis, Klassen Typology,
Model Gravitasi dan Lowry Model.
4. TEKNIK PREDIKSI
Perencanaan pembangunan yang meyangkut masa depan yang mana kondisinya
belum di ketahui sama sekali. Namun demikian untuk keperluan penyusunan

perencanaan yang baik dan terukur, masa depan tersebut perlu dierkirakan kondisiya
agar strategi dan kebijakan dapat ditentukan secara lebih tepat dan terarah. Karena itu
penyusunan proyeksi atau prediksi tersebut memerlukan teknik dan metode tertentu
yang masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan tersendiri.
teknik ini membahas berbagai teknik prediksi yang bersifat praktis berdasarkan
pengalaman dalam penyusunan perencanaan pemangunan di masa lalu. Teknik
prediksi ini pada dasarnya adalah sederhana, tetapi bnyak terpakai dalam praktek
penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Teknik prediksi yang akan dibahas
meliputi Teknik Regresi Trend, baik liniear maupun non linear, Teknik Sebab dan
Akibat, teknik Rata-Rata Bergerak (Moving Average) dan Model Pertumbuhan
Harrod Domard.
Contoh penerapan :
Pada sebuah Kabupaten Y dilakukan sebuah analisis SWOT dengan menggunakan

data kondisi wilayah dari BPS Kabupaten Y, Kabupaten Y adalah Kabupaten dengan
luas wilayah yang besar dengan jumlah penduduk yang relatif kecil yaitu sebesar
20,000 km persegi dengan jumlah penduduk hanya sebesar 300.000 jiwa berarti
densitas kependudukan hanya sebesar 15 penduduk per kilometer. Angka Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) pada tahun 2014 sebesar Rp. 1.300.000 perbulan, mayoritas
pekerjaan penduduknya adalah petani sebesar 70%, 20% adalah profesional baik di
bidang swasta maupun pemerintahan, dan sisanya wiraswasta, dari sisi pendidikan
penduduk usia sekolah rata-rata putus sekolah pada tingkat pendidikan Sekolah
Menengah Pertama dikarenakan prioritas orang tua untuk mengarahkan anaknya agar
menjadi petanbi sebagaimana orangtuanya.
Berdasarkan sebagian kecil dari kondisi tersebut dapat diambil kesimpulan analisis
SWOT sebagai berikut :
Strength :
1. Luas Wilayah yang sangat besar
2. Pertanian merupakan sektor yang telah memiliki fondasi yang kuat.
3. Angka KHL yang terbilang cukup rendah, hal ini dikarenakan kebutuhan hidup
layak seperti sandang, papan dan pangan telah dapat dicapai dengan biaya yang
cukup rendah.
Weakness :
1. Jumlah Penduduk yang relatif kecil

2. Pendidikan dasar penduduk kurang baik
Opportunity :
1. Pemberdayaan Masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan dapat dilakukan
dengan baik karena mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani
2. Dengan angka KHL yang relatif rendah apabila penghasilan masyarakat tinggi
masyarakat dapat memiliki dana lebih untuk membangun industri, terutama
industri terkait pangan.
3. Luas wilayah yang sangat besar dapat dikembangkan menjadi pembudidayaan
produk-produk tak sebatas pertanian, namun juga perkebunan, peternakan, dan
budi-daya perikanan.

Threat :
1. Kesadaran akan pendidikan dasar kurang ada sehingga putus tingkat putus
sekolah tinggi / hanya sampai tingkat SMP.
2. Kurangnya kemampuan SDM Karena tingkat pendidikan yang terbatas
Berdasarkan analisis SWOT diatas dapat dilakukan pengambilan kebijakan
Pemerintah untuk :
1. Mengembangkan sektor pertanian dengan menambah varietas dari hasil pertanian
dan juga menambahkan hasil perkebunan, Pemerintah dapat memberdayakan
masyarakat dengan membuka wilayah perttanian/perkebunan baru dengan cara

membangun infrastruktur akses dan irigrasi, serta memberikan pembinaan pada
kelompok tani dan memberikan subsidi pupuk, pestisida dan alat-alat.
2. Membangun fasilitas untuk memberdayakan dan memberikan pengetahuan pada
masyarakat pada teknik perkebunan, pertanian, dan peternakan.
3. Membangun fasilitas untuk mengembangkan bibit hewan ternak/budidaya ikan
agar masyarakat dapat mengambil bibit ternak dan ikan dengan harga terjangkau.
4. Membangun akses infrastruktur untuk pasar dalam wilayah dan membuka akses
transportasi ke wilayah lainnya sehingga hasil tani, ternak dan kebun dapat
dilakukan
5. Secara berkala pemerintah melakukan pemantauan dan pencegahan penyebaran
penyakit hewan ternak, tambak ikan, dan hama tanaman.
6. Pemerintah mewajibkan dan mensosialisasikan program wajib belajar dan
menggalakkan program untuk mencegah anak-anak usia sekolah untuk bekerja
7. Pemerintah menginisiasi program untuk membangun industri pengolahan dengan
melakukan pembinaan dan bantuan-bantuan subsidi sehingga daerah tidak hanya
menjual produk mentah saja, namun sudah memiliki produk jadi atau setengah
jadi, dengan fokus awal pada produk industri pangan
4. JAWAB :
Analisis SWOT Pada Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Kutai Barat.


