NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits Dan Sirah Nabawiyah)
NIKAH MUT’AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits Dan Sirah Nabawiyah)
Uswatun Hasanah Fakultas Ushuluddin & Pemikiran Islam, UIN Raden Fatah Palembang
Abstract
This paper concludes that when looking at the history of hadith and sirah nabawiyyah around the legitimacy and the prohibition of marriage mut’ah understood that mut’ah marriage is not a good sunnah to do. This conclusion denied the opinion of al-Thabathabai in particular and the Shi’ite group in general who stated that the Shia still allow and allow the implementation of the Mut’ah marriage in the present. This research supports the opinion of al-Nawawi as an ambassador of the Sunni group who said about the salting of mut’ah marriage
Kata kunci: Nikah Mut’ah, legitimasi, pengharaman.
A. PENDAHULUAN
Rasul saw
di tengah-tengah sahabatnya. Dengan kata lain
Apabila berbicara
tentang
nikah mut’ah biasanya
pelaksanaan nikah mut’ah menurut terbayang Syiah sebagai kelompok
akan
para penganutnya berdasarkan yang banyak mengambil bagian
al-Qur’an, hadis serta dalam pelaksanaannya, bahkan
dalil
keterangan-keterangan dalam sirah seolah-olah nikah mut’ah identik
nabawiyah.
dengan ajaran Syiah. Padahal
ummat Nabi sesungguhnya
Sebagai
Muhammad saw tentu akan nikah mut’ah bukanlah bersumber
ajaran
tentang
mengalami kerugian yang sangat dari ijtihad pribadi kelompok Syiah.
besar jika meninggalkan satu Menurut Syiah atau sekelompok
kesempatan melaksanakan sunnah masyarakat yang mempraktekkan
yang mudah atau bahkan disukai nikah mut’ah bahwa nikah mut’ah
terutama bagi kaum laki-laki. Karena umumnya yang akan lebih
merupakan bagian dari sunnah Rasul saw. Nikah mut’ah diakui dan
banyak mendapatkan manfa’at dari dipraktekkan sejak keberadaan
pelaksanaan nikah mut’ah adalah
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
laki-laki. Kebenaran syariat dari مارﺣ وﮭﻓ نﯾدھ ىوﺳ جرﻓ لﻛﻓ Rasul saw yang dijadikan landasan
Dari Ibn Abbas, ia berkata tentang legitimasi atau bahkan
bahwa: nikah mut’ah pada awal anjuran (sunnah) untuk melakukan
Islam adalah seorang yang datang nikah mut’ah perlu ditelusuri agar
di sebuah negeri muslim yang tidak sedapat
ia kenal, maka orang tersebut banyak jalan guna mendekatkan
mungkin
menemukan
mengawini wanita dengan harapan diri kepada Rasul saw (mengikuti
ia bisa bermukim dan wanita itu sunnah). Sebaliknya apabila tradisi
dapat menjaga keamanan hartanya ini bukan berasal dari Rasulullah
menjaga kehormatannya saw atau pernah ada tetapi sudah
dan
hingga turun ayat kecuali istri-istri dihapuskan
pemberlakuannya mereka atau tangan kanan mereka. maka bersegera untuk meniadakan
(Q.S al-Mu’minun (21): 6) Ibn pengamalannya.
Abbas berkata: setelah turun ayat Tulisan ini akan membahas
tersebut semua hubungan selain kontroversi seputar nikah mut’ah
yang dua itu haram. (Abu Isa; antara
analisa terhadap hadis-hadis Rasul
2. Riwayat Muslim al-Qurri
saw dan sirah nabawiyah yang ﻰﺿر سﺎﺑﻋ نﺑا تﻟﺄﺳ لﺎﻗ ىرﻘﻟا مﻠﺳﻣ نﻋ
tentu saja didukung oleh ayat-ayat رﯾﺑزﻟا نﺑا نﺎﻛوﺎﮭﯾﻓ ص ﺧرﻓﺔﻌﺗﻣﻟا نﻋﺎﻣھ نﻋ ﷲ al-Qur’an dan pendapat ulama.
B. PEMBAHASAN
I. Hadis-Hadis Nikah Mut’ah
Hadis-hadis yang membahas Dari Muslim al-Qurri, ia
tentang pelaksanaan nikah mut’ah berkata: aku bertanya kepada Ibn
dibagi menjadi dua kelompok yaitu Abbas ra tentang al-mut’ah, maka
hadis-hadis yang membolehkan dia mentolerirnya sementara Ibn
dan hadis-hadis yang melarang. Zubair menolaknya. Ibn Abbas
Hadis-hadis yang membolehkan.
berkata (bahwa kabar ini berasal
1. riwayat Ibn Abbas
dari) Ibu Ibn al-Zubair yang menceritakan
bahwa لوأ ﻲﻓ ﺔﻌﺗﻣﻟا تﻧﺎﻛﺎﻣﻧا لﺎﻗ سﺑﺎﻋ نﺑ نﻋ
Nabi saw ﺔﻓرﻌﻣﺎﮭﺑ ﮫﻟ سﯾﻟ ةدﺑﻟا مدﻘﯾ لﺟرﻠﻟا نﺎ ﻛ مﻼﺳﻻا membolehkannya.
sesungguhnya
(Kemudian) ﮫﻟ ظﻔﺣﺗﻓ مﯾﻘﯾ ﮫﻧأ ىرﯾﺎﻣ رﻘﺑ ةأرﻣﻟا جوزﺗﯾﻓ mereka masuk menemui Ibu ﺔﯾﻻا تﻟزﺗ ادا ﻰﺗﺣ ﮫﺋﯾﺷ ﮫﻟ ﺢﯾﻠﺻﺗو ﮫﻋﺎﻧﺗﻣ
bin Zubair dan سﺎﺑﻋ نﺑ لﺎﻗ مﮭﻧﺎﻣﯾأ تﻛﻠﻣﺎﻣ وأ مﮭﺟاوزأ ﻰﻠﻋﻻا menanyakannya. Ketika mereka
Abdullah
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
masuk bertemu dengan seorang Abd al-Razaq (berkata bahwa perempuan gemuk dan sudah tidak
telah berkata padanya) dari Ma’mar dapat melihat lagi (Ibu Abdullah bin
dan al-Hasan, keduanya berkata Zubair yang sudah tua), (maka
nikah mut’ah tidak perempuan itu) berkata (bahwa)
(bahwa)
dihalalkan kecuali hanya tiga hari Rasulullah
pada Umrah al-Qada’i dan tidak membolehkannya. (Abu Husain;
saw
telah
pernah dibolehkan sebelum dan 1985)
sesudahnya.( Al-Sayyid; 1404H)
Hadis-hadis yang melarang.
4. Pada am al-Fath (8 H).
1. Pada Perang Khaibar (7 H)
ض ﻏ دﯾدﺟ درﺑﻓ ﻲﻣﻋ نﺑادرﺑﺎﻣأو قﻠﺧﻓ يدرﺑ ﺎﻣأ Dari Ali bin Abi Thalib (berkata
ةرﻛﺑﻟا لﺛﻣ ةﺎﺗﻓ ﺎﻧﺗﻘﻠﺗ ﺔﻛﻣ ﻰﻠﻋﺄﺑﺎﻧﻛادا ﻰﺗﺣ bahwa): sesungguhnya Rasulullah
تﻟﺎﻗ ﺎﻧدﺣأ كﻧﻣ ﻊﺗﻣﺗﺳﯾ نأ كﻟ لھ لﺎﻘﻓ ﺔطﻣطﻧﻌﻟا saw melarang nikah mut’ah pada
تﻠﻌﺟﻓ هدرﺑ ﺎﻧﻣ دﺣاو لﻛ رﺷﻧﻓ نﻻدﺑﺗﺎﻣو hari Khaibar dan (juga) memakan
درﺑ نا لﺎﻗ ﻲﺑﺣﺎﺻ ﺎھارادﺎﻓ نﯾﻠﺟرﻟا ﻰﻟارظﻧﺗ daging Khimar local. (Abu Husain;
2. Pada Perang Awthas ( 10 H)
ص ﺧرﻟﺎﻗ عوﻛﻻا نﺑ ﺔﻣﻠﺳ نﻋ Nabi saw mengizinkan kami ﻲﻓ مﻠﺳو ﮫﯾﻠﻋ ﷲ
pada tahun Fath} al-Makkah ﺎھ دﻌﺑ ﺎﮭﻧﻋ ﻰﮭﻧ مﺎﯾأ ﺔﺛﻼﺛ سﺎطوأ مﺎﻋءﺎﺳﻧﻟاﺔﻌﺗﻣ
melaksanakan nikah mut’ah. Saya keluar bersama seorang sahabat
Aku memiliki berkata
Dari Salamah al-Akwa’i ia
dari
kaumku.
