Development of Texture and Shelf Life Time Model of Sapote Fruit (Achras sapotaL

Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19

PENGEMBANGAN MODEL TEKSTUR DAN UMUR SIMPAN BUAH SAWO
(Achras sapota L) DENGAN VARIASI SUHU DAN TEKANAN
PADA PENYIMPANAN HIPOBARIK

Development of Texture and Shelf Life Time Model of Sapote Fruit (Achras
sapota L.) with Temperature and Pressure Variation under Hypobaric
Storage
La Choviya Hawa
Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unibraw.
Jl Veteran-Malang. E_mail: el_c_ha@yahoo.com

ABSTRACT

!
!° "

#!° "$

%!$ &!

!° "

*

θ

+, ,# -.
$

'! ()
%! ()

.
/

$

$

0


−


=

1

0



)

$

$

PENDAHULUAN
Buah sawo (Achras sapota L.)

merupakan buah yang mudah mengalami
kerusakan
sesudah
pemanenan
baik
kerusakan
fisik,
mekanik
maupun
mikrobiologis. Sifat mudah rusak ini
menimbulkan masalah yang serius dan
merugikan petani maupun pengusaha buah.
Umur simpan yang pendek dan produksi
yang melimpah saat panen raya serta
terlambatnya
distribusi
mengakibatkan
harga sawo turun drastis dan tidak laku di
pasaran.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian

(2004) produksi sawo Indonesia pada tahun
2003 terbesar berasal dari Propinsi Jawa
Barat (10.633 ton/tahun), Jawa Timur
(8.966 ton/tahun), Jawa Tengah (5.265
10

θ


θ=









$

ton/tahun) dan DI Yogyakarta (3.602
ton/tahun). Selama ini sawo hanya
dipasarkan
di
dalam
negeri
dan
kenyataannya produksi tersebut belum
mampu memenuhi permintaan masyarakat.
Buah
sawo
memiliki
kematangan
optimum antara 200 sampai 275 hari
setelah pembentukan buah. Buah sawo
membutuhkan waktu sekitar 8 – 9 hari
untuk bisa matang dalam kondisi udara
tropis dan umur simpannya hanya 3 – 4
hari pada suhu kamar dengan RH 85 – 90
%. Sesudah matang optimal, sawo sangat

mudah menjadi “overripe” dan segera
memasuki tahap senesensi. Buah sawo
membutuhkan suhu lebih dari 20°C untuk
matang secara seragam dan perpanjangan
umur simpan sawo merupakan masalah

Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa)
yang paling sulit diatasi (Lakshminarayana
dalam Salunkhe dan Desai, 1986).
Rao dan Chundawat (1988) mengatakan
bahwa perubahan kematangan buah sawo
varitas Kalipatti meliputi tekstur, produksi
etilen, respirasi dan aktivitas katalase.
Pada hari ketiga setelah panen kekerasan
daging buah menurun, sedangkan produksi
etilen meningkat pada hari kedua dan
puncaknya pada hari keempat sebesar 3.5
kali lipat.
Salah
satu

alternatif
untuk
memperpanjang daya simpan buah sawo
adalah dengan penyimpanan hipobarik.
Penyimpanan hipobarik adalah salah satu
proses penyimpanan produk yang dapat
berupa buah segar, sayuran, bunga potong,
tanaman pot, daging, udang, ikan, dan
materi lain yang bermetabolisme secara
aktif (Spalding et al, 1976) dalam kondisi
vakum parsial. Ruang vakum dihubungkan
secara kontinu dengan udara yang
mengandung
air
jenuh
untuk
mempertahankan tingkat oksigen dan
mengurangi kehilangan air. Pematangan
pada
buah

diperlambat
dengan
penyimpanan hipobarik, karena penurunan
tekanan parsial pada oksigen, dan untuk
beberapa
buah-buahan
juga
terjadi
penurunan etilen. Penurunan tekanan udara
sebesar 10 kPa (0.1 atm) setara dengan
penurunan konsentrasi oksigen sekitar 2%
pada tekanan atmosfir normal (Chuanjin et
al.,2003).
Penyimpanan hipobarik mempunyai 4
bagian penting, yaitu : refrigerasi, sistem
tekanan hipobarik, ruang simpan dan
sistem kontrol. Keuntungan penyimpanan
hipobarik adalah umur simpan produk
dapat lebih panjang, menurunkan O2 secara
cepat, dapat menahan dari pembusukan,

secara otomatis dapat mengeliminasi
serangga dan dapat menyimpan produk
yang berbeda secara bersamaan
Penelitian
tentang
penyimpanan
hipobarik yang pernah dilakukan pada
tomat (Wu, dalam Thompson, 1998), pisang
(Apelbaum dalam Thompson, 1977), apel
(Wang dan Dilley, 2000) dan penyimpanan
hipobarik yang disertai kombinasi lemari
pendingin (Salunkhe dan Wu,1975 dan
Burg, 1975 dalam Thompson, 1998).