5. JAWAB :
Apa yang dimaksud dan jelaskan :
a. IBRD : IBRD adalah singkatan dari International Bank for Renconstruction and
Development atau Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan yang
merupakan bagian dari Grup Bank Dunia / World Bank, didirikan pada tahun 1944
dengan tujuan awal untuk mendanai pembangunan kembali (rekonstruksi) Negara yang
hancur akibat Perang Dunia Kedua dan mendanai Pembangunan Negara tertinggal
maupun berkembang dengan tujuan untuk mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia.
IBRD didirikan untuk memberikan pinjaman kepada Negara-negara yang ingin
mengembangkan proyek infrastruktur, transportasi, pendidikan, lingkungan, energy,
kesehatan, makanan, air, dan sanitasi dengan memberikan pinjaman bersyarat. Saat ini

IBRD berpusat di Negara Bagian Washington D.C Amerika Serikat dengan keanggotaan
sebanyak 188 negara.
b. Survey Delphi : Metode Delphi adalah modifikasi dari teknik brainwriting dan survei.
Dalam metode ini, panel digunakan dalam pergerakan komunikasi melalui beberapa
kuisioner yang tertuang dalam tulisan. Teknik Delphi dikembangkan pada awal tahun
1950 untuk memperoleh opini ahli. Objek dari metode ini adalah untuk memperoleh
konsensus yang paling reliabel dari sebuah grup ahli. Teknik ini diterapkan di berbagai
bidang, misalnya untuk teknologi peramalan, analisis kebijakan publik, inovasi

pendidikan, program perencanaan dan lain – lain.
Metode Delphi dikembangkan oleh Derlkey dan asosiasinya di Rand Corporation,
California pada tahun 1960-an. Metode Delphi merupakan metode yang menyelaraskan
proses komunikasi komunikasi suatu grup sehingga dicapai proses yang efektif dalam
mendapatkan solusi masalah yang kompleks.
Pendekatan Delphi memiliki tiga grup yang berbeda yaitu : Pembuat keputusan, staf, dan
responden. Pembuat keputusan akan bertangungjawab terhadap keluaran dari kajian
Delphi. Sebuah grup kerja yang terdiri dari lima sampai sembilan anggota yang tersusun
atas staf dan pembuat keputusan, bertugas mengembangkan dan menganalisis semua
kuisioner, evaluasi pengumpulan data dan merevisi kuisioner yang diperlukan. Grup staf
dipimpin oleh kordinator yang harus memiliki pengalaman dalam desain dan mengerti
metode Delphi serta mengenal problem area. Tugas staf kordinator adalah mengontrol
staf dalam pengetikan. Mailing kuesioner, membagi dan proses hasil serta pernjadwalan
pertemuan. Responden adalah orang yang ahli dalam masalah dan siapa saja yang setuju
untuk menjawab kuisioner.
Prosedur Delphi mempunyai ciri – ciri yaitu :
1. Mengabaikan nama
2. Iterasi dan feedback yang terkontrol
3. Respon kelompok secara statistik (Chang, 1993)
Jumlah dari iterasi kuesioner Delphi bisa tiga sampai lima tergantung pada derajat
kesesuaian dan jumlah penambahan informasi selama berlaku. Umumnya kuesioner
pertama menanyakan kepada individu untuk merespon pertanyaan dalam garis besar.
Setiap subsequen kuisioner dibangun berdasarkan respon kuisioner pendahuluan.
Proses akan berhenti ketika konsensus mendekati partisipan, atau ketika penggantian
informasi cukup berlaku.
Prosedur metode Delphi adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan pertanyaan Delphi
Ini merupakan kunci proses Delphi. Langkah ini dimulai dengan memformulasikan garis
besar pertanyaan oleh pembuatan keputusan. Jika responden tidak mengerti garis besar