yang lebih membolehkan nikah mut’ah pada
dibandingkan dia dan masing- perang Awtas selama tiga hari
masing kami memiliki selendang. kemudian melarangnya (Muslim;
aku sudah tua 1379)
Selendang
selendang anak pamanku baru. Ketika kami berada
sedangkan
3. Pada Waktu Umrah al-Qadah
di puncak kota Mekkah kami
( 7 H)
bertemu seorang perempuan tinggi و رﻣﻌﻣ نﻋ قازرﻟا دﺑﻋ
semampai dan lincah. Kemudian ةرﻣﻋ ﻲﻓ ﺎﺛﻼﺛ ﻻا طﻗ ﺔﻌﺗﻣﻟا تﻠﺣﺎﻣ ﻻﺎﻗ نﺳﺣﻟا
kami bertanya kepadanya apakah ﺎھدﻌﺑ ﻻو ﺎﮭﻠﺑﻗ تﻠﺣﺎﻣ ءﺎﺿﻘﻟا
dia siap nikah mut’ah dengan salah seorang di antara kami. Tiba-tiba ia
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
memandang sahabatku, kemudian tangisan para perempuan. Nabi sahabatku berkata burdah ini
bertanya siapa para perempuan sudah tua (sambil menunjuk ke
itu? (Kami menjawab) mereka itu arah
perempuan-perempuan burdahku masih baru (sambil
kami mut’ahkan. menunjukkan burdahnya). Lalu
yang telah
Rasulullah saw perempuan itu berkata, burdah ini
Kemudian
menjawab nikah mut’ah telah tidak apa-apa (cukup lumayan
diharamkan.(Ibn Hibban) sambil menunjuk burdahku), dan mengulanginya. Selanjutnya aku
7. Pada Haji Wada’ (10 H).
nikah mut’ah dengannya namun نأ ثدﺣ ﮫﻧا ﻲﺑأ ﻰﻠﻋدﮭﺷأةرﺑﺳ نﺑ ﻊﯾﺑر sebelum batas waktunya selesai
ﺔﺟﺣ ﻲﻓﺎﮭﻧﻋ ﻰﮭﻧ مﻠﺳو ﮫﯾﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ لوﺳر Rasul saw mengharamkannya.
عادوﻟا (Muslim;1379)
Rabi’ bin Sabrah bersaksi atas bapakku (bahwa) sesungguhnya ia
5. Pada Perang Hunain ( 8 H).
telah mendengar Rasulullah saw لﺎﻗ ﮫﻧﻋ ﷲ ﻲﺿر بﻟﺎط ﻲﺑأ نﺑ ﻲﻠﻋ
melarang nikah mut’ah pada haji نﻋ رﯾﺑﺧ موﯾ مﻠﺳ و ﮫﯾﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ لﺳر ﻰﮭﻧ
Wada’(Abu daud; 1988) نﯾﻧﺣ موﯾ ﻰﻧﺛﻣﻟا نﺑ لﺎﻗ ءﺎﺳﻧﻟا ﺔﻌﺗﻣ
Ali
8. Pelarangan tanpa menyebut
bin Abi Talib berkata (bahwa)
tempat dan waktu.
Rasulullah saw melarang kami pada perang Khaibar nikah mut’ah,
ﮫﯾﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﻲﺑﻟا نأ ﮫﯾﺑأ نﻋةرﺑﺳ نﺑ ﻊﯾﺑرﻟا نﻋ berkata Ibn al-Muthanna pada
ﺔﻌﺗﻣﻟا حﺎﻛﻧ نﻋ ﻰﮭﻧ مﻠﺳ و perang Hunain. (Abu Abd, 1980) Dari al-Rabi’ bin Sabrah dari
bapaknya (bahwa) sesungguhnya ﮫﯾﻠﻋ
6. Pada Perang Tabuk ( 9 H).
Nabi saw telah melarang nikah و
mut’ah.
II. Kualitas Sanad Hadis
ﺔﻌﺗﻟا مرﺣ مﻠﺳ و ﮫﯾﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ Ditinjau dari aspek kualitas sanad hadis riwayat Ibn Abbas (w Dari Abu Hurairah (berkata
96 H) adalah daif. Ibn Hajar (773- bahwa) kami keluar bersama
852 H) mend}aifkannya dan dengan Rasul saw pada perang
menghukuminya sebagai hadis Tabuk dan kami singgah di sebuah
shadh karena menurutnya sanad tempat yang disebut Thaniyati al-
hadis ini kontradiktif dengan Wada’i maka Nabi saw mendengar
riwayat yang lebih kuat. Riwayat
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
hadis yang seolah menjadi sebab perbedaan sumber riwayat kecuali turunnya ayat al-Qur’an surat al-
dalam Tarikh al-Baghdadi yang Mu’minun
meriwayatkan hadis dengan jalur menambah nilai d}aif di mata para
periwayatan dari Malik, al-Zuhri ulama hadis. Karena ayat tersebut
dari Abdullah secara menyendiri adalah bagian dari surat al-
menyebut al-H}asan Makiyyah, sementara nikah mut’ah
tanpa
(kemudian dari bapaknya Ali bin lebih
Abi Talib) seperti riwayat lainnya setelahnya (di Madinah) i . Hadis
banyak
dilaksanakan
(Abu Abdullah) Namun demikian pembolehan nikah mut’ah lainnya
berkaitan degan kualitas sanad melalui riwayat Muslim al-Qurri
ulama hampir misalnya selain terkompilasi dalam
hadis
tersbut
sepakat atas kesahihannya. Sahih Muslim juga terdapat dalam
Selain informasi pelarangan Sunan al-Kubra al-Baihaqi, Musnad
nikah mut’ah pada perang Khaibar Ah}mad bin Hanbal dan Musnad al-
(7 H) sebagaimana yang dijelaskan Kabir. Adapun sanad riwayat
sebelumnya bahwa terdapat versi Muslim al-Qurri tidak memiliki
lain tentang waktu pelarangan masalah
nikah mut’ah yaitu: pada perang adalah sahih.
sehingga
kualitasnya
Awtas (10 H), pada waktu Umrah Hadis-hadis
al-Qadai (7 H), pada ’Am al-Fath (8 pelarangan nikah mut’ah di Khaibar
tentang
H), perang Hunain (Syawal 8 H), (7 H) semuanya diriwayatkan dari
perang Tabuk (9 H), Haji Wada’ (10 Ali bin Abi Talib, ia sebagai sanad
pelarangan tanpa terakhir dan perawi pertama tanpa
H)
serta
menyebut tempat dan waktu. ada shawahid. Dalam kutub al-
Adapun mengenai kualitas masing- Sittah ada lima kitab yang
masing hadis adalah sebagai meriwayatkan hadis ini. Empat
berikut: pertama pelarangan nikah buah hadis dalam Sahih al-
Mut’ah pada perang Awtas (10 H). Bukhari, empat buah hadis dalam
Perawi hadis pada tingkat sahabat Sahih Muslim, lima buah hadis
terpusat pada Salamah bin ’Amr dalam Sunan al-Nasa’i, dua buah
bin al-Akwa’ al-Aslami (w 74 H). Ia hadis dalam Sunan al-Turmudzi
termasuk sahabat yang ikut dalam dan satu buah hadis dalam Sunan
Bait al-Ridwan. Dari verifikasi Ibn Madjah. Selain itu hadis ini
kualitas sanad hadis tidak seorang juga diriwayatkan oleh Malik, Abdu
perawi pun yang dikritik oleh para al-Razaq
al-San’ani, Ibn Abi kritikus hadis. Karena itu sanad Shaibah, al-Darimi, Musnad al-
hadis ini disimpulkan berkualitas Humaid, Sunan al-Baihaqi dan
sahih.
