T HEI NFLUENCE OF
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
PENGARUH FAKTOR DEMOGRAFIS MASYARAKAT KOTA TERHADAP LITERASI BERITA TELEVISI
THE INFLUENCE OF DEMOGRAPHIC FACTORS OF THE URBAN SOCIETY
TOWARD TELEVISION NEWS LITERACY
Udi Rusadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Literasi dan Profesi, Badan Litbang SDM Kominfo
Jl. Medan Merdeka Barat 9, Jakarta Pusat. Telp./Hp.081584200741
Email: [email protected]
diterima: 11 Mei 2015 | direvisi: 22 Mei 2015 | disetujui: 29 Mei 2015
ABSRACT
The influence of media in communication studies and media practices has always became interest because in
normative theories media is expected to provide functional effects. One of the assumption to make media has
functional influence is the literacy condition of the society. Television news as the product of media has unique
characteristic and process which vary from other non-media products, so certain literacy is needed by the
society concerning to TV news. This study aims to explain the literacy condition of the urban society and the
influence of demographic factors towards television news literacy. The study was conducted in Banjarmasin
south Kalimantan using survey method. The result shows that people have always strong literacy to select in
term of content, process, and assessment of the television news. The literacy perspective is still in positivistic
context which regard news as the delivery process of reality and not as a construction of reality. Not all
demographic aspects influence all aspect of literacy and aspect kinds of work have the most influence on the
elements of news literacy.
Keywords: Literacy, Television News, Urban Society, Demographic.
ABSTRAK
Pengaruh media dalam kajian komunikasi dan praktek media selalu menjadi perhatian karena dalam teori-teori
normatif, diharapkan mampu memberikan efek yang fungsional. Salah satu asumsi agar media berpengaruh
fungsional, ialah kondisi literasi masyarakatnya yang harus memadai. Berita TV sebagai salah satu produk
media memiliki karakteristik dan proses yang unik yang bebeda dengan produk lain yang bukan media,
sehingga diperlukan literasi tertentu masyarakatnya terhadap berita TV. Studi ini bertujuan menjelaskan
kondisi literasi masyarakat kota dan pengaruh faktor demografis terhadap literasi berita televisi. Penelitian
dilakukan di wilayah kota Banjarmasin Kalimantan Selatan, dengan metode Survey. Hasilnya menunjukkan,
masyarakat sudah memiliki literasi yang cukup kuat terhadap perlunya melakukan seleksi baik dalam aspek
isi, proses dan penilaian berita televisi. Perspektif literasi mereka masih dalam konteks positivistik, yang
melihat proses berita sebagai proses pengiriman realitas dan bukan konstruksi realitas. Tidak semua aspek
demografis mempengaruhi semua aspek literasi dan aspek jenis pekerjaan memiliki pengaruh pada elemen
literasi berita yang paling banyak.
Kata Kunci : Literasi, Berita Televisi, Masyarakat Kota, Demografis.
I.
Teori-teori komunikasi fungsional menempatkan
posisi media menjadi bagian dari system yang
memberikan
pengawasan,
korelasi,
menghubungkan antar generasi dan hiburan dalam
rangka menciptakan keberlangsungan kehidupan
PENDAHULUAN
Media dalam kehidupan masyarakat menjadi
salah satu sub system yang memberikan warna pada
arah dan kondisi kehidupan masyarakat itu sendiri.
47
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
masyarakat (Wright 1975). Namun apakah dalam
kenyataannya media memberikan pengaruh yang
sesuai dengan fungsinya, belum bisa menjamin.
Wright lebih lanjut merumuskan kemungkinan
media memberikan pengaruh yang disfungsional,
yaitu tidak sesuai atau menyimpang dari fungsinya.
Bentuk pengaruhnya pun bagi Wright,
kemungkinan terjadi secara nyata atau tidak nyata.
Mengenai kemungkinan efek yang terjadi, teoriteori efek komunikasi merumuskan berbagai
formula yang berbeda beda. Severin (2013),
menjelaskan perkembangan teori efek komunikasi,
dan digambarkan seperti sebuah putaran, mulai dari
temuan yang menunjukan pengaruh kuat, kemudian
disusul dengan pengaruh terbatas, moderat dan
kembali kepada posisi awal yang menunjukkan
bahwa media bisa berpengaruh kuat. Jika kita
percaya bahwa media berpengaruh kuat, maka kita
menganggap yang disajikan media akan bisa
mengubah
kognitif,
sikap
dan
perilaku
khalayaknya.
Dengan mengacu pada pandangan bahwa
media berpengaruh kuat maka isi media sangat
dominan. Permasalahannya bagaimana menghadapi
kecenderungan fenomena media dewasa ini yaitu
liberalisasi dan industrialisasi media. Liberalisasi
media yang dilakukan diberbagai negara termasuk
di Indonesia, mengurangi dan cenderung
menghapus pengaturan negara terhadap media.
Negara tidak memiliki kekuasaan mengendalikan
media, bahkan untuk lembaga penyiaran yang
menggunakan ranah publik yaitu frekuensi radio,
pemerintah tidak memiliki kewenangan dalam
mengendalikan isi media penyiaran. Dengan
fenomena ini maka media memiliki keluasaan
dalam memproduski isi media dengan hambatan
yang minimal.
Kondisi ini menjadi semakin kompleks ketika
media memasuki era industri. Lembaga media tidak
bisa
dipandang
hanya
sebagai
lembaga
kemasyarakatan, tetapi juga sebagai lembaga bisnis
atau industri yang mengelola komoditas imagi.
Dengan posisi ini media kemungkinan akan
semakin menjauhkan isinya dari tuntutan untuk
menunjang
keberlangsungan
dan
menjadi
fungsional dalam pembangunan masyarakat. Media
akan dikendalikan oleh tuntutan pasar, yang semata
mengejar jumlah dan ukuran khalayak dalam
mengakses media sebagai ukuran pemasukan
kapital dari iklan.
Faktor liberalisasi dan industrialisasi menjadi
kerangka kerja (framework) para pemilik dan
pengelola media dalam memproduksi isi media.
Dalam proses produksi, media berusaha merancang
isi media yang sesuai dengan strategi pasarnya.
Dalam kerangka ini bagaimana media memilih
sumber isi media, menentukan program dan
kemasan yang sesuai selera pasar. Termasuk dalam
hal ini ialah program berita televisi, para produser
berita akan memilih realitas yang sesuai dengan
selera pasar dan juga dalam representasinya baik
dalam judul, isi, gambar dan posisi dalam halaman
maupun dalam penggunaan bahasa .
Dalam teori-teori jurnalisme ada dua teori yang
disebut jurnalisme kendali professional atau
professional driven jounalism dan jurnalisme yang
dikendalikan masar atau market driven journalism
(McManus, 1994). Pada jurnalisme kendali pasar
memandang bahwa suatu peristiwa atau pendapat
akan dipilih sebagai berita jika memiliki nilai yang
dapat dijual dan bisa mendapatkan iklan atau
sponsor. Sebaliknya pada jurnalisme kendali
profesional ukuran nilai berita akan merujuk pada
apakah peristiwa atau pandapat tersebut memiliki
kepentingan bagi publik yang mungkin saja tidak
memiliki nilai jual.
Ketika media berada dalam kungkungan
idustrialisasi yang kemungkinan akan menjauhkan
dari nilai nilai masyarakat, dan ketika negara dan
masyarakat tidak bisa mengendalikan media maka
nilai fungsi media akan menjadi fungsional dalam
kehidupan masyarakat sangat tergantung pada
konsisi literasi masyarakatnya. Permalahahannya,
bagaimana kondisi literasi masyarakat terhadap
program berita di media. Kondisi literasi
masyarakat terhadap media akan berkaitan dengan
kondisi demografis masyarakatnya, meliputi antara
lain jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan. Adanya keterkaitan antara faktor
demografis dengan literasi media sejalan dengan
teori media perbedaan social dengan akses terhadap
media, dimana perbedaan individual, social dan
cultural bisa membedakan karakteristik akses
terhadap media (Ball-Rokeach 1989).
48
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
Penelitian literasi media selama ini lebih
banyak memiliki fokus luas pada isi media secara
keseluruhan. Penelitian di Indonesia misalnya
penelitian penelitian yang dilakukan oleh Yudhita
(2103), Masitoh (2013), (Arif 2013), Lubis (2013)
dan penelitian dalam tingkat internasional antara
lain menurut tinjauan
Buckingham
(2005),
terdapat gap bacaan literasi berdasarkan jenis media
dan berdasarkan kategori khalayaknya yaitu usia
anak-anak dan usia dewasa. Selain itu menurut
survey yang dilakukan di Amerika (Kirsch 1993)
ditemukan bahwa mereka yang menunjukan litearsi
tinggi lebih tanpak pada responden memiliki
pekerjaan dan tingkat kesejahateraan yang tinggi.
Dengan demikian studi literasi dalam konteks
berita, belum banyak dilakukan dan untuk di
Indonesia penulis belum menemukan yang spesifik
leterasi berita.
Lokus penelitian literasi media difokuskan
pada masyarakat perkotaan di wilayah provinsi
Kalimantan Selatan, sebagai salah satu povinsi yang
terjangkau olah media televisi yang pancarkan dari
Jakarta, dan juga memiliki saluran televisi lokal.
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan
memberikan gambaran literasi masyarakat
perkotaan di Provinsi Kalimantan Selatan terhadap
berita televisi dan bagai mana hubunganya denga
kondisi demogafis mereka, apakah kondisi
geografis masyarakat kota mempengaruhi lierasi
berita bagi masyarakat perkotaan khusunya di
Wilayah Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Secara konseptual literasi sering dihubungkan
dengan media cetak, sebagaimana istilah literasi
yang mengandung pengertian kemampuan
membaca. Konsep tersebut kemudian diperluas oleh
para pemikir lainnya yang mengemukakan literasi
visual untuk media lain seperti televisi dan film.
Konsep lainnya sejalan dengan perkembangan baru
yaitu munculnya komputer, yang tidak saja
menunjukkan ada aspek visual dan verbal tetapi
juga ada aspek lainnya berupa aplikasi-aplikasi
yang memerlukan pengetahuan dan kehalian
tersendiri, sehingga berkembang konsep literasi
komputer atau computer literacy. Istilah lain,
berkaitan dengan perkembangan teknologi, adalah
literasi digital, sehingga ada literasi teknologi,
literasi digital, literasi komputer dan literasi
informasi. Steyer (2002), mendefinisakan literasi media
sebagai kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
evaluasi dan proses produksi media. Dalam konteks
media masaa, literasi media menurur Harris (2014) lebih
kepada uapaya untuk memperkuat pilihan dari pada
upaya untuk melindungi pengaruh yang negatif.
Literasi media akan berkaitan dengan
perspektif dalam memandang media. Dalam teoriteori klasik mengenai komunikasi, media
mendistribusikan realitas yang ditangkap media,
seperti apa adanya. Suatu proses komunikasi
dipandang sebagai sebuah transportasi, yang
memindahkan satu pesan dari pengirim ke
penerima. Namun demikian dalam teori-teori
agenda setting, dan gatekeeping memberikan
perspektif bahwa media dalam mengungkapkan
realitas tidak murni sebagai realitas yang
dimediakan. Teori agenda setting, menjelaskan
media menonjolkan suatu isu tertetentu dan
menenggelamkan yang lainnya. Sedangkan teori
gatekeeing
memberikan penjelasan bahwa
kemungkinan media dalam memproduksi berita
melakukan proses penyaringan terhadap informasi
dari aslinya.
