Perencanaan Partisipatif dan Pembangunan harapan

TUGAS PRAKTIKUM 2
MATA KULIAH PERENCANAAN PARTISIPATIF
(TSL 565)

PERENCANAAN PARTISIPATIF
DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

OLEH :
ELY TRIWULAN DANI
NRP. A 156140041

ILMU PERENCANAAN WILAYAH
SEKOLAH PASCASARJANA, INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2015

0

PERENCANAAN PARTISIPATIF
DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Oleh Ely Triwulan Dani
A. Pembangunan Berkelanjutan

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan adalah adanya kesepakatan dan
kerjasama antara masyarakat dengan perencana, pemerintah dan pihak lain dalam
merencanakan, melaksanakan, membiayai perencanaan proyek atau pembangunan
serta mengawasi bersama-sama. Selanjutnya diharapkan adanya perubahan sosial
di masyarakat yang mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya. Perencanaan
partisipatif menjadi bagian penting dalam pembangunan.
Tujuan yang sekaligus menjadi tantangan utama dari pembangunan adalah
terpenuhinya kebutuhan dan aspirasi manusia. Menurut Mochtar Lubis dalam
Mahbub Ul Haq (1993), beberapa persyaratan agar manusia dikatakan sejahtera
adalah jika terpenuhinya pangan dan perumahan, pendidikan, kesehatan,
lingkungan, dan sebagainya. Sedangkan menurut World Commision on
Environment and Development (WCED) kebutuhan dasar utama bagi penduduk di
Negara berkembang antara lain pangan, sandang, papan dan pekerjaan sebagian
besar belum terpenuhi, selain itu mereka mempunyai impian dan harapan untuk
kehidupan yang lebih baik. Sedangkan pokok dari pembangunan berkelanjutan
adalah suatu proses perubahan yang di dalamnya eksploitasi sumberdaya, arah
investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan
semuanya dalam keadaan yang selaras serta meningkatkan potensi masa kini dan
masa depan untuk memenuhi tujuan dan tantangan pembangunan (WCED, 1988).
Seraca singkat dirumuskan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Agar kesadaran
akan kepedulian tersebut muncul, maka perlu memberikan titik tekan pada
pendidikan, pembangunan kelembagaan dan penegakan hukum. Untuk
mengembangkan keselarasan antarumat manusia serta antara manusia dan alam,
dapat dilakukan beberapa strategi antara lain dengan:
a) menggiatkan kembali pertumbuhan;
b) mengubah kualitas pertumbuhan;
c) memenuhi kebutuhan esensial berupa pekerjaan, pangan, energi, air dan
sanitasi;
d) memastikan dicapainya jumlah penduduk yang berlanjut;
e) menjaga kelestarian dan meningkatkan sumberdaya;
f) mereorientasikan teknologi dan mengelola risiko; serta
g) menggabungkan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan.
Pembangunan berkelanjutan yang selaras tersebut membutuhkan jaminan
dalam keseluruhan aspek, diantaranya sistem politik yang menjamin partisipasi
efektif masyarakat dalam pengambilan keputusan; sistem ekonomi yang mampu
menghasilkan surplus serta pengetahuan teknis berdasarkan kemampuan sendiri
1


dan bersifat berlanjut; sistem sosial yang memberi penyelesaian bagi keteganganketegangan yang muncul akibat pembangunan yang tidak selaras; sistem produksi
yang menghormati kewajiban untuk melestarikan ekologi bagi pembangunan;
sistem teknologi yang dapat menemukan terus-menerus jawaban-jawaban baru;
sistem internasional yang membantu perkembangan pola-pola perdagangan dan
keuangan yang berlanjut; dan sistem administrasi yang luwes dan mempunyai
kemampuan memperbaiki diri.
Selain membangun aspek ekonomi dan lingkungan, pembangunan
berkelanjutan juga harus mampu menempatkan faktor sosial dan kelembagaan
dalam kerangka politis dan program investasi untuk mendorong pembangunan yang
dilakukan dengan bentuk pengembangan dan pendampingan (Cernea, 1993).
Secara sosiologi, alat yang digunakan dalam mewujudkan pembangunan
berkelanjutan antara lain:
a) kumpulan konsep-konsep organisasi sosial yang membantu menjelaskan aksi
sosial, hubungan antar manusia, bentuk-bentuk kompleks, pengaturan
kelembagaannya, budaya, motif, rangsangan, nilai-nilai yang mengatur perilaku
antar manusia yang satu dengan lainnya serta dengan sumberdaya alamnya; dan
b) kumpulan teknik sosial yang tepat untuk mengawali koordinasi aksi sosial,
mencegah menurunnya sikap, membantu perkembangan asosiasi, keahlian
dalam pengaturan alternatif sosial dan mengembangkan modal sosial.
Kedua alat tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya perlindungan