Tarikh al-Baghdadi. Pada level
riwayat tentang pertama sampai keempat tidak ada
Kedua,
pelarangan nikah mut’ah pada
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
waktu Umrah al-Qada’i (7 H). Hadis
9 H. Terdapatnya seorang perawi diriwayatkan dari Hasan bin ’Ali bin
bernama Muammal bin Isma’il Abi Talib dengan sanad yang
dalam sanadnya, yaitu seorang mursal. Secara umum Ibn Hajar
perawi yang banyak dinilai daif menilai al-Hasan sebagai perawi
kritikus hadis, thiqah, faqih, mashhur akan tetapi
oleh
para
menjadikan sanad hadis ini pun banyak meriwayatkan hadis secara
daif. Abu Hatim mursal dan banyak pula melakukan
berkualitas
menilainya saduq namun banyak tadlis. ii Meskipun didapati hadis lain
keliru. Bukhari menilainya sebagai sebagai iii shahid namun semua
munkaru al-hadith dan Ibn Hajar sanad bermuara kepada Hasan
menilainya saduq namun jelek sendiri. v Karena itu muhaddis hafalannya . Karena itu riwayat ini
menghukumi sanad hadis Hasan dikatakan berkualitas daif. berkualitas d}aif. Adapun yang
Keenam , nikah mut’ah pada ketiga, riwayat larangan nikah
haji Wada pada tahun 10 H. mut’ah pada Am al-Fath pada
hadis diperdebatkan. tahun 8 H. Sanad hadis selain
Kualitas
kritikus hadis diriwayatkan dalam banyak jalan
Alasan
melemahkannya karena seperti Muslim, Abd al-Razaq, al-
seharusnya hadis ini tidak hanya Baihaqi dan Ahmad bin Hanbal,
diriwayatkan oleh Rabi’ bin Sabrah tidak seorang perawi pun dalam
saja tetapi oleh mayoritas sahabat sanad yang dinilai daif. Karena itu
yang turut hadir dalam haji Wada’. sanad hadis riwayat ini berkualitas
memandang ada tidak sahih.
Ibn
Hajar
kemungkinan terjadi kekeliruan Keempat , pelarangan nikah
mengenai penyebutan Fath al- mut’ah pada perang Hunain di vi Makkah dan haji Wada’. Ketujuh ,
bulan Syawal tahun 8 H. Hadis
pelarangan tanpa diriwayatkan oleh al-Nasa’i dalam
riwayat
menyebut tempat dan waktu. Tidak sunannya sedangkan Ali sebagai
perawi pun yang sanad terakhir. Hadis tersebut tidak
seorang
dipermasalahkan dalam sanad ini. memiliki shawahid dan mutabi’. Ibn
Karena itu kualitas sanad adalah Hajar menilainya tashif pada lafal
sahih.
Khaibar. Menurut al-Daruquthni terdapat Abd al-Wahhab yang
III. Kualitas Matan Hadis
menyendiri iv dalam riwayatnya , Riwayat Ibn Abbas apabila
karena itu hadis riwayat al-Nasa’i ditinjau dari kualitas matan hadis
ini sanadnya
disimpulkan
menurut ulama hadis kontradiktif berkualitas daif.
dengan hadis yang kualitasnya Kelima,
pelarangan
nikah
lebih sahih dan diriwayatkan juga mut’ah pada perang Tabuk di tahun
dari Ibn Abbas melalui al-Bukhari vii .
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
Ulama ix juga menolak bahwa saja. Pemahaman al-Tabatabai substansi
dalam riwayat bahwa maksud keberadaan surat al-Mu’minun (21)
hadis
tentang
penanya adalah nikah mut’ah ayat 6 telah memansukh praktek
bukan mut’ah haji. Al-Tabatabai nikah mut’ah karena ayat ini
mengabaikan riwayat lainnya dan tergolong ayat Makiyah yang turun
memilih riwayat yang menyebut pada periode pertama Islam.
mut’ah al-nisa’i sebagai dasar Padahal praktek nikah mut’ah
legalnya nikah mut’ah pada zaman adalah legal dan konstitusional
Nabi saw. Pendapat al-Tabatabai pada periode Madinah viii Namun
ini semakin kuat apabila melihat apabila melihat banyaknya riwayat
matan di akhir hadis. Pada matan pembolehan dan pelarangan dalam
hadis jelas tergambar adanya berbagai
konfirmasi tentang legitimasi nikah mengidentifikasikan
versinya.
Yang
dengan seorang ibu pembolehan dan pelarangan tidak
bahwa
mut’ah
Abdullah bin Zubair. Sebagaimana terjadi satu kali saja maka riwayat
dalam sirah al- Ibn Abbas ini bisa diterima.
diketahui
nabawiyyah bahwa ibu Abdullah Hadis pembolehan lainnya
bin Zubair yaitu Asma’ binti Abu melalui riwayat Muslim al-Qurri pun
Bakar pelaku nikah mut’ah. Bahkan terdapat
atas pernikahan mut’ahnya dengan substansi hadis yaitu pada lafal
permasalahan
pada
Zubair bin Awwam, Asma’ binti Abu mut’ah yang dinilai kontroversial.
Bakar mendapat dua orang putra Secara ekplisit hadis menyebutkan
yaitu Abdullah bin al-Zubair sendiri bahwa
sahabat yang menanyakan kepada Ibn Abbas
mengkonfirmasi hadis dan Urwah tentang mut’ah al-hajj dan pada
bin al-Zubair saudaranya. riwayat lain disebutkan mut’ah saja
kualitas matan tanpa mengaitkan al-hajj atau al-
Adapun
hadis tentang pelarangan nikah nisai. Muslim, Ahmad dan lainnya
mut’ah di Khaibar (7 H) berbeda mengklasifikasikan hadis riwayat
ulama dalam menyikapinya. Hal ini Muslim al-Qurri pada kitab al-hajj
disebabkan oleh perbedaan dalam bukan pada kitab al-nikah al-mut’ah
memahami matan atau konten sebagai isyarat bahwa maksud
hadis. Dalam Musnad al-Humaid lafal al’mut’ah yang dipahami
(448 H), Sufyan bin ’Uyainah (w dalam hadis adalah mut’ah al-hajj
198 H) berkata bahwa al-Zuhri (w bukan mut’ah al-nisa’i. Berbeda
123 H/ 125 H) memberitahukan dengan
kepadanya bahwa Ali telah berkata tafsirnya ia menukil hadis riwayat
al-Tabatabai
dalam
kepada Ibn Abbas (w 96 H). Ibn Muslim
Abbas berkata bahwa Rasul saw mencantumkan
al-mut’ah
telah melarang makan daging
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
Khimar lokal dan nikah mut’ah di waktu Umrah al-Qadai (7 H), Khaibar. Ibn Uyainah (w 198 H)
kualitas matan hadisnya menurut memahami bahwa yang dilarang
adalah lemah Rasul saw di Khaibar hanya
muhaddis
sanadnya lemah. memakan daging Khimar tidak
disebabkan
Hadisnya pun dianggap sebagai termasuk praktek nikah mut’ah.
suatu yang tidak bisa dijadikan dalil pelarangannya
untuk berhujjah. kemudian.
baru
menyusul
Adapun palarangan nikah mengomentari riwayat al-Humaid
Al-Baihaqi
mut’ah pada ’Am al-Fath (8 H) tidak (w 448 H) dan menurutnya Sufyan
terdapat permasalahan di seputar adalah seorang yang muhtamal.
sanad dan matan hadis. Karena itu Sumber utama perbedaan ini
riwayat ini dianggap sahih dari segi sebenarnya hanya bermuara dari
sanad dan matannya. Ibn Hajar mana penyebutan lafal yang lebih
menilai hadis tentang pelarangan dulu, yaitu khimar lebih dahulu
nikah mut’ah pada perang Hunain ataukah mut’ah yang lebih dahulu.