Teori framing, menjelaskan bahwa media
membingkai sebuah isu dalam bingkai yang
diinginkan oleh pembuat berita, yang bisa saja
berbeda dengan makna aslinya. Dalam konteks
literasi media, apakah masyarakat memiliki
pengetahuan tentang proses pemberitaan, bahwa
dalam proses peliputan dan pelaporan berita
kemungkianan terjadinya bias atau upaya
memberikan makna tertentu dari sebuah realitas.
Kemungkinan media tidak menyampaikan realitas
sebagaimana adanya bisa dipandang dari perspektif
klasik, yaitu faktor keterbatasan media seperti
deadline, keterbatasan sumber, kondisi geografis.
Selain itu dalam pandangan konstruktivis media,
secara sengaja memproduksi isi media menurut
perspektif media dan para awaknya, apakah untuk
kenpentingan ekonomi atau politik atau kekuasaan.
Pembahasan literasi terhadap berita merupakan
bagian dari bahasan literasi media. Hobbs
merumuskan media literasi secara luas sebagai
kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
mengevaluasi dan menciptakan media dalam
berbagai bentuk. Sedangkan Miller media literasi
menekankan kepada kebutuhan untuk membedakan
49
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
antar media dalam hal marketing, propagamda dan
budaya pop.
Menurut Potter (2008), ada tiga kelompok
bahasan yang esensial menegnai literasi media yaitu
pada lokus personal, stuktur pengetahuan dan
keahlian. Bahasa pada aspek personal, literasi
media dilihat dari apakah masyarakat mengikuti
media memiliki tujuan dan dorongan tertentu. Jika
memiliki tujuan maka masyarakat lebih fokus untuk
mengikuti program atau isi media tertentu yang
sesuai dengan tujuannya. Sedangkan dorongan
(drives) yang dimiliki akan menunjukkan tingkat
perhatian
dalam
mengikuti
media.
Jika
dorongannya kuat maka perhatiannya akan tinggi.
Aspek yang kedua struktur pengetahuan, yaitu
informasi yang terorganisasi dalam memori
seseorang. Informasi dan pengetahuan seseorang
akan mempengaruhi kesadaran orang dalam proses
pencarian informasi, konstruksi makna yang sesuai
dengan tujunnya. Area struktur pengetahuan
menurut Potter meliputi lima area, yaitu pengaruh
media, isi media, industri media, dunia nyata dan
tentang diri (self).
Aspek ketiga yaitu kemampuan (skill), yaitu
keahlian masyarakat dalam melakukan penilaian
terhadap isi media, meliputi kemamapuan analisis,
evaluasi, pengelompokan apa yang dianalisisnya
untuk membedakan satu sama lain, induksi yaitu
kemampuan mengumpulkan dan sejumlah elemen
pada pola-pola tertentu yang lebih umum, sintesa
ialah menyambung elemen dengan elemen lainnya.
Setelah itu kemampuan mendeduksi yaitu proses
analisis untuk memberikan kesimpulan dari hal
yang umum terhadap bagian-bagian atau elemen
yang terkecil.
Terakhir ialah abstraksi, meliputi kemampuan
mendekripsikan secara akurat jelas dan singkat
tentang sebuah esensi pesan. Dalam konteks ini
literasi media kemampuan membuat abstraksi
merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
merumuskan apakah sebuah media atau sebuah
program baik atau buruk dan mampu
mengkritisanya.
Oleh karena itu media literasi bersifat
multidimensional, tidak terbatas pada aspek
kognitif tetapi juga neliputi dimensi emosi, estetik,
dan moral. Media literasi juga bukalah sebuah
kategorikal tetapi sebuah kontium. Posisi literasi
seseorang merupakan satu posisi dalam suatu
derajat tingkat literasi dari yang lemah sampai kuat
(Potter 2008).
Studi ini berkaitan dengan berita, untuk
mengetahui bagaimanakah literasi masyarakat
terhadap berita. Dari tiga kelompok literasi yaitu
lokus personal, struktur pengetahuan dan
kemampuan atau skill, fokusnya pada pengetahuan
dan kemampuan atau skill. Jika Potter
mendefinisikan pengetahuan sebagai sebuah
struktur pikiran dalam memori seseorang yang akan
ikut mempengaruhi pemahaman terhadap isi media,
penelitian ini fokus pada pengetahuan mengenai
proses dan isi pemberitaan. Sedangkan dalam
elemen kemampuan, penelitian ini memfokuskan
pada selektifitas dan kemampuan dalam menilai
suatu berita dan cara-cara yang dilakukan dalam
menilai berita. Pengetahuan dan kemampuan
masyarakat mengenai isi berita media dan
prosesnya dan selektifitasnya diperkirakan akan
berbeda menurut karateristik demografis mereka
sebagaimana dalam teori perbedaan individual dan
sosial dalam mengakses media sebagaimana
dikemukakan oleh Ball Rockeach (1982).
II. METODOLOGI
Penelitian literasi media khususnya leterasi
khalayak terhadap media, merupakan kajian
komunikasi
(communication
study),
yang
memfokuskan elemen khalayak. Dalam konsep
media literasi, terdapat literasi para awak media atau
literasi khakayaknya. Penelitian ini memfokuskan
pada khlayaknya pada salah satu elemen media
massa pada tingkat individu.
Paradigma yang digunakan ialah paradigma
positivistik karena penelitian ini melihat realitas
sebagai suatu yang nyata yang diatur oleh kaidah
kaidah yang berlaku secara universal (Guba 2008).
Realitas literasi media diteliti berdasarakan
pernyataan pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap isi media dan proses produksi berita.
Pendekatan yang digunakan sesuai dengan
perspektif yang penelitian ini ialah pendekatan
kuantitatif. Metode yang digunakan ialah survey
ekspalanatif yang menerangkan kaitan antara
literasi media dan kondisi demografis khalayak.
50
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
menjamin kesamaan pemahaman terhadap
intrumenyang disusun sebelum pelaksanaan
penelitian dilanakan breafing dan pelatihan
pengisian instrument terhadap para pengumpul
data. Instrumen disusun secara terstruktur dengan
menggunakan closed structure yang terdiri dari
pertanyaan aspek demografis sebagai identitas
responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan,
pekerjaan.
Sedangkan aspek literasi meliputi selektifitas,
literasi isi, proses, dan pengecekan berita, dan cara
yang dilakukan dalam mengontrol kebenaran berita.
Skala yang digunakan ialah skala Likert, yang
menggali pernyataan responden terhadap elemen
literasi yang disusun, dengan rentang skala dari 1
samapi 5. Instrumen disusun berdasarkan pada
konsep-konsep literasi menurut Potter (2008),
dengan
melakukan
penyesuaian
dengan
permasalahan penelitian yaitu konteks berita
televisi.
Rentang literasi sejalan dengan skala Likert
mulai dari satu dalam kategori sangat rendah sampai
skala lima skala sangat tinggi. Ukuran validitas
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
mengguakan validitas konstruk, yang mengacu
pada konsep konsep mengenai Lierasi sebagaimana
Potter gunakan dengan penyesuaian penyeseuaian
sesuai dengan konteksnya. Sedangkan reliabelitas
penelitian didasarkan pada hasil uji reliabelitas
dengan menggunakan Alfa Cronbach, dan dengan
bantuan SPSS 16. Pengujian dilakukan terhadap 24
pernyataan, diperoleh nilai 8.00. Angka ini
menunjukkan adanya konsistensi internal atau
reliablelitas yang lebih tinggi dengan standar yang
biasa digunakan dalam penelitian sosial, yang
menerima 0,7 sebagai standar relibelitas.
Hasil penelitian diolah dengan proses standar
penelitian kuntitatif, dimulai proses koding data
kemudian entry data dalam apliksi SPSS 16.0.
Setelah proses dataentry selesai kemudian
dilakukan proses Cleaningdata untuk memperoleh
data yang bersih dan mengkategorikan semua data
yang telah di input.
Analisis dibantu oleh SPSS 16.0, pada dua
tingkatan yaitu tahap analisis distribusi frekuensi
dan analisis korelasi dengan menggunakan analisis
A. Lokasi Penelitian
Penelitian
dilaksanakan
di
Provinsi
Kalimantan Selatan, pada akhir tahun 2013 dengan
fokus masyarakat perkotaan yaitu masyarakat di
wilayah walikota Banjarmasin. Wilayah kota
Banjarmasin terdiri dari lima yaitu Bajarmasin
selatan, timur, tengah dan utara. Penelitian ini
membatasi pada wilayah kecamatan Banjarmasin
Tengah, dengan pertimbangan wilayah tersebut
merupakan wilayah perkotaan yang akan
mencerminkan kondisi literasi masyarakat
perkotaan di Wilayah Provinsi di Kalimatan
Selatan. Wilayah Banjarmasin Tengah merupakan
pusat bisnis dan pemerinthan dengan masyarakat
yang heteorogen. Dalam konteks literasi media,
keterpengaruhan lingkungan terhadap individu
kemungkinan sangat kuat sehingga dalam
mengakses media pun memerlukan kondisi literasi
yang memadai, yang perlu diketahui melalui
penelitian ini.
B.
Populasi dan Sample
Wilayah Kota Banjarmasin, yang menurut
statitistik (BPS Kota Banjarmasin tahun 2012
sebanyak 646.403.00 Orang, terdistribusikan ke
dalam lima wilayah kecamatan. Populasi penelitian
ialah wilayah kecamatan Banjarmasin Tengah
dengan jumlah penduduk 93.660.
Jumlah sampel sebanyak 100 orang dengan
mempertimbangkan
teorama
limit
sentral
sebagaimana dikemukakan Agung (2003) yang
menyatakan statistik rata-rata mempunyai distribusi
normal untuk mendekati tak berhingga.
Menurutnya, limit sentral dapat diterapkan dengan
ukuran sampel 30. Pertimbangan kedua ialah
keterbatasan anggaran yang hanya bisa menetapkan
100 responden, yang telah melebihi limit sentra
menurut teorama di atas. Namun demikian
penetapan ini tetap memiliki kelemahan karena
tidak bisa diketahui sampling erornya, yang menjadi
sebagai keterbatasan penelitian ini. Teknik
sampling yang digunakan ialah Multi Stage
Sampling dari tingkat kecamatan sampai RT. Proses
random dilakukan pada tingkat RT, dengan unit
analisis individu yang berumur 15 sampai 65 tahun.