sumberdaya alam dan meningkatkan kapasitas komunitas pedesaan.
Pembangunan berkelanjutan sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas
fungsi kelembagaan di suatu negara, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan erat
kaitannya dengan kelembagaan berkelanjutan, hal tersebut dinyatakan oleh
Brinkerhoff dan Goldsmith (1992). Pendekatan tersebut berawal dari bagaimana
bentuk keberlanjutan pembangunan dari sektor pertanian dan kesehatan dalam
pengembangan pedesaan. Fokus yang diangkat adalah :
1. Sistem yang berfungsi dalam hubungan menuju lingkungan mereka.
2. Organisasi dan kelola entitas yang mengatur struktur organisasi
danprosedur sejalan dengan kegiatan, produk, manusia, sumberdaya
dankonteksnya
3. Penyiapan khusus terkait dengan perubahan sumberdaya dimana hubungan
politik dan ekonomi terjalin untuk menciptakan pola-pola insentif dan
kekuatan.
Keberlanjutan kelembangaan tergantung dari beberapa pengaturan,
diantaranya: aliran output yang responsive (barang dan jasa bernilai tinggi dan
berkualitas); barang yang cost-effective; mekanisme perbaikan (organisasi dan
manajemen); dan aliran sumberdaya (biaya, investasi modal, sumberdaya manusia).
Pada dasarnya model pembangunan berkelanjutan dari sisi ekonomi, sosial
dan lingkungan secara bersamaan dalam tiga pilar pertumbuhan yang terus berputar

yang berkaitan satu sama lain. Ketiga sisi tersebut diilustrasikan pada Gambar 1.
2

Gambar 1. Model Pembangunan Berkelanjutan
(Sumber: www.google.com)

B. Kerangka Konseptual Perencanaan Partisipatif,
Berkelanjutan dan Kelembagaan Berkelanjutan

Pembangunan

Pergeseran paradigma yang berawal dari production centered development
kemudian bergeser menjadi people centered development telah menjadikan
manusia dan lingkungan sebagai aktor utama dalam perencanaan. Sehingga dalam
menyongsong pembangunan yang berkelanjutan dibutuhkan partisipasi dari semua
unsur yang berkepentingan/stakeholders dalam sebuah perencanaan partisipatif.
Hal tersebut tentunya harus didukung dengan sebuah kelembagaan yang
berkelanjutan.

Kelembagaan

Berkelanjutan

Perencanaan
Partisipatif
Pembangunan
Berkelanjutan
(Aspek Sosial,
Ekonomi,
Ekologi/Lingkungan)

Gambar 2. Konsep Perencanaan Pembangunan
3

Keberlanjutan kelembagaan tersebut merupakan strategi organisasi yang
memungkinkan mereka untuk memberikan kemampuan yang terbaik dalam
memanfaatkan lingkunganya. Brinkerhoff dan Goldsmith (1992) menyebutkan
beberapa ukuran dalam penentuan kelembagaan yang berkelanjutan antara lain:
partisipasi stakeholders; kinerja yang baik; kompleksitas; dan sistem hukum.
Hubungan antara perencanaan partisipatif, pembangunan berkelanjutan, dan
kelembagaan berkelanjutan dalam sebuah perencanaan pembangunan diilustrasikan

pada Gambar 2. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan sangat
bergantung kepada keberlanjutan kelembagaan dengan pendekatan perencanaan
partsipatif yang melibatkan stakeholders dengan strategi-strategi tertentu. Ketiga
komponen tersebut merupakan sebuah proses yang saling bersinergi satu sama lain,
semakin aktif salah satu komponen bergerak, maka komponen lain akan ikut
bergerak.
C. Pembahasan Studi Kasus
Studi kasus yang dianalisa dalam tugas ini adalah tulisan dari Andelissa Nur
Imran dengan judul “Identifikasi Kapasitas Komunitas Lokal dalam Pemanfaatan
Potensi Ekowisata bagi Pengembangan Ekowisata di Kawah Cibuni” sebuah artikel
yang bersumber dari Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 23 No. 2, Agustus
2012, hlm. 85 – 102. Tulisan tersebut dianalisa dengan indikator pembangunan
berkelanjutan dan kelembagaan berkelanjutan yang diambil dari bahan kuliah,
berikut matrik hasil analisis studi kasus:
Tabel 1. Matriks Analisa dengan Indikator Pembangunan Berkelanjutan
No.
1

Indikator
Pembangunan

Berkelanjutan
Equity

2

Property
Right

3

Cultural
Competence

Analisa dalam Tulisan
 Bagian utama yang paling penting dari ekowisata adalah pelestarian
lingkungan dan budaya lokal.
 Pelestarian lingkungan mencakup sumber daya alam yang terdapat
didalamnya, sedangkan pelestarian budaya lokal mencakup tradisi
dan adat istiadat yang sudah dipegang komunitas tersebut dari awal.
Hal ini lah yang dimaksud upaya konservasi di dalam ekowisata.