Untuk buah sawo, direkomendasikan
penyimpanan dengan kontrol atmosfer
sebaiknya dilakukan pada suhu 20°C
dengan kadar CO2 5–10%.
Analisa
penurunan

mutu
pada
pendugaan umur simpan buah segar
diperlukan suatu parameter yang dapat
diukur
secara
kuantitatif
dan
mencerminkan kondisi mutu produknya.
Menurut
Syarief
dan
Halid
(1994)
parameter yang dapat digunakan antara
lain tektur, warna, kandungan gula, total
asam, asam askorbat, total mikroba, skor
cita-rasa dan sebagainya.
Umumnya
produk

buah
segar
menggunakan sifat mutu kekerasan dan
warna sebagai parameter penurunan mutu.
Purwadaria, et al. (1991) menggunakan
kekerasan untuk menduga umur simpan
tomat apel dalam kemasan atmosfir
termodifikasi, sedangkan Syarief (1994),
menggunakan warna untuk menduga umur
simpan pisang Lampung dalam kemasan
strech film.
Pengetahuan tentang umur simpan
suatu produk hortikultura sangat berguna
dalam penyimpanan, dengan diketahuinya
pendugaan umur simpan maka dapat
ditetapkan perlakuan apa yang mesti
diberikan pada produk tersebut.
Pada
pemasaran misalnya, dengan pendugaan
umur simpan maka produk yang memiliki
umur
simpan
pendek,
distribusi
pemasarannya sebaiknya tidak terlalu jauh
dari sentra produksi, untuk mengurangi
kehilangan (losses) produk.
Definisi umur simpan pada penelitian
ini adalah kisaran waktu antara pada saat
buah dipetik sampai buah ditolak konsumen
dimana buah masih memiliki mutu yang
baik. Penentuan batas umur simpan sawo
dilakukan dengan uji organoleptik terhadap
tekstur sawo yang disimpan pada suhu
27°C
selama
10
hari.
Dasar
pertimbangannya adalah bahwa selama
penyimpanan, tekstur sawo semakin lunak
sampai pada akhirnya tidak diterima oleh
konsumen. Asumsi yang digunakan bahwa
bila skor penerimaan dibawah 5 (netral)
maka dianggap sawo sudah ditolak
konsumen.

11

Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19
Suhu
merupakan
faktor
yang
berpengaruh terhadap perubahan mutu
makanan.
Semakin
tinggi
suhu
penyimpanan maka laju reaksi berbagai
senyawa kimia akan semakin cepat. Dalam
hal ini tekstur akan mengalami perubahan
nilai yang mengikuti fenomena kemunduran
mutu produk sesuai persamaan Arrhenius.

=



.......................................... (1)

Keterangan :
Ti : nilai tekstur prediksi penyimpanan
hipobarik (mm/gr.detik)
T0 : nilai tekstur awal (mm/gr.detik)
k : konstanta penurunan mutu
t : waktu (hari)
Nilai konstanta penurunan mutu (k)
merupakan fungsi dari tekanan dan suhu



=

................................(5)

Keterangan :
TT : nilai tekstur yang merupakan fungsi
suhu (mm/gr.detik)
ksuhu : konstanta tekstur dari suhu
Ea : energi aktivasi (kJ/mol)
R : konstanta gas (J/Kmol)
T : suhu (K)
Dengan mengubah Ea/R menjadi kt,
persamaan nilai tekstur sebagai fungsi
suhu dapat dituliskan sebagai


=

.....................................(6)

Keterangan :
TT : nilai tekstur yang merupakan fungsi
suhu (mm/gr.detik)
ksuhu : konstanta tekstur dari suhu
kt : konstanta suhu
T : suhu (K)

k = f (P , T) ........................................... (2)
sehingga nilai tekstur prediksi merupakan
fungsi
tekanan,
suhu
dan
waktu
penyimpanan,
Ti = T0 [f (P)] [f(T)] [f(θ)].................. (3)
Tekanan di ruang penyimpanan dalam
penyimpanan hipobarik, adalah sebesar 30,
50 dan 70 kPa (di bawah 101 kPa) dengan
suhu 10°C dan 20°C
selama 10 hari.
Asumsi yang digunakan ialah semakin
rendah tekanan maka penurunan tekstur
semakin
kecil.
Nilai
tekstur
yang
merupakan fungsi tekanan dituliskan
sebagai,

