Manajemen dan Perbaikan Proses pengolahan

MANAJEMEN MUTU TERPADU
KELOMPOK 3 : MANAJEMEN PROSES dan STRATEGI
PERBAIKAN

DOSEN PENGAMPU: UMI RACHMAH DAMAYANTI
A/VI/MANAJEMEN

DISUSUN OLEH:

NURUL ATIKA 145210717
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2017

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya
sehingga makalah ini bisa diselesaikan dan penulis bisa melakukan makalah tanpa adanya
kendala satu apapun saat membuat makalah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
pihak – pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis saat melakukan penelitian :

1. Kepada orang tua kami yang tidak berhenti nya mendoakan kami siang dan malam
agar segala yang saya kerjakan tidak mengalami hambatan.
2. Kepada dosen pengasuh, ibuk Umi Rachmah Damayanti yang telah mengajarkan agar
mempunyai kemampuan mengenal lebih dalam lagi mengenai manajeme operasi jasa
ini.
3. Dan kepada semua yang diluar sana yang senantiasa menadahkan tangan untuk
mendoakan agar segala yang di kerjakan saya tidak terasa sulit dan selalu memberikan
dukungan nya kepada penulis
Penulis menyadari banyaknya kekurangan yang ada dalam makalah ini baik dari tata
bahasa, penulisan yang perlu diperbaiki. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat
diperlukan agar makalah yang akan dibuat selanjutnya bisa diperbaiki dan bisa mendekati
sempurna. Dan penulis juga berharap agar makalah ini bisa memberikan lagi tambahan
wawasan kepada pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

i|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I. PEDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
2.1. MATERI ............................................................................................................... 2
2.2. CONTOH KASUS............................................................................................... 26
2.3. PENYELESAIAN KASUS ................................................................................. 27
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 28
3.1. KESIMPULAN................................................................................................... 28
3.3. DAFTARPUSTAKA .......................................................................................... 29

ii | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Dalam perkembangan zaman, dibutuhkan perusahaan yang pintar dalam melihat
peluang bisnis yang sedang bersaing sangat ketat seiring perkembangannya. Bagi suatu
perusahaan yang menginginkan bisnisnya tetap berjalan dan berkompetisi dengan perusahaan
lain, maka dibutuhkan suatu produk dari perusahaan mereka yang berkualitas, dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan dan tidak menegcewakan konsumen.

Bagi konsumen, produk yang berkualitas itu, ialah produk yang bisa digunakan sesuai
kebutuhan, sesuai keinginan dan sesuai dengan ermintaa, bagi perusahaan yang tidak jeli
dengan permintaan tersebut maka, akan berakibat fatal. Karena semakin banyaknya produk
yang sejenis yang diproduksi dan lebih memperdulikan keinginan para konsumen yang
datang. Konsumen yang semakin pintar dalam memilih produk yang akan digunakannya pun
bisa membuat perusahaan semakin ketat bersaing.
Semakin ketatnya persaingan yang ada, maka dibutuhkan kualitas yang memadai pada
produk tersebut, dan perlunya perencanaan kualitas yang baik, serta melakukan perbaikan
kualitas secara terus menerus. Jika kegiatan ini dilakukan atau diterapkan dalam suatu
perusahaan, maka perusahaan tersebut bisa menjadi kuat apabila diselingi dengan peduli
terhadap pendapat dan keinginan konsumen, kecil kemungkinan perusuhaan tersebut tidak
bisa bersaing di pasar.

1|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

BAB II
PEMBAHASAN
MANAJEMEN PROSES
DAN
STRATEGI PERBAIKAN PROSES


II.1. Definisi tentang Proses dan Manajemen Proses
Suatu proses dapat definisikan sebagai integrasi sekuensial dari orang, material,metode, dan
mesin atau peralatan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk
pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui
sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi.
Terdapat empat kelompok orang yang terlibat dalam operasi dan perbaikan proses
yaitu:
1. Pelanggan (custemer)  pelanggan adalah orang yang akan menggunakan output
secara langsung atau orang yang akan menggunakan output itu sebagi input dalam
peoses kerja mereka.

2. Kelompok Kerja (work group) kelompok kerja adalah orang-orng yang ekerja
dalam proses untuk menghasilkan dan menyerahkan output yang diinginkan itu.

3. Pemasok (supplier)  pemasok adalah orang yang memberikan input ke dalam
proses kerja. Orang-orang yang bekerja dalam proses pada kenyataannya merupakan
pelanggan dan pemasok.

4. Pemilik (ouner)  pemilik adalah orang yang bertanggung jawab untuk operasi dari

proses dan untuk perbaikan proses itu.
Seperti diketahui, pelanggan adalah orang yang mendefinisiskan output yang
diinginkan dari peroses. Hal ini diperoleh melalui dua kategori informasi yang mengalir dari
pelanggan kekelompok kerja. Kategori pertama dari informasi adalah kebutuhan pelanggan

 yang merupakan suatu deskripsi dari apa yang diinginkan, dibutuhkan, atau dibutuhkan
oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan ini akan mendikte apa yang harus dihasilkan dan
diserahkan oleh proses.

2|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

Kategori kedua dari informasi adalah umpan balik  yaitu suatu keterangan tentang baik
atau buruknya suatu output yang diserahkan dalam perbandingannya dengan ekspektasi
pelanggan. Umpan balik itu berupa signal utama untuk perbaikan proses pada operasi yang
akan datang. Aliran informasi dan produk dengan pemasok kelihatan sebagai suatu cermin
image dan proses yang digunakan untuk menghubungkan kelompok kerja dengan
pelanggannya.
Konsep dengan manajemen proses berkaitan dengan perbaikan kualitas. Gabriel Pall
(1967) mengidentifikasikan enam proses yang peling penting untuk manjemen proses yaitu:
a. Kepemilikan  menugaskan tanggung jawab untuk desain, oprasi dan perbaikan

proses.

b. Perencanaan  mendekatkan suatu pendekatan terstruktur dan terdisplin untuk
mengerti, mendefinisiskan, dan mendokumentasikan semua komponen utama dalam
proses dan hubungan antar-komponen utama itu.

c. Pengendalian  menjamin efektivitas, dimana semua output dapat diperkirakan dan
konsisten dengan ekspektasi pelanggan.

d. Pengukuran  memetakan performansi atribut terhadap kebutuhan pelanggan dan
menetapkan kriteria untuk akurasi, presisi dan frekuensi perolehan data.

e. Pembaharuan atau Peningkatan  meningkatkan efektivitas dari proses melalui
perbaikan-perbaikan yang diidentifikasi secara tetap.