(Syawal 8 H) tashif pada kata Pada lafal al-Zuhri tidak seperti apa
Khaibar. Menurut al-Daruqut{ni yang terdapat dalam riwayat Malik
bahwa Abd al-Wahhab menyendiri (w 179 H). Pendapat Ibn Uyainah
dalam periwayatan hadisnya, yang (w 198 H) didukung oleh pendapat
seharusnya ia riwayatkan adalah Ibn xii Qayyim (691 H-751 H), Khaibar .
Dengan demikian menurutnya bahwa pelarangan
disimpulkan hadis ini kualitasnya Rasulullah saw di Khaibar (7 H)
lemah dan tidak bisa dijadikan hanyalah terhadap daging Khimar
rujukan sebagai dalil pelarangan lokal saja. x
nikah mut’ah.
Sedangkan pelarangan pada
Terdapat
permasalahan
nikah mut’ah pada perang Tabuk (9 pelarangan nikah mut’ah pada
H), ulama menilai kualitas matan waktu perang Awtas (10 H). Di satu
hadis ini daif karena sanadnya sisi perawi hadis menyatakan ’Am
yang lemah dan tidak bisa Awtas (tahun Awtas) bukan di
dijadikan hujjah. Demikian pula Awtas, maka boleh jadi yang
pelarangan pada waktu haji Wada’ dimaksud adalah Fath al-Makkah
(10 H), kualitas hadisnya lemah, bukan
karena memiliki sanad yang lemah, Menurut muhaddis pengungkapan
pada perang
’Awtas.
sebagian ulama menjarh dan kata perang ’Awtas lebih mudah
yang mendaifkannya. diingat daripada Fath al-Makkah.
adapula
Dalam riwayat tentang pelarangan Sedangkan menurut Abu Hatim
tanpa menyebut tempat dan waktu perang ’Awtas dan Fath al-Makkah
tidak memiliki masalah dalam adalah satu. xi Pelarangan pada
sanad dan matan, sehingga hadis
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
Perang Khaibar yang terjadi pada berkualitas sahih.
ini dapat disebut
sebagai
bulan Muharram tahun 7 H dipimpin oleh Ali bin Abi T}alib
IV. Asbab al-Wurud
dengan membawa seribu empat ratus orang tentara Islam berhasil
Beberapa asbab al-wurud
pertempuran hadis bisa diketahui melalui sanad
memenangkan
setelah terlebih dahulu gagal dua hadis, tidak terkecuali hadis-hadis
kali di bawah pimpinan Abu Bakar tentang legitimasi dan pelarangan dan Umar bin khatab. xv Rasul saw
nikah mut’ah asbab al-wurudnya sangat memahami kondisi suka
dapat diketahui melalui sanad cita para sahabat setelah berhasil
hadis. Sebagaimana riwayat Ibn
pertempuran, Abbas dijelaskan dalam sanad
memenangkan
mendapatkan banyak ghanimah bahwa pada masa awal Islam
dan menjumpai banyak tawanan ketika seorang datang di sebuah
perempuan. Rasul saw pun tidak negeri yang tidak ia kenal. Maka
kerinduan para orang itu mengawini seorang
menafikkan
sahabat terhadap keluarganya wanita dengan harapan ia bisa
yang telah lama terpisah jauh. bermukim dan wanita tersebut bisa
ini justru menjaga kemananan hartanya dan
Kesempatan
dipergunakan oleh Nabi saw untuk juga kehormatannya, kemudian
mengontrol perilaku para sahabat turunlah surat al-Mu’minun (21)
dengan melarang ayat 6.
xiii
yaitu
Demikian juga riwayat pelaksanaan nikah mut’ah. Para
Muslim al-Qurri, asbab al-wurud perempuan tawanan perang yang
dapat dilihat pada sanad hadis, berstatus sebagai budak-budak
yaitu disebabkan
pertayaan
perang dipandang cukup untuk seorang sahabat kepada Ibn
melebur rasa rindu para pejuang Abbas.
xiv
terhadap keluarganya. Adapun asbab al-wurud
larangan hadis tentang pelarangan nikah
Kedua,
pelaksanaan nikah mut’ah di mut’ah masing-masingnya adalah:
Awtas, asbab al-wurudnya juga pertama riwayat pelarangan dalam
tertulis di dalam sanad hadis, yaitu: perang Khaibar, terlepas ada atau
ketika suatu masa Rasul saw tidaknya penyebutan secara tegas
mengutus pasukan ke Awtas tentang pelarangan pada perang
kemudian terjadi perang Hunain. Khaibar. Melalui asbab al-wurud
pada akhirnya dipahami bahwa pelarangan yang
Perang
ini
kaum muslimin diberlakukan Nabi saw pada
dimenangkan
mereka banyak peristiwa
memperoleh tawanan. Sebagian merupakan
aturan
untuk
sahabat keluar dari kemah untuk mengontrol prilaku kaum muslimin.
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
melakukan nikah mut’ah bersama xvii yang dinikahi Rasul saw. perempuan
Kemudian Ibn Abbas meriwayatkan bersabda Rasul saw tentang
musyrik,
maka
hadis pelarangan nikah mut’ah atas pelarangan xvi nikah mut’ah.
peristiwa tersebut. Substansi
dalam riwayat mendeskripsikan
Muslim dijelaskan tentang adanya sesungguhnya Rasul saw telah
bahwa
pelarangan nikah mut’ah pada membolehkan nikah mut’ah pada
waktu peristiwa Fath al-Makkah. perang Awtas selama tiga hari
Asbab al-wurud hadis dapat dilihat namun setelah itu Rasul saw
pada sanad hadis itu sendiri. melarangnya. Bisa saja sebab
Dikisahkan oleh Rabi’ bin Sabrah utama pelarangan ini adalah
bahwa Nabi saw mengizinkan prilaku para sahabat yang menikahi
untuk nikah mut’ah pada tahun para perempuan musyrik.
Fath al-Makkah. Suatu waktu Rabi’ Keempat, pelarangan nikah
dan sahabatnya keluar rumah dan mut’ah
perjalanan. Rabi peristiwa Umrah al-Qada’i. Umrah
memiliki wajah yang lebih tampan al-Qada’i terjadi pada bulan Dzul
dibandingkan sahabatnya. Masing- Qaddah bersamaan dengan tahun
keduanya pergi perang Khaibar (7 H). Jumlah
masing dari
membawa selendang. kaum muslimin yang ikut serta
dengan
Ketika sampai di kota Mekkah, melakukan Umrah al-Qada’i sekitar
mereka bertemu dengan seorang dua ribu orang selain perempuan
berpostur tinggi dan anak-anak. Nabi saw beserta
perempuan
semampai dan lincah. Keduanya para sahabatnya menetap selama
kepada perempuan tiga hari di Mekkah. Pada
bertanya
tersebut tentang kesediaannya pelaksanaan umrah yang cukup
untuk nikah mut’ah dengan salah singkat ini seorang janda yang
satu di antara mereka. Singkat masih berumur 26 tahun telah
cerita kemudian Rabi’ menikahi ditinggal
secara mut’ah perempuan tersebut, menghibahkan diri kepada Rasul
oleh
suaminya
namun sebelum batas waktu saw lewat perantara Ummu Fad}al
Rasul saw telah istri Ibn Abbas. Akhirnya Nabi saw xviii mengharamkannya.
selesai
menikahi Maimunah binti al-Harits Keenam, pelarangan nikah tersebut
mut’ah pada peristiwa perang Dirham, kemudian membawanya
dengan
mahar 500
Hunain (Syawal 8 H) Ali bin Abi serta
ke Mekkah berkumpul Talib sebagai sanad pertamanya. bersama para istri Rasul saw
Perang Hunain terjadi pada bulan lainnya. Maimunah binti al-Harits
Syawal tahun 8 H di sebuah tercatat sebagai wanita terakhir
lembah 37 km dari kota Mekkah.