Data literasi media dikumpulkan dengan teknik
wancara berpedoman kuesener yang standar. Untuk
51
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
Sumber berita terpercaya
Dilengkapi fakta
Wartawannya terpercaya
Disampaikan dengan sopan
Medianya terpercaya
Dipercaya banyak orang
0
10
Sangat Tidak Setuju
20
30
Setuju
Netral
40
Setuju
50
60
70
80
Sangat Setuju
Gambar 1. Perbandingan dalam proses seleksi (n=100)
Figure 1. Compairing on selection process (n=100)
prosentase 8 persen ke atas. Terjaring responden
yang tidak bekerja yang jumlahnya 8 %. Dari segi
agama, mayoritas sebanyak 94 % beragama Islam,
dana lainnya beragama kristen, protestan dan
Budha.
korelasi Pearson, yang menghubungkan variabel
bebas pada skala interval (tingkat pendidikan, usia
dan rata-rata pengeluaran dalam satu bulan) dengan
interval untuk variabel terikat ( total nilai setiap
elemen literasi). Selain itu juga digunakan analisis
uji rata-rata (T test) untuk menghubungkan variable
yang berskala nominal dichontomy (jenis kelamin)
dengen elemen literasi dan variabel nominal
polytomy (jenis pekerjaan) dengan elemen literasi.
B. Literasi Berita
Literasi berita media dalam penelitian ini
meliputi kesadaran pentingnya melakukan proses
seleksi dalam mengikuti berita, literasi isi dan
literasi dalam pengecekan isi berita dan cara
mengontrol kebenaran berita. Selektifitas, dalam
padangan Klapper meliputi seleksi dalam
memberikan perhatian, mengakses dan memahami
isi berita.
Hasil penelitian menunjukkan responden
menyadari perlunya melakukan proses seleksi
dalam mengikuti berita sebagaimana tercermin dari
data yang menunjukkan dominannya pernyataan
mereka yang setuju (55%) dan sangat setuju (35,%)
perlunya melakukan penyeleksian kalau mengikuti
program berita. Dalam skala 1 sampai 5, rata-rata
nilai selektifitas menunjukkan pada angka 4,33.
Data tersebut memberikan indikasi bahwa
rerponden menyadari ada nilai relevansi suatu
berita bagi responden, apakah penting diikuti atau
apakah mengandung manfaat atau tidak atau apakah
bisa berakibat baik dan buruk jika mengikuti suatu
berita.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Demografis Responden
Dari segi usia keseluruhan responden berumur
15 sampai 65 tahun, jumlah yang paling sedikit
antara 61 sampai 65 tahun sebanyak 3 %.
Sedangkan yang terbanyak yang berumur 21–30
tahun (27 %) tahun, setelah itu berumur 41 sampai
50 tahun (23%) dan 31-40 tahun (14 %). Artinya
dari aspek usia, menunjukkan struktur yang merata
pada setiap jenjang usia. Dari seluruh responden
yang terjaring sebagai sampel, tanpak perbandigan
antara pria dengan wanita berbading satu dan dua,
yaitu 67 % pria dan 33 % wanita.
Dari pekerjaan yang dijalani dewasa ini
terbanyak adalah pegawai swasta sebanyak 24 %,
disusul yang lebih dari 15 % ialah ibu rumah tangga,
PNS dan mahasiwa. Responden lainnya yang
jumlahnya cukup besar ialah mereka yang bekerja
sebagai wiraswasta, buruh dan guru, dengan
52
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
Kritera dalam mengikuti berita sebagaimana
terlihat dalam gambar 1, tampak faktor fakta dalam
berita dan kepercayaan sumber berita sangat
menonjol. Responden yang mempertimbangkan
apakah berita yang disajikan media didasarkan pada
fakta atau faktanya cukup dalam menggambakan
realitas (sangat setuju, 43%, setuju 53,3 %). Hal ini
mengindikasikan bahwa responden telah menyadari
kemungkinan media bisa membuat berita tidak
berdasarkan fakta atau nilai faktanya diragukan.
Keasadaran kritis ini akan menjadi benteng dalam
menghindarkan pengaruh negatif media yang
kurang professional atau media yang dengan
sengaja melakukan manipulasi fakta untuk
kepentingan-kepentingan tertentu.
Pertimbangan pada faktor kepercayaan pada
sumber berita juga cukup dominan, hal ini terlihat
dari pernyataan responden terhadap kepercayaan
pada sumber yang sangat setuju setuju 32 % dan
setuju 62 %. Faktor kepercayaan pada sumber
berita dan faktor nilai faka memiliki kaitan, karena
fakta yang dipilih berasal dari sumber fakta,
kecenderungan kesamaan besarnya prosentasi yang
setuju dan sangat setuju sama-sama besar. Faktor
kepercayaan pada sumber merupakan tingkat
literasi yang lebih kritis karena dalam berita-berita
suatu peristiwa bisa merupakan sumber sumber
sekunder atas dasar judgment wartawan. Pada berita
berita pendapat sumber berita sudah jelas dan
telebih lagi untuk berita televisi yang menampilkan
sosok visual sumber berita. Artinya penilaian pada
sumber memerlukan referensi bagi responden untuk
menilai apakah patut dipercaya atau tidak.
Selain faktor latar belakang isi berita dan nilai
berita, responden dalam menyeleksi isi media
mempertimbangkan medianya itu sendiri yaitu
apakah wartawanya patut dipercaya. Hasil
penelitian menunjukkan yang melakukan seleksi
atas dasar kepercayaan pada media yang setuju 65
% dan sangat setuju 17 %. Sedangkan yang
mempertimbangkan atas dasar kepercayaan pada
wartawan yang setuju 61 % dan sangat setuju 16 %.
Bagi responden sebelum memilih suatu berita
untuk diikuti, pertama sekali harus memutuskan
media mana yang akan diikuti. Sebagaimana bidang
literasi media yang dimaksud oleh Potter, pada fase
pertama diperlukan adanya tujuan dan dorongan
untuk mengikuti media maka kepercayaan pada
media digunakan pada fase awal dalam literasi
media, yaitu tujuan mengikuti media. Jika
tujuannya untuk mengikuti berita politik maka akan
memilih berita yang orientasi politiknya bisa
dipercaya.
Kepercayaan terhadap media merupakan
literasi yang berkaitan dengan struktur dan perilaku
media. Struktur media akan berkitan dengan aspekaspek latar belakang dan karakteristik individu yang
terlibat dalam pemililikan dan pengelolaan media,
siapa pemiliknya dan visi dan misi serta orientasi
media. Sedangkan perilaku media, praktik-praktik
yang pernah dilakukan oleh media dalam
pemberitaan. Literasi pada perilaku media akan
direfleksikan oleh gambaran yang terekam oleh
responden mengenai praktik media dalam
menyajikan berita sebelumnya, apakah telah
melakukan praktik-praktik penyimpangan atau
melakukan praktik-praktik ketidak patuhan pada
kode etik dan norma norma masyarakat.
Kepercayaan kepada wartawan merupakan
bagian dari kepercayan terhadap media, yang
kemungkinan sejalan atau tidak sejalan. Bisa saja
percaya terhadap media tetapi tidak percaya pada
wartawan atau sebaliknya. Dari perbadingan
prosentase kepercayaan teradap media dengan
terhadap wartawan tampak berbeda jumlah
posentasenya, dan kecenderungannya yang
mempertimbangkan atas dasar kepercayaan pada
media yang menyatakan setuju lebih besar (67%)
dari yang menyarakan setuju pada pernyataan setuju
pada factor kepercayaan kepada wartawan (61 %).
Sedangkan yang sangat setuju hampir sama
dengan slesih satu persen. Dengan proposi yang
lebih besar perimbangan keperacayaan pada media
lebih besar dari pertimbangan kepercayaan pada
wartawan hal ini menunjukkan bahwa kualitas
wartawan akan menjadi bagian dari kulitas
medianya. Artinya jika medianya patut dipercaya
maka wartawannya juga dipercaya.
Pertimbangan kepercayaan ternyata tidak saja
atas dasar persepsi diri responden tetapi juga atas
dasar interaksi dengan orang lain. Dalam hal ini
kepercayaan dilihat dari penglihatan atau
pengamatan pada lingkungan yaitu sejauhmana
masyarakat mempercayainya. Dalam konteks ini
53
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
bagi responden dalam melakukan seleksi, dilihat
dulu apakah media tersebut dipercaya oleh banyak
orang. Walaupun kecenderungan besarnya
prosentasi tidak sebesar pada kepercayaan pada
media, wartawan, faktor faktual dan dan sumber
berita, tenyata pengakuan dan kepercayaan banyak
orang menjadi pertimbangan dalam melakukan
seleksi berita. Artinya media-media yang dengan
penonton dan pembaca yang lebih besar sebagai
indikator disukai banyak orang menjadi pertibangan
dalam melakukan proses seleksi.
Satu pernyataan dalam pertimbanagn dalam
proses seleksi ialah faktor kesopanan media berita.
Penelitian ini mengungkapkan ada responden yang
dalam memilih berita menggunakan kriteria faktor
kesopanan sebanyak 71 % yang setuju dan 20 %
yang sangaut setuju. Artinya sebagai masyarakat
Banjar yang sebagian besar beragama Islam
menekankan faktor etika dalam penyajikan berta
sebagai hal yang penting.
Kematangan masyarakat dalam proses seleksi
berita sangat bergantung pada pemahaman dan
sikap masyarakat pada karakteristik media dan
perspektif literasi media itu sendiri. Karakteristik
media, ialah berkaitan realitas proses produksi
misalnya media memiliki keterbatasan dalam
meliput dan melaporkan berta, untuk media
konvensional ialah deadline pemuatan berita dan
keterbatasan ruang dan waktu. Berbeda dengan
media online yang memiliki keleluasan waktu
karena bisa lebih cepat
dalam mengirim dan
memproses berita, namun memiliki karakter dalam
menyusun berita lebih singkat dan dengan tidak
terpaku pada perioditas karena isi berita bisa
diperbaharui dan di-update setiap saat.
Perspektif literasi ialah satu kerangka literasi
atas dasar perspektif dalam memproduksi realitas,
apakah positivistik, konstruktivis. Bagi yang
menggunakan perspektif positivistik akan melihat
proses produksi dan distribusi berita merupakan
proses tranportasi atau transmisi, menyampaikan
fakta sebagai realitas nyata. Sedangkan dalam
persepektif konstruktivis, suatu realitas dalam berita
merupakan sebuah konstruksi yang tidak akan sama
dengan realitasnya. Penelitian ini akan melihat
mencoba mencoba melihat bagaimana pesrpektif
literasi media bagi responden.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2, pada
umumnya responden menganut literasi dalam
perspektif positivistik dan mengacu pada prinsip
jurnalisme dan teori normative media massa.
Sebagian besar responden menyatakan tidak setuju
dan sangat tidak setuju pada bahwa media bisa
melakukan pemberitaan tanpa proses editing,
mengabaikan fakta, dan boleh mengkritik apa saja.
Isi berita tanpa proses edit
Boleh mengabaikan fakta
Proses media elekronik cepat
Mengabaikan dampak
Bolek kritik apa saja
0
Sangat Tidak Setuju
10
20
Tidak Setuju
Gambar 2. Literasi Pada Proses Produksi Berita
Figure 2. Literacy on News Production Process
54
Netral
30
Setuju
40
Sangat Setuju
50
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
Sebagian besar responden menganggap bahwa
media dalam melakukan kritik harus selektif tidak
semua hal bisa dikritik. Satu sisi menunjukkan
masyarakat bersifat kurang demokratis karena
sasaran kritik dibatasi. Namun jika dihubungkan
dengan data bahwa masyarakat juga tidak setuju dan
sangat tidak setuju media mengabaikan dampak
media, maka pernyataan responden yang pertama
menunjukkan kehati-hatian dan cenderung untuk
menjaga agar peranan media bisa berdampak
positif. Responden tidak setuju dan sangat tidak
setuju (80%) media dalam praktik pemberitannya
mengambaikan dampak yang terjadi.