 Pelestarian lingkungan di Kawah Cibuni diterapkan kepada anggota
komunitas itu sendiri dan wisatawan.
 Upaya pelestarian lingkungan dan budaya lokal juga membutuhkan
dukungan wisatawan, karena bagaimanapun juga wisatawan
merupakan bagian penting dalam kegiatan wisata.
 Pelibatan komunitas lokal dalam proses perencanaan,
pengembangan, dan pengelolaan kawasan wisata erat kaitannya
dengan konsep ekowisata dan sekaligus dapat membantu
meningkatkan kesejahteraan komunitas lokal.
 Kapasitas komunitas yang dimiliki warga Kawah Cibuni sudah
cukup mampu untuk ikut serta dalam pengembangan kawasan
ekowisata di Kawah Cibuni. Mereka memiliki modal dasar yang

4

No.

Indikator
Pembangunan
Berkelanjutan


Analisa dalam Tulisan








4

Empowerment

5

Partitipation

dapat digunakan dalam membantu pengembangan ekowisata di
Kawah Cibuni.

Mereka juga masih memerlukan pengetahuan lebih mengenai
ekowisata untuk mendukung pengelolaan kawasan wisata.
Nilai-nilai konservasi ditanamkan kepada komunitas lokal dilakukan
dengan cara ikut menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan,
kemudian mencegah adanya kerusakan lingkungan akibat kegiatan
wisata.
Upaya pelestarian lingkungan dilakukan melalui penanaman nilainilai konservasi yang dilakukan oleh komunitas lokal melalui
interaksi langsung yang terjadi di antara keduanya.
Mereka mempunyai keinginan kuat untuk membuat sebuah
cinderamata khas dari Kawah Cibuni. Mereka sadar dengan modal
yang dimilikinya, akan tetapi hal ini masih terkendala oleh minimnya
pengetahuan dan keterampilan serta belum adanya dukungan
finansial yang kuat dari pengelola wisata.
Salah satu upaya yang dilakukan pengelola adalah memberikan
pemahaman dan pengetahuan mengenai pariwisata kepada
komunitas lokal di Kawah Cibuni. Komunitas lokal diberikan
pendidikan mengenai cara menjadi guide (pemandu) dan pengelolaa
kawasan wisata.

 Komunitas tersebut tidak memiliki keterampilan khusus untuk
membuat cinderamata.
 Adanya kunjungan wisatawan dapat membuat daerah mereka
menjadi lebih dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu juga
memberikan dampak positif bagi mereka seperti, menambah
pendapatan dari hasil berjualan di warung dan tempat penitipan
motor.
 Upaya lain yang melibatkan komunitas lokal adalah memberikan
kesempatan kepada mereka untuk membuka sumber pengasilan baru
dari kegiatan wisata, seperti membuka warung dan penitipan motor.
 Walaupun hanya beberapa warga yang terlibat, tapi dengan begitu
sedikit demi sedikit dapat menambah pendapatan warga.
 Selain itu, pengelola juga menyerahkan penjagaan tiket masuk
kepada warga.
 Salah satu peran komunitas adalah melakukan kegiatan konservasi.
 Kegiatan membersihkan lingkungan rutin dilakukan oleh komunitas
setiap seminggu sekali, terutama ketika tempat tersebut ramai oleh
wisatawan.
 Pembersihan lingkungan ini dilakukan sendiri oleh anggota
komunitas tanpa bantuan dari pemerintah setempat maupun
pengelola wisata.
 Bentuk dukungan lain yang diberikan oleh komunitas adalah
membantu pengelola dalam penataan lingkungan demi keindahan
lingkungan bagi kegiatan pariwisata di tempat tersebut.