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
Diriwayatkan dari Ibn Muthanna tahun 10 H tidak sampai seratus bahwa Rasul saw telah melarang
hari dari pelaksanaan haji Wada’. nikah mut’ah pada peristiwa ini. xix
Adapun pelarangan nikah mut’ah Riwayat ketujuh adalah pelarangan
riwayat yang tidak nikah mut’ah pada peristiwa perang
pada
secara khusus Tabuk tahun 9 H. Sebagaimana
menyebutkan
tempat dan waktu pelarangannya riwayat lainnya bahwa asbab al-
ialah juga tidak dijumpai secara wurud hadis dapat diketahui pada
jelas informasi tantang sebab- sanad hadis. Diceritakan dari Abu
diriwayatkannya hadis Hurairah bahwa ia keluar bersama
sebab
tersebut.
Rasul saw pada perang Tabuk. Perang Tabuk disebut juga dengan
V. Perbedaan Qira'ah Ayat Nikah
perang dalam kesulitan sebab
Mut’ah
situasinya sedang
dalam
Allah swt berfirman dalam penderitaan, paceklik dan suasana
al-Qur’an surat al-Nisa’ (4) ayat 24 yang panas luar biasa. Mereka
yaitu:
singgah di suatu tempat yang مﻛﻧﺎﻣﯾا تﻛﻠﻣﺎﻣﻻاءﺎﺳﻧﻟا نﻣ تﺎﻧﺻﺧﻣﻟاو disebut Taniyati al-Wada’i maka
مﻛﻟدءاروﺎﻣ مﻛﻟ لﺣا و مﻛﯾﻠﻋ ﷲ بﺗﻛ Rasul saw mendengar tangisan
مﺗﻌﺗﻣﺗﺳاﺎﻣﻓ نﯾﺣﻓﺎﺳﻣرﯾﻏ نﯾﻧﺻﺣﺗ مﻛﻟاوﺎﺑاوﻐﺗﺑﺗﻧا para perempuan, lalu Rasul saw
ﺔﺻﯾرﻓ نھروﺟا نھوﺗﺎﻓ نﮭﻧﻣ ﮫﺑ bertanya siapakah para perempuan
itu? Mereka itu ialah perempuan- Dan diharamkan juga kamu
perempuan yang telah
kami
mengawini wanita yang bersuami mut’ahkan. Kemudian Rasulullah
kecuali budak-budak yang kamu saw menjawab: nikah mut’ah telah
miliki, (Allah) telah menetapkan diharamkan.
xx
hukum itu sebagai ketetapan-Nya Ketujuh, pelarangan nikah
atas kamu. Dan dihalalkan bagi mut’ah pada Haji Wada’ tahun 10
kamu selain yang demikian (yaitu)
H. Haji Wada’ merupakan haji mencari istri-istri dengan hartamu
perpisahan terjadi pada tahun ke
untuk
dikawini bukan untuk
10 H. Pada haji Wada’ inilah Rasul berzina. Maka istri-istri yang telah
saw berkhutbah di Arapah tepatnya kamu ni’mati (campuri) di antara
pada tanggal 9 Dzulhijjah di mereka berikanlah kepada mereka
hadapan seratus lima puluh ribu maharnya (dengan
sempurna) jama’ah. Pada khutbahnya Rasul
sebagai suatu kewajiban... saw menyampaikan pokok-pokok
ajaran agama besarta cabang- Surat al-Nisa’ (4) ayat 24 yang
cabangnya, termasuk juga tentang
menjadi dalil tentang legitimasi pengharaman
nikah
mut’ah.
xxi
nikah mut’ah. Ayat ini memiliki Rasul wafat di 12 Rabi al-Awwal
perbedaan xi dalam qira’ah.
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
Riwayat dikeluarkan oleh Abu bahwa bacaan tersebut tidak Hatim dan dinarasikan oleh Ibnu
masuk sebagai wahyu Allah swt. Abbas xxiii menyatakan bahwa ayat
Meskipun bacaan tersebut tidak ﮫﺑ
terpilih dan tidak masuk ke dalam tersebut telah dinasakh dengan ﺎ ﻣ ﻓ
mushaf di zaman pengumpulan al- نﮭﻧﻣ ﮫﺑ
ﻰﻣﺳﻣ xxvii لﺟأ ﻰﻟا مﺗﻌﺗﻣﺗﺳا ( adapun Qur’an . perempuan-perempuan yang kamu
Selain itu qira’ah Ubay bin mut’ah dengannya sampai pada
Ka’ab diperkuat oleh hadis-hadis batas tertentu) xxiv
shawahid dengan Pada riwayat yang lain
lain sebagai
sanad berkalitas Hasan riwayat al- terdapat bentuk qira’ah yang
Tabari dan Qatadah melalui Ibnu paralel dengan xxviii qira’ah Ibn Abbas Abbas. Rentetan sanadnya ada
(w 96 H), diantaranya qira’ah Ubay Abu Kuraib yaitu Muhammad bin bin Ka’ab, Sa’id bin Jabir, al-Sudi
al-’Ula’i bin Karib al-Hamadi, Ibn dan ’Imran bin al-H}usain. Imran al-
Hajar menilainya sebagai orang Husain berkata bahwa ayat ini xxix yang thiqah. Ada pula Yahya bin
turun berkaitan dengan nikah ’Isa al-Tamimi al-Nashafi, Ibnu mut’ah dan tidak satu pun ayat xxx Hajar menilainya saduq yukhti.
yang turun menasakhnya setelah Nasir bin Abi al-Sh’ath al-Asadi dan Rasulullah saw wafat. xxv Riwayat
Abu al-Walid al-Kufi, keduanya
Ubay bin Ka’ab menyatakan: xxxi ﻲﻓ dinilai Ibnu H}ajar thiqah. Ibnu لﺟأ ﻰﻟا نﮭﻧﻣ ﮫﺑ مﺗﻌﺗﻣﺗﺳا ﺎﻣﻓ بﻌﻛ نﺑ ﻲﺑأ ةءارﻗ
xxvi
H}abib Ibnu Abi Thabit memiliki tiga ﻰ ﻣ ﺳ ﻣ (Dinarasikan dari Qadatah ia
orang putera, pertama Abdullah, berkata:) Ubay bin Ka’ab membaca
Ibnu H}ajar menilainya thiqah. ayat ( ﮫﺑ مﺗﻌﺗﻣﺗﺳاﺎﻣﻓ نﯾﺣﻓﺎﺳﻣرﯾﻏ نﯾﻧﺻﺣﺗ )
Kedua ’Ubaidillah, Ibnu Ma’in dengan bacaan ﻰﻟا نﮭﻧﻣ ﮫﺑ مﺗﻌﺗﻣﺗﺳا ﺎﻣﻓ
menilainya thiqah. Al-Daruquthni ﻰﻣﺳﻣ لﺟأ
( adapun perempuan- menilai ketiga putera Ibnu H}abib perempuan yang kamu mut’ah
Ibnu Abi Thabit, baik Abdullah, dengannya sampai pada batas
’Ubaidillah maupun Abd al-Salam waktu tertentu). xxxii semuanya thiqah. Ibnu Habib
sendiri dinilai berkualitas thiqah, mengakui qira’ah Ubay bin Ka’ab
Al-Maqdisi
(w 490 H)
faqih jalil meskipun dinilai banyak dan xxxiii Ibnu Abbas dengan melakukan irsal dan tadlis.
