ALASAN PENGHAPUS PIDANA DENSUS 88 ANTI TEROR MABES POLRI TERKAIT DENGAN TEMBAK DI TEMPAT TERDUGA TERORIS

  

ABSTRAK

ALASAN PENGHAPUS PIDANA DENSUS 88 ANTI TEROR MABES POLRI

TERKAIT DENGAN TEMBAK DI TEMPAT TERDUGA TERORIS

Oleh :

Argadwi Saputra, Erna Dewi, Eko Raharjo

  Email Pemberantasan tindak pidana teroris di Indonesia di lakukan oleh Detasemen 88 Anti Teror Mabes Polri, yang dalam mengemban tugasnya di berikan berdasarkan Peraturan Pengganti Undang Undang No. 1 dan 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 menjelaskan tentang prosedur menggunakan senjata api. Tapi dalam tahap pelaksanaan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terkadang melakukan tembak di tempat terhadap terduga teroris hal ini yang menjadi pro dan kontra terkait dengan tugas Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam memberantas tindak pidana teroris.Pedoman yang ada mendukung Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Tahapan Pengunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Hal itu yang menjadi dasar dalam melakukan tembak di tembak terhadap berbagai kasus kasus teroris yang terjadi di Indonesia. Dalam rangka melaksanakan penelitian tentang Alasan Penghapus Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Terkait Dengan Tembak di Tempat Terduga Teroris. Penelitian hukum yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder, sehingga Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan hukum positif sebagai langkah awal penelitian kemudian pendekatan yang dilakukan secara yuridis normatif. Pendekatan Normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah kaidah- kaidah atau norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Apakah Dasar tentang Alasan Penghapus Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Terkait Dengan Tembak di Tempat Terduga Teroris Kata kunci : Tembak di Tempat, Densus 88 Anti Teror Mabes Polri

  ABSTRACT Effacement of terrorism in Indonesia is done by the Special Detachment 88 Anti Terror Police Headquarters , which in carrying out their duties given under Replacement Regulation No. 1 and 2 of 2002 in Combating Criminal Acts of Terrorism and Police Chief Regulation of Republic Indonesia No. 8 of 2009 describes the procedure to use firearms . But in the implementation phase of Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters sometimes do shooting against terrorism at the suspect’s place becomes the pros and cons related to the duties of Special Detachment 88 Anti Terror Police Headquarters in combating the terrorism act. The guidance support of Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters Regulation of the Indonesian National Police Chief No. 1 of 2009 on the Stages of the Power Use in Police Action. It becomes the foundation in doing a gunshot firing against various terrorism cases that occurred in Indonesia. In order to carry out research on the Criminal Effacement Reason of Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters Relating to Alleged Terrorists Shooting in place. Legal research conducted in this research is a normative legal research done by examining library materials as a secondary data , so the method of the approach used in this study using positive law as a first step research and normative juridical approach. Normative approach is the approach by examining the rules or norms , rules relating to the discussed issues . What is the Basic of Criminal Effacement Reason of Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters Related to Terrorism Suspect shooting Keywords : Shoot in place , Special Detachment 88 Anti-Terror Police Headquarters

I. PENDAHULUAN

  Indonesia adalah satu dari beberapa contoh negara berkembang di dunia, yang dalam perkembangannya masih bisa terjadi kedinamisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Berbagai aspek permasalahan masih bisa dijumpai dalam negara berkembang seperti permasalahan kependudukan, kesejahteraan sampai keamanan, hal- hal tersebut masih menjadi masalah yang dominan terjadi. Sebagai negara berkembang indonesia turut menjunjung tinggi hak-hak warga negaranya untuk mendapatkan rasa aman dan tentram dalam kehidupannya. Persoalan keamanan dan ketentraman di Indonesia tidak bisa dipungkiri karena masih banyaknya kesenjangan yang ada di dalam kehidupan masyarakatnya sehingga akan menyebabkan mudahnya timbul berbagai jenis konflik mulai dari kejahatan biasa sampai pada kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime) dalam bentuk radikalitas tindak pidana terorisme. Tentu adanya kejahatan

  extraordinary crime terorisme semakin

  mengikiskan keamanan dan ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara. Terorisme menjadi persoalan serius dalam negara kemudian definisi terorisme dimasukkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tersebut.