5

Tabel 2. Matriks Analisa dengan Indikator Kelembagaan Berkelanjutan
No.
1

Indikator
Kelembagaan
Berkelanjutan
Participation

2

Good
Governance

3

Performance

4

Complexity

5

Deterioration

Tertuang dalam Tulisan
 Namun secara keseluruhan, komunitas lokal mendukung adanya
kegiatan wisata di Kawah Cibuni
 Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan mereka dalam menjaga lingkungan
Kawah Cibuni agar tetap alami dan menjaga keaslian budaya lokal di
sana sebagai salah satu bentuk untuk upaya mereka untuk tetap menjaga
daya tarik wisata di Kawah Cibuni.
 Komunitas lokal masih menggunakan dana mereka masing-masing untuk
melakukan kegiatan konservasi di Kawah Cibuni
 Pengadaan fasilitas pendukung wisata dilakukan sendiri oleh komunitas
lokal tersebut, seperti menyediakan tempat sampah, membangun
mushola dan toilet umum, serta mendirikan warung
 Kegiatan pembangunan wisata ini tentunya melibatkan komunitas lokal
karena mereka sudah menghuni tempat tersebut sejak dulu.
 Keinginan para anggota komunitas lokal untuk terlibat dalam
pengembangan ekowisata di Kawah Cibuni cukup besar. Hal ini
diperlihatkan dengan adanya keramah-tamahan dari komunitas lokal
disana dalam menerima tamu.
 Dukungan dari komunitas lokal juga diperlihatkan dengan kesadaran dan
tanggung jawab mereka dalam memelihara lingkungan di sekitarnya.
 Dalam beberapa kesempatan, mereka sering diundang untuk mengikuti
musyawarah yang sering diadakan oleh Kantor Desa.
 Akan tetapi belum semuanya dilibatkan dalam pengambilan keputusan
karena proses pengambilan keputusan di daerah tersebut hanya
melibatkan orang-orang yang mempunyai peran penting, seperti tokoh
masyarakat atau pejabat di Desa tersebut.
 Proses penyaluran informasi untuk komunitas lokal Kawah Cibuni
melalui ketua RT. Apabila ada informasi penting mengenai sesuatu,
Ketua RT yang datang sendiri ke Kawah Cibuni untuk menyampaikan
informasi tersebut.
 Selama ini, Kawah Cibuni belum mendapatkan pengelolaan khusus dari
pengelola wisatanya, sehingga membuat komunitas tersebut terjun
langsung dalam mengelola kawasan tersebut.
 Kegiatan belum didukung oleh finansial yang mencukupi
 Mereka juga menyediakan tempat untuk menginap bagi para wisatawan
yang ingin bermalam di Kawah Cibuni
 Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Kawah Cibuni akhirnya
membuat pengelola wisata mulai berpikir untuk memfokuskan
pembangunan kegiatan wisata di Kawah Cibuni.
 Pemilik kawasan perkebunan adalah PTPN VIII Agrowisata.
 Pihak Desa juga pernah mengadakan penarikan inspirasi bagi warganya,
akan tetapi yang terkait dengan pengembangan pariwisata belum
dijalankan. Hal ini disebabkan pemerintah tidak mempunyai wewenang
untuk mengelola kawasan pariwisata di sana.
6

Dari matriks analisa tersebut dapat disimpulkan untuk pembangunan
berkelanjutan semua indikator ditemukan dalam tulisan, sedangkan dalam
kelembagaan berkelanjutan tidak ditemukan indikasi penurunan /kemerosotan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa partisipasi komunitas lokal dalam
pemanfaatan potensi dan pengembangan ekowisata di kawah Cibuni sangat baik,
terbukti dalam peran serta aktif mereka dalam mengelola secara mandiri wisata di
kawah tersebut, dengan kearifan lokal yang mereka miliki. Pengelola wisata kawah
Cibuni belum memberikan pengelolaan khusus terhadap wilayah tersebut, sehingga
komunitas lockal berinisiatif mengelola sendiri dengan cara mereka. Partisipasi dari
pemerintah dalam pengembangan ekowisata bisa dibilang sangat kurang, hal ini
wajar karena pemilik kawasan perkebunan adalah PTPN VIII Agrowisata bukan
pemerintah, sehingga pemerintah setempat tidak dapat mengelola kawasan tersebut,
akibatnya masyarakat tidak mendapat dukungan finansial dari pemerintah
melainkan dengan cara swadaya.

PUSTAKA
Brinkerhoff, Derick W. and Goldsmith, Arthur A. 1992. Promoting the
Sustainability of Develoment Institutions : A Framework for Strategy.
World Development, Vol. 20(3): Pp 369 – 383. Pergamon Press plc, Great
Britain.
Cernea, Michael M. 1993. The Sociologist’s Approach to Sustainable Development
in making Development Sustainable : From Concept to Action.
Environmentally Sustainable Development Occasional, Paper series No. 2
The World Bank, Washington DC.
Imran, Andelissa Nur. 2012. Identifikasi Kapasitas Komunitas Lokal dalam
Pemanfaatan Potensi Ekowisata bagi Pengembangan Ekowisata di Kawah
Cibuni. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 23 No, 2 Agustus 2012,
hlm. 85-102.
Ul Haq, Mahbub. 1983. Tirai Kemiskinan. Tantangan-tantangan untuk Dunia
Ketiga . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
World Commission on Environtment and Development (WCED). 1998. Hari Depan
Kita Bersama . PT. Gramedia, Jakarta.

7