argumentasi bahwa selain tidak Dengan kualitas sanad hadis yang ditemukannya
umumnya dihukumi ta’dil maka qira’ah tersebut dari salah seorang
koreksian
atas
disimpulkan berkualitas Hasan. sahabat pun yang hidup sezaman
Al-Tabatbai dan umumnya dengan Ibnu Abbas dan Ubay bin
kaum Syi’ah menjadikan qira’ah Ka’ab. Termasuk tidak ada seorang
Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Abbas sahabat pun yang mengklaim
tersebut
sebagai dalil untuk
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
memperkuat xxxvii argumentasi tambahan bacaan ﻰﻣﺳﻣ لﺟأ ﻰﻟا . disyariatkannya nikah mut’ah. xxxiv
lanjut al-Tabari Karena ayat ini berbicara tentang
Lebih
menjelaskan bahwa qira’ah Ubay nikah mut’ah maka menurut al-
bin Ka’ab dan Ibnu Abbas tidak Tabatabai mas kawinnya disebut
dapat menjadi madlul dan referensi dengan ajr
yang berarti upah untuk aplikasinya karena qira’ah al- bukan sidaq atau mahr. Al-
Qur’an harus berdasarkan dengan Tabatabai xxxviii juga menolak dalil yang qat’i. Hal senada juga
argumentasi Ahlusunnah dengan diungkapkan oleh Makki (w 437 H) alasan
qira’ah harus mendeskriditkan dan meragukan
berdasarkan kepada riwayat yang kompetensi pemahaman al-Qur’an
Mutawatir bukan Ahad. Nashr bin Ibnu Abbas dan kemampuan
Ibrahim al-Maqdisi (w 490 H) tela’ah bahasa Arabnya.
memverifikasikan bahwa tambahan Argumentasi yang diajukan
bacaan ﻰﻣﺳﻣ لﺟأ ﻰﻟا setelah kata oleh
نﮭﻧﻣ ﮫﺑ مﺗﻌﺗﻣﺗﺳا bukanlah merupakan sepertinya tampak logis tetapi
al-Tabatabai
tersebut
ayat al-Qur’an dan tidak pula apabila dibandingkan dengan ayat- xxxix berasal dari Allah swt. Bacaan
ayat al-Qur’an sulit untuk diterima. ini dikenal sebagai bacaan mudraj Karena
yaitu kata-kata yang bukan berasal menamai mas kawin pernikahan
meskipun
al-Qur’an
dari lafal asli ayat al-Qur’an tetapi putri Nabi Shu’aib dan Nabi Musa
ditambahkan oleh para sahabat menggunakan istilah xxxv ajr namun
sebagai penjelasan makna. pernikahannya
Mayoritas ulama bentuk mut’ah.
bukan
dalam
Ahlusunnah memahami kalimat Al-Tabari (310 H) memiliki
mut’ah pada surat al-Nisa (4): 24 pandangan
hubungan pernikahan mengenai qira’ah Ubay bin Ka’ab
yang terjadi secara normal yaitu dan Ibnu Abbas, ia memandang
nikah daim. Ajr digunakan pada bahwa qira’ah tersebut sangat
bentuk pernikahan ini karena kontradiktif
penekanannya pada kenikmatan mayoritas kaum muslimin. Dimana
dengan
mushaf
dan kelezatan atas hubungan Mayoritas ulama menyikapi qira’ah
jasmani yang secara harfiah berarti tersebut sebagai bentuk qira’ah
upah atau imbalan tetapi bukan shadhah dan tidak dapat dijadikan
seperti penyewaan barang lainnya. hujjah Termasuk tidak layak untuk
Selain itu ajr digunakan karena diamalkan sebab bertolak belakang
pemberian mas kawin setelah dengan qira’ah mayoritas Qurra’
berlangsungnya pernikahan. Istilah dan berbeda dengan mushaf yang
ajr pada konteks ini sesuai dengan masyhur xxxvi yaitu
tanpa ada
hadis Nabi saw berikut:
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
ﻰﻠﺻ ﷲ لوﺳر لﺎﻗ لﺎﻗرﻣﻋ نﺑ ﷲدﺑﻋ نﻋ ulama. Sebaliknya bagi yang فﺟﯾ نأ لﺑﻗ هرﺟأ رﯾﺟﻷااوطﻋأ مﻠﺳ و ﮫﯾﻠﻋ ﷲ
memahami ayat sebagai ayat nikah
mut’ah
pemahamannya sebagaimana yang dirujuk oleh
maka
Dari Abdullah bin Umar ia kelompok Syiah dan minoritas
berkata bahwa Rasulullah saw
ulama.
telah bersabda : berikanlah upah para
keringatnya kering. xl
VI. Pemahaman Hadis
1. Pengertian dan Tata Cara
Alternatif pemahaman untuk
Nikah Mut’ah
menjembatani perbedaan pendapat Kata al-Mut’ah merupakan isim
antara Ahlusunnah dan Syiah yang masdar dari lafal matta’a. Dengan
diwakili oleh al-Tabatabai ialah maddah ini maknanya mengalami
kemungkinan adanya kekeliruan perubahan hingga diartikan al-
periwayatan
ketika
intifa’u dan al-talad}d}ud}. Dalam mentransmisikan hadis. Karena
bahasa Arab kata al-mut’ah juga apabila ditinjau dari aspek kualitas
diartikan segala sesuatu yang periwayatan, qira’ah Ibnu Abbas
bermanfaat, kata kerja istamta’a berstatus debatable. Dengan kata
yang berarti mengambil manfaat. lain bahwa kualitas periwayatannya
Meskipun kata mut’ah memiliki arti tidak sampai ke derajat Mutawatir
yang berbeda-beda namun pada dan berbeda dengan apa yang
mengacu kepada termaktub dalam mushaf. Al-
akhirnya
pengertian al-intifa’u . Lafal al- Tabatabai sendiri secara tegas
istimta’u atau al-tamata’u berikut menolak berhujjah dengan hadis
pecahannya termasuk lafal al- yang hanya berkualitas Ahad atau
mushtarak al-lafzi, al-wujuh al- tidak Mutawatir, tetapi untuk
polisemi, dalam riwayat ini kenapa justru al-
nazair atau
pengertian tidak selamanya paralel Tabatabai menerimanaya bahkan
dengan makna al-nikah. xli berhujjah dengannya.
Al-Istimta’u ditinjau dari aspek Terlepas
dari
kontradiktif
filologi berarti al-intifa’u yaitu pemahaman
terhadap
riwayat
mencari dan mengharap manfaat mengenai
substansi
hadis
kelezatan. Setiap yang disimpulkan bahwa hal ini terjadi
dan
dimanfaatkan disebut mata’un. karena
adanya qira’ah yang Apabila ditinjau syariat lafal al-
bervariatif. Bagi yang memahami mut’ah meliputi tiga hal yaitu:
kata muhaakkamah
dengan
mut’ah haji, mut’ah al-talaq dan maksud mahar bagi istri yang telah
mut’ah al-nisa’i (nikah mut’ah). xlii digauli maka pemaknaan ini sama
Al-Tabatabai menegaskan dengan pemahaman mayoritas
bahwa istilah nikah mut’ah dan
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
pengaplikasiannya pada komunitas membacanya tanpa lafal لﺟأ ﻰﻟا sahabat Nabi saw cukup populer
sebagaimana ketika al- dan sulit dipungkiri atau ditolak
bertanya kepadanya adanya. Istilah mut’ah tidak dapat
Nu’man
tentang nikah mut’ah. Dengan dipahami dari aspek atau makna
demikian bentuk qira’ah ini tidak kebahasaan sebagaimana kata
disepakati oleh kalangan ulama haji, riba, atau ghanimah yang juga
sendiri sehingga sulit tidak bisa dipahami dalam arti
Syiah
dijadikan sebagai argumentasi kebahasaan. Al-T}abat}aba’i dan
mentolerir praktek para ulama Syi’ah memahami
untuk
pelaksanaan nikah mut’ah. Bentuk kalimat mut’ah pada penggalan dan
bacaan ini disebut qira’ah mudraj potongan ayat surat al-Nisa’ (4) :
yaitu kata-kata yang dimaksud
bukan merupakan lafal-lafal asli maksud maknanya adalah nikah
24 menjadi petunjuk
bahwa
ayat tetapi lafal yang ditambahkan mut’ah.