pertanyaan maka masukan proses adalah sia –sia. Elemen kunci dari langkah ini adalah
mengembangkan pertanyaan yang dapat dimengerti oleh responden. Anggota staf harus
menginterview pembuat keputusan benar – benar jelas mengenai pertanyaan yang
dimaksud dan bagaimana informasi tersebut akan digunakan.
2. Memilih dan kontak dengan responden
Partisipan sebaiknya diseleksi dengan dasar ; secara personal responden mengetahui
permasalahan, memiliki informasi yang tepat untuk dibagi, tranformasi untuk
melengkapi Delphi dan responden merasa bahwa agregasi pendapat panel responden
akan termasuk informasi yang mereka nilai dan mereka tidak mengakses dengan cara
lain. Seleksi aktual dari responden umumnya menyelesaikan melalui penggunaan proses
nominasi.
3. Memilih ukuran sampel
Ukuran panel responden bervariasi dengan kelompok yang homogen dengan 10 – 15
partisipan mungkin cukup. Akan tetapi dalam sebuah kasus dimana refrence yang
bevariasi diperlukan maka dibutuhkan partisipan yang lebih besar.
4. Mengembangkan kuisioner dan test 1
Kuisioner pertama dalam Delphi mengikuti partisipan untuk menulis respon pada garis
besar masalah. Sampul surat termasuk tujuan, guna dari hasil, perintah dan batas akhir
respon.

5. Analisa kuisioner 1
Analisa kuisioner harus dihasilkan dalam ringkasan yang bersisi bagian – bagian yang
diidentifikasi dan komentar dibuat dengan jelas dan dapat dimengerti responden
terhadap kuisioner 2. Anggota grup kerja mendokumentasikan masing – masing respon
pada kartu indeks, memilih kartu kedalam katagori umum, mengembangkan sebuah
konsensus pada label untuk masing – masing katagori dan menyiapkan ringkasan
bayangan yang berisi katagori – katagori.
6. Pengembangan kuisioner dan test 2
Kuisioner kedua dikembangkan menggunakan ringkasan responden dari kuisioner 1.
Fokus dari kuisioner ini adalah untuk mengidentifikasikan area yang disetujui dan yang
tidak, mendiskusikan dan mengidentifikasi bagian yang diinginkan serta membantu
partisipan mengetahui masing – masing posisi dan bergerak menuju pendapat yang
akurat, responden diminta untuk memilih pada ringkasan bagian kuisioner 1
7. Analisa kuisioner 2
Tugas dari kelompok kerja adalah menghitung jumlah suara masing – masing bagian
yang meringkas komentar yang dibuat tentang masing – masing bagian. Tujuan dari

tahapan ini adalah untuk menentukan jika informasi lengkap akan membantu untuk
penyelesaian masalah atau paling tidak membuktikan untuk digunakan di berbagai cara.
8. Mengembangkan kuisioner dan test 3
Kuisioner 3 didesain untuk mendorong masukan proses Delphi
9. Analisis kuisioner 3
Analisa tahap ini mengikuti prosedur yang sama pada analisis kuisioner 2
10. Menyiapkan laporan akhir
c. Pada Tabel Analisis Input-Output Backward linkage dan indirect linkage adalah metode
identifikasi sector-sektor unggulan di suatu daerah, dimana backward linkage melakukan
identifikasi dengan memperhatikan dampak kebelakang dan forward linkage melakukan
identifikasi dengan memperhatikan dampak kedepan. Analisis diakukan dengan
memperhatikan sector unggulan, Jika pada sector, sebut saja sector i meningkatkan
produksinya maka terjadi peningkatanpermintaan terhadap input dari sektor-sektor
lainnya, hal ini sering disebut keterkaitan ke belakang (backward linkage). Suatu sektor
dengan nilai backward linkage lebih besar dibanding dengan sektor lainnya berarti
bahwa ekspansi dalam produksi sektor tersebut akan mengakibatkan dampak ekonomi
yang lebih besar bagi perekonomian, dalam arti menarik kegiatan produksi yang lebih
besar dalam menyediakan input bagi sektor i. Disisi lain, peningkatan
produksi sektor i juga mengakibatkan peningkatan penawaran bagi sektor
lainnya (forward linkage). Suatu sektor dengan nilai forward linkage yang
relatif besar akan mendorong sektor ekonomi lainnya yang menggunakan output sektor i
sebagai input produksinya untuk meningkatkan aktivitasnya.
Suatu sektor dikatakan sebagai sektor unggulan (Amir dan Nazara, 2005) jika memiliki
angka daya penyebaran (backward linkage) dan daya kepekaan (forward linkage) lebih
besar dari satu. Backward linkage menggambarkan hubungan antara suatu sektor
dengan input sektornya. Backward linkage merupakan suatu perhitungan untuk melihat
keterkaitan antara suatu sector dengan sektor input yang telah digunakan dalam proses
produksi. Forward linkage merupakan suatu perhitungan untuk melihat keterkaitan
antara suatu sektor dengan sektor lainnya yang akan memakainya sebagai input dalam
proses produksi.
d. Employment Multiplier Effect, Income Multiplier Effect dan Output Multiplier Effect
Multiplier effect merupakan suatu hal yang memberikan dampak mengembang atau
mengintensifkan, menggandakan (bersifat mengalikan), perubahan terhadap
employment multiplier effect dan income multiplier effect mempengarui output
multiflier effect.
Hal ini dapat terjadi dengan ilustrasi apabila terjadi peningkatan/penurunan dari
employment multiplier effect dapat mempengaruhi output multiflier effect, dalam hal ini
semakin banyak pertambahan / pengurangan dalam tenaga kerja yang memiliki