f. Optimisasi  meningkatkan efisiensi dan produktifitas melalui perbaikan-perbaikan
yang diidentifikasi secara tetap.
Keenam komponen diatas merupakan landasan untuk keberhasilan manajemen dari suatu
keberhasilan proses apa saja. Komponen-komponen itu dibutuhkan untuk proses kerja yang
menghasilkan dan menyerahkan produk kepelanggan untuk proses yang menspesifikasikan

kebutuhan dan kepuasan sepanjang rantai pelanggan-pemasok, dan untuk proses yang
mendukung pekerja dalam pekerjaan mereka.
Setiap

organisasi

dapat

mengidentifikasi

proses

kunci

yang

mempengaruhi

keberhasilannya. Kita dapat menggunkaan enam pertanyaan berikut untuk membantu dalam
mengidentifikasi proses kunci yang memiliki damapak terbesar pada pelanggan, yaitu:


3|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

1. Produk apa yang terpenting bagi pelanggan?
2. Proses apa yang menghasilkan produk ini?
3. Komponen atau faktor kunci apa yang merangsang tindakan dalam organisasi, dan
proses apa yang mengkonversi atau mengubah rangsangan ini menjadi output.
4. Proses mana yang memiliki visibilitay tertinggi dengan pelanggan?
5. Proses mana yang memiliki dampak terbesar terhadap standar performansi yang
dikendalikan oleh pelanggan?
6. Berdasarkan data performansi, proses maan yang memiliki potensi terbesar untuk
perbaikan?
Apabila proses kunci telah dapat teridentifikasi, perbaikan sistematik dan terus menerus
dapat dimulai. Jawaban terhadap keenam pertanyaan diatas bisa saja berbeda utnuk setiap
organisasi, tergantung pada aktivitas bisnis yang dilakukan. Sebagai contoh Xerox
mendefinisikan 66 proses kuci dalam 10 area utama yang dibagi dalam fungsi langsung
dan fungsi pendukung. Lima area proses kunci yang termasuk fungsi langsung dari Xerox
adalah : finansial management, physical asset management, bussenis management,
information technology application, and human resource managemen.


II.3. Langkah-Langkah Perbaikan Proses
Tenner dan DeToro (1992) mengemukakan suatu model perbaikan proses yang terdiri
dari enam langkah , sebagai berikut:
Langkah 1 : Mendifinisikan Masalah dalam Konteks Proses
Model perbaikan proses dimulai dari penetapan atau spesifikasi sistem mana yang
terlibat, agar usaha-usaha dapat berfokus pada proses, bukan pada output. Aktivitas spesifik
dalam langkah 1 ini adalah:

 Mendefinisikan output.

 Mendefinisikan pelanggan.

 Definisi kebutuhan pelanggan.

 Identifikasi proses yang menghasilkan output ini.
 Identifikasipemilik proses.

4|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

Langkah 2: Identifikasi dan Dokumentasi Proses

Diagram alit merupakan alat yang umum digunakan untuk mendeskripsikan proses.
Pembuatan diagram alir dari proses akan memungkinkan kita untuk melakukan empat
aktivitas perbaikan berikut:
 Mengidentifikasi peserta dalam proses, berdasarkan nama, proses atau organisasi.

 Memberikan kepada semua peserta dalam proses suatu pemahaman umum tetang
semua langkah dalam proses dan peranan individual mereka.

 Mengidentifikasi inefisiensi, pemborosan, dan langkah-langkah redundant (berlebihan
atau tidak perlu) dalam proses.

 Menawarkan suatu kerangka kerja untuk mendefinisikan pengukuran proses.
Proses yang telah didefinisikan harus didokumentasikan secara baik agar dapat
dipergunakan sebagi bahan informasi yang berguna dalam perbaikan proses secara terus
menerus.
Langkah 3: Mengukur Performansi
Pengukuran performansi dimaksudkan untuk dapat mengkuantifikasikan bagaimana baik
atau jelek suatu sistem sedang berjalan atau beroprasi. Ukuran-ukuran performansi harus
didefinisikan dan dievaluasi dalam konteks ekspektasi pelanggan. Dengan kata lain stiap
ukuran performansi yang digunakan harus mengacu pada tiga tingkat, yaitu: proses, output

dan outcome. Ukuran-ukuran proses mendefinisikan aktivitas, variiabel dan oprasi dari proses
kerjaitu sendiri. Ukuran-ukuran output mendefinisikan features spesifik, nilai-nilai, dan
atribut dari setiap produk yang dapat diuji dari dua sisi. Sisi petama, berkaitan dengan
karakteristeik output yang diinginkan oleh pelanggan (kebutuhan pelanggan). Dan sis kedua,
yaitu karakteristik outputyang secara aktual diserahkan oleh proses (kapabilitas proses).
Kebutuhan pelanggan sering disebut sebagai suara dari pelanggan, sedangkan kapabilitas
proses sering disebut sebagai suara dari proses. Ukuran-ukuran outcome mendefinisikan
dampak absolut dari proses dan ergantung pada keputusan pelanggan. Dengan demikian
kepuasan pelanggan merupakan ukuran kunci dari outcome.

5|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

Langkah 4: Memahami Mengapa Suatu Masalah dalam Konteks Prses Terjadi
Ketiadaan data menimbulkan kesulitan untuk memahami mengapa suatu sistem
berjalan seperti itu, sehingga performansinya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masalah
adalah deviasi atau penyimpanganyang terjadi antar performansi yang diharapkan (sasaran)
dan performansi aktual. Contoh pernyataan masalah: “Mesin produk M tidak pernah mampu
memproduksi lebih dari 70% dari desain kapasitasnya”. Untuk memahami mengapa suatu
masalah terjadi dan agar langkah-langkah ke arah perbaikan proses efketif dan efisisen, kita
dpat mengajukan tiga petanyaan dasar berikut:
 Apa yang menjadi area utama (masalah utama) dalam proses itu?
 Apa yang menjadi akar penyebab terjadinya masalah itu?
 Apa yang merupakan sumber variasi dari proses itu?

Pertanyaan pertama dapat dijawab dengan menggunakan prinsip Pareto yang
menyatakan bahwa sekitar 80% dari masalah disebabkan oleh 20% dari penyebab Vilfredo
Preto, seprang ahli ekonomi Italia pada abad ke-19 menemukan bahwa bagian terbesar dari
kesejahteraan dimiliki oleh beberapa orang saja, sehingga menimbulkan maldistribusi dari
kesejahteraan (maldistribution of wealth). Kunci perbaikan proses pertama kali adalah
mengidentifikasi area utama (masalah utama) dan memerlukan perhatian pada masalah
utama.
Pertanyaan kedua dpat dijawab dengan diagram sebab akibat (cause-and-effect diagram)
atau bertanya mengapa lima kali (five whys).
Kaoru Ishikawa, seorang pakar kualitas berkebangsaan Jepang, menyatakan bahwa
tanda pertama dari maslah adalah gejala (symtoms), bukan penyebab (causes). Karena itu,
perlu dipahami apa penyebab (root causes). Suatu contoh yang menunjukan perbedaan
anatara gejala, penyebab, dan akar penyebab ditunjukan dalam Tabel II.1.