  II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  A. Dasar hukum Alasan Penghapus Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri melakukan tembak di tempat terduga teroris

  Alasan-alasan peniadaan pidana

  (strafuitsluitingsgronden) adalah

  alasan-alasan yang memungkinkan seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan tindak pidana, tetapi tidak dapat dipidana.

  1 Pelaksanaan kewenangan tembak di

  tempat yang dimiliki oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan dasar hukum pelaksanaan kewenangan tembak di tempat serta sesuai dengan situasi dan kondisi kapan perintah tembak di tempat itu dapat diberlakukan, dan juga pelaksanaan perintah tembak di tempat harus sesuai dengan asas tujuan, keseimbangan, asas keperluan, dan asas kepentingan. Pada dasarnya tindakan tembak di tempat menjadi prioritas apabila Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terdesak dan pelaku mengancam keselamatan anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri. Dalam pelaksanaan kewenangan 1 Tri Andrisman, 2009, Hukum Pidana : Asas

  Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia , Lampung, Penerbit Universitas Lampung.Hlm 111 tembak di tempat harus mnenghormati hak hidup dan hak bebas dari penyiksaaan karena kedua hak itu dijamin dengan undang undang.

2 Kewenangan yang berasal dari

  Undang-undang membuat Densus 88 Anti Teror Mabes Polri memahami tentang penggunaan senjata dalam pelaksanaan kewenangan tembak di tempat agar nantinya dalam pelaksanaan kewenangan tembak di tempat itu tidak melanggar hukum. Hal yang terpenting dalam pelaksanaan perintah tembak di tempat harus sesuai dengan mekanisme pelaksanaan tembak di tempat dan prosedur tetap penggunaan senjata api oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Polri. Dalam setiap melakukan tindakan tembak di tempat Polisi selalu berpedoman pada suatu kewenangan yaitu kewenangan bertindak menurut penilaiannya sendiri, hal ini yang sering disalahgunakan oleh oknum anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri.

  Menjalankan tugasnya Densus 88 Anti Teror Mabes Polri di naungi oleh dasar dasar hukum yang berfungsi sebagai landasan dasar yang harus diikuti dan ditaati. Cikal bakal Densus 88 lahir dari Inpres No. 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme. Instruksi ini dipicu oleh maraknya teror bom sejak 2001. Aturan ini kemudian dipertegas dengan diterbitkannya paket Kebijakan Nasional terhadap pemberantasan terorisme dalam bentuk Perpu No. 1 dan

  2 Tahun 2002 tentang 2 Muhammad Zulkarnain, 2008, Pro dan

  Kontra Densus 88 Anti Teror Mabes Polri , Jakarta , Sinar Grafika, Hlm 45

  Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Berdasarkan ketentuan Undang Undang mengenai pembentukan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri untuk memberantas tindak pidana teroris, maka muncullah berbagai pro dan kontra terkait dengan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri hal yang paling disoroti adalah tindakan Densus

  88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan tembak di tempat terhadap terduga teroris. Persoalan yang ada sebenarnya tembak ditempat tidak ada dalam tugas Densus 88 Anti Teror Mabes Polri itu merupakan istilah yang sering digunakan oleh masyarakat atau media masa, tembak ditempat merupakan salah satu tindakan yang kerap dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terkait pemberantasan tindak pidana Teroris. Dalam setiap penangkapan tehadap terduga oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terkadang sering dilakukan tindakan keras, namun hal itu dilakukan apabila terduga melakukan melakukan perlawanan dan atas perlawanan tersebut anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri merasa terancam jiwanya dan juga masyarakat diskitarnya, sehingga perlu dilakukan tindakan yang sangat keras terhadap tersangka. Adapun tindakan keras Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dilakukan dengan cara tembak ditempat. Tindakan tegas dan keras Kepolisian adalah suatu tindakan yang diambil oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam menghadapi terduga teroris pada saat dilakukan penangkapan, dimana tindakan tegas tersebut dilakukan sesuai dengan standar operasional. Tindakan tegas dan keras Densus 88 Anti Teror Mabes Polri hal tersebut merupakan suatu hal yang diberikan oleh Undang-undang kepada Kepolisian yang disebuat dengan Diskresi Kepolisian

  1. Sebelum petugas kepolisian melakukan tindakan tembak ditempat ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan berdasarkan pedoman dalam Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan juga dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 secara jelas menyebutkan kepolisian diberi wewenang untuk melakukan suatu tindakan menurut penilaiannya sendiri. Dalam Pasal 19 Ayat (2) dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.