pekerjaan (employee) akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan suatu daerah, dalam
hal ini adalah output multiflier effect adalah terjadi pertambahan pada tingkat konsumsi
pada pasar dan juga penerimaan pajak penghasilan apabila employment multiflier effect
bertambah.
Demikian juga pada income multiflier effect yang bertambah akan berdampak positif
pada output multiflier effect dari sisi penerimaan pajak penghasilan yang bertambah
dan kecenderungan untuk melakukan tingkat konsumsi produk-produk sekunder dan
tersier.
e. Shadow Price : Shadow Price (harga bayangan) atau disebut juga Accounting Prices
dapat dianggap sebagai suatu penyesuaian yang dibuat oleh si penilai proyek terhadap
harga-harga pasar beberapa faktor produksi atau hasil produksi tertentu, berhubung
harga-harga pasar itu dianggap tidak mencerminkan/mengukur biaya atau nilai sosial
yang sebenarnya (social opportunity cost) dari unsur-unsur atau hasil produksi tersebut.
Shadow Price dari suatu produk atau faktor produksi merupakan social opportunity cost,
yaitu nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan alternatif yang
terbaik. Gagasan shadow price dikembangkan tahun 1950-an, dengan perhatian yang
terpusat pada masalah pengangguran di negara berkembang, baik pengangguran
terbuka maupun pengangguran terselubung (orang yang memang aktif mencari
penghasilan, tetapi produktivitasnya sangat rendah). Seorang pengangguran tidak
berproduksi, maka shadow wage yang sebenarnya sama dengan nol. Namun ada juga
yang mengasumsikan bahwa penggunaan tenaga kerja tak terdidik tidak mempunyai
opportunity cost.
Di perekonomian modern berhubungan erat dengan penciptaan kesempatan kerja
melalui kegiatan ekonomi. Artinya, yang menarik tenaga kerja untuk datang dari daerah
pedesaan dan menetap di kota atau lain daerah pembangunan bukannya tawaran
tempat kerja yang mantap, melainkan kemungkinan mendapat pekerjaan yang
memberikan tingkat pendapatan riil diatas tingkat yang dinikmati di pedesaan.
Penampungan tenaga kerja dalam proyek pembangunan, walaupun tenaga penganggur,
secara tidak langsung mempengaruhi tingkat produksi di pedesaan. Pengorbanan
produksi tersebut diambil sebagai social opportunity cost faktor produksi tenaga kerja
tak terdidik.
f.

Direct Linkage dan Indirect Linkage : Telah diketahui bahwa Multiplier effect merupakan
suatu hal yang memberikan dampak mengembang atau mengintensifkan,
menggandakan (bersifat mengalikan), multiflier effect antar masing-masing kategori
pengganda (contoh : employment multiflier effect, income multiflier effect, dan output
multiflier effect) ada yang mempengaruhi satu sama lainnya dengan pengaruh langsung
(direct effect) atau tidak langsung (indirect effect), sebagai contoh dapat digunakan
ilustrasi sebagai berikut :
Harga Batu Bara mengalami peningkatan sehingga memberikan peluang direct effect
dengan semakin banyaknya terbuka lapangan pekerjaan untuk produktifitas peningkatan
aktifitas pertambangan yang mengakibatkan peningkatan pada employment multiflier

effect, pada penerimaan pajak penghasilan otomatis akan mengalami peningkatan
karena semakin banyak lapangan kerja tercipta maka pendapatan Negara melalui pajak
penghasilan akan bertambah, peningkatan penerimaan pajak penghasilan ini merupakan
indirect effect / dampak tidak langsung dari peningkatan harga batu bara, namun bila
dilihat dari sisi employment multiflier effect yaitu peningkatan tenaga kerja memiliki
relasi berdampak langsung / direct effect pada peningkatan pajak penghasilan.
g. Kelebihan dan kekurangan dari analsis I-O :
Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan model I-O dalam perencanaan
pengembangan wilayah yaitu :
1. Model I-O dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional
ataupun perekonomian regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antar
sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor.
2. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan besarnya output dari setiap
sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya.
3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh
swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci.
4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam
model melalui perubahan koefisien teknik