6|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

Tabel II.1. Pebedaan Antara Gejala, Penyebab, dan Akar Penyebab
Tingkat

Observasi

Tindakan

Hasil (outcome)

Gejala

Mobil tidak hidup
(mogok)

Memanggil
kendaraan derek

Penyebab

Aki tidak berfungsi

Mengganti aki mobil

Akar penyebab

Perawatan preventif
tidak dilakukan
secara tepat

Implementasi
perawatan mobil
sesuai dengan saran
pabrik

Mengeluarkan
biaya sebesar
Rp200.000
Tiba terlambat
ditempat tujuan
Mobil tidak pernah
mogok (masalah
hilang)

Bertanya mengapa lima kali (atau lebih) akan mengarah kita untuk sampai pada akara
penyebab masalah, sehingga tindakan yang sesuai pada akar penyebab masalah yang
ditemukan itu akan menghilangkan masalah. Contoh penggunaan alat bertanya kenapa lima
kali (five whys) ditunjukan pada Tabel II.2 dan Tabel II.3.
Tabel II.2 Bertanya Mengapa Lima Kali untuk Menemukan Akar Penyebab Masalah
(Observasi Penjualan Menurun)
NO

Bertanya Mengapa

1

Mengapa penjualan menurun
sebesar 12% dalam kuartal
pertama?
Mengapa kita menjual lebih
sedikit prodik?
Mengapa biaya untuk ikalan
berkurang 25%?
Mengapa proposal anggaran tidak
diterima tepat waktu?
Mengapa manajer periklanan
tidak ada?

2
3
4
5

Jawaban
Sebab kita menjual lebih sedikit
produk sedangkan harga tetap
Sebab biaya untuk iklan berkurang
sebesar 25%
sebab proposal anggaran yang diminta
tidak diterima tepat waktu
Sebab manajer periklanan tidak ada
Sebab posisi tidak ditempati sejak
depertemen perikalanan dibuka dua
bulan yang lalu

7|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

Dari Tabel II.2 kita mengetahui bahwa akar penyebab masalah menurunnya penjualan
adalah posisi manajer periklanan belum ditempati, sehingga tndakan yang efektif adalah
menempatkan atau mengangkat manajer periklanan agar menempati posisi pada depertemen
periklanan itu.
Tabel II.3 Pertanyaan Mengapa Lima Kali untuk Menentukan Akar Penyebab Masalah
(ObservasiMesin sering Macet)
No

Bertanya Mengapa

1.

Mengapa mesin sering macet?

2.

Mengapa bahan terlalu besar?

3.

Mengapa pemberian minyak
pelumas tidak cukup

4.

Mengapa popa penyalur minyak
pelumas tidak bekerja dengan
baik?

5.

Mengapa sumbu pompa tidak
berfungsi?

Jawaban

Sebab skring sering putus karena
bahan terlalu besar.
Sebab pemberian minyak pelumas
tidak cukup.
Sebab pompa penyalur minyak
pelumas tidak bekerja dengan
baik.
Sebab sumbu pompa tidak
berfungsi.

Sebab minyak pelumas kotor
masuk kedalamnya

Dari Tabel II.3 diketahui bahwa akar penyebab masalah kemacetan mesin adalah
masuknya minyak pelumas kotor kedalam pompa utu, sehingga tindakan yang efektif adalah
memasang saringan (filter) pada pompa pemberi pelumas.
Untuk menjawab pertanyaan ketiga (yaitu, apa yang merupakan sumber variasi dari
proses itu?) kita perlu memahami jeni-jenis variasi yang ada. Dr. Deming seorang pakar
kualitas berkebangsaan Amerika Sarikat menyatakan bahwa semua variasi adalah penyebab
dan bahwa penyebab bisa diklasifikasikan kedalam penyebab umum dan penyebab khusus.
Pada dasarnya variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem shingga menimbulkan
perbedaan dalam kualitas pada produk yang sama. Terdapat dua sumber atau penyebab
tibulnya variasi, yaitu:

8|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

1. Penyebab umum  adalah faktor-faktor didalam sistem atau yang melekat pada
proses operasi yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya.
Penyebab umum menimbulkan variasi acak dalam batas-batas yang dapat
diperkirakan, dan sering disebut juga sebgai penyebab acak atau penyebab sistem.

2. Penyebab khusus  adalah kejadian-kejadian diluar sistem yang empengaruhi variasi
dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber darai faktor sperti: manusia,
peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus ini dpat
diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi
memilikipengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga enimbulkan variasi.
Penentuan tindakan koreksi untuk mengendalikan variasi membutuhkan pengetahuan
terhadap jenis variasi diatas, karena tindakan yang tepat untuk meperkcil variasi itu akan
berbeda menurut jenis variasi yang ada. Penyebab umum hanya dapat diselesaikan melalui
perbaikan mendasar pada sistemyang ada, sedangkan penyebab khusus diselesaikan dengan
menghilangkan sumber variasiyang dapat diidentifikasi itu. Setelah penyebab khusus
diidentifikasi, variasi tersisa yang melekat pada sistem dapat digolongkan sebgai penyebabpenyebab umum. Disamping pemahaman terhadap jenis-jenis variasi diatas, perlu pula
diketahui analisis kapabilitas proses agar Langkah 4 yaitu memahami mengapa suatu masalah
dalam konteks proses terjadi dapat diselesaikan dengan baik. Pada dasarnya analisis
kapabilitas proses didefinisikan dengan membandingkan range dari variasi terhadap
spesifikasi atau kebutuhan pelanggan.
Langkah 5: Mengembangkan dan Menguji Ide-Ide
Empat langkah terdahulu (langkah 1 sampai 4) membangun kerangka dasar untuk
memahami dimensi kritis dari proses, dengan jalan mengidentifikasi proses kunci mengukur
bagaiman baik atau jelek proses itu beroprasi, dan memahami mengapa proses itu beroprasi
dengan cara nya sendiri sehingga menimbulkan masalah. Keempat langkah itu membantu kita
untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab dan masalah utama. Pengembangan ide-ide untuk
perbaikan proses harus ditujukan langsung pada akar penyebab masalah utama.
Pengembanagn ide-ide untuk perbaikan proses dimulai pada langkah kelima. Ide-ide untuk
perbaikan proses harus ditujukan langsung pada penyebab akar masalah. Agar ide-ide yang
dipilih untuk perbaikan proses itu efektif, ide-ide itu perlu diuji terlebih dahulu sebelum
diimplementasikan.