  Mengenai aturan tembak mati di tempat oleh polisi pada pelaku kejahatan terorisme diatur dalam KUHP dan KUHAP, dalam undang- undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia serta dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam Tindakan Kepolisan serta Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia. Mengenai pertanggungjawaban pidana polisi, tidak dapat diminta pertanggungjawabnnya karena dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur sehingga ada alasan pembenar dan dapat diminta pertanggungjawabannya apabila dalam melakukan tugasnya tidak sesuai dengan prosedur.

  B. Pertanggungjawaban Pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan tembak di tempat terduga teroris

  Setiap hukum modern seyogyanya dengan berbagai cara, mengadakan pengaturan tentang bagaimana mempertanggungjawabkan orang yang telah melakukan tindak pidana. Dikatakan dengan berbagai cara karena pendekatan yang berbeda mengenai cara bagaimana suatu sistem hukum merumuskan tentang pertanggungjawaban pidana, mempunyai pengaruh baik dalam konsep maupun implementasinya. Dalam bahasa Belanda, istilah pertanggungjawaban pidana menurut Pompee terdapat padanan katanya, yaitu aansprakelijk, verantwoordelijk, dan toerekenbaar. Orangnya yang

  aansprakelijk atau verantwoordelijk,

  sedangkan toerekenbaar bukanlah orangnya, tetapi perbuatan yang dipertanggungjawaban kepada orang. Biasa pengarang lain memakai istilah

  toerekeningsvatbaar. Pompe keberatan

  atas pemakaian istilah yang terakhir, karena bukan orangnya tetapi perbuatan yang toerekeningsvatbaar. Menurut Roeslan Saleh, dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk pertanggungjawaban. Perbuatan pidana menurut Roeslan Saleh mengatakan, orang yang melakukan perbuatan pidana dan memang mempunyai kesalahan merupakan dasar adanya pertanggungjawaban pidana. Asas yang tidak tertulis mengatakan, “tidak di ada pidana jika tidak ada kesalahan,” merupakan dasar dari pada di pidananya si pembuat.

  adalah adanya keadaan physchis yang tertentu pada orang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang di lakukan sedemikan rupa hingga orang itu dapat di cela karena melakukan perbuatan tadi. Dengan demikian untuk adanya suatu kesalahan harus di perhatikan dua hal di samping melakukan tindak pidana, yakni: a. Adanya keadaan Phychis(bathin) yang tertentu b. Adanya hubungan tertentu antara keadaan bathin tersebut dengan perbuatan yang di lakukan, hingga menimbulkan celaaan tadi. Menyangkut hal mengenai kesengajaan dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP) dicantumkan bahwa sengaja ialah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.Dalam ilmu hukum pidana pada umumnya dibedakan tiga macam kesengajaan, yaitu

  4

  : 3 Tri Andrisman, 2009, Hukum Pidana : Asas

  Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia , Lampung, Penerbit Universitas Lampung.Hlm 91 4 Tri Andrisman , 2009, Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia , Lampung, Penerbit Universitas

  a) Kesengajaan sebagai maksud

  (opzet alsoogmerk);

  b) Kesengajaan dengan kesadaran akan kepastian; c)

3 Simons menyebutkan bahwa kesalahan

  Kesengajaan dengan kesadaran melakukan suatu perbuatan. Pertanggungjawaban pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam hal melakukan tembak di tempat terduga teroris apabila telah sesuai dengan beberapa ketentuan ketentuan khusus yang ada dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian maka hilanglah unsur pidananya. Prosedur- prosedur yang dilakukan dengan benar dan memperhatikan semua hal dalam proses penangkapan yang menyebabkan penembakan pada terduga atau tersangka teroris oleh anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri tidak dapat diminta pertanggungjawabannya karena dilindungi oleh alasan Pembenar yang menyatakan adanya daya paksa atau

  “overmacht

  (Pasal

  48 KUHP),pembelaan terpaksa atau “noodweer” (Pasal 49 Ayat (1) KUHP), karena sebab menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP), karena melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 Ayat (1) KUHP). Perbuatan tembak mati pada proses penangkapan dibenarkan undang-undang karena: a.