Sedangkan kelemahan model I-O ini antara lain :
1. asumsi-asumsi yang agak restriktif
2. biaya pengumpulan data yang besar
3. Adanya hambatan-hambatan dalam mengembangkan model dinamik, yaitu :
a. biaya yang relatif besar dalam pengumpulan data;
b. Sulitnya mengumpulkan data pokok yang memadai dan
c. keterbatasan kemampuan teknis.
h. Pengganda Kesempatan Kerja (employment multiflier effect) Pada analisisnya Terbagi
menjadi dua tipe yaitu Tipe I dan Tipe II, Tipe I adalah adalah berdampak tidak langsung
sedangkan tipe II adalah berdampak tidak langsung dan terinduksi. Tipe I menghitung
dengan meliputi pada efek awal ditambah efek putaran pertama ditambah efek
dukungan industry yang hasilnya dibagi dengan efek awal, sedangkan pada Tipe II
menghitung dengan pada efek awal ditambah efek putaran pertama ditambah efek
dukungan industry ditambah efek induksi konsumsi yang hasilnya dibagi dengan efek
awal
i. Analisis IO adalah : suatu uraian statistik dalam bentuk matriks yang menggambarkan
transaksi penggunaan barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi. Sebagai metode
kuantitatif, analisis I-O yang dituangkan dalam Tabel I-O memberikan gambaran
menyeluruh tentang:
struktur perekonomian wilayah yang rnencakup output dan nilal tambah masing-masing
sektor, struktur input antara berupa transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor
sektor produksi, struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam
negeri (produksi sebuah daerah), maupun barang impor atau yang berasal dari daerah

lain, struktur permintaan barang dan jasa, meliputi permintaan oleh berbagai sektor
produksi di sebuah daerah dan permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor keluar
daerah tersebut.
Dalam penyusunan Tabel Input-Output itu sendiri, bagi pengguna, akan memberikan
gambaran tentang seberapa jauh konsistensi antar berbagai data yang digunakan. Oleh
karena itu penghayatan tentang proses tersebut bermanfaat untuk menilai mutu
keserasian data statistik dan kemungkinannya untuk melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dimasa yang akan datang.
Penyusunan model input-output ini harus memenuhi tiga asumsi, yaitu: (1) asumsi
homogenitas (suatu sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input
tunggal, dan tidak ada subtitusi otomatis antara berbagai sektor), (2) asumsi
proporsionalitas (dalam proses produksi hubungan antara input dengan output
merupakan fungsi linear), (3) asumsi aditivitas (efek total pelaksanaan produksi di
berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah). Dengan adanya
asumsi-asumsi tersebut, model input-output bersifat terbuka dan statis, artinya rasio
input-output tetap konstan sepanjang periode analisis. Produsen tidak dapat
menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Asumsi
tersebut juga mengisyaratkan penolakan adanya pengaruh perubahan teknologi ataupun
produktivitas.
Sedangkan model input output dinamis artinya rasio input-output berubah dan
diperbaharui sepanjang periode analisis. Produsen dapat menyesuaikan perubahanperubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Asumsi tersebut juga
mengisyaratkan bahwa model yang ada menerima adanya pengaruh perubahan
teknologi ataupun produktivitas.

6. Analisis IO
7. JAWAB :
A. Pemerintah daerah sebagai entrepreneur berarti pemerintah bertanggung jawab untuk
menjalankan suatu usaha bisnis di daerahnya. Dalam hal ini pemerintah bisa
mengembangkannya melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau bermitra dengan dunia
usaha swasta namun kegiatan usahanya tetap dalam pengendalian pemerintah daerah.
B. Munculnya peran Pemerintah Daerah sebagai Koordinator karena Kondisi ekonomi harus
dikendalikan dengan suatu kebijakan yang mengikat agar tidak terjadi kesenjangan dan
pembangunan ekonomi yang tidak merata. Dalam hal ini, pemerintah harus mampu menjadi
koordinator dalam pembangunan ekonomi di daerahnya melalui penetapan kebijakan-kebijakan
atau mengusulkan strategi-strategi pembangunan ekonomi yang komprehensif bagi kemajuan
daerahnya.

C. Pemerintah daerah dapat berperan sebagai fasilitator dengan cara mempercepat
pembangunan melalui perbaikan lingkungan perilaku atau budaya di masyarakat di daerahnya.
Hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan,
secara pengaturan penetapan tata ruang daerah yang lebih baik.
D. Pemerintah dapat berperan sebagai stimulan dalam penciptaan dan pengembangan usaha
melalui tindakan-tindakan ksusu yang dapat memengaruhi dunia usaha untuk masuk ke daerah
tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang telah ada tetap eksis berada di daerah
tersebut. Stimulus ini dapat dilakukan antara lain dengann pembuatan brosur-brosur
pembangunan kawasan industri, pembuatan outlet untuk produk-produk UMKM dan koperasi,
membantu UMKM dan koperasi untuk melakukan pameran, dan sebagainya.
8. Jawab :
ICOR = ∆K/∆Y
dimana
∆K = tambahan stok kapital (capital stock) / Tambahan Investasi yang diperlukan
∆Y = tambahan output atau pendapatan wilayah (PDRB)
Diketahui :
PDRB Awal = 357.000.000.000.000
Icor =3.7
Untuk mencari ∆Y maka perlu dipahami terlebih dahulu konsep Y , maka
Sehingga menghitung ∆Y adalah dengan carA memperhitungkan peningkatan konsumsi rumah
tangga dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang menjadi target / pertumbuhan ekonomi,
sehingga :
Pertumbuhan ekonomi = 3.25%
Pertumbuhan penduduk = 2.1%
Maka :
∆Y = (357.000.000.000.000 *3.25%) + (357.000.000.000.000 *2.1%)
= 19.099.500.000.000
ICOR = ∆K/∆Y …. (1)
∆K = ICOR * ∆Y …. (2)
= 3.7 *19.099.500.000.000
= 70.668.150.000.000
= 70,668150 T
Maka diperlukan pertambahan investasi sebesar 70,668150 T dari Investasi pada tahun
sebelumnya.
9.