=

.......................................... (4)

Keterangan :
TP : nilai tekstur yang merupakan fungsi
tekanan (mm/gr.detik)
ktek : konstanta tekstur dari tekanan
P : tekanan atmosfer perlakuan (kPa)
kp : konstanta tekanan
Menurut Exama et al. (1993) untuk
menghitung fungsi suhu terhadap nilai
tekstur dapat dicari dengan persamaan

12

Nilai penetrasi sawo diperoleh dari
pengukuran tekstur dengan penetrometer
−"
$ " $ $

%
" #

"
!

.........(7)

##
θ

Keterangan :
W0 : berat sawo awal (kg)
Wθ : berat sawo saat pengamatan (kg)
sedangkan
nilai
tekstur
(kekerasan)
observasi diperoleh dengan menginverskan
persamaan (7) agar sesuai dengan
fenomena
laju
penurunan
mutu
berdasarkan persamaan Arrhenius. Nilai
tekstur awal (T0) diasumsikan sama pada
tiap perlakuan karena kondisi kekerasan
awal (saat dipanen) sama.
Penggabungan persamaan (4) dan (6)
ke persamaan (1) akan menghasilkan
persamaan nilai tekstur prediksi dimana
dan
merupakan konstanta dan
dapat disatukan menjadi konstanta A.

=

'()





................................(8)

Keterangan :
Ti : nilai
tekstur
prediksi
pada
penyimpanan hipobarik (mm/gr.detik)
T0 : nilai tekstur awal (mm/gr.detik)

Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa)

Keterangan :
θ : lama Penyimpanan (hari)
Ti : nilai tekstur prediksi penyimpanan
hipobarik (mm/gr.detik)
T0 : nilai tekstur awal (mm/gr.detik)
A : konstanta gabungan
dan

3. Aquades untuk melarutkan garam KNO3
mengukur konsumsi O2 dalam respirasi.
Alat yang digunakan:
1. Refrigerator penyegar udara sebagai
sumber pendingin
2. Vacuum switch dan relay vakum untuk
mengendalikan tekanan udara
3. Water jet vacuum untuk memompa
udara ruang simpan
4. Termokontrol
dengan
sensor
termokopel
untuk
mengendalikan
pendingin
5. Higrometer
untuk
mengukur
kelembaban relatif udara
6. Termometer bola basah dan bola kering
untuk menentukan RH udara luar
7. Vakummeter analog untuk mengukur
tekanan ruang simpan
8. Termometer untuk mengkalibrasi suhu
ruang pendingin
9. Toples kaca sebagai ruang simpan
komoditi
10.Penetrometer untuk mengukur tekstur
buah sawo

P
kP
kt
T

Rangkaian alat secara keseluruhan
dalam penelitian ini ditunjukkan pada
Gambar 1.

A

: konstanta gabungan

P
kP
kt
T
θ

:
:
:
:
:

dan

tekanan atmosfer perlakuan (kPa)
konstanta tekanan
konstanta suhu
suhu (K)
lama Penyimpanan (hari)

Persamaan (8) dapat digunakan untuk
memprediksi umur simpan sawo pada
penyimpanan
hipobarik
dengan
memasukkan batas tolak tekstur sawo hasil
uji organoleptik hedonik sebagai nilai Ti.
Persamaan prediksi umur simpan sawo
dapat dituliskan sebagai,

θ=

%
−)

[

:
:
:
:



] ............................... (9)

tekanan atmosfer perlakuan (kPa)
konstanta tekanan
konstanta suhu
suhu (K)

Tujuan dari penelitian ini adalah
membuat pemodelan nilai tekstur dan umur
simpan buah sawo pada penyimpanan
hipobarik dengan pengkombinasian tekanan
dan suhu ruang.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan:
1. Buah sawo kultivar manila yang
diperoleh
dari
daerah
KalisongoMalang. Sawo dipanen pada umur kirakira 120 hari kemudian digosok kulitnya
dengan sabut kelapa dan dicuci hingga
bersih. Buah sawo yang digunakan
dipilih yang seragam, baik warna,
ukuran maupun bentuknya.
2. Garam KNO3 untuk mengkondisikan RH
udara dalam bentuk larutan garam jenuh