9|Manajemen Proses dan Strategi Perbaikan Proses

Eksperimentasi dari ide-ide itu akan membantu menghindarkan kegagalan ketika ide-ide
tersebut diimplementasikan dalam proses. Dengan demikian langkah 5 ini berusaha untuk
mengembangkan dan menguji ide-ide untuk perbaikan proses melalui suatu eksperimentasi,
sebelum ide-ide terpilih itu diimplementasikan.
Langkah 6: Implentasi Solusi dan Evaluasi
Langkah keenam dalam model perbaikan proses ini dimulai dengan perencanaan dan
implemntasi perbaikan-perbaikan yang diidentifikasi dan diuji dalam langkah 5. Langkah 6
melanjutkan untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari proses yang diperbaiki itu.
Informasi yang diperoleh kemudian dijadikan umpan balik untuk melaksanakan perbaikan
proses selanjutnya, sehingga akan diperoleh suatu perbaikan proses secara terus menerus.
Gambar II.1 memvisualsasikan keenam langkah dalam mmodel perbaikan proses diatas.

Langkah 1:
Definisi Masalah

Langkah 2:
Identifikasi dan Dokumentasi Proses

Langkah 3:
Mengukur Performansi

Langkah 4:
Memahami Mengapa?

Langkah 5:
Mengembangkan dan Menguji Ide-Ide

Langkah 6:
Implemntasi Solusi dan Evaluasi

10 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

II.4. Perbaikan Proses pada Perusahaan Fokopi Xerox
Proses perbaikan kualitas yang diimplementasikan oleh Xerox tidak mengacu tepat
pada salah satu pemikiran atau pandangan pada manajemen kualitas terpadu(TQM), tetapi
lebih banyak berdasarkan proses dari perusahaan Xerox itu sendiri sehingga telah dikenal
seperti model Xerox. Dasar dari proses Xerox adalah mengidentifikasi kebutuhan pelnaggan
dan melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk memenuhi kebutuhan pelanggan itu.
Keberhasilan Xerox dalam memenuhi sasarn usaha perbaikan kualitas telah membawanya
menjadi usaha Amerika pertama yang meraih kembali pangsa pasar perusahaan-perusahaan
pesaing dari Jepang. Tanpa bantuan proteksi tarif dan tanpa bantuan pemerintah lainnya.
Proses perbaikan kualitas yang dilakukan oleh Xerox dibangun berdasarkan premis
bahwa semua pekerja adalah pemasok produk kepelanggan, yaitu salah satu pelanggan
internal atau eksternal. Setiap pekerja harus mampu mengidentifikasi dan memiliki respons
pada kebutuhan pelanggan. Hal ini dicapai melalui perencanaan, pengorganisasian, dan
pemantauan kualitas. Dengan demikian perbaikan kualitas model Xerox terdiri dari tiga tahap
kunci yaitu,: perencanaan, pengorganisasian, dan pemantauan kualitas.
Proses perencanaan kualitas membutuhkan identifikasi proses yang mempengaruhi
pelanggan dan karakteristik kualitas yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Karakteristik kualitas harus diterjemahkan kedalam spesifikasi teknik untuk pemasok yang
diidentifikasi secara operasional. Penyelesaian dari tahap ini memberikan spesifikasi teknik
untuk produk yang didasarkan pada kebutuhan pelanggan.

11 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

Identifikasi output

Umpan balik

Identifikasi Pelanggan

Identifikasi Kebutuhan Pelangan

Menerjemahkan Kebutuhan Kedalam Spesifikasi
Pemasok

Identifikasi Langkah-Langkah dalam Proses

Memilih Pengukuran

Menentukan Kapabilita Proses

Apakah proses mampu
menhasilkan output?

Tidak

YA

Menghas
ilkan
Output

Keluar ke proses kerja
Pemantauan Kualitas

Solusi
Masalah

Evaluasi hasil

Apakah ada
masalah

YA

Solusi
Masalah

Tidak
Siklus ulang

12 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

Proses

pengotganisasian

kualitas

membutuhkan

formulasi,

standarisasi

dan

penyebaran melalui peltihan tentang metode-metode untuk mentranformasikan spesifikasi
teknik yang dibutuhkan oleh pelanggan. Karakteristik kulaitas yang dibutuhkan untuk
memantau metode ini harus diidentifikasi dan didefinisikan secara operasional. Terakhir,
suatu analisis harus dibuat untuk menentukan kapabilitas proses.
Proses pemantauan kualitas membutuhkan studi dari metode-metode yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sebagaimana dipantau melalui karakteristik kualitas.
Tujuan dari studi ini adalah menemukan kesempatan untuk perbaikan atau inovasi dari
metode yang dipergunakan, serta menganalisis dan mengimplementasikan perubahanperubahan terhadap metode untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Metode yang
dipergunakan harus ditentukan kapabilitasnya agar metode itu benar-benar efektif, sehingga
usaha perbaikan dapat difokuskan pada proses lain.
Proses perbaikan kualitas (quality improvement process = QIP) memberikan kepada
pekerja Xerox suatu alat untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan dan merancang metode-metode untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
ini.
Proses perbaikan kualitas model Xerox ditunjukan dalam Gambar II.2. dari Gambar
II.2 tampak bahwa apabila terjadi masalah dalam proses Xerox, masalah itu harus
diselesaikan. Dalam menyelesaikan masalah ini, Xerox mengembangkan suatu model yang
dikenal sebagai model proses penyelesaian masalah (problem solving process, PSP) model
Psp dari Xerox terdiri dari enam langkah, yaitu:



Identifikasi dan Memilih Masalah  suatu tim perbaikan kualitas mengembangkan
suatu masalah yang dipahami secara jelas oleh semua anggota tim.

Analisis Maslah  Anggota tim menganalisis masalah dan mengidentifikasi
penyebab kunci. Langkah ini mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data




untuk mendokumentasikan penyebab-penyebab masalah.

Membangkitkan Solusi Potensial  Anggota tim menentukan semua solusi potensial
tahap masalah.

Memilih dan Merencanakan Solusi  Anggota tim memilih solusi terbaik dari

berbagai solusi potensial yang ada, serta menyusun rencana untuk melaksanakannya.

13 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s



Menerapkan Solusi  Anggota tim menggunakan solusi itu pada suatu basis
percobaan dengan bantuan orang-orang lain yang bukan dari tim perbaikan kualitas.
Langkah ini meliputi koordinasi, penugasan, pemantauan, dan pengukuran rencana
itu.



Menilai Solusi  Anggota tim mengevaluasi efektivitas dari solusi dan melaporkan
temuan-temuan mereka kepada manajemen. Sebagai tambahan pertanyaan-pertanyaan
berikut perlu dijawab: Apakah masalah itu akan dapat diselesaikan? Apakah muncul
suatu maslah baru.

Prose solusi ,asalah model Xerox dilanjutkan dalam Gambar II.3.