Masalah persyaratan berita harus didasarkan
pada fakta, sebagaimana dinyatakan responden
pada gambar 1, juga konsisten dengan pernyataan
responden tentang media yang tidak bisa
mengabaikan fakta dalam proses produksi berita.
Gambar 2, menunjukkan data bahwa responden
yang tidak setuju dan sangat tidak setuju (84%)
terhadap pernyataan responden bahwa media boleh
mengabaikan fakta.
Konsisten dengan penyataan responden bahwa
media tidak boleh mengabaikan fakta, mengabaikan
dampak dan dalam mengkritik tidak sembarang
kritik, responden menyatakan tidak setuju dan
sangat tidak setuju (74%) jika media tidak
melakukan proses editing. Dengan demikian dalam
proses produksi berita, sebagaimana teori
komunikasi
normative,
melakukan
proses
penyaringan agar berita harus mengandung fakta,
dalam mengkritik harus selektif dengan
memperhatiakan
dampak
yang
akan
ditimbulkannya.
Mengenai proses produksi berita responden
menilai media eketronik lebih cepat dari media
lainnya (56 %). Jumlah responden yang menyatakan
hal tersebut tidak setuju dan setuju perbedannya
tidak mencolok 23%:21 %, dalam hal ini
kemungkinan responden membandingkannya
dengan media online yang bisa melaporkan berita
lebih cepat dari media elektronik radio dan televisi.
Penilaian responden seperti itu menunjukkan
literasi media mengenai karakteristik media dalam
kecepatan produksi media telah cukup kritis,
mereka paham keunggulan dan kekurangan media
dalam menjangkau khalayaknya.
Bagaimana responden menilai berita media
dewasa ini, apakah berorientasi kepada kepentingan
publik atau pada kepentingan lainnya seperti
kepentingan-kepetingan kekuasaan tertentu baik
ekonomi, politik budaya. Menganai isi media
dewasa ini menurut pengamatan responden dapat
dilihat dalam Gambar 3.
Isinya tidak sesuai kenyataan
Sering mencampur fakta dan opini
Mebesar-besarkan masalah
Cenderung mengungkap yang negatif
Isinya menghasut
Membela kepentingan tertentu
0
Sangat Tidak Setuju
10
20
Tidak Setuju
Gambar 3. Literasi Pada Isi Berita
Figure 3. Literacy on News Content
55
Netral
30
Setuju
40
Sangat Setuju
50
60
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
Responden memiliki penilaian terhadap media
dewasa ini secara negatif, seperti dapat dilihat dari
responden yang menyatakan setuju terhadap
pernyatan-pernyataan bahwa isi media tidak sesuai
dengan kenyatan dan sering menyampuradukan
antara fakta dan pendapat. Prosentasinya masingmasing lebih dari 45 %, apabila dijumlah dengan
pernyataan yang sangat setuju maka yang menilai
negatif tentang isi media lebih dari 50 % responden.
Lebih spesifik lagi responden melihat bahwa isi
media suka membesar-besarkan masalah (38 %)
dan cenderung dalam mengungkapkan suatu maslah
dari pandangan yang negatif (30 %) dan yang lebih
ekstrim lagi ada responden yang menilai ada media
yang menghasut sebanyak 20 %, dan membela
kepentingan tertentu sebanyak 30 %.
Bagi responden yang menilai bahwa apa yang
disampaikan media tidak sesuai dengan kenyataan,
artinya realitas dalam kehidupan sehari-hari yang
dirasakan oleh responden tidak sama dengan
realitas yang sajikan oleh media. Dalam pandangan
konstruktivisme, pernyataan responden dianggap
wajar, sebab media sebenarnya tidak menyapaikan
realitas seperti apa adanya tetapi merupakan hasil
konstruksi media. Konstruksi ini dianggap wajar
manakala dilakukan dengan memegang prinsip
prinsip
jurnalisme
antara
lain
tidak
mencampuradukan fakta dan opini media.
Kenyataannya menurut penilaian responden,
media telah mencampuradukan fakta dan opini dan
membesar besarkan informasi yang sebenarnya
yang tidak sesuai dengan realitasnya, dan malah
cenderung menghasut pihak pihak tertentu.
Pandangan responden bahwa isi media cenderung
membela kepentingan tertentu, menunjukkan
responden mengetahui bahwa media tidak terbebas
dari kekuasaan yang mengendalikannya. Isi media
bisa menjadi ajang bagi mereka yang memiliki
kekuasaan bisa dari lembaga media atau bisa juga
dari berbagai pihak di luar media.
Implikasinya dalam konteks literasi media,
responden memiliki sikap dan perspektif bahwa
media bukalah semata menjadi wahana tetapi juga
menjadi instrument untuk mewujudkan berbagai
kepentingan. Jika masyarakat tidak memiliki
pemikiran kritis atau masyarakat menganggap
bahwa media semata sebagai wahana yang netral,
maka media akan memberikan gambaran semu
kepada masyarakat dan malah kemungkinan akan
menipu atau memperdayakan masyarakat.
Dengan gambaran media menurut responden
yang negatif, maka pengaruhnya sangat tergantung
pada kemampuan masyarakat dalam melakukan
pengendalian dalam mengakses media. Penelitian
ini menunjukkan bahwa responden dalam
mengikuti media melakukan pengecekan terhadap
isi media, sehingga ia bisa melakukan penilaian
apakah isi media bisa memberikan manfaat atau
memberikan efek yang fungsional bagai
masyarakat. Responden yang menyatakan setuju
dan sangat setuju perlunya pengecekan terhadap
media menurut survey ini mencapai 89 %.
Pengecekan yang perlu dilakukan menurut pilihan
responden (lihat Gambar 4) ialah dengan
Membanding dengan sumber lain
Menelusuri sumber berita
Membanding dengan Norma
Merujuk Pemuka Masyarakat
0
Sangat Tidak Setuju
10
20
Tidak Setuju
Gambar 4. Cara Pengecekan Berita
Figure 4. How to News Checked
56
30
Netral
40
Setuju
50
60
Sangat Setuju
70
80
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
membanding dengan sumber lain, menelusuri
sumber berita, membanding dengan norma
masyarakat serta minta rujukan pada pemuka
masyarakat.
Penelusuran sumber berita dan membanding
dengan sumber lain merupakan cara yang
memerlukan keahlian khusus bagi responden.
Keduanya memerlukan pencarian data dan analisis,
yang dalam penelitian ini belum diuangkapkan
sejauh mana keahlian responden, namun dari
pendapat dan sikap yang memberikan persetujuan
yang masing-masing menjadi pilihan 60%
responden memberikan gambaran motivasi dan
sikap untuk memperkuat ketahanan masyarakat
dalam mengatasi dampak negatif media.
Demikian juga dua pernyataan lainnya upaya
pengecekan berita melalui perbandingan dengan
sumber lain dan minta rujukan masyarakat,
menunjukkan bahwa media menurut responden
tidak bebas nilai, isi media haris patuh pada norma
dan nilai nilai masyarakat. Untuk memenuhi tujuan
tersebut dan untuk mendekatkan media dengan
masyarakat agar media bisa menjadi bagian dari
sistem kehidupan masyarakat, maka kepatuhan
terhadap acuan norma dan nilai masyarakat
merupakan baromenter media berfugsi sebagai sub
sistem masyarakat. Terhadap berita-berita televisi
yang dilihat selama ini, mereka memandang
tidaklah seluruhnya menunjukan kebenaran dan
malah menunjukkan berita yang terselubung.
Kepada mereka ditanyakan bagaimana biasanya
mereka bisa mengetahui apakah suatu berita benar.
Gambar 5 menjelaskan posisi perspektif
literasi media bagi responden, yang menunjukan
dalam posisi perspektif klasik/positivistik.
Cara yang dilakukan untuk menunjukan suatu
berita apakah benar ialah berdasarkan rujukan
penulisnya dan setelah dibandingkan dengan media
lain. Mereka tidak menghubungkannya dengan
pemilik media, konteks dan aspek bahasa. Sikap
skeptic pada pemilik media, sejalan dengan hasil
penelitian Ashley dkk (2010) yang meyebutkan
tidak ada bukti yang kuat yang menyatakan bagi
mereka yang memperoleh pembelajaran tentang
pemilik media memberikan konstribusi pada
menurunnya kepercayaan pada berita. Mereka
skeptis terhadap pembuat atau pemilik media yang
memuat berita yang dikonsumsinya.
Dalam pandangan klasik/positivistik melihat
media sebagai wahana yang untuk memuat dan
memindahkan atau mentrasfer realitas yang tidak
melihat adanya faktor intervensi dari kekuasaan
ekonomi dan politik. Oleh karena itu rujukan dalam
menilai
berita
berdasarkan
pertimbangan
mekanistik, yaitu siapa yang menyampaikan dan
bagaimana menyampaikannya berdasarkan rujukan
penulis dan media lainnya. Pada perspektif
konstruktivis suatu berita yang diproduksi dan
didistribusikan media memrupakan hasil proses
konstruksi yang dipengaruhi oleh pemilik media,
bahasa yang digunakan dan konteks bagaimana
memaknai isi berita. Jawaban terhadap faktor
tersebut tampak yang menunjukkan setuju atau
sangat setuju yang rendah.
Dilihat Dari Konteknya
Dilihat dari Pemilik media
Dilihat dari penulisnya
Dilhat dari Gaya Bahasa
Dilihat dari media lain
0
10
Sangat Tidak Setuju
20
30
Tidak Setuju
Gambar 5. Kontrol Pada Kebenaran Berita
Figure 5. Control on the truth of the news
57
Netral
40
Setuju
50
60
Sangat Setuju
70
80
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
Tabel 1. Nilai Korelasi dan Signifikansi Tingkat Pendidikan, Usia, Pengeluaran Perbulan dengan Elemen
Literasi Berita TV
Figure 1. The value of correlation and significancy education level, ages, monthly expenditure with element
of Television News Literacy
Literasi
Selektivitas
(Literacy of
Selectivity)
Tingkat
Pendidikan
Usia
Pengeluaran
Rata-rata Tiap
Bulan
Pekerjaan
Jenis Kelamin
Korelasi
Significancy
N
Korelasi
Significancy
N
Korelasi
Significancy
N
Significancy
(Anova)
Significancy
(T Test)
Literasi
Proses
(Literacy of
Process)
0,003
0,976
100,000
0,268**
0,007
100,000
0,480
0,633
100,000
0,560
0,158
0,122
100,000
0,232*
0,020
100,000
0,462**
0,000
100,000
0,000**
-0,177
0,288
100,000
0,067
0,508
100,000
145
0,149
100,000
0,044*
0,026
0,796
100,000
0,117
0,246
100,000
0,249*
0,012
100,000
0,028*
Literasi
Kontrol
Kebenaran
(Literacy of
Control of the
truth)
-0,050
0,624
100,000
-0,020
0,845
100,000
0,149
0,138
100,000
0,010*
0,856
0,597
0,344
0,187
0,187
Keterangan:
- *) Signifikan
- **) Sangat Signifikan
Literasi Isi
Berita
(Literacy of
News
Content)
Literasi
Pengecekan
(Literacy of
Checked)
Remarks:
- *) Significant
- **) Most Significant
Secara
keseluruhan
literasi
media
menunjukkan kondisi yang baik. Mereka rata-rata
untuk pernyataan positif menujukkan skore antara
tiga dan empat dan bahkan ada yang menyampai
angka mendekati nilai 4. Kaitan antar aspek
demografis dengan literasi berita akan bisa dilihat
pada nilai korelasi dan nilai dari kedua variable tadi.