Metode
Metode
yang
digunakan
yaitu
perancangan
alat
dan
pengujian.
Perancangan alat meliputi ruang pendingin
dan ruang penyimpan alat kontrol dan
peralatan pendukungnya. Pengujian hasil
perancangan
dengan
menggunakan
komoditas
buah
sawo
selanjutnya
dilakukan pengamatan tekstur sawo selama
10 hari dan uji organoleptik terhadap sawo
yang disimpan pada suhu 27°C setiap hari
selama 10 hari. Perlakuan penelitian pada
kondisi hipobarik dengan kombinasi 2
perlakuan suhu (10°C dan 20°C) dan 3
perlakuan tekanan (30, 50 dan 70 kPa)
serta perlakuan kontrol dalam tanpa
hipobarik suhu 10 dan 20°C dan kontrol
luar suhu 27°C tanpa hipobarik.

13

Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19

Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mesin refrigerator
Sistem water jet
Pompa sentrifugal
Bak air
Saklar vakum
Kaki penyangga
Termokontrol
Evaporator pendingin
Ruang pendingin

11.Saluran udara
12.Vakummeter
13.Relay vakum
14.Termometer
15.Termokopel
16. Higrometer
17. Larutan KNO3 jenuh
18. Buah sawo
19.Perlakuan kontrol

Gambar 1. Gambar Skematis Rangkaian Alat Penyimpanan Hipobarik
HASIL DAN PEMBAHASAN
*

Tekstur
Sebaran data hasil pengukuran tekstur
buah sawo diperoleh dengan menginverskan nilai tekstur agar sesuai dengan
fenomena
laju
penurunan
mutu
berdasarkan persamaan Arrhenius.
Nilai tekstur terendah pada suhu 10°C
dicapai pada tekanan 30 kPa, sebesar
186,62 gr/mm/detik dan tertinggi dicapai
pada tekanan 70 kPa sebesar 254,42
gr/mm/detik. Pada perlakuan kontrol dalam
suhu 10°C tanpa hipobarik, nilai tekstur
sebesar 99,44 gr/mm/detik, sedangkan
pada perlakuan kontrol luar suhu ruang,
sebesar 36,62 gr/mm/detik, seperti pada
Gambar 2.

14

+

'

-

'

-

'

-

./ "/ % 0 % #
./ "/ % 1 "

*

*

+

,

Gambar 2. Nilai Tekstur pada
Penyimpanan Hipobarik Suhu
10°C
Kecenderungan penurunan nilai tekstur
juga terjadi pada suhu penyimpanan 20°C
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.Pada

Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa)
perlakuan hipobarik, nilai tekstur terendah
dicapai pada perlakuan tekanan 70 kPa,
sebesar 205,38 gr/mm/detik dan tertinggi
dicapai pada perlakuan tekanan 30 kPa
sebesar
253,35
gr/mm/detik.
Pada
perlakuan kontrol dalam suhu 20°C tanpa
hipobarik, nilai tekstur sebesar 99,93
gr/mm/detik.
*
+

'

-

'

-

'

-

./ "/ % 0 % #
./ "/ % 1 "

*

*

+

,

Gambar 3. Nilai Tekstur pada
Penyimpanan Hipobarik Suhu
20°C
Penurunan tekstur berkaitan dengan
senyawa pektin. Di dalam dinding sel dan
lamela tengah, pektin berfungsi sebagai
bahan perekat. Salah satu fungsi pektin
adalah menjaga ketegaran buah dan dengan
adanya perubahan pektin maka ketegaran
buah akan berkurang.
Perubahan
zat
pektin
selama
pematangan diawali dengan pemecahan
protopektin
oleh
aktivitas
enzim
protopektinase
menjadi
pektin.
Selanjutnya pektin mengalami demetilasi
(pelepasan gugus metil) menjadi asam
pektinat yang selanjutnya mengalami
demetilasi menjadi asam pektat yang
merupakan polimer asam galakturonat.
Proses demetilasi pada pektin dan asam
pektinat dikatalisis oleh enzim pektin
metilesterase. Pada tahap akhir asam
poligalakturonat akan terpecah oleh enzim
poligalakturonase
menjadi
monomermonomer asam α-D-galakturonat. Tingkat
kelarutan zat-zat pektin menjadi semakin
tidak larut bila terdapat semakin banyak
gugus metil pada senyawa (Meyer, 1973).
Pada buah matang, kandungan pektat
dan pektinat menurun. Kecenderungan ini
terdapat pada buah pisang, semangka,