  Perbuatan itu tidaklah bertentangan dengan sesuatu aturan hukum, baik aturan tertulis maupun dari hukum yang tidak tertulis karena perbuatan membela diri oleh seseorang terhadap serangan yang bersifat melawan hukum yang telah dilakukan seketika itu juga adalah hak setiap orang, sehingga perbuatannya itu tidaklah bersifat melawan hukum.

  b.

  Perbuatan menangkap atas perintah yang berhak merupakan suatu tindakan jabatan yang harus dilakukan oleh seorang Polisi, karena merupakan kewajiban hukum baginya menaati perintah- perintah yang telah diberikan oleh seorang penyidik kepadanya.

  c.

  Perbuatannya merupakan suatu perbuatan yang masuk akal dan patut untuk dilakukan, karena tanpa melakukan tembak mati tidak akan dapat melaksanakan perintah.

  d.

  Perbuatan yang dalam hal ini menembak mati pelaku kejahatan terorisme dilakukan atas pertimbangan yang layak berdasarkan suatu keadaan yang memaksa, karena apabila tidak demikian akan secara langsung menembak mati penyerangnya, semata-mata untuk mempertahankan kepentingan hukumnya untuk tetap hidup tanpa menghiraukan kepentingan hukum yang sama dari para penyerang itu sendiri. Perbuatan menembak mati pelaku terorisme sesuai dengan ketentuan diatas tidaklah dapat disebut sebagai perbuatan yang bersifat tidak menghormati hak asasi manusia. Dalam hukum pidana apabila telah berlaku alasan penghapus pidana dalam suatu tindak pidana maka hal itu bisa menghilangkan pertanggungjawaban pidananya. Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melakukan penggerebekan selalu mengedepankan prinsip untuk menangkap terduga teroris dalam keadaan hidup tapi terkadang dalam setiap penggerebekan sangat sulit untuk bisa melakukan penangkapan hidup hidup, sebab terduga teroris selalu melakukan perlawanan seperti baku tembak atau melakukan ledakan bom bunuh diri yang bisa menimbulkan bahaya bagi Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dan masyarakat sekitar.Melihat bahaya yang timbul dari aksi perlawanan terduga teroris, Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terpaksa melakukan perlawanan sehingga berujung dengan aksi baku tembak dengan terduga teroris yang terkadang sampai melakukan tembak di tempat, hal tersebut bisa dikategorikan daya paksa dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diatur dalam Pasal 48 KUHP yang menyatakan :

  “ Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana“ Ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana berupa pertanggungjawaban pidana yang ada dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana dapat dihilangkan terhadap tindakan Densus

  88 Anti Teror Mabes Polri yang melakuan tembak di temapt karena berlaku alasan penghapus pidana berupa daya paksa dalam Pasal 48 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, selain itu adanya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian sebagai dasar Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melakukan eksekusi tembak ditempat.

  Berdasarkan beberapa analisis dan fakta yang terjadi dalam pemberantasan terorisme di Indonesia, sangatlah jelas terlihat antara analisis dan fakta belum dianggap sama, karena dengan fakta hukum yang ada di lapangan pemberantasan tindak terorisme masih sangat sulit dilakukan. Seperti contoh tindakan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan eksekusi tempat ditempat yang masih menuai pro dan kontra, padahal beberapa dasar hukum terkait dengan kewenangan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri seharusnya sudah bisa dipahami bahwa alasan penghapus pidana berlaku bagi Densus 88 Anti Teror Mabes Polri yang melakukan eksekusi tembak ditempat selama dilakukan sesuai dengan mematuhi undang undang yang berlaku.