JAWAB :

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah.

Dalam melakukan pembangunan, Indonesia mengenal suatu sistem yang mengatur pembangunan di
Indonesia, dengan ruang lingkup nasional maupun daerah yaitu, SPPN (Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional). SPPN ini tercantum dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004. Dalam rangka
realisasi Sistem Perencanaan Pembangunan dan Daerah ini, maka sudah sepatutnya memiliki sasaran
pokok yang ingin dicapai SPPN, jenis dokumen beserta mekanisme pelaksanaannya dan pastinya juga
ada permasalahan yang dihadapi. SPPN 2004 ini, dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki berbagai
kelemahan perencanaan pembangunan yang dirasakan di masa lalu.
Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam melakukan perencanaan pembangunan yaitu diantaranya
adanya egosektoral antara para aparat pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, yang
menyebabkan sulitnya koordinasi dalam penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan, dan juga
dapat memunculkan kurang optimalnya pelaksanaan proses pembangunan, serta tidak tepat sasaran
yang ingin dituju. Permasalahan lainnya seperti kurangnya sinkronisasi antara perencanaan dan
pengawasan sehingga menimbulkan ketidakselarasan antara apa yang dilaksanakan dengan apa yang
diharapkan, dengan waktu dan dana yang habis digunakan secara sia-sia, dan masih banyak lagi
permasalahan-permasalahan dalam mewujudkan perencanaan pembangunan di Indonesia.

Berikutnya, hal yang peru diperhatikan dalam merealisasikan SPPN, yaitu berupa sasaran pokok. Sasaran
pokok ini terdiri dari lima hal yaitu:

Meningkatkan keterpaduan dan sinergitas perencanaan antara pusat dan daerah serta antar
daerah.

Meningkatkan koordinasi antar pelaku pembangunan sehingga hasil yang diharapkan menjadi
lebih optimal


Meningkatkan keterpaduan antara perencanaan, pengaanggaran, pelaksanaan, dan pengawasan


Mengoptimalkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam penyusunan dan pelaksanaan
perencanaan pembangunan.


Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, dan adil.

Dalam proses perwujudan SPPN, terdapat lima dokumen yang dijadikan sebagai bukti nyata dari hasil
kegiatan perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya. Lima dokumen perencanaan tersebut yaitu,
- RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang)
- RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Mengengah)
- Renstra (Rencana Strategis)
- RKP (Rencana Kerja Pemerintah)

- Renja (Rencana Kerja Institusi).
Proses dan mekanisme penyusunan rencana pembangunan ada dua yaitu ada rencana pembangunan
nasional dan juga rencana pembangunan daerah. Pada dasarnya, mekanisme atau alur penyusunan
rencana pembangunan nasional dengan daerah sama, dan perbedaannya hanya terletak di lembaga yang
terlibat pada setiap tahapan perencanaan.
Berikut merupakan alur penyusunan rencana pembangunan yaitu:
A.

B.

C.

Menteri perencanaan pembangunan nasional dibantu
oleh BAPPENAS menyiapkan rancangan berupa konsep
awal RPJP Nasional, dan Kepala BAPPEDA menyiapkan
rancangan RPJP untuk daerahnya masing-masing.
Rancangan RPJP Nasional dan RPJP Daerah kemudian
dijadikan bahan utama bagi Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) jangka panjang. (dalam
Musrenbang diikutsertakan pemuka, tokoh masyarakat,
pemuka adat, cerdik pandai, LSM, dll) hal ini untuk
menyerap aspirasi masyarakat dalam memberikan
masukan.
Kemudian, rincian prosedur pelaksanaan
Musrenbang ini diatur lebih lanjut dalam surat edaran
Mendagri dan Menteri Perencanaan Pembangunan.
Reorientasi
perencanaan
pembangunan
daerah
merupakan salah satu solusi dalam pelaksanaan
perencanaan pembangunan daerah yang akan dilakukan
dalam era otonomi agar lebih terarah dan efisien.
Reorientasi tersebut berupa arah perencanaan, sistem,
kegiatan, serta kelembagaan perencanaan daerah. Dalam
reorientasi ini, sudah pastinya membutuhkan lembaga
perencanaan darah yang lebih bagus, kuat dan
berkualitas. Karena tuntutan kewenangan daerah dalam
mengelola kegiatan pembangunan daerah sudah semakin
besar. Dan keberhasilan reorientasi tersebut bergantung
pada kemampuan dan kualitas dari BAPPEDA (Badan
Perencanaan Pemerintah Daerah). Oleh karena itu
peranan BAPPEDA dalam hal ini, sangatlah penting.