oleh para sahabat yang berfungsi ulama Ahlu Sunnah memahaminya
Sebaliknya
mayoritas
sebagai penjelas makna. secara diferensial dengan Syi’ah
itu al-Tabatabai dalam arti hubungan pernikahan
Selain
memahami surat al-Nisa (4) : 4 yang tercipta secara normal yaitu
berbicara tentang nikah mut’ah nikah daim bukan nikah secara
karena istilah mas kawin yang mut’ah.
digunakan adalah ajr yang berarti Pendapat
upah, bukan sidqah atau mahr. tersebut dikuatkan dengan merujuk
al-Tabatabai
Pendapat al-Tabatabai ini selintas qira’ah dari beberapa sahabat
sangat ilmiah dan logis namun jika seperti Ibnu Abbas dari Ubay bin
diamati dengan membandingkan Ka’ab dengan penambahan kata ﻰ ﻟ ا
al-Qur’an lainnya, ﻰﻣﺳﻣ لﺟأ yang berarti batas waktu
ayat-ayat
pemahaman ini sulit diterima tertentu setelah kata نﮭﻧﻣ ﮫﺑ مﺗﻌﺗﻣﺗﺳا
al-Qur’an menyatakan sebagaimana yang dijelaskan pada
karena
bahwa mas kawin pernikahan putri sub bab sebelumnya . Akan tetapi
Nabi Shu’aib dan Nabi Musa apabila ditelusuri referensi Syi’ah
istilah ajr maka qira’ah (bacaan) pada
menggunakan
sebagaimana surat al-Qasas (28): kalimat نﮭﻧﻣ ﮫﺑ مﺗﻌﺗﻣﺗﺳا ﺎﻣﻓ berikut
sementara pernikahannya tambahannya
bukan dalam bentuk nikah mut’ah. bacaan atau inkonsisten. Di mana
terjadi
deviasi
Dalam al-Quran ditemukan sepuluh pada sebagian ulama Syi’ah
macam istilah mas kawin yaitu menempatkan lafal ﻰﻣﺳﻣ لﺟأ ﻰﻟا
mahrun, sadaqun atau shadaqah,
setelah lafal xlv minhunna. Sebagian nihlah, ajrun, faridah, hibbaun, lainnya menempatkannya setelah xlvi uqrun, alaiqun, taulun, dan lafal xlvii ujurahunna. Abu Ja’far sendiri nikahun. Kata ujur adalah lafal
xliii
xliv
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
al-Qur’an yang memiliki makna ataupun cerai, perempuan tersebut sinonim
harus ber istibra (beriddah) sekedar mushtarak al-lafziyah (polisemi)
memastikan bersihnya rahim dan dan khusus pada ayat ini berarti
tidak berlaku hak waris antara upah, mas kawin atau mahar. xlix keduanya. Sederhananya nikah
Pengertian ini dipahami demikian mut’ah merupakan pernikahan karena kata ujur dihadapkan
dengan menyebut batas waktu. dengan lafal al-istimtau maka ia
memperhatikan disebut ajran (upah). Selain itu kata
Apabila
riwayat Ibn Abbas sebelumnya ujur mahar diperkuat pada ayat lain
tentang legitimasi nikah mut’ah dan surat al-Nisa (4): 24 dan 25, al-
juga riwayat Muslim serta riwayat Ahzab (33) : 50, al-Mumtahanah
lainnya tentang pelarangan nikah (60) : dan al-Maidah (5) : 3.
mut’ah dipahami bahwa pengertian Istilah ajr digunakan pada
dan tata cara pernikahan ini ialah bentuk pernikahan dan kelezatan
seorang laki-laki datang kepada atas hubungan jasmani yang
wanita (al-Qurt}ubi secara harfiah berarti upah atau
seorang
mengharuskan adanya wali dan imbalan tetapi hakikatnya adalah
saksi) kemudian mereka membuat mahar. Selain itu ajr digunakan
mahar (upah) karena pemberian mas kawin
kesepakatan
berupa selendang setelah
misalnya
berlangsungnya sebagaimana riwayat Muslim dan pernikahan.
batas waktu tertentu misalnya sebelumnya
Berbeda
jika
waktu perang pengoprasionalannya pada konteks
berlangsung dua hari, tiga hari ini sesuai dengan hadis Rasulullah
ataupun kurang. Biasanya tidak saw. xlviii Jadi penempatan kata ajr
lebih dari empat puluh lima hari. pada ayat sangatlah singkron dan
Tidak ada nafkah dan tidak saling sesuai
mewarisi sebagaimana riwayat kebahasaan dan istilah keagamaan
dimana kondisi pelaksanaan nikah yang dikenal pada ranah kajian
mut’ah adalah medan perang yang stilistika al-Qur’an.
memungkinkan untuk Secara Istilah nikah mut’ah
tidak
memberi nafkah lahir maupun batin dalam pandangan Ahlusunah dan
kecuali hanya pemenuhan hasrat Syi’ah adalah seorang laki-laki
seksualitas semata dan juga tidak menikahi
ada kelebihan harta yang bisa sampai batas waktu tertentu
seorang
perempuan
diwariskan. Tidak pula ada iddah dengan
istibra (memastikan tertentu dan jika batas waktu telah
bersihnya rahim)‘ karena memang habis maka dengan sendirinya
pernikahan ini diniatkan untuk mereka berpisah tanpa talak
jangka waktu yang tidak lama,
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
sekedar pelepas dahaga di kala perkataan dan taqrirnya atas rasa
prilaku para sahabat di sekitarnya. tenggorokan.
haus menyekat
di
Sebagaimana yang diketahui dari hadis dan sirah nabawiyyah bahwa
2.Hukum dan Hikmah Nikah
Rasul saw memberikan respon
Mut’ah Pada Masa Rasul saw dan
terhadap prilaku nikah mut’ah
Sahabat.
sahabatnya, baik dalam bentuk legitimasi ataupun pelarangan.
Apabila dilihat dari data Melalui asbab al-wurud hadis sejarah keberadaan nikah mut’ah
bahwa pelaksanaan sulit terbantahkan. Terlepas dari
diketahui
nikah mut’ah umumnya terjadi di sahih atau lemahnya riwayat
medan perang. Kala itu, mayoritas ataupun berkaitan kapan kepastian
tentara Islam adalah dari golongan dibolehkan dan dilarangnya nikah
pemuda, yakni pria lajang yang mut’ah, banyaknya riwayat yang
belum sempat mengikat dirinya menceritakan tentang nikah mut’ah
dengan ikatan benang kasih di cukup memberi keyakinan akan
bawah atap pernikahan juga para keberadaannya.
pria muda yang telah memiliki istri sahabat
Juga
banyak
yang mempraktekkan namun terpaksa meninggalkan nikah mut’ah baik pada masa Rasul
istri-istri mereka untuk pergi saw masih hidup atau setelahnya.
berjihad fi sabilillah. Sebagai Para sahabat pelaku nikah mut’ah
manusia biasa, bersama semangat misalnya: Jabir bin Abd Allah, Abd
jihadnya di padang pasir untuk Allah bin Mas’ud, al-Zubair bin
menegakkan syiar Islam, rasa rindu Awwam, Asma binti Abu Bakr,
terhadap lawan jenis sebagai Abdullah bin ‘Umar, Mu’awiyyah bin
gejala fitrah insani pun berkobar. Abi Sufyan, Abu Sa’id al-Khudri,
mencoba memasung Salmah bin Umayyah bin Khalaf,
Mereka
keinginan jiwanya itu sembari Ma’bad bin ‘Umayyah, Khalid bin
melakukan kontak senjata melawan Muhajir al-Makhzumi, ‘Amr bin
para tentara musuh, maka dalam Harith, Ubay bin Ka’b, Samurah bin
kondisi seperti ini puasa bukanlah Jundab, Sa’id bin al-Jubair dan
efektif, karena akan Zufar l Dalam sebuah athar juga berakibat fisik menjadi lemah.