jeruk, arbei, mangga. Pada buah yang
terlalu matang asam pektinat telah
dihidrolisa membentuk asam pektat dan
gula (Winarno dan Aman, 1981).
Ghazali dan Peng (1993) melaporkan
adanya
korelasi
antara
aktivitas
poligalakturonase dan kekerasan buah.
Kekerasan
menurun
bila
aktivitas
poligalakturonase
sangat
tinggi.
Penghambatan pada terjadinya pelunakan
jaringan
buah
berkorelasi
dengan
penurunan
aktivitas
enzim
poligalakturonase.
Suhu penyimpanan berpengaruh pada
penurunan tingkat kekerasan. Pada proses
pelunakan terjadi degradasi pektin dengan
bantuan
enzim.
Enzim
membutuhkan
kondisi
tertentu
untuk
melakukan
aktivitasnya. Pada suhu 20°C, laju respirasi
dan aktivitas enzim berlangsung lebih
cepat, sehingga menyebabkan jumlah
pektin yang tidak larut lebih cepat
berkurang. Sebaliknya pada suhu 10°C,
aktivitas
enzim
menurun,
sehingga
degradasi
pektin
menjadi
senyawasenyawa yang lebih sederhana dapat lebih
dihambat
pembentukan
reaksinya.
Akibatnya proses pelunakan terjadi lebih
lambat.
Fenomena ini didukung oleh Bourne
(1982) yang melakukan penelitian terhadap
19 jenis buah dan sayuran dengan berbagai
varietas pada variasi suhu antara 0 2 45°C.
Bourne melaporkan bahwa semakin tinggi
suhu penyimpanan, nilai tekstur buah dan
sayur akan semakin meningkat, kecuali
aprikot dan buncis nilai tekstur akan
et
al.
(2000)
menurun.
Bender
menambahkan bahwa tekstur mangga
varietas Haden dan Tommy Atkins yang
disimpan pada konsentrasi O2 2, 3, 4, dan 5
kPa lebih keras dibandingkan dengan
mangga yang disimpan pada suhu ruang.
akan
Pengurangan
konsentrasi
O2
memperlambat pelunakan mangga.
Hasil Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik dan hasil
pengukuran tekstur dengan penetrometer
terhadap sawo yang disimpan pada suhu
27°C (kontrol luar) disajikan pada Tabel 1.

15

Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19
Tabel 1. Uji Organoleptik Hedonik dan
Pengukuran
Tekstur
dengan
Penetrometer
Hari
ke-

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Skor Uji Organoleptik
Keke
Kenam
Rasa
rasan
pakan

1
1
1
1,67
4,4
5,2
6
3,2
1,93
1
1

1
1
1
1,33
6,2
7
6,6
2
1,07
1
1

1
1
1
1,33
3,8
4,3
5
6
1,33
1
1

Nilai
Tekstur
(gr/mm/dtk)

1410,55
815,98
633,09
431,26
319,44
105,43
54,70
49,52
44,06
41,45
36,62

Kenampakan sawo pada hari ke-0
sampai ke-3 adalah putih kuning pucat dan
bergetah karena sawo masih mentah. Pada
hari ke-4 sampai ke-6 berkisar antara
coklat muda hingga coklat. Pada hari ke-7
sampai ke-10 adalah coklat hingga coklat
tua
karena
sawo
mulai
busuk.
Kecenderungan panelis lebih menyukai
kenampakan sawo berwarna coklat yakni
saat sawo tepat matang.
Rasa sawo pada hari ke-0 sampai ke-3
adalah sepat karena sawo masih mentah.
Pada hari ke-4 sampai ke-6 sawo sudah
berasa manis dan berair. Pada hari ke-7
sampai ke-10 sawo berasa masam dan
berair sekali karena sudah mulai busuk dan
rusak.
Kecenderungan
panelis
lebih
menyukai sawo yang manis.
Kekerasan (tekstur) sawo pada hari
ke-0 sampai ke-3 sangat keras karena
sawo masih mentah.
Pada hari ke-4
sampai ke-6 sawo mulai lunak. Pada hari
ke-7 sampai ke-10 sawo sangat lunak,
berair sekali dan berbau busuk karena
sudah
mulai
busuk
dan
rusak.
Kecenderungan panelis lebih menyukai
sawo yang lunak.
Dengan demikian, maka dapat dibuat
batasan
kesukaan
panelis
terhadap