1
Identifikasi
dan Seleksi
Masalah

6
Evaluasi
Solusi
5
Implementasi
Sosial

Proses
Solusi
Masala

4
Seleksi dan
Perencanaan
Solusi

2
Analisis
Masalah

3
Membagikan
Solusi
Potensial

Gambar II.3. Proses Solusi Masalah Model Xerox

14 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

II.5. Perbaikan Proses pada Perusahaan Mobil Ford
Ford Motor Company merupakan salah satu perusahaan otomotif yang secara terus
menerus memperbaiki proses guna meningkatkan daya saing dalam industri otomotif.
Program keunggulan kualitas terpadu (Total Quality Excellence = TQE) merupakan salah
satu program Ford yang menjadi landasan membangun dan menetapkan kebutuhan untuk
meningkatkan proses. Menurut manajemen Ford: “semua pekerjaan yang dilakukan adalah
bagian dari suatu proses yang menciptakan produk untuk pelanggan”, serta “keunggulan
kualitas berkelanjutan memerlukan proses terus menerus”.
Manajemen Ford memandang bahwa segala sesuatu yang dikerjakan dalam perusahaan
adalah bagian dari proses, baik dalam metode-metode bisnis maupun sistem-sistem oprasi.
Setiap orang bekerja dalam proses dan mempengaruhi proses itu.
Proses bervariasi dari kecil dan sederhana samapai besar dan kompleks. Pada dasarnya
suatu proses adalah sekumpulan aktivitas kerja yang salaing berhubungan guna
mentransformasikan sumber-sumber input menjadi produk untuk pelanggan. Proses yang
besar dapat mencangkup keseluruhan organisasi atau depertemen fungsional, terdiri dari
banyak sub-proses, dan biasanya memiliki lebih dari satu pelanggan. Berdasarkan pandangan
ini, perusahaan Ford merupakan suatu jaringan kerja dari pro-ses (network of process).
Peningkatan proses dilakukan secra terukur denagan menggunakan pendekatan
sistematik untuk menjamin bahwa proses memberikan produk yang memenuhi atau melebihi
kebutuhan dan keinginan pelanggan sepanjang waktu, dengan efisisensi yang tinggi.
Peningkatan proses dari Ford memiliki atribut konseptual dan operasional. Secara konseptual,
peningkatan proses adalah perluasan logis dari mission, Values and Guiding Principle
(MVGP) dan Total Quality Excellence (TQE). Petunjuk bagi manajemen Ford ditunjukan
oleh MVGP, dan merupakan pernyataan yang ditetapkan sebagai pendekatan inti dari
perusahaan terus menerus dalam kualitas, yang berfokus pelanggan dan melibatkan semua
orang. Pernyataan dari MVGP ford adalah:
 “our mission is to improve continually our products and service to meet our
cutomers’ needs”

 “Quality come first”

 “Cutomers are the focus of everithing we do”

 “Continuous improvement is essential to our success”

15 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

 “employee improvement is our why of life
Total Quality Exellence (TQE) Ford diturunkan dari landasan MVGP diatas, yang
dipakai untuk meningkatkan proses. Pernyataan TQE Ford adalah:

 “All work that is done...is part of proccess that creates a product or service for a
customer”

 “sustained quality excellence continuous proccess improvement”
Pendekatan proses secara konseptual yang merupakan perluasan logis dari MVGP dan
TQE, dengan berfokus pada untilisasi sumber daya manusia secara efektif, dan bertujuan
untuk perbaikan terus menerus dalam kualaitas, kepuasn pelanggan, dan efisiensi. Medel
perbaikan terus menerus memberikan suatu cara untuk memvisualisasikan aspek-aspek
kunci dari proses perbaikan, seperti: suara dari pelanggan dan suar dari proses yang
digunakan untuk menfokuskan suatu usaha perbaikan. Metodologi perbaikan proses dari
Ford terdiri dari tujuh tahap yaitu:
Tahap 1: Identifikasi Kesempatan  Proses diidentifikasi, ditetapkan prioritas, dan
dipilih berdasarkan potensi mereka terhadap isu-isu strategis. Etode-metode
benchmarking,

strategi

bisnis,

riset

pasar

dan

lainnya

digunakan

untuk

mengidentifikasi kesempatan dan menentukan sasaran untuk besaran perubahan.
Tahap 2: Definisi Ruang Lingkup: batas-batas proses terpilih dtetapkan, dan
kemampuan mengelola studi proses dinilai. Pihak-pihak dalam proses diidentifikasi
dan dilibatkan, serta suatu tim lintas fungsional ditetapkan dengan anggota-anggota
yang memiliki pengetahuan dari elemen-elemen spesifik dalam proses. Kemudia
dikembangkan suatu rencana kerja pendahuluan.
Tahap 3: analisis proses: Aliran dari proses dipetakan, yang merefleksikan input,
output, dan interaksi antara elemen-elemen signifikan dari proses itu. Metode statistik
digunakan untuk memahami perilaku dari proses yang ada, termasuk perbedaan yang
ada antara suara dari pelanggan dan suara dari proses.
Tahap

4:

Memikirkan

perubahan-perubahan

untuk

meningkatkan

proses:

Berdasarkan pemahaman atas perubahan-perubahan yang ditetapkan terahadap proses
yang ungkin mencangkup pencitaan proses baru – diajukan suatu perubahan.

16 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

Perubahan-perubahan ini mencangkup penghilanagn aktivitas-aktivitas yang tidak memiliki
nilai tambah, maupun membuat perubahan yang akan meningkatkan kepuasan pelanggan,
yang dihasilkan dari peningkatan kualitas, efisiensi dan penhematan waktu proses.
Tahap 5:

Memulai dan Menguji Perubahan-perubahan yang Diajukan: Satu

atau lebih alternatif dipilih sebagai proyek “percobaan”, selanjutnya indikatorindikator pengukuran yang relevan untuk mengukur perbaikan proses ditetapkan. Data
dikumpulkan dari proyek percobaan itu, dan berdasarkan analisis data, suatu
keputusan dibuat untuk memulai tahap omplementasi (tahap 6) atau kembali ketahap
awal dan mengembangkan kembali proses yang berbeda.
Tahap 6:

Implementasi Perubahan-Perubahan: Faktor-faktor lain yang mungkin

mempengaruhi proses baru harus dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum sampai
pada penerapan dala skala penuh. Selama tahap implementasi ini, pengukuran dan
pengendalian terus dilakukan.
Tahap 7:

Peningkatan atau Perbaikan Proses Terus Menerus: Suatu disiplin

manajemen harus ditetapkan untuk menjamin peninjauan ulang secara periodik
terhdap proses, dan memprioritaskan usaha-usaha perbaikan berikutnya secara terus
menerus.
Keterlibatan manajemen FORD dalam perbaikan proses dimulai dari manajemen puncak
melalui penetapan sasaran bisnisdan identifikasi isu-isi strategis lainnya. Berlandasan pada
basis ini, manajemen dapat memfokuskan perhatian pada proses-proses utuk menyelesaikan
kembali isu-isu yang ada dan tidak sesuai dengan sasaran bisnis, serta berusaha untuk
meningkatkan performansinya. Langkah-langkah kunci disini, adalah:
Mengidentifikasi proses dengan dampak terbesar pada isu-isu strategis yang telah
ditetapkan oleh manajemen puncak FORD
Memprioritaskan dan memilih proses untuk perbaikan berdasarkan pada
keseimbanagan antara kesempatan perbaikan dan kemampuan manajemen yang
dibutuhkan.
Menetapkan tim kerja yang memiliki pengetahuan dari proses, serta memberikan
pelatihan yang diperlukan agar menjamin keterampilan yang dimiliki dalam
perbaikan proses.