Melalui uji statistik korelasi dan uji beda serta
Anova tentang hubungan antara faktor demografis
dengan kondisi literasi berita bagi anggota
masyarakat, hasilnya tampak seperti pada tabel pada
tabel 1.
Faktor tingkat pendidikan tidak memiliki
hubungan dengan semua kategori literasi baik
selektivitas, isi, proses maupun dalam pengecekan
berita yang diterima, dan terlihat ada satu variabel
yang memiliki hubungan yang negatif, yaitu pada
literasi isi berita. Hubungan yang negatif, artinya
makin tinggi tingkat pendidikan memiliki nilai skor
rendah cenderung ke skala satu. Faktor usia ternyata
memiliki hubungan yang sangat signifikan pada
0,007, dengan korelasi yang lemah 0,26. Artinya
walaupun tingkat hubungannya lemah tetapi
hubungan antara usia responden dengan penyataan
mengenai kriteria melakukan seleksi pada berita
menunjukkan hubungan yang nyata. Hubungannya
positif, artinya makin tinggi usia cendeung makin
memiliki literasi yang lebih tinggi dalam hal alasan
atau kriteria dalam melakukan seleksi pada berita.
Pengeluaran rata-rata responden dalam satu
bulan menunjukkan indikator kondisi ekonomi
responden yang kemungkinan mempengaruhi
literasi mereka terhadap berita media. Hasil
penelitian menunjukkan literasi pada proses
pemberitaan dan pengecekan berita memiliki
hubungan yang significant dengan kemampauan
ekonomi mereka.
Untuk literasi tentang proses pemberitaan juga
mempunyai hubunganya yang positif dengan
kemampuan ekonomi, artinya skor tingkat ekonomi
yang tinggi maka skor literasi yang tinggi pula. Hal
yang sama juga terlihat pada variable pengecekan
terhadap pemberitaan, hubuham antara pengecekan
58
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
terhadap berita dengan tingkat kemampuan
ekonomi menunjukkan hubungan yang positif.
Dalam hal jenis pekerjaan, hasil penelitian
menunjukkan perbedaan tingkat pekerjaan diantara
responden, ternyata membedakan dalam tingkat
literasi untuk proses pemberitaan, isi berita,
pengecekan dan kemampuan mengindentifikasi
kebenaran sebuah berita. Artinya pekerjaan akan
membedakan literasi mereka terhadap berita di
media. Dari data analisis peta rata-rata (mean plot)
literasi berdasarkan kategori pekerjaan, bahwa
mereka yang bekerja sebagai wiraswasta dan ibu
rumah tangga memiliki rata-rata literasi lebih tinggi
yaitu pada yang signifikan dibanding mereka yang
bekerja sebagai pegawai negeri, pelajar dan
mahasiswa.
Skor
literasi
untuk
merekan
yangt
berwiraswasta dan ibu rumah tangga sama-sama
4,2. Sedangkan PNS ada pada skor lierasi 4, dan
pelajar dan mahaiswa 3,8. Mereka yang tidak
bekerja ada pada tingkatan 3. Dilihat dari kategori
responden berdasarkan jenis kelamin, tampak hasil
penelitian ini menunjukkan tidak ada berbedaan
diantara kaum pria (4) dan wanita (3,9) dalam hal
literasi mereka terhadap berita.
pendidikan dasar dan menengah, namun sampai
sekarang belum terlihat ada perubahan. Demikian
juga faktor jenis kelmin yang menyebutkan antara
pria dan wanita dalam literasi berita sama saja. Hal
ini dimungkinkan karena literasi dalam konteks ini
ialah literasi khusus tentang berita. Pembedaan pria
dan wanita bisanya dari sisi persanaan emosional,
dan peran yang steoretif dimana pria lebih domian.
Dalam konteks berita, yang dibutuhkan
kemampuan rasional untuk bisa memahami isi
berita, sehingga keterlibatan emosi dan sterotipe
tadi tidak ikut mempengaruhinya. Penelitian ini
dilakukan di perkotaan yang sudah banyak
terpengaruh oleh lingkungan yang heterorogen,
sehingga
faktor
jenis
kelamin
tidak
mempengaruhinya. Lain halnya kalau yang diteliti
ialah acara televisi yang sifatnya hiburan.
Jenis pekerjaan tanpak yang dominan
mempengaruhi element literasi media, hal ini
munjukkan aspek pekerjaan telah memberikan
kematangan dalam melakukan akses pada berita.
Mereka yang bekerja, bisanya memiliki waktu yang
terbatas, sehingga harus mengatur waktu dan
kesempatan untuk mengikuti isi media, dengan
keterbatasn tersebut maka, mereka lebih selektif.
Pengaruh faktor pekerjaan terhadap literasi sesuai
dengan temuan penelitian yang dilakukan di
Amerika (Kirsch, 1993) yang penyebutkan mereka
yang mempunyai pekerjaan dan pendapatan yang
lebih tinggi memiliki level litersai yang lebih tinggi.
Responden yang bekerja sebagai wiraswasta
dan ibu rumah tangga literasinya lebih tinggi dari
pada yang berkerja sebagai PNS dan mahasiswa,
walau perbedaaanya tidak signifikan. Kemungkinan
hal ini terkait pada ketersediaan waktu, jika makin
sempit maka akan makin selektif dalam mengikuti
media. Ibu rumah tangga memiliki literasi yang
lebih tinggi khusunya dalam proses pemberitaan,
bukan karena sempitnya waktu sebagaimana yang
diperankan oleh perkerja wiraswasta. Kemungkinan
Ibu Rumah Tangga lebih sadar akan apa yang
ditontonnya dan akan mempengaruhi kehidupan
keluarganya, sehingga harus lebih selektif.
Secara teoritis temuan penelitian ini
menempatkan khalayak media dalam posisi aktif.
Pengetahuan dan sikap pada setiap elemen literasi
mengindikasikan khalayak selalu melakukan
C. Pembahasan
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan
masyarakat memiliki tingkat literasi yang cukup
tinggi, rata-rata pada skala antara tiga dan empat.
Perspektif literasi mereka berada dalam perspektif
klasik/positivistik. Dilihat dari faktor demografis
ditemukan tidak semua faktor demografis
berpengaruh pada semua elemen literasi pada
media. Faktor usia hanya berpengaruh pada faktor
selektifitas,
faktor
kemampuan
ekonomi
berpengaruh pada literasi proses produksi berita dan
pengecekan berita. Jenis pekerjaan berpengaruh
pada aspek isi berita, proses, pengecekan dan
kemapauan menilai kebenaran berita. Faktor tingkat
pendidikan dan jenis kelamin tidak berpengaruh
pada seluruh elemen literasi media.
Tingkat pendidikan tidak berpengaruh pada
literasi berita, hal ini mengandung implikasi bahwa
dalam praktik pendidikan tidak diajarkan mengenai
literasi media. Beberapa usul dari penggiat literasi
media untuk memasukan dalam kurikulum di
59
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
pengecekan dan penilaian sebelum memustuskan
menggunakan media tersebut. Pertimbangan
mereka berdasarkan perspektif bahwa media
mentranfer realitas yang kemungikan factor proses
yang kemungkinan faktanya tidak akurat dan
pilihan nara sumber yang kurang tepat. Kalau
dihubungkan dengan produksi berita dalam
perspektif konstruktivis atau kritikal, sebenarnya
media kemunkinan melakukan praktik-praktik
pembentukan mana dan bahkan kemunkinan
memanipulasi fakta sekaligus makanya. Dengan
demikian perlu dilakukan proses edukasi kepada
masyarakat dimana media sebenarnya sarat
kepentingan apakah politik, ekonomi atau budaya.
Penelitian ini memfokuskan pada literasi berita
yang mempunyai implikasi pada dampak
pengetahuan dan sikap masyarakat sebagai warga
negara. Masyarakat yang memiliki literasi media
yang baik diharapkan menjadi warga negara yang
canggih (sophisticated) bukan menjadi konsumen
canggih sebagaimana dikemukakan oleh Lewis
dan Jhally (1998).
Kecerdasan masyarakat dalam mengkases
berita dan menyeleksinya baik dalam tataran proses
maupun dalam tataran penilaian berita, maka akan
memberikan peluang yang besar media untuk
memiliki pengaruh sesuai dengan fungsinya.
Apapun yang disampaikan media, bagaimana pun
perspektif media dalam menyampaikan berita maka
media akan berpengaruh fungsional, jika
masyarakatnya memiliki literasi yang memadai.
Literasi media selain menjadi variabel yang bisa
menyeleksi pengaruh negatif media, juga memiliki
konstribusi pada peningkatan kualitas demokrasi.
Dimensi literasi media menurut Buckingham
(2005), meliputi access, understand, create,
conclusion. Literasi pada dimensi create, artinya
kemampuan melakukan komunikasi dalam berbagai
konteks. Literasi dimensi ini memberikan peluang
bagi masyarakat menyampaikan pendapat dan
memberikan konstribusi sebagai warga negara.
Sementara itu menurut Silverblatt (2014)
menjadi bagian dari literasi ialah kemapuan
komunikator media untuk mengembangkan
komunikasi yang efektif dan bertanggungjawab.
Dengan demikian untuk mewujudkan demokrasi
dan berdaulatnya masyarakat sipil memerlukan
literasi yang kuat baik bagi komunikator mupun
masyarakat sebagai komunikan.