16

kenampakan, rasa dan kekerasan sawo
terhadap nilai tekstur sawo. Kenampakan
yang disukai adalah yang coklat muda
sampai coklat, berasa manis dan bertekstur
agak lunak sampai lunak. Kenampakan,
rasa dan kekerasan yang disukai berkisar
pada hari ke-4 hingga ke-6 dengan nilai
tekstur antara 319,44 hingga 54,90
gr/mm/detik.
Pemodelan Nilai Tekstur Sawo
Penurunan nilai tekstur dipengaruhi
oleh banyak hal, salah satunya adalah
kondisi udara ruang penyimpanan.. Pada
penyimpanan hipobarik, tekanan ruang
simpan berada di bawah 1 atmosfir,
bersuhu rendah dan memiliki kelembaban
relatif yang tinggi sehingga pelunakan buah
sawo dapat diperlambat.
Model yang dikembangkan dalam
penentuan tekstur sawo pada penyimpanan
hipobarik menggunakan Persamaan (7),
dimana nilai tekstur
merupakan fungsi
tekanan, suhu dan waktu. Pengolahan data
menggunakan Microsoft Excel dan SPSS.
Pemodelan nilai tekstur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
sebagai
berikut:

=

−


)



θ


(10)

Keterangan :
Nilai
tekstur
prediksi
pada
Ti :
penyimpanan hipobarik (mm/gr.detik)
P : Tekanan atmosfer perlakuan (kPa)
T : Suhu (K)
θ
: Lama Penyimpanan (hari)
Nilai tekstur prediksi diperoleh dengan
menggunakan Persamaan (8) dan nilai
tekstur
observasi
diperoleh
dengan
menginverskan Persamaan (7). Untuk
menguji keeratan hubungan antara hasil
prediksi dan observasi dilakukan analisa
regresi linier dan diperoleh koefisien
korelasi (R) sebesar 0,988. Hubungan nilai
tekstur prediksi dan observasi pada
penyimpanan hipobarik pada Gambar 4.

Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa)
Keterangan :
θ
: lama Penyimpanan (hari)
P : tekanan atmosfer perlakuan (kPa)
T : suhu (K)
,
*
34
4 ,+*,

Tabel 2. Pendugaan Umur Simpan Sawo
pada Penyimpanan Hipobarik

+

Gambar 4. Hubungan Nilai Tekstur
Prediksi dan Observasi pada
Penyimpanan Hipobarik
Syarat keberlakuan persamaan (10)
adalah bila sawo disimpan pada suhu 10°C
- 27°C dan tekanan 30 kPa 2 101 kPa.
Nilai tekstur awal sawo yang disimpan
pada tiap perlakuan dianggap sama,
sehingga persamaan (10) berlaku umum.
Pemodelan Umur Simpan Sawo
Prediksi umur simpan sawo pada
penyimpanan hipobarik diperoleh dengan
mengasumsikan
bahwa
sawo
yang
disimpan pada penyimpanan hipobarik akan
mengalami perubahan tekstur yang relatif
sama dengan perubahan tekstur sawo yang
disimpan pada suhu kamar 27°C. Pada
penyimpanan hipobarik, tidak dilakukan uji
organoleptik
karena
semua
panelis
memberi skor 1 (amat sangat tidak
menyukai). Hal ini menunjukkan bahwa
sawo belum layak dikonsumsi.
Penentuan batasan umur simpan sawo
adalah nilai skor kekerasan pada skala
hedonik 5 (netral) yang diperoleh dari uji
organoleptik metode hedonik dari sawo
(Tabel 1).
Pada skala hedonik 5 nilai
tekstur sebesar 54,70 gr/mm/detik. Jika
nilai 54,70 gr/mm/detik dimasukkan ke
Persamaan (10) sebagai Ti (nilai tekstur
prediksi) maka dapat diduga umur simpan
sawo pada penyimpanan hipobarik yang
disajikan pada Tabel 2.
θ=

................ (11)





Persamaan (11) dapat digunakan
dengan syarat keberlakuan bahwa sawo
disimpan pada suhu 10°C - 27°C dan
tekanan 30 kPa 2101 kPa.