17 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

Efektivitas dari suatu perbaikan proses berdasarkan pendekatan manajemen Ford
adalah tergantung pada pelaksanaan secara tepat dari peranan sponsor, stakeholder, dan
pemimpin proyek. Peranan-peranan ini diisi oleh individu yang berbeda, tetapi dapat bekerja
sama dan saling membantu,serta tergantung pada ukuran atau kompleksitas dari proses dan
keterampilan partisipan dan perbaikan proses itu. Peranan masing-masing individu
manajemen proses Ford itu dedefinisikan sebagai berikut:
Sponsor  orang-orang yang memiliki hak, tanggung jawab dan kewenangan
terbesar untuk menjamin bahwa usaha perbaikan proses akan berhasil. Biasanya yang
ditunjuk sebagai sponsor adalah anggota-anggota manajemen yang telah diidentifikasi
memiliki kesmpatan potensial untuk perbaikan dan diasumsikan bertanggung jawab
untuk mencapai perbaikan itu.

Stakeholder  bawahan dari sponsor dalam organisasi yang sama atau organisasi
lain, yang memiliki suatu hak penting dalam proses fungsional silang, dan tanpa

dukungan mereka usaha-usaha perbaikan akan gagal.

Pemimpin Proyek  Orang-orang yang mengelola usaha-usaha tim perbaikan dan
pada umumnya ditunjukan oleh sponsor. Seorang pimpinan proyek akan memberikan
petunjuk tentang penerapan dan metdologi perbaikan proses dan melayani sebagai
suatu jaringan komunikasi sebagai sponsor dan tim. Hubungan antara sponsor,
stakeholder,pemimpin proyek dan anggota tim dalam perbaikan proses dari Ford
ditunjukan dalam Gambar II.4

18 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

Fungsi Sponsor:
Menetapkan Prioritas
Menunjuk Pemimpin
Memperjuangkan Usaha

Tujuan
Organisasi

Fungsi Stakeholder
Menyiapkan Sumber daya
Menyetujui Perubahan
Proses

Tujuan
Organisasi A

Tujuan
Organisasi B

Sasaran Perbaikan
Proses

Sponsor/
Stakeholder

Stakeholder

Stakeholder

Stakeholder

Pemimpin
Proyek

Anggota
Team

Anggota
Team
Anggota
Team

Anggota
Team

Perbaikan Proses
Fungsi Pemimpin Proyek
Mengelola Team
Melatih Team
19 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s
Menyarankan Stakeholders

Fungsi Anggota Team
Memberikan Pengetahuan dari
Proses
Melakukan Studi Proses

Dari Gambar II.4 tampak bahwa semua usaha dalam perbaikan proses harus mengacu
pada tujuan organisasional dan sasaran perbaikan proses yang ditetapkan oleh sponsor.
Proses untuk implementasi perbaikan proses diatas yang sekaligus mencangkup
integrasi dari rencana-rencana pelatihan dapat diringkas sebagai berikut:
1. Kelompok manajemen senior, seperti: komite operasional atau kepala devisi,
mengidentifikasi isu-isu strategis dari organisasi sebagai bagian dari pengembangan
rencana bisnis.
2. Studi-studi yang berkaitan dengan perbaikan proses spesifik diidentifikasi dan
dierikan prioritas berdasarkan pada dampak proses itu terhadap strategi dan isu-isu
bisnis.
3. Kelompok manajemen menjadwaalkan dan mengikuti seminar eksekutif dan
membantu memperjelas dan merumuskan iplementasi strategi-strategi untuk
perbaikan proses, termasuk studi-studi yang diidentifikasi oleh sponsor dan
stakeholder.
4. Untuk setiap studi, sponsor memilih seorang pemimpin proyek perbaikan proses dan
mungkin seorang Fasilitator, untuk mengikuti suatu pelatihan yang mendalam tentang
keterampilan kepemimpinan.
5. Sponsor dan pemimpin proyek, bersama-sama dengan stakeholder yang lain
membangun suatu tim proyek fungsional silang.
6. Dengan menggunakan metodologi perbaikan proses, pemimpin proyek memberi
petunjuk dan melatih anggota tim pada setiap tahap dari usaha perbaikan. Bantuan
awal dari pelatihan tim dan penerapan metodologi perbaikan proses tersedia untuk
tim-tim Ford melalui pusat pelatihan dan pendidikan kualitas Ford.
7. Sepanjang waktu, manajemen menilai kemajuan proses serta mendifinisikan kembali
periorits-prioritas perbaikan dan memberikan pengaruh yang tepat.
8. Bagian operasi dan pemasok-pemasok Ford dapat menggunakan pengalamanpengalaman mereka dalam perbaikan proses untuk mengembangkan pelatihan internal
dan kapabilitas konsultasi.

20 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

II.6. Model Perbaikan Kualitas Berorientasi Proses
Dr. Dougles Montgomey pada tahun 1990 mengemukakan suatu model yang disebut
sebagai Model Perbaikan Kualitas Prosees Bisnis (Business Proccess Quality Improvement =
BPQI) seperti ditunjukan pada Gambar II.5.

INPUT

AKTIVITA
S

OUTPUT

PEMASO

PELANGGAN

PENGUKURAN
PENGUJIAN
DAN
EVALUASI

IDENTIFIKASI
KECACATAN

Menghilangkan
Penyebab
Kecacatan

MENGEMBANGKAN
TINDAKAN
KOREKTIF

CACAT

AKAR
PENYEBAB

ANALISIS
PENYEBAB
KECACATAN

Dan Gambar II.5 tampak bahwa model perbaaikan proses bisnis mengkaji keseluruhan
rantai pemasok-pelanggan, dimana suatu kebutuhan dari pelanggan merupakan mmasukan
bagi idurtri untuk diteruskan kepada pemasok. Pengeluaran dilakukan pada keseluruhan
sistem, dimana apabila ditemukan ada kecacatan atau kegagalan, kegagalan atau kecacatan
itu harus diidentifikasi, untuk seterusnya dianalisis akibat kecacatan atau kegagalan yang
terjadi dalam proses secara keseluruhan. Hasil temuan berupa akar penyebab kegagalan atau
kecacatan itu selanjutnnya harus dihilangkan melalui pengembangan tindakan korektif. Pada
akhirnya tindakan pengujian dan evaluasi harus dilakukan untuk menguji dan mengevaluasi
apakah tindakan korektif yang dilakukan ini telah efektif menghilangkan penyebab
kegagalan.