Untuk mencapai literasi yang memadai
memerlukan proses edukasi yang bertolak dari
konsisi literasi masyarakat. Bedasarkan temuan ini
yang memposisikan literasi meraka masih dominan
pada tingkat postitivistik, maka masyarakat perlu
diedukasi dengan materi produksi berita dari
persepektif konstruktivis dan kritikal.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Literasi berita media televisi bagi masyarakat
merupakan benteng terakhir dalam menghadapi
ekspansi dan eksploitasi media televisi yang
dihawatirkan akan berpengaruh buruk pada
masyarakat, setelah negara dan masyarakat sipil
gagal melindungi masyarakat. Media kenyataannya
lebih tunduk pada rejim pasar yang tidak
berorientasi untuk menempatkan media menjadi
bandul pendulum yang mengarahkan dan
melindungi masyar
Udi Rusadi
PENGARUH FAKTOR DEMOGRAFIS MASYARAKAT KOTA TERHADAP LITERASI BERITA TELEVISI
THE INFLUENCE OF DEMOGRAPHIC FACTORS OF THE URBAN SOCIETY
TOWARD TELEVISION NEWS LITERACY
Udi Rusadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Literasi dan Profesi, Badan Litbang SDM Kominfo
Jl. Medan Merdeka Barat 9, Jakarta Pusat. Telp./Hp.081584200741
Email: [email protected]
diterima: 11 Mei 2015 | direvisi: 22 Mei 2015 | disetujui: 29 Mei 2015
ABSRACT
The influence of media in communication studies and media practices has always became interest because in
normative theories media is expected to provide functional effects. One of the assumption to make media has
functional influence is the literacy condition of the society. Television news as the product of media has unique
characteristic and process which vary from other non-media products, so certain literacy is needed by the
society concerning to TV news. This study aims to explain the literacy condition of the urban society and the
influence of demographic factors towards television news literacy. The study was conducted in Banjarmasin
south Kalimantan using survey method. The result shows that people have always strong literacy to select in
term of content, process, and assessment of the television news. The literacy perspective is still in positivistic
context which regard news as the delivery process of reality and not as a construction of reality. Not all
demographic aspects influence all aspect of literacy and aspect kinds of work have the most influence on the
elements of news literacy.
Keywords: Literacy, Television News, Urban Society, Demographic.
ABSTRAK
Pengaruh media dalam kajian komunikasi dan praktek media selalu menjadi perhatian karena dalam teori-teori
normatif, diharapkan mampu memberikan efek yang fungsional. Salah satu asumsi agar media berpengaruh
fungsional, ialah kondisi literasi masyarakatnya yang harus memadai. Berita TV sebagai salah satu produk
media memiliki karakteristik dan proses yang unik yang bebeda dengan produk lain yang bukan media,
sehingga diperlukan literasi tertentu masyarakatnya terhadap berita TV. Studi ini bertujuan menjelaskan
kondisi literasi masyarakat kota dan pengaruh faktor demografis terhadap literasi berita televisi. Penelitian
dilakukan di wilayah kota Banjarmasin Kalimantan Selatan, dengan metode Survey. Hasilnya menunjukkan,
masyarakat sudah memiliki literasi yang cukup kuat terhadap perlunya melakukan seleksi baik dalam aspek
isi, proses dan penilaian berita televisi. Perspektif literasi mereka masih dalam konteks positivistik, yang
melihat proses berita sebagai proses pengiriman realitas dan bukan konstruksi realitas. Tidak semua aspek
demografis mempengaruhi semua aspek literasi dan aspek jenis pekerjaan memiliki pengaruh pada elemen
literasi berita yang paling banyak.
Kata Kunci : Literasi, Berita Televisi, Masyarakat Kota, Demografis.
I.
Teori-teori komunikasi fungsional menempatkan
posisi media menjadi bagian dari system yang
memberikan
pengawasan,
korelasi,
menghubungkan antar generasi dan hiburan dalam
rangka menciptakan keberlangsungan kehidupan
PENDAHULUAN
Media dalam kehidupan masyarakat menjadi
salah satu sub system yang memberikan warna pada
arah dan kondisi kehidupan masyarakat itu sendiri.
47
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
masyarakat (Wright 1975). Namun apakah dalam
kenyataannya media memberikan pengaruh yang
sesuai dengan fungsinya, belum bisa menjamin.
Wright lebih lanjut merumuskan kemungkinan
media memberikan pengaruh yang disfungsional,
yaitu tidak sesuai atau menyimpang dari fungsinya.
Bentuk pengaruhnya pun bagi Wright,
kemungkinan terjadi secara nyata atau tidak nyata.
Mengenai kemungkinan efek yang terjadi, teoriteori efek komunikasi merumuskan berbagai
formula yang berbeda beda. Severin (2013),
menjelaskan perkembangan teori efek komunikasi,
dan digambarkan seperti sebuah putaran, mulai dari
temuan yang menunjukan pengaruh kuat, kemudian
disusul dengan pengaruh terbatas, moderat dan
kembali kepada posisi awal yang menunjukkan
bahwa media bisa berpengaruh kuat. Jika kita
percaya bahwa media berpengaruh kuat, maka kita
menganggap yang disajikan media akan bisa
mengubah
kognitif,
sikap
dan
perilaku
khalayaknya.
Dengan mengacu pada pandangan bahwa
media berpengaruh kuat maka isi media sangat
dominan. Permasalahannya bagaimana menghadapi
kecenderungan fenomena media dewasa ini yaitu
liberalisasi dan industrialisasi media. Liberalisasi
media yang dilakukan diberbagai negara termasuk
di Indonesia, mengurangi dan cenderung
menghapus pengaturan negara terhadap media.
Negara tidak memiliki kekuasaan mengendalikan
media, bahkan untuk lembaga penyiaran yang
menggunakan ranah publik yaitu frekuensi radio,
pemerintah tidak memiliki kewenangan dalam
mengendalikan isi media penyiaran. Dengan
fenomena ini maka media memiliki keluasaan
dalam memproduski isi media dengan hambatan
yang minimal.
Kondisi ini menjadi semakin kompleks ketika
media memasuki era industri. Lembaga media tidak
bisa
dipandang
hanya
sebagai
lembaga
kemasyarakatan, tetapi juga sebagai lembaga bisnis
atau industri yang mengelola komoditas imagi.
Dengan posisi ini media kemungkinan akan
semakin menjauhkan isinya dari tuntutan untuk
menunjang
keberlangsungan
dan
menjadi
fungsional dalam pembangunan masyarakat. Media
akan dikendalikan oleh tuntutan pasar, yang semata
mengejar jumlah dan ukuran khalayak dalam
mengakses media sebagai ukuran pemasukan
kapital dari iklan.
Faktor liberalisasi dan industrialisasi menjadi
kerangka kerja (framework) para pemilik dan
pengelola media dalam memproduksi isi media.
Dalam proses produksi, media berusaha merancang
isi media yang sesuai dengan strategi pasarnya.
Dalam kerangka ini bagaimana media memilih
sumber isi media, menentukan program dan
kemasan yang sesuai selera pasar. Termasuk dalam
hal ini ialah program berita televisi, para produser
berita akan memilih realitas yang sesuai dengan
selera pasar dan juga dalam representasinya baik
dalam judul, isi, gambar dan posisi dalam halaman
maupun dalam penggunaan bahasa .
Dalam teori-teori jurnalisme ada dua teori yang
disebut jurnalisme kendali professional atau
professional driven jounalism dan jurnalisme yang
dikendalikan masar atau market driven journalism
(McManus, 1994). Pada jurnalisme kendali pasar
memandang bahwa suatu peristiwa atau pendapat
akan dipilih sebagai berita jika memiliki nilai yang
dapat dijual dan bisa mendapatkan iklan atau
sponsor. Sebaliknya pada jurnalisme kendali
profesional ukuran nilai berita akan merujuk pada
apakah peristiwa atau pandapat tersebut memiliki
kepentingan bagi publik yang mungkin saja tidak
memiliki nilai jual.
Ketika media berada dalam kungkungan
idustrialisasi yang kemungkinan akan menjauhkan
dari nilai nilai masyarakat, dan ketika negara dan
masyarakat tidak bisa mengendalikan media maka
nilai fungsi media akan menjadi fungsional dalam
kehidupan masyarakat sangat tergantung pada
konsisi literasi masyarakatnya. Permalahahannya,
bagaimana kondisi literasi masyarakat terhadap
program berita di media. Kondisi literasi
masyarakat terhadap media akan berkaitan dengan
kondisi demografis masyarakatnya, meliputi antara
lain jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan. Adanya keterkaitan antara faktor
demografis dengan literasi media sejalan dengan
teori media perbedaan social dengan akses terhadap
media, dimana perbedaan individual, social dan
cultural bisa membedakan karakteristik akses
terhadap media (Ball-Rokeach 1989).
48
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
Penelitian literasi media selama ini lebih
banyak memiliki fokus luas pada isi media secara
keseluruhan. Penelitian di Indonesia misalnya
penelitian penelitian yang dilakukan oleh Yudhita
(2103), Masitoh (2013), (Arif 2013), Lubis (2013)
dan penelitian dalam tingkat internasional antara
lain menurut tinjauan
Buckingham
(2005),
terdapat gap bacaan literasi berdasarkan jenis media
dan berdasarkan kategori khalayaknya yaitu usia
anak-anak dan usia dewasa. Selain itu menurut
survey yang dilakukan di Amerika (Kirsch 1993)
ditemukan bahwa mereka yang menunjukan litearsi
tinggi lebih tanpak pada responden memiliki
pekerjaan dan tingkat kesejahateraan yang tinggi.
Dengan demikian studi literasi dalam konteks
berita, belum banyak dilakukan dan untuk di
Indonesia penulis belum menemukan yang spesifik
leterasi berita.
Lokus penelitian literasi media difokuskan
pada masyarakat perkotaan di wilayah provinsi
Kalimantan Selatan, sebagai salah satu povinsi yang
terjangkau olah media televisi yang pancarkan dari
Jakarta, dan juga memiliki saluran televisi lokal.
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan
memberikan gambaran literasi masyarakat
perkotaan di Provinsi Kalimantan Selatan terhadap
berita televisi dan bagai mana hubunganya denga
kondisi demogafis mereka, apakah kondisi
geografis masyarakat kota mempengaruhi lierasi
berita bagi masyarakat perkotaan khusunya di
Wilayah Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Secara konseptual literasi sering dihubungkan
dengan media cetak, sebagaimana istilah literasi
yang mengandung pengertian kemampuan
membaca. Konsep tersebut kemudian diperluas oleh
para pemikir lainnya yang mengemukakan literasi
visual untuk media lain seperti televisi dan film.
Konsep lainnya sejalan dengan perkembangan baru
yaitu munculnya komputer, yang tidak saja
menunjukkan ada aspek visual dan verbal tetapi
juga ada aspek lainnya berupa aplikasi-aplikasi
yang memerlukan pengetahuan dan kehalian
tersendiri, sehingga berkembang konsep literasi
komputer atau computer literacy. Istilah lain,
berkaitan dengan perkembangan teknologi, adalah
literasi digital, sehingga ada literasi teknologi,
literasi digital, literasi komputer dan literasi
informasi. Steyer (2002), mendefinisakan literasi media
sebagai kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
evaluasi dan proses produksi media. Dalam konteks
media masaa, literasi media menurur Harris (2014) lebih
kepada uapaya untuk memperkuat pilihan dari pada
upaya untuk melindungi pengaruh yang negatif.
Literasi media akan berkaitan dengan
perspektif dalam memandang media. Dalam teoriteori klasik mengenai komunikasi, media
mendistribusikan realitas yang ditangkap media,
seperti apa adanya. Suatu proses komunikasi
dipandang sebagai sebuah transportasi, yang
memindahkan satu pesan dari pengirim ke
penerima. Namun demikian dalam teori-teori
agenda setting, dan gatekeeping memberikan
perspektif bahwa media dalam mengungkapkan
realitas tidak murni sebagai realitas yang
dimediakan. Teori agenda setting, menjelaskan
media menonjolkan suatu isu tertetentu dan
menenggelamkan yang lainnya. Sedangkan teori
gatekeeing
memberikan penjelasan bahwa
kemungkinan media dalam memproduksi berita
melakukan proses penyaringan terhadap informasi
dari aslinya.