10. JAWAB :

- Lingkungan Fisik sebagai sumberdaya perencanaan

Salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi dari investasi sektor
swasta adalah daya tarik atau amenity dari suaru daerah atau suatu kota, bentuk

daya tarik tersebut seperti kualitas hidup, sumber saya alam, kekayaan/keindahan
alam, varietas hasil bumi dan lain-lain yang sekiranya dapat dikembangkan oleh
pihak swasta untuk memperoleh keuntungan.
-

Lingkungan Regulasi sebagai sumberdaya Perencanaan
Adalah salah satu sumber daya berupa insentif dan kebijakan keuangan dari pemerintah
unutk mendukung proses pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, untuk menarik dan
mengembangkan dunia usaha didaerahnyta perlu penyederhanaan sistem regulasi.
Misalnya beberapa daerah belakangan ini menciptakan peningkatan kualitas pelayanan
seperti mempercepat proses perizinan, melakukan transparansi dan efisiensi proses
perizinan sehingga proses perizinan dapat menjadi lebih cepat, berbiaya murah, dan adil
bagi semua orang.

-

Lingkungan Attitudinal sebagai Sumberdaya Perencanaan
Adalah sumber daya pada suatu daerah terkait dengan sikap (attitude) dari masyarakat
suatu daerah, sebagai contoh bila masyarakat dalam suatu daerah lebih terbuka
terhadap bisnis, dan memiliki sikap yang positif dan berorientasi untuk melayani secara
profesional, maka daerah tersebut akan menjadi tujuan bagi pihak swasta untuk
mengembangkan bisnis dibidang jasa, sebaliknya jika dalam suatu daerah tersebut
penduduknya dikenal dengan anti bisnis dan bersikap kedaerahan secara primordial
dengan berpandangan sempit pada Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan tertentu saja
maka daerah tersebut akan kesulitan mengembang bisnis dan menerima investasi
ekspansi bisnis dari pengusaha luar daerah.

11. JAWAB :
Evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau
program. Evaluasi adalah sebuah penilaian yang seobyektif dan sesistematik mungkin terhadap
sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan.
Evaluasi menurut PP 39/2006, adalah Rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan
(input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar yang telah
ditetapkan. Masukan untuk perencanaan yang akan datang.
Menurut PP 39/2006, disebutkan bahwa Monitoring merupakan kegiatan rutin, sedang berjalan
dan internal, dipergunakan untuk mengumpulkan informasi terhadap keluaran, hasil dan
indikator yang akan dipergunakan untuk Mengevaluasi kinerja program. Evaluasi dilakukan
secara periodik dan berkala, menganalisis data yang telah diperoleh dari Monitoring untuk
memberikan penilaian atas pelaksanaan rencana, dan sebagai umpan balik periodik kepada
pemangku kepentingan utama.