21 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

William J. Latzko pada tahun 1986 mengemukakan suatu metode perbaikan
terstruktur yang dinamakan sistem pengukuran kualitas (Quality Measuring System = QSM).
Berdasarkan konsep utama Sistem Pengkuran Kualitas dari Latzko itu, Woerner (1995)
mengembangkan suatu manajemen proses terstruktur seperti dikemukakan dalam Gambar
II.6
Dari Gambar II.6 tampak bahwa para peserta yang terlibat dalam manajemen proses
terstruktur adalah:
Sponsor adalah eksekutif yang mempunyai tanggung jawab atau proses secara
menyeluruh, yang biasanya berasal dari manajemen puncak.
Koordinator adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk memuluskan aliran
proses.
Pemilik proses adalah orang yang secara langsung bertanggung jawab untuk proses
yang akan dianalisis.
Kelompok penasihat manajemen adalah manajer yang terlibat dalam proses yang
sedang dianaalisis.
Tim adalah orang-orang kunci dari area yang dipelajari dalam proses, serta mereka
yang memberikan kontribusi, seperti wakil dari depertemen terkait.
PESERTA

Koordinator
Sponsor
Pemilik Proses
+ visi
perusahaan
+ Kebijakan
kualitas
+ Peinsip
kualitas
+ Strategi
kualitas

Koordinator
Sponsor
Pemilik
Proses
Sponsor
KPM
Koordinator
Team
KPM
Koordinator
Team

TINDAKAN

LANGKAH

HASIL

Kesempatan Perbaikan
Terpilih

IDENTIFIKASI
PROSES

1

PEMILIHAN
TEAM

2

Tim dan Kelompok Penasehat
manajemen terpilih . draft Batasbatas Proses dan Tujuan Team

PENETAPAN
RUANG LINGKUP
DAN TUJUAN

3

Batas-batasProses dan
Tujuan Team Disetujui

IDENTIFIKASI
KELEMAHAN
PROSES

4

Aliran Proses Diperbaiki, Daftar
Kelemahan dalam Urutan
Kepentingan, Pengelompokan dan
Validasi kelemahan

Pengembangan, Rekomendasi,
PENGEMBANGAN
KPM
Koordinator, dengan pemimpin Team
22 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S tDAN
r a t e g i P e r b5 a i k a n P r o s e s
Koordinator
untuk untuk mecari umpan balik dari
REKOMENDASI
Team
KPM. Team Menyimpan Laporan
Manajemen

Sponsor
KPM
Koordinator
Pemilik Proses
Koordinator
Team

Sponsor
KPM
Koordinator
Team

Pemilik Proses

PERSETUJUAN

Persetujuan
Implementasi
Rekomendasi

6

PENGEMBANGAN
RENCANA
KUALITAS

7

Rencana Kualitas Berupa
Standar dan Pengukuran Proses
dan Kepuasan Pelanggan

PRESENTASI
RENCANA
KUALITAS

8

Rencana Kualitas Siap
Diimplimentasikan

9

Laporan Kemajuan Kepada
Sponsor, KPM, Team, dan
Koordinator

IMPLEMENTASI DAN
PEMANTAUAN
KEMAJUAN

UMPAN BALIK
PROSES

Perbaikan
Terus-Menerus

Gambar II.6. Model Manajemen Proses Terstruktur
Tim tergantung pada kompleksitas dari proses yang sedang dikaji, yang biasanya
berkisarantara enam sampai delapan orang. Diperlukan komitmen manajemen untuk
mengizinkan anggota tim menggunakan waktu mengikut pertemuan-pertemuan dan
memberdayakan peserta dengan pengetahuan yang relevan dalam perbaikan proses itu.
Dalam Gambar II.6 tampak bahwa model manajemen proses terstruktur memiliki
sembilan langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi Proses. Koordinator mengatur pertemuan dengan sponsor yang
merupakan stakeholder utama, dan pemilik proses untuk membahas topik-topik
berikut:
 Menjabarkan prosedur yang harus diikuti
 Mendiskusikan ruang lingkup tujuan-tujuan
 Menjabarkan tugas-tugas tim, termasuk menetukan ruang lingkup dan tujuan,
mendokumentasikanaliran proses, validasi kelemahan-kelemahan kunci dapat
dapat ditanggulangi, dan terakhir mengembangkan suatu rencana kualitas yang
akan digunakan oleh pemilik proses sebagai petunjuk untuk perbaikan proses.
2. Pemilihan Tim. Jika sponsor telah menyetujui untuk melaksanakan perbaikan proses,
peserta laindipilih dan pertemuan-pertemuan dijadwalkan.
3. Penetapan Ruang Lingkup dan Tujuan. Suatu pertemuan yang dihadiri oleh semua
peserta dalam perbaikan proses dilakukan untuk menetapkan ruang lingkup dan
tujuan-tujuan perbaikan proses.

23 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

4. Identifikasi Kelemahan Proses. Tim, pemilik proses, dan koordinator bertemu untuk
meninjau ulang aliran proses agar menjadi benar dan menjamin bahwa telah tercipta
pemahaman yang lengkap diantara semua peserta tentang proses tersebut.
5. Pengembangan Rekomendasi untuk perbaikan proses. Tim, pemilik proses, dan
koordinator mengembangkan rekomendasi-rekomendasi dengan memperhatikan biaya
yang dikeluarkan dan manfaat yang akan diperoleh.
6. Memporoleh Persetujuan. Selanjutnya diselenggara pertemuan yang dihadirkan oleh
semua peserta perbaikan proses untuk mendiskusikan rekomendasi-rekomendasi, dan
memperoleh persetujuan dari sponsor untuk mengimplementasikan rekomendasirekomendasikan itu.
7. Pembangunan Rencana Kualitas. Pada langkah ini pemilik proses – dengan bantuan
koordinator dan tim – mengembangkan rencana-rencana tindakan untuk
melaksanakan rekomendasi-rekomendasi yang telah disetujui bersama itu.
II.7. Rekayasa Ulang Proses Bisnis
Rekayasa ulang proses bisnis merupakansimplifikasi proses bisnis untuk memenuhi
permintaan kontemporer dari konsumen akan kualitas produk, pelayanan, fleksibilitas, dan
ongkos yang rendah.
II.8. Rekayasa Ulang Proses Bisnis pada Perusahaan Jhonson & Jhonson
Sebelum membahas rekayasa ulang proses bisnis (BPR) pada perusahan jhonson &
jhonson, perlu dikemukakan filosofi manajemen proses yang dianutoleh perusahaan jhonson
& jhonson sebagai berikut:
 Manajemen proses memungkinkan suatu penilaian berfokus pada pelanggan dari nilai
tambah aktivitas yang dilakukan.
 Manajemen proses memperjelas kepemilikan dan tanggung jawab untuk proses bisnis.
 Manajemen proses berlandaskan pada pengukuran siklus waktu.
Langkah-langkah BPR dari perusahaan Jhonson & Jhonson sebagai berikut:
1. Dokumentasi proses sekarang. Berkaitan dengan ruang lingkup besesrta batas-batas
proses, dan aktivitas kerja selama ini. Alat yang dipergunakan dalam
mendokumentasikan proses bisnis adalah diagram alir, yang menjelaskan langkaahlangkah kerja sekarang, aliran dan waktu yang membutuhkan untuk setiap langkah
kerja dalam proses itu.
2. Identifikasi kebutuhan pelanggan. langkah kedua dari model BPR Jhonson & Jhonson
adalah mengidentifikasi kebutuhann pelanggan melalui mendefinisikan suara mereka
dan menyesuaikan dengan spesifikasi performansi proses. “Suara pelanggan”
merupakan kebutuhan dan ekspektasi dari pelanggan, baik pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal.