Teori framing, menjelaskan bahwa media
membingkai sebuah isu dalam bingkai yang
diinginkan oleh pembuat berita, yang bisa saja
berbeda dengan makna aslinya. Dalam konteks
literasi media, apakah masyarakat memiliki
pengetahuan tentang proses pemberitaan, bahwa
dalam proses peliputan dan pelaporan berita
kemungkianan terjadinya bias atau upaya
memberikan makna tertentu dari sebuah realitas.
Kemungkinan media tidak menyampaikan realitas
sebagaimana adanya bisa dipandang dari perspektif
klasik, yaitu faktor keterbatasan media seperti
deadline, keterbatasan sumber, kondisi geografis.
Selain itu dalam pandangan konstruktivis media,
secara sengaja memproduksi isi media menurut
perspektif media dan para awaknya, apakah untuk
kenpentingan ekonomi atau politik atau kekuasaan.
Pembahasan literasi terhadap berita merupakan
bagian dari bahasan literasi media. Hobbs
merumuskan media literasi secara luas sebagai
kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
mengevaluasi dan menciptakan media dalam
berbagai bentuk. Sedangkan Miller media literasi
menekankan kepada kebutuhan untuk membedakan
49
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
antar media dalam hal marketing, propagamda dan
budaya pop.
Menurut Potter (2008), ada tiga kelompok
bahasan yang esensial menegnai literasi media yaitu
pada lokus personal, stuktur pengetahuan dan
keahlian. Bahasa pada aspek personal, literasi
media dilihat dari apakah masyarakat mengikuti
media memiliki tujuan dan dorongan tertentu. Jika
memiliki tujuan maka masyarakat lebih fokus untuk
mengikuti program atau isi media tertentu yang
sesuai dengan tujuannya. Sedangkan dorongan
(drives) yang dimiliki akan menunjukkan tingkat
perhatian
dalam
mengikuti
media.
Jika
dorongannya kuat maka perhatiannya akan tinggi.
Aspek yang kedua struktur pengetahuan, yaitu
informasi yang terorganisasi dalam memori
seseorang. Informasi dan pengetahuan seseorang
akan mempengaruhi kesadaran orang dalam proses
pencarian informasi, konstruksi makna yang sesuai
dengan tujunnya. Area struktur pengetahuan
menurut Potter meliputi lima area, yaitu pengaruh
media, isi media, industri media, dunia nyata dan
tentang diri (self).
Aspek ketiga yaitu kemampuan (skill), yaitu
keahlian masyarakat dalam melakukan penilaian
terhadap isi media, meliputi kemamapuan analisis,
evaluasi, pengelompokan apa yang dianalisisnya
untuk membedakan satu sama lain, induksi yaitu
kemampuan mengumpulkan dan sejumlah elemen
pada pola-pola tertentu yang lebih umum, sintesa
ialah menyambung elemen dengan elemen lainnya.
Setelah itu kemampuan mendeduksi yaitu proses
analisis untuk memberikan kesimpulan dari hal
yang umum terhadap bagian-bagian atau elemen
yang terkecil.
Terakhir ialah abstraksi, meliputi kemampuan
mendekripsikan secara akurat jelas dan singkat
tentang sebuah esensi pesan. Dalam konteks ini
literasi media kemampuan membuat abstraksi
merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
merumuskan apakah sebuah media atau sebuah
program baik atau buruk dan mampu
mengkritisanya.
Oleh karena itu media literasi bersifat
multidimensional, tidak terbatas pada aspek
kognitif tetapi juga neliputi dimensi emosi, estetik,
dan moral. Media literasi juga bukalah sebuah
kategorikal tetapi sebuah kontium. Posisi literasi
seseorang merupakan satu posisi dalam suatu
derajat tingkat literasi dari yang lemah sampai kuat
(Potter 2008).
Studi ini berkaitan dengan berita, untuk
mengetahui bagaimanakah literasi masyarakat
terhadap berita. Dari tiga kelompok literasi yaitu
lokus personal, struktur pengetahuan dan
kemampuan atau skill, fokusnya pada pengetahuan
dan kemampuan atau skill. Jika Potter
mendefinisikan pengetahuan sebagai sebuah
struktur pikiran dalam memori seseorang yang akan
ikut mempengaruhi pemahaman terhadap isi media,
penelitian ini fokus pada pengetahuan mengenai
proses dan isi pemberitaan. Sedangkan dalam
elemen kemampuan, penelitian ini memfokuskan
pada selektifitas dan kemampuan dalam menilai
suatu berita dan cara-cara yang dilakukan dalam
menilai berita. Pengetahuan dan kemampuan
masyarakat mengenai isi berita media dan
prosesnya dan selektifitasnya diperkirakan akan
berbeda menurut karateristik demografis mereka
sebagaimana dalam teori perbedaan individual dan
sosial dalam mengakses media sebagaimana
dikemukakan oleh Ball Rockeach (1982).
II. METODOLOGI
Penelitian literasi media khususnya leterasi
khalayak terhadap media, merupakan kajian
komunikasi
(communication
study),
yang
memfokuskan elemen khalayak. Dalam konsep
media literasi, terdapat literasi para awak media atau
literasi khakayaknya. Penelitian ini memfokuskan
pada khlayaknya pada salah satu elemen media
massa pada tingkat individu.
Paradigma yang digunakan ialah paradigma
positivistik karena penelitian ini melihat realitas
sebagai suatu yang nyata yang diatur oleh kaidah
kaidah yang berlaku secara universal (Guba 2008).
Realitas literasi media diteliti berdasarakan
pernyataan pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap isi media dan proses produksi berita.
Pendekatan yang digunakan sesuai dengan
perspektif yang penelitian ini ialah pendekatan
kuantitatif. Metode yang digunakan ialah survey
ekspalanatif yang menerangkan kaitan antara
literasi media dan kondisi demografis khalayak.
50
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
menjamin kesamaan pemahaman terhadap
intrumenyang disusun sebelum pelaksanaan
penelitian dilanakan breafing dan pelatihan
pengisian instrument terhadap para pengumpul
data. Instrumen disusun secara terstruktur dengan
menggunakan closed structure yang terdiri dari
pertanyaan aspek demografis sebagai identitas
responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan,
pekerjaan.
Sedangkan aspek literasi meliputi selektifitas,
literasi isi, proses, dan pengecekan berita, dan cara
yang dilakukan dalam mengontrol kebenaran berita.
Skala yang digunakan ialah skala Likert, yang
menggali pernyataan responden terhadap elemen
literasi yang disusun, dengan rentang skala dari 1
samapi 5. Instrumen disusun berdasarkan pada
konsep-konsep literasi menurut Potter (2008),
dengan
melakukan
penyesuaian
dengan
permasalahan penelitian yaitu konteks berita
televisi.
Rentang literasi sejalan dengan skala Likert
mulai dari satu dalam kategori sangat rendah sampai
skala lima skala sangat tinggi. Ukuran validitas
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
mengguakan validitas konstruk, yang mengacu
pada konsep konsep mengenai Lierasi sebagaimana
Potter gunakan dengan penyesuaian penyeseuaian
sesuai dengan konteksnya. Sedangkan reliabelitas
penelitian didasarkan pada hasil uji reliabelitas
dengan menggunakan Alfa Cronbach, dan dengan
bantuan SPSS 16. Pengujian dilakukan terhadap 24
pernyataan, diperoleh nilai 8.00. Angka ini
menunjukkan adanya konsistensi internal atau
reliablelitas yang lebih tinggi dengan standar yang
biasa digunakan dalam penelitian sosial, yang
menerima 0,7 sebagai standar relibelitas.
Hasil penelitian diolah dengan proses standar
penelitian kuntitatif, dimulai proses koding data
kemudian entry data dalam apliksi SPSS 16.0.
Setelah proses dataentry selesai kemudian
dilakukan proses Cleaningdata untuk memperoleh
data yang bersih dan mengkategorikan semua data
yang telah di input.
Analisis dibantu oleh SPSS 16.0, pada dua
tingkatan yaitu tahap analisis distribusi frekuensi
dan analisis korelasi dengan menggunakan analisis
A. Lokasi Penelitian
Penelitian
dilaksanakan
di
Provinsi
Kalimantan Selatan, pada akhir tahun 2013 dengan
fokus masyarakat perkotaan yaitu masyarakat di
wilayah walikota Banjarmasin. Wilayah kota
Banjarmasin terdiri dari lima yaitu Bajarmasin
selatan, timur, tengah dan utara. Penelitian ini
membatasi pada wilayah kecamatan Banjarmasin
Tengah, dengan pertimbangan wilayah tersebut
merupakan wilayah perkotaan yang akan
mencerminkan kondisi literasi masyarakat
perkotaan di Wilayah Provinsi di Kalimatan
Selatan. Wilayah Banjarmasin Tengah merupakan
pusat bisnis dan pemerinthan dengan masyarakat
yang heteorogen. Dalam konteks literasi media,
keterpengaruhan lingkungan terhadap individu
kemungkinan sangat kuat sehingga dalam
mengakses media pun memerlukan kondisi literasi
yang memadai, yang perlu diketahui melalui
penelitian ini.
B.
Populasi dan Sample
Wilayah Kota Banjarmasin, yang menurut
statitistik (BPS Kota Banjarmasin tahun 2012
sebanyak 646.403.00 Orang, terdistribusikan ke
dalam lima wilayah kecamatan. Populasi penelitian
ialah wilayah kecamatan Banjarmasin Tengah
dengan jumlah penduduk 93.660.
Jumlah sampel sebanyak 100 orang dengan
mempertimbangkan
teorama
limit
sentral
sebagaimana dikemukakan Agung (2003) yang
menyatakan statistik rata-rata mempunyai distribusi
normal untuk mendekati tak berhingga.
Menurutnya, limit sentral dapat diterapkan dengan
ukuran sampel 30. Pertimbangan kedua ialah
keterbatasan anggaran yang hanya bisa menetapkan
100 responden, yang telah melebihi limit sentra
menurut teorama di atas. Namun demikian
penetapan ini tetap memiliki kelemahan karena
tidak bisa diketahui sampling erornya, yang menjadi
sebagai keterbatasan penelitian ini. Teknik
sampling yang digunakan ialah Multi Stage
Sampling dari tingkat kecamatan sampai RT. Proses
random dilakukan pada tingkat RT, dengan unit
analisis individu yang berumur 15 sampai 65 tahun.
Data literasi media dikumpulkan dengan teknik
wancara berpedoman kuesener yang standar. Untuk
51
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
Sumber berita terpercaya
Dilengkapi fakta
Wartawannya terpercaya
Disampaikan dengan sopan
Medianya terpercaya
Dipercaya banyak orang
0
10
Sangat Tidak Setuju
20
30
Setuju
Netral
40
Setuju
50
60
70
80
Sangat Setuju
Gambar 1. Perbandingan dalam proses seleksi (n=100)
Figure 1. Compairing on selection process (n=100)
prosentase 8 persen ke atas. Terjaring responden
yang tidak bekerja yang jumlahnya 8 %. Dari segi
agama, mayoritas sebanyak 94 % beragama Islam,
dana lainnya beragama kristen, protestan dan
Budha.
korelasi Pearson, yang menghubungkan variabel
bebas pada skala interval (tingkat pendidikan, usia
dan rata-rata pengeluaran dalam satu bulan) dengan
interval untuk variabel terikat ( total nilai setiap
elemen literasi). Selain itu juga digunakan analisis
uji rata-rata (T test) untuk menghubungkan variable
yang berskala nominal dichontomy (jenis kelamin)
dengen elemen literasi dan variabel nominal
polytomy (jenis pekerjaan) dengan elemen literasi.