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti paparkan di dalam Pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

  (strafuitsluitingsgronden) adalah

  alasan-alasan yang memungkinkan seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumasan tindak pidana, tetapi tidak dapat dipidana. Dasar hukum alasan penghapus pidana Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melakukan kewenangan tembak ditempat adalah :

  a) Kitab Undang-Undang Pidana

  Pasal 48 yang Menyatakan barang siapa melakukan perbuatan karena adanya daya paksa

  (Overmacht)

  tidak dipidana. Adanya daya paksa itulah yang menyebabkan anggota Kepolisian Republik Indonesia menggunakan kekuatan dengan senjata api. Dalam kaitan adanya upaya paksa yang dimaksudkan adalah upaya paksa yang bersifat paksaan lahir bathin serta paksaan rohani da jasmani karena ada pertentangan antara penegakan hukum dan peraturan hukum itu sendiri.

  b) Kitab Undang-Undang Hukum

  Acara Pidana

  Pasal 7 Ayat (1) angka 10 menentukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan dalam melaksanakan tugasnya wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Tindakan lain yang dimaksud dalam angka 10

III. SIMPULAN

  Pasal 7 Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana adalah termasuk melakukan tembak mati di tempat pada orang yang di duga atau tersangka yang terkait dalam suatu tindak pidana termasuk kejahatan terorisme. Upaya tembak mati ialah tindakan lain dalam melaksanakan tugasnya yang dilakukan dalam hal sebagai upaya terakhir untuk menghindarkan orang yang di duga atau tersangka tersebut melarikan diri maupun

1. Alasan-alasan peniadaan pidana

  melakukan perlawanan kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia.

  c) Undang-Undang

  Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.

  Dalam bertugas dilapangan anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dituntut dapat menerapkan Pasal Undang-undang yang kadang-kadang belum diatur jelas ketentuannya, untuk itu penerapan diskresi Kepolisian perlu dipelajari dan perlu dipahami model model permasalahan apa yang dapat didiskresi. Mengenai aturan tembak mati di tempat oleh polisi pada pelaku kejahatan terorisme diatur dalam KUHP dan KUHAP, dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia serta dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam Tindakan Kepolisan serta Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia. Mengenai pertanggungjawaban pidana polisi, tidak dapat diminta pertanggungjawabnnya karena dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur sehingga ada alasan pembenar dan dapat diminta pertanggungjawabannya apabila dalam melakukan tugasnya tidak sesuai dengan prosedur.

  88 Anti Teror Mabes Polri dalam hal melakukan tembak di tempat terduga teroris apabila telah sesuai dengan beberapa ketentuan ketentuan khusus yang ada dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian maka hilanglah unsur pidananya.

  Prosedur-prosedur yang dilakukan dengan benar dan memperhatikan semua hal dalam proses penangkapan yang menyebabkan penembakan pada terduga atau tersangka teroris oleh anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri tidak dapat diminta pertanggungjawabannya karena dilindungi oleh alasan Pembenar yang menyatakan adanya daya paksa atau “overmacht” (Pasal 48 KUHP),pembelaan terpaksa atau “noodweer” (Pasal 49 Ayat (1) KUHP), karena sebab menjalankan perintah Undang-undang (Pasal 50 KUHP), karena melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 Ayat (1) KUHP). Perbuatan tembak mati pada proses penangkapan dibenarkan Undang-undang karena:

  a) Perbuatan itu tidaklah bertentangan dengan sesuatu aturan hukum, baik aturan tertulis maupun dari hukum yang tidak tertulis karena perbuatan membela diri oleh seseorang terhadap serangan yang bersifatmelawan hukum yang telah dilakukan seketika itu juga adalah hak setiap orang, sehingga perbuatannya itu tidaklah bersifat melawan hukum.

2. Pertanggungjawaban pidana Densus

  Muryati Sri, 2003,Undang-Undang

  Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia , Lampung,

  c) Perbuatannya merupakan suatu perbuatan yang masuk akal dan patut untuk dilakukan, karena tanpa melakukan tembak mati tidak akan dapat melaksanakan perintah.

  Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU No.15 tahun 2003 Jakarta:Konsiderans.

  b) Perbuatan menangkap atas perintah yang berhak merupakan suatu tindakan jabatan yang harus dilakukan oleh seorang Polisi, karena merupakan kewajiban hukum baginya menaati perintah- perintah yang telah diberikan oleh seorang penyidik kepadanya.

  Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian) , Praduya Pramita, Jakarta,

  Penerbit Universitas Lampung M Fall, 1991, Penyaringan Perkara

  Associates. Andrisman Tri, 2009, Hukum Pidana :

  • ---------- ,Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia

  dan HAM dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia .Jakarta: O.C. Kaligis &

  Abimanyu Bambang, 2005, Teror Bom di Indonesia , Jakarta: Grafindo. Adji Seno Indriyanto, 2001, Terorisme

  e) Perbuatan menembak mati pelaku terorisme sesuai dengan ketentuan diatas tidaklah dapat disebut sebagai perbuatan yang bersifat tidak menghormati hak asasi manusia.

  d) Perbuatan yang dalam hal ini menembak mati pelaku kejahatan terorisme dilakukan atas pertimbangan yang layak berdasarkan suatu keadaan yang memaksa, karena apabila tidak demikian akan secara langsung menembak mati penyerangnya, semata-mata untuk mempertahankan kepentingan hukumnya untuk tetap hidup tanpa menghiraukan kepentingan hukum yang sama dari para penyerang itu sendiri.

  , Jakarta: O.C. Kaligis & Associates Prodjodikoro Wiryono, 2003, Asas-

  asas Hukum Pidana Di Indonesia ; Jakarta Refika Aditama.

  Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar

  Penelitian Hukum , Jakarta, Universitas Indonesia Press.

  Soerjono Soekamto, 1982,Kesadaran

  dan Kepatuhan Hukum , Jakarta, Rajawali.

  Zulkarnain Muhammad, 2008, Pro dan

  Kontra Densus 88 Anti Teror Mabes Polri , Jakarta , Sinar Grafika

  Undang-Undang Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Terorisme Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Skep Kapolri No. 30/VI/2003 Tentang Pembentukan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang tahapan pengunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian Internet

DAFTAR PUSTAKA

  

  Tommy Elvani, 2009, Jurnal Vol I : Pertanggungjawaban Pidana Tembak di Tempat

Dokumen yang terkait

PEMBUATAN BIOETANOL DARI JERAMI PADI DENGAN METODE OZONOLISIS – SIMULTANEOUS SACCHARIFICATION AND FERMENTATION (SSF)

0 0 11

PENGOLAHAN AIR LIMBAH YANG MENGANDUNG LOGAM Cd MENGGUNAKAN KOMPOSIT ADSORBENT DENGAN BENTONIT Fe3O4

0 0 7

PEMBUATAN BIOETANOL DARI KELADI LIAR (Colocasia esculenta L schott var.antiquorum) MELALUI HIDROLISIS DENGAN KATALIS ASAM KLORIDA DAN FERMENTASI

0 0 7

PEMBUATAN FILM PLASTIK BIODEGREDABEL DARI PATI JAGUNG DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN DAN PEMPLASTIS GLISEROL

0 0 9

PENGATURAN PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP THE REGULATION OF CORPORATE LIABILITY IN ENVIRONMENTAL CRIMINAL ACT

0 0 20

URGENSI PEMBANGUNAN YURISPRUDENSI PEMIDANAAN KORPORASI PELAKU KORUPSI UNTUK EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA URGENCY OF JURISPRUDENCY DEVELOPMENT OF CORPORATION PUNISHMENT OF CORRUPTION ACTORS FOR EFFECTIVENESS OF LAW IN INDONESIA

0 0 24

CONTEMPT OF COURT: PENEGAKAN HUKUM DAN MODEL PENGATURAN DI INDONESIA CONTEMPT OF COURT: LAW ENFORCEMENT AND RULE MODELS IN INDONESIA

0 0 18

PROBABILITAS MEKANISME SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA PROBABILITY OF SMALL CLAIM COURT MECHANISM IN RESOLVING INHERITANCE DISPUTES IN RELIGIOUS COURT

0 0 18

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PIDANA REHABILITASI SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBAHARUAN PIDANA BAGI PENGGUNA NARKOTIKA (Studi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang) Oleh Agung Senna Ferrari, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung

0 0 10

ANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU RESIDIVIS TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI (Studi Putusan Nomor: 604/Pid.B/2014/PN.TJK)

0 0 11