Umur
Simpan
Prediksi
(Hari)

Perlakuan

Tekanan 30
Tekanan 50
Tekanan 70
Tekanan 30
Tekanan 50
Tekanan 70
Suhu 10°C
Suhu 20°C
Suhu 27°C

kPa
kPa
kPa
kPa
kPa
kPa

suhu
suhu
suhu
suhu
suhu
suhu

10°C
10°C
10°C
20°C
20°C
20°C

22
20
19
19
18
17
16
14
8

Semakin rendah perlakuan tekanan dan
suhu pada penyimpanan hipobarik maka
umur simpan sawo akan semakin lama
(Tabel 2). Pematangan pada buah dapat
diperlambat dengan penyimpanan hipobarik
karena terjadi penurunan tekanan parsial
pada oksigen dan untuk beberapa buahbuahan juga terjadi penurunan etilen.
Penurunan tekanan udara sebesar 10 kPa
(0.1 atm) setara dengan penurunan
konsentrasi oksigen sekitar 2% pada
tekanan
atmosfir
normal.
Penurunan
konsentrasi O2 mempunyai beberapa
pengaruh yaitu akan terjadi penurunan laju
respirasi,
memperlambat
kerusakan
klorofil, produksi C2H4 menjadi rendah dan
dapat
memperlambat
pematangan,
sehingga umur simpan suatu komoditi
dapat lebih panjang.
Peningkatan
klimakterik
dalam
respirasi
mencerminkan
peningkatan
aktivitas metabolik yang berlangsung pada
fase transisi dari fase pertumbuhan buah
sampai fase senesensi. Saat itu bertepatan
dengan peningkatan laju produksi etilen
17

Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19
dan perubahan yang berkaitan dengan
pematangan seperti perubahan warna, cita
rasa, dan tekstur.
Sawo termasuk jenis buah klimakterik
yang memiliki pola kenaikan respirasi
secara tiba-tiba hingga mencapai suatu
puncak respirasi, dimana puncak tersebut
menunjukkan kematangan penuh dan
terjadi penurunan konsentrasi oksigen
internal yang tajam. Penyimpanan pada
konsentrasi O2 rendah akan menurunkan
laju respirasi dan transpirasi, menghambat
reaksi
enzimatis,
menekan
laju
pertumbuhan
mikroorganisme,
memperlambat kemunduran mutu produk
sehingga umur simpannya semakin lama
dan kesegaran buah dapat dipertahankan,
dan untuk buah klimakterik akan terjadi
penundaan kenaikan klimakterik
Karim
(1993)
merekomendasikan
bahwa untuk buah sawo penyimpanan
dengan kontrol atmosfer dilakukan pada
suhu 20°C dengan kadar CO2 5–10% yang
akan mengurangi laju keluaran etilen.
Hal tersebut didukung oleh penelitian
Wu et al. (1972) dalam Thompson (1998)
yang
menunjukkan
bahwa
dengan
penyimpanan
hipobarik
pada
kondisi
tekanan 13,6 kPa akan menghambat
pemasakan tomat, perubahan fisiologi
pasca
panen
akan
tertunda
dan
memperpanjang umur simpannya yakni 100
hari. Tomat akan matang pada 86,11 kPa 7
hari sesudah panen. Plotto dan McDaniel
(1999) juga melaporkan bahwa apel 5Gala6
yang disimpan pada CAS secara komersial
dapat memperpanjang umur simpan apel.
Pada kondisi O2 rendah dan CO2 tinggi
secara
signifikan
memperlambat
kemasaman karena busuk, kehilangan berat
dan kekerasan.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa penyimpanan hipobarik mampu
menghambat pemasakan sawo, karena
penurunan tekanan parsial pada oksigen
yang digunakan untuk respirasi dan
perubahan fisiologi pasca panen juga
tertunda. Umur simpan dari suatu komoditi
tergantung dari banyak faktor misalnya
kecepatan respirasi, interaksi antara
senesensi alami (kehilangan kualitas),
pertumbuhan organisme perusak dan
18