solusi
disebutkan beberapa sahabat yang Kondisi inilah yang kemudian nikah mut’ah setelah wafatnya Nabi
mengantar awal disyariatkannya saw seperti: Rabi’ah bin ’Umayyah
nikah mut’ah. Fakta sejarah ini dan Amr bin al-Harith. li Meskipun
dengan banyaknya Rasul saw tidak melakukan nikah
dibuktikan
hadis serta sirah nabawiyyah mut’ah namun disepakati bahwa
membahas tentang legitimasi dan hadis tidak hanya berupa prilaku
pelarangan nikah mut’ah di seputar Nabi saw tetapi juga termasuk
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
dan bermain yang sedang berperang. Al-Hazimi
medan perang untuk para prajurit
kepada
zina
perempuan juga berkaitan dengan (584 H) menambahkan bahwa
kebebasan dan hak terhadap praktek nikah mut’ah pada masa
budak ataupun tawanan perang. awal Islam adalah mubah secara
Sebagai rukhsah karena faktor hukum. Sahabat melakukan nikah
perang dibolehkannya mut’ah karena mereka melakukan
darurat
mut’ah sebagaimana perjalanan jauh tanpa didampingi
nikah
bolehnya makan oleh para istri mereka. Tidak dalam
dispensasi
bangkai, darah dan daging babi kondisi aman di rumah atau tidak
pada masa yang sangat sulit pula berada di dalam kampung
seperti
untuk kepentingan
halamannya sendiri. liii keselamatan dan pengobatan. Dari kilas balik sejarah nikah
lii
Juga beragam asbab al-wurud mut’ah, jelas terbaca bahwa
yang menginformasikan tempat disyariatkannya
dan waktu yang berbeda dalam hanya pada saat terjadi perang dan
nikah
mut’ah
legitimasi dan pelarangan nikah dalam perjalanan jauh, yakni di
mut’ah dipahami bahwa praktek saat para sahabat berpisah dengan
nikah mut’ah pernah dilegalkan dan keluarga
diharamkan beberapa kali karena menunaikan liv tugas suci, jihad kondisi darurat. Dengan kata lain
tercinta
untuk
riwayat yang waktu terjadinya perang Khaibar,
melawan musuh. Seperti pada
banyaknya
menjelaskan tentang pelarangan Umrah Qadha, perang Authas,
nikah mut’ah dalam waktu dan Fath al-Makkah, perang Tabuk, dan
yang berbeda-beda pada saat Nabi melakukan haji
tempat
isyarat bahwa Wada’. Di sanalah mereka diberi
memberikan
pelarangan tidak terjadi satu kali keringanan oleh Nabi saw untuk
saja, tetapi berulang-ulang. Hal ini melangsungkan
juga memberi pengertian bahwa dengan penduduk di
pernikahan
permasalahan nikah mut’ah bukan mereka mempertaruhkan nyawa
tempat
merupakan perkara yang sepele demi membela agama. Setelah
sehingga tidak cukup apabila selesai perang maka putuslah tali
hanya satu kali saja diperingatkan. pernikahan itu karena waktunya telah habis.
3. Nikah Mut’ah di Masa Kini
Selain itu para muhaddis memandang bahwa kebolehan
halnya praktik nikah mut’ah pada masa-masa
Akan
pelaksanaan nikah mut’ah saat ini, awal Islam, di mana akidah
terjadi silang pendapat antara masyarakat baru saja dibangun di
kebolehan dan pengharamannya. atas tradisi jahiliyah yang gemar
Meskipun keharaman nikah mut’ah
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)
secara konsensus
Khatab di hadapan para sahabat disepakati oleh kalangan ulama
hampir
dan tabi’in tanpa protes dari namun tidak sedikit dari ulama
siapapun, dipandang sebagai dalil khususnya
yang otentik atas persetujuan membolehkannya. Riwayat yang
penganut
Syi’ah
(ijma’) pengharaman nikah mut’ah. disepakati para ulama sebagai dalil
Sebaliknya di sisi lain Syiah pengharamannya
menganggap athar ini hanya pelarangan nikah mut’ah tepat
antara
lain
merupakan ijtihad Umar bin Khatab pada pelaksanaan haji Wada lv , juga
semata ketika ia menjabat sebagai melalui sebuah athar diketahui
seorang khalifah, sementara Rasul bahwa ’Umar bin Khatab dalam
tidak pernah sebuah pidatonya pernah berkata: lvii mengharamkannya.
saw
Senada dengan pendapat
lvi
لوﺳر ﻰﮭﻧدﻗوﺔﻌﺗﻣﻟا هدھ نوﺣﻛﻧﯾ لﺎﺟر لﺎﺑﺎﻣ Syiah, al-Tabatabai sebagai tokoh ﮫﺗﻣﺟرﻻا ﺎﮭﺣﻛﻧدﺣﺄﺑ ﻲﺗوأﻻ مﻠﺳو ﮫﯾﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ dari kalangan Syiah menyebutkan bahwa keputusan Umar bin khatab atas pengharaman nikah mut’ah di
(Ketika Umar bin Khatab naik akhir kekhalifahannya, bukanlah
ke atas mimbar memuji Allah swt larangan berdasarkan pada hukum
dengan berbagai pujian atas-Nya agama. Akan tetapi sama seperti
kemudian Umar berkata:) Apa yang
kemaslahatan menyebabkan mereka melakukan
pertimbangan
lainnya yang senantiasa dilakukan niikah
mut’ah ini?
Sungguh
Umar bin Khatab dalam ijtihadnya. Rasulullah saw telah melarangnya.
Pada masa itu Umar melihat Ketahuilah
sesungguhnya
aku
para lelaki yang akan menghadirkan para pelaku
banyak
nikah mut’ah nikah mut’ah dan aku akan
mempraktekkan
dengan tanggung jawab yang merajamnya.
lemah dan tidak terkontrol. Tidak Begitu banyak kontroversial
sedikit anak yang lahir dari menanggapi
athar
pelarangan
pernikahan mut’ah diingkari dan nikah mut’ah oleh Umar bin
ditelantarkan oleh bapak-bapak Khatab. Khususnya ulama yang
mereka. lviii Sehingga dalam kondisi tergolong Syiah ataupun Ahlusunah
yang seperti ini nikah mut’ah yang
masing-masingnya
dilarang.
menjadikan dalil tersebut untuk Secara umum Syiah tetap
mendukung pendapat mereka. Di mengizinkan dan membolehkan
satu sisi Ahlusunah memandang dilaksanakannya nikah mut’ah di
athar ini semakin memperkuat bukti masa kini. Syi’ah membantah
keharaman nikah
mut’ah.
pendapat yang mengatakan bahwa Pelarangan nikah mut’ah yang
nikah mut’ah hanya diberlakukan disebutkan dalam pidato Umar bin
Uswatun Hasanah ; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan Sirah Nabawiyah)
yang variatif serta adapula riwayat menganalogikannya pada kasus
pada saat terjepit
dengan
dari Muslim al-Quri. Para kritikus kebolehan memakan bangkai dan
hadis menghukumi kualitas hadis darah. Beberapa syarat yang
lemah karena simpang siurnya kemudian
periwayatan. al-Tabatabai tetap pelaksanaan nikah mut’ah ialah
ditetapkan
untuk
meyakini kebenaran hadis dengan pertama: untuk perempuan yang
merujuk hadis-hadis Syiah yang akan dinikahi secara mut’ah tidak
bersumber dari kitab primernya. diharuskan muslimah, boleh dari
Dalam tafsir al-Mizan al- perempuan
mengeksplorasi ataupun Yahudi. Kedua, harus ada
sembilan riwayat perjanjian hitam di atas putih
sebanyak
imamiyah pada bahthu akhhar tentang mahar (maskawin) dan