Periodisasi Pelaksanaan Evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan, melalui tahapan sebagai
berikut:
a. Tahap Perencanaan (ex ante). Tahapan dilakukan sebelum ditetapkannya rencana
pembangunan, tahapan ini untuk melihat rasionalitas pilihan, target dan kesuaian antar
dokumen perencanaan.
b. Tahap Pelaksanaan (on going). Tahapan dilakukan saat pelaksanaan Kegiatan, tahapan ini
untuk menjamin kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
c. Tahap Pasca Pelaksanaan (ex post). Tahapan dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana
berakhir. Bertujuan untuk menilai pencapaian (keluaran/ hasil/ dampak) program
mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan, serta untuk menilai
efisiensi, efektivitas dan dampak terhadap sasaran), ataupun manfaat dari suatu
program.
Sehingga dapat disimpulkan pada dasarnya, evaluasi ialah suatu cara untuk menilai apakah suatu
kebijakan atau suatu program berjalan dengan baik atau tidak dengan memperhatikan ketiga
tahapan yang telah disebutkan diatas karena tiap tahap memiliki permasalahannya masingmaSING. Suatu evaluasi sangat diperlukan ketika ingin mengatasi sebuah permasalahan. Evaluasi
juga menjadi salah satu tingkatan dalam proses pengambilan kebijakan publik. Evaluasi itu
sendiri menjadi langkah akhir dalam proses pengambilan suatu kebijakan yang tentunya
kebijakan tersebut berdasar pada aktivitas sebelumnya. Oleh karenanya, evaluasi terhadap
kebijakan publik dipandang sebagai kegiatan fungsional karena semua elemen kebijakan
tersebut dari awal sampai terbentuknya kebijakan terus dievaluasi.
Evaluasi Proyek Pemerintah adalah evaluasi terhadap masing-masing proyek dan pada tahapantahapan yang terkandung didalamnya yang dimiliki dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk
melihat perkembangan kemajuan proyek dan tahapan didalamnya, dibandingkan dengan
rencana dari proyek pembangunan tersebut sudah sejauh mana perkembangannya, bila
menyimpang sejauh mana penyimpangan misalkan sebagai contoh pada proyek pembangunan
jalan, rencana selesai 100% dalam tempo 3 bulan. kemudian pada bulan ke 2 diadakan evaluasi
proyek, ternyata baru selesai 50 %, berarti ada penyimpangan keterlambatan sehingga dapat
dilakukan pengambilan keputusan agar proyek dapat berjalan dengan semestinya.
Sedangkan evaluasi pembangunan merupakan evaluasi dengan ruang lingkup yang lebih tinggi
lagi bila dibandingkan dengan evaluasi proyek pemerintah, karena rencana yang digunakan
bersifat lebih luas cakupannya, sebagai contoh pada Daerah terdapat 3 jenis Tahapan
Perencanaan yaitu Rencana Jangka Panjang biasanya memiliki durasi 10 hingga 20 tahun
dituangkan dalam dokumen RPJPD, Rencana Jangka Menengah dengan durasi umumnya 5 tahun
dituangkan dalam bentuk dokumen RPJMD, dan selanjutnya terdapat Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD) dalam 1 tahun anggaran yang dituangkan dalam RKPD dan
kesemuanya diderivasikan menjadi Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Rencana
Kerja SKPD yang didalamnya menjabarkan proyek, kegiatan, danprogram kerja yang akan dicapai.
Pada pelaksanaannya setiap lingkup rencana memiliki tahapan-tahapan untuk melaksanakan
evaluasi dan evaluasi tersebut masing-masing memiliki tahapan-tahapan (sebagaimana telah
disebutkan diatas yaitu ex ante, on going, dan ex post) dan mengacu pada Rencana yang
memiliki tingkatan lingkup lebih tinggi, sebagai contoh RPJMD dievaluasi perkembangannya

dengan mengacu pada rencana yang lebih tinggi yaitu pada RPJPD, demikian juga dengan RPJMD
yang lingkupnya lebih luas dari RKPD yang pada pelaksanaannya RPJMD menjadi dasar untuk
melaksanakan evaluasi terhadap RKPD dan proyek-proyek yang ada dalam RKPD tersebut.
Contoh Evaluasi Pembangunan pada Kabupaten X yang secara jangka panjang pada RPJPD nya
salah satunya memiliki target untuk menjadikan Kabupaten X sebagai Kabupaten yang
swasembada bahan pangannya sehingga tidak perlu membeli Beras, Jagung, dan daging dari
daerah lain dalam waktu 20 tahun, pada RPJMD kebutuhan swasembada bahan pangan tersebut
dibagi menjadi lebih spesifik yaitu pada 5 tahun pertama memfokuskan untuk swasembada
tersebut berjalan dengan prioritas terhadap beras, dan kemudian 15 tahun selanjutnya
difokuskan untuk mengembangkan jagung dan daging, berdasarkan RPJMPD pertama tersebut (5
tahun pertama swasembada beras) tersebut maka selanjutnya dirumuskan RKPD Pembangunan
sebanyak 5 RKPD untuk 5 tahun pertama tersebut dengan focus swasembada Beras dengan
rincian menggunakan indicator menjadikan 18 dari 21 Kecamatan sebagai Kecamatan Lumbung
Padi dalam 5 tahun pertama tersebut, selama pelaksanaan RPJMD tersebut dilaksanakan
evaluasi terhadap RKPD selama 5 tahun tersebut dengan mengacu pada RPJMD pertama, pada
titik krusial evaluasi pada Kabupaten X yaitu pada tahun ke-2 diharapkan sudah tercapai target 8
Kecamatan Lumbung beras, 2 Kecamatan Kebun Jagung, dan 1 Kecamatan Percontohan ternak
Sapi dan Kambing ternyata pada realisasi RKPD tahun ke-2 baru dapat diwujudkan 6 Kecamatan
Lumbung beras, 1 Kecamatan Kebun Jagung, dan 1 Kecamatan Percontohan ternak Kambing saja
maka dapat dilakukan pengambilan kebijakan strategis berdasarkan evaluasi pada titik krusial
tersebut sehingga RKPD pada tahun ke-3 dapat mengejar ketinggalan kekurangan yang ada.