24 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

3. Analisis proses. Analisis proses dalam model BPR Jhonson & Jhonson digunakan
untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian dalam proses dengan kebutuhan pelanggan.
Hal-hal yang tidak sesuai diidentifikasikan dan diurut berdasarkan urutan
kepentingan, dampak terhadap performansi proses secara keseluruhan , dan
bagaimana ketidaksesuaian itu dapat dihilangkan dengan cara termudah.
4. Pengembangan tindakan korektif. Langkah keempat dalam model BPR dari
perusahaan Jhonson & Jhonson adalah pengembangan tindakan korektif. Langkah ini
digunakan untuk mengidentifikasi alat penyebab ketidaksesuaian yang terjadi dalam
proses itu.
Mengingat pentingnya penggunaan alat diagram sebab akibat pada langkah ini, akan
dikemukakan bentuk umum dari program sebab akibat atau sering disebut juga sebagai
“diagram tulang ikan” atau “diagram ishikawa” sasuai dengan naa Prof. Kaoru Ishikawa dari
jepang yang memperkenalkan diagram ini.
Diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yng memungkinkan dilakukan
suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah,
kesesuaian, dan kesenjangan yang ada. Diagram ini dapat digunakan pada situasi dimana: (1)
terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan brain storming untuk diidentifikasi
mengapa suatu masalah terjadi, (2) diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu
masalah, dan (3) terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat.
Bentuk umum diagram sebab akibat ditunjukan pada Gambar II.10

Manusia

Pengukuran

Metode

Pertanyaan
Masalah?

Material

Mesin

Lingkungan

25 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

CONTOH KASUS
Analisis strategi peningkatan kualitas pelayanan total pada Restoran Sunda di Bogor
(Studi kasus Warung Makan Bu Djojo)
Apabila dilihat dari segi bisnis, restoran di Kota Bogor hingga saat ini diyakini
sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi yang memiliki prospek cukup bagus. Hal tersebut
dapat dilihat dari perkembangan jumlah restoran atau rumah makan di Kota Bogor yang
cenderung meningkat tiap tahunnya. Hal ini menyebabkan tingkat persaingan bisnis restoran
di Kota Bogor saat ini semakin tinggi. Semakin ketatnya persaingan pada bisnis restoran di
Kota Bogor, menuntut setiap restoran untuk berusaha keras meningkatkan kualitas produk
dan kualitas pelayanan kepada konsumen agar mampu mempertahankan eksistensinya. Salah
satu restoran sunda yang berada di Kota Bogor yang mengalami penurunan kinerja bisnis
yaitu Warung Makan Bu Djojo (WMBD). Sebelumnya WMBD pernah menjadi market
leader dalam usaha bisnis restoran sunda yang ada di Kota Bogor. WMBD menjadi salah satu
restoran sunda favorite dan sempat berkembang pesat ditengah persaingan bisnis restoran
sunda lainnya yang berada di wilayah kota Bogor. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini
WMBD mengalami kondisi yang relatif sepi pelanggan. Penelitian tentang peningkatan
kualitas pelayanan total ini bertujuan untuk, mengidentifikasi atribut-atribut yang
berpengaruh terhadap kepuasan konsumen secara umum berdasarkan konsep bauran
pemasaran jasa, menganalisis kesenjangan kualitas pelayanan total antara keinginan
konsumen secara umum dengan pelayanan yang tersedia menurut konsumen di WMBD, serta
menyusun rekomendasi kepada WMBD dalam peningkatan kualitas pelayanan total.
Penelitian ini dilaksanakan di WMBD yang berlokasi di Jalan Baru Kedung Badak Bogor dan
informasi yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder.
Penarikan sampel dilakukan secara Convenience Sampling.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis statistika
dekriptif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa atribut-atribut bauran pemasaran jasa
sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan total yang diberikan oleh sebuah rumah
makan. Bauran pemasaran jasa tersebut meliputi, tempat (place), produk (product), harga
(price), promosi (promotion), tenaga kerja (people), proses (process), dan bukti fisik
(physical evidence) . Penerapan bauran pemasaran jasa di WMBD menunjukkan bahwa dari
ketujuh atribut tersebut masih ada beberapa atribut yang belum terpenuhi dengan baik sesuai
dengan apa yang diharapkan konsumen pada WMBD.

26 | M a n a j e m e n P r o s e s d a n S t r a t e g i P e r b a i k a n P r o s e s

PENYELESAIAN
Penilaian kriteria pemilihan restoran sunda secara umum dapat dijadikan sebagai
indikator untuk mengetahui keinginan konsumen secara umum. Pendapat responden dari
kategori umum menunjukkan bahwa rasa dan variasi makanan yang disajikan berada pada
urutan pertama dan memiliki nilai rataan paling tinggi (sangat penting) . Urutan terendah dari
kriteria pemilihan restoran sunda adalah rancangan bangunan (design) yang berarti sangat
tidak penting.
Penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan total terkait tempat memiliki nilai
rataan total lebih besar dibandingkan dengan nilai rataan total pada konsumen WMBD, yang
berarti konsumen setuju bahwa seluruh atribut menngenai tempat (place) telah memenuhi apa
yang diharapkan pelanggan. Untuk penilaian terhadap produk (product) rasa makan memiliki
rataan terendah pada konsumen WMBD dengan keterangan memenuhi harapan, yang artinya
konsumen WMBD setuju bahwa rasa makanan yang dibuat hasilnya tidak mengecewakan,
namun masih perlu adanya perbaikan agar rasa makanan menjadi sempurna. Penilaian
terhadap harga (price) berdasarkan hasil kuesioner kedua kal