kepekaan terhadap cacat suhu dingin
(Tranggono dan Sutardi, 1990). Pada
buah-buahan yang tidak peka terhadap
cacat suhu dingin, umur simpan maksimal
dapat diperoleh dengan penyimpanan pada
suhu dekat titik beku jaringan. Umur
simpan komoditas sangat bervariasi dan
hal ini dapat dihubungkan dengan laju
respirasi.
Pada umumnya terdapat
hubungan terbalik antara laju respirasi dan
umur simpan komoditas, yaitu komoditas
yang memiliki kecepatan respirasi rendah
umumnya mampu bertahan lebih lama
(memiliki umur simpan lebih panjang).
Hal tersebut didukung oleh penelitian
Salunkhe and Wu (1975) dan Burg (1975)
dalam Thompson (1998) yang melaporkan
bahwa dengan penyimpanan hipobarik yang
dikombinasikan dengan lemari pendingin,
umur simpan buah akan makin lama jika
dibandingkan bila buah disimpan dalam
lemari pendingin saja.Wang and Dilley
(2000)
juga
melaporkan
bahwa
penyimpanan buah apel jenis 5 Law Rome6
dan 5Granny Smith6 pada kondisi hipobarik
tekanan total 5 kPa dan atmosfer
terkontrol 1.5 atau 3% O2 dengan 0 atau
3% CO2, selama 8 bulan pada 1°C. Setelah
1 bulan penyimpanan tidak tampak
munculnya jamur dan pemasakan buah
dapat ditunda.
KESIMPULAN
Pemodelan
nilai
tekstur
pada
penyimpanan
hipobarik
buah
sawo
dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut
−


=



)

θ


Pemodelan
umur
simpan
pada
penyimpanan
hipobarik
buah
sawo
dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut
θ =




)






Model nilai tekstur dan umur simpan buah
sawo ini hanya berlaku pada suhu ruang

Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa)
penyimpanan 10°C - 20°C dan tekanan 30
kPa - 70 kPa.
Pada penyimpanan dengan suhu 10°C
dan tekanan 30 kPa didapatkan nilai
terendah pada nilai tekstur (186,62
gr/mm/detik) yang memiliki umur simpan
terpanjang yaitu 22 hari.
Dari uji organoleptik buah sawo yang
disimpan pada suhu 27°C diperoleh bahwa
panelis menyukai kenampakan buah sawo
yang berwarna coklat muda sampai coklat,
berasa manis dan bertekstur agak lunak.
Kenampakan, rasa dan kekerasan yang
disukai berkisar pada hari ke-4 hingga ke6 dengan nilai tekstur antara 319,44 hingga
54,90 gr/mm/detik.
Kajian lanjutan masih diperlukan untuk
mengetahui perubahan mutu fisik, kimiawi,
biologis dan uji organoleptik buah sawo
pasca penyimpanan hipobarik.

( $#
)*1 ? )**
$&
!

%

4

:

5

A
(

<

'

'

DAFTAR
DAFTAR PUSTAKA

! " # $ %
& #'
(
& $
$
$
$
) * +,- . / /0/)1
%
)23
4((
(
&'
5$ & ##
(
6
5 $#
7
#
(
5
$
8/ . 88 0888
9$
5
"$ #
4!
%
6
!
6
1
4((
(
'
$ %
$$ #
4
4"
$
: 6
(
!
;
( <
< #$
), . )18)0)1*
&
; !
=$ ! >
!
%
'$
)221
$
$$
(
< #$ #
5$ &#
(
$($
& #'
< = $
( 5 $#
7
#
( 5
$
*3 +,- . )1,* ? )1/
@ $
<
)221
%
#$ <
$"$
$
$' $
(

#

;

;$

3 +8- .
##
2
°%

)221
(
%B

)
)*
<
$ # * . 881
@$
% && $
< #
" #
$
( ( #
=
'' # +2
'.
#$
&
' $
&
$
)222
%
$@ $
( C: D
''
&
5 "
.
$((
#
6
%
& #'
$
& $
$
$
$ ) 8 +8-. 8),08 1
$
; 5
)2/,
! 6 < ##
+ '
$ (
"
#
$ ))+*-. 82)082
$
;
#
! < $ $'#
!
=#
)2/,
(
"
#
<
$
(
5$ #
B
$
'$
5 $
%
# .
"
. ) 20))1
$ (
$ )228
=
$
<
$&'
<
<
$
=
)22
5$#$
$ < #
<
$=
5 =
# < #
9
E $" #$ #
: 9
F
=
$ )22
$ =$&$
=
$ < #
<
< #
E $" #$ # <
:$@$
E $" #$ # : 9
F
=
&'#
)223
%
& #'
( 5 $#
7
#
%
B
$
; $ (
E $
$
&
>
$
'
$
& " #
0
7
$ #
$
! 6
&'
B
$
(
' ($ $
( '' # < #
" #
$
)3 .)2) ? )22
5:
;$ =
= # &
)23)
5$#$
$
! ' # <
#
=

19