B. Literasi Berita
Literasi berita media dalam penelitian ini
meliputi kesadaran pentingnya melakukan proses
seleksi dalam mengikuti berita, literasi isi dan
literasi dalam pengecekan isi berita dan cara
mengontrol kebenaran berita. Selektifitas, dalam
padangan Klapper meliputi seleksi dalam
memberikan perhatian, mengakses dan memahami
isi berita.
Hasil penelitian menunjukkan responden
menyadari perlunya melakukan proses seleksi
dalam mengikuti berita sebagaimana tercermin dari
data yang menunjukkan dominannya pernyataan
mereka yang setuju (55%) dan sangat setuju (35,%)
perlunya melakukan penyeleksian kalau mengikuti
program berita. Dalam skala 1 sampai 5, rata-rata
nilai selektifitas menunjukkan pada angka 4,33.
Data tersebut memberikan indikasi bahwa
rerponden menyadari ada nilai relevansi suatu
berita bagi responden, apakah penting diikuti atau
apakah mengandung manfaat atau tidak atau apakah
bisa berakibat baik dan buruk jika mengikuti suatu
berita.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Demografis Responden
Dari segi usia keseluruhan responden berumur
15 sampai 65 tahun, jumlah yang paling sedikit
antara 61 sampai 65 tahun sebanyak 3 %.
Sedangkan yang terbanyak yang berumur 21–30
tahun (27 %) tahun, setelah itu berumur 41 sampai
50 tahun (23%) dan 31-40 tahun (14 %). Artinya
dari aspek usia, menunjukkan struktur yang merata
pada setiap jenjang usia. Dari seluruh responden
yang terjaring sebagai sampel, tanpak perbandigan
antara pria dengan wanita berbading satu dan dua,
yaitu 67 % pria dan 33 % wanita.
Dari pekerjaan yang dijalani dewasa ini
terbanyak adalah pegawai swasta sebanyak 24 %,
disusul yang lebih dari 15 % ialah ibu rumah tangga,
PNS dan mahasiwa. Responden lainnya yang
jumlahnya cukup besar ialah mereka yang bekerja
sebagai wiraswasta, buruh dan guru, dengan
52
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
Kritera dalam mengikuti berita sebagaimana
terlihat dalam gambar 1, tampak faktor fakta dalam
berita dan kepercayaan sumber berita sangat
menonjol. Responden yang mempertimbangkan
apakah berita yang disajikan media didasarkan pada
fakta atau faktanya cukup dalam menggambakan
realitas (sangat setuju, 43%, setuju 53,3 %). Hal ini
mengindikasikan bahwa responden telah menyadari
kemungkinan media bisa membuat berita tidak
berdasarkan fakta atau nilai faktanya diragukan.
Keasadaran kritis ini akan menjadi benteng dalam
menghindarkan pengaruh negatif media yang
kurang professional atau media yang dengan
sengaja melakukan manipulasi fakta untuk
kepentingan-kepentingan tertentu.
Pertimbangan pada faktor kepercayaan pada
sumber berita juga cukup dominan, hal ini terlihat
dari pernyataan responden terhadap kepercayaan
pada sumber yang sangat setuju setuju 32 % dan
setuju 62 %. Faktor kepercayaan pada sumber
berita dan faktor nilai faka memiliki kaitan, karena
fakta yang dipilih berasal dari sumber fakta,
kecenderungan kesamaan besarnya prosentasi yang
setuju dan sangat setuju sama-sama besar. Faktor
kepercayaan pada sumber merupakan tingkat
literasi yang lebih kritis karena dalam berita-berita
suatu peristiwa bisa merupakan sumber sumber
sekunder atas dasar judgment wartawan. Pada berita
berita pendapat sumber berita sudah jelas dan
telebih lagi untuk berita televisi yang menampilkan
sosok visual sumber berita. Artinya penilaian pada
sumber memerlukan referensi bagi responden untuk
menilai apakah patut dipercaya atau tidak.
Selain faktor latar belakang isi berita dan nilai
berita, responden dalam menyeleksi isi media
mempertimbangkan medianya itu sendiri yaitu
apakah wartawanya patut dipercaya. Hasil
penelitian menunjukkan yang melakukan seleksi
atas dasar kepercayaan pada media yang setuju 65
% dan sangat setuju 17 %. Sedangkan yang
mempertimbangkan atas dasar kepercayaan pada
wartawan yang setuju 61 % dan sangat setuju 16 %.
Bagi responden sebelum memilih suatu berita
untuk diikuti, pertama sekali harus memutuskan
media mana yang akan diikuti. Sebagaimana bidang
literasi media yang dimaksud oleh Potter, pada fase
pertama diperlukan adanya tujuan dan dorongan
untuk mengikuti media maka kepercayaan pada
media digunakan pada fase awal dalam literasi
media, yaitu tujuan mengikuti media. Jika
tujuannya untuk mengikuti berita politik maka akan
memilih berita yang orientasi politiknya bisa
dipercaya.
Kepercayaan terhadap media merupakan
literasi yang berkaitan dengan struktur dan perilaku
media. Struktur media akan berkitan dengan aspekaspek latar belakang dan karakteristik individu yang
terlibat dalam pemililikan dan pengelolaan media,
siapa pemiliknya dan visi dan misi serta orientasi
media. Sedangkan perilaku media, praktik-praktik
yang pernah dilakukan oleh media dalam
pemberitaan. Literasi pada perilaku media akan
direfleksikan oleh gambaran yang terekam oleh
responden mengenai praktik media dalam
menyajikan berita sebelumnya, apakah telah
melakukan praktik-praktik penyimpangan atau
melakukan praktik-praktik ketidak patuhan pada
kode etik dan norma norma masyarakat.
Kepercayaan kepada wartawan merupakan
bagian dari kepercayan terhadap media, yang
kemungkinan sejalan atau tidak sejalan. Bisa saja
percaya terhadap media tetapi tidak percaya pada
wartawan atau sebaliknya. Dari perbadingan
prosentase kepercayaan teradap media dengan
terhadap wartawan tampak berbeda jumlah
posentasenya, dan kecenderungannya yang
mempertimbangkan atas dasar kepercayaan pada
media yang menyatakan setuju lebih besar (67%)
dari yang menyarakan setuju pada pernyataan setuju
pada factor kepercayaan kepada wartawan (61 %).
Sedangkan yang sangat setuju hampir sama
dengan slesih satu persen. Dengan proposi yang
lebih besar perimbangan keperacayaan pada media
lebih besar dari pertimbangan kepercayaan pada
wartawan hal ini menunjukkan bahwa kualitas
wartawan akan menjadi bagian dari kulitas
medianya. Artinya jika medianya patut dipercaya
maka wartawannya juga dipercaya.
Pertimbangan kepercayaan ternyata tidak saja
atas dasar persepsi diri responden tetapi juga atas
dasar interaksi dengan orang lain. Dalam hal ini
kepercayaan dilihat dari penglihatan atau
pengamatan pada lingkungan yaitu sejauhmana
masyarakat mempercayainya. Dalam konteks ini
53
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
bagi responden dalam melakukan seleksi, dilihat
dulu apakah media tersebut dipercaya oleh banyak
orang. Walaupun kecenderungan besarnya
prosentasi tidak sebesar pada kepercayaan pada
media, wartawan, faktor faktual dan dan sumber
berita, tenyata pengakuan dan kepercayaan banyak
orang menjadi pertimbangan dalam melakukan
seleksi berita. Artinya media-media yang dengan
penonton dan pembaca yang lebih besar sebagai
indikator disukai banyak orang menjadi pertibangan
dalam melakukan proses seleksi.
Satu pernyataan dalam pertimbanagn dalam
proses seleksi ialah faktor kesopanan media berita.
Penelitian ini mengungkapkan ada responden yang
dalam memilih berita menggunakan kriteria faktor
kesopanan sebanyak 71 % yang setuju dan 20 %
yang sangaut setuju. Artinya sebagai masyarakat
Banjar yang sebagian besar beragama Islam
menekankan faktor etika dalam penyajikan berta
sebagai hal yang penting.
Kematangan masyarakat dalam proses seleksi
berita sangat bergantung pada pemahaman dan
sikap masyarakat pada karakteristik media dan
perspektif literasi media itu sendiri. Karakteristik
media, ialah berkaitan realitas proses produksi
misalnya media memiliki keterbatasan dalam
meliput dan melaporkan berta, untuk media
konvensional ialah deadline pemuatan berita dan
keterbatasan ruang dan waktu. Berbeda dengan
media online yang memiliki keleluasan waktu
karena bisa lebih cepat
dalam mengirim dan
memproses berita, namun memiliki karakter dalam
menyusun berita lebih singkat dan dengan tidak
terpaku pada perioditas karena isi berita bisa
diperbaharui dan di-update setiap saat.
Perspektif literasi ialah satu kerangka literasi
atas dasar perspektif dalam memproduksi realitas,
apakah positivistik, konstruktivis. Bagi yang
menggunakan perspektif positivistik akan melihat
proses produksi dan distribusi berita merupakan
proses tranportasi atau transmisi, menyampaikan
fakta sebagai realitas nyata. Sedangkan dalam
persepektif konstruktivis, suatu realitas dalam berita
merupakan sebuah konstruksi yang tidak akan sama
dengan realitasnya. Penelitian ini akan melihat
mencoba mencoba melihat bagaimana pesrpektif
literasi media bagi responden.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2, pada
umumnya responden menganut literasi dalam
perspektif positivistik dan mengacu pada prinsip
jurnalisme dan teori normative media massa.
Sebagian besar responden menyatakan tidak setuju
dan sangat tidak setuju pada bahwa media bisa
melakukan pemberitaan tanpa proses editing,
mengabaikan fakta, dan boleh mengkritik apa saja.
Isi berita tanpa proses edit
Boleh mengabaikan fakta
Proses media elekronik cepat
Mengabaikan dampak
Bolek kritik apa saja
0
Sangat Tidak Setuju
10
20
Tidak Setuju
Gambar 2. Literasi Pada Proses Produksi Berita
Figure 2. Literacy on News Production Process
54
Netral
30
Setuju
40
Sangat Setuju
50
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
Sebagian besar responden menganggap bahwa
media dalam melakukan kritik harus selektif tidak
semua hal bisa dikritik. Satu sisi menunjukkan
masyarakat bersifat kurang demokratis karena
sasaran kritik dibatasi. Namun jika dihubungkan
dengan data bahwa masyarakat juga tidak setuju dan
sangat tidak setuju media mengabaikan dampak
media, maka pernyataan responden yang pertama
menunjukkan kehati-hatian dan cenderung untuk
menjaga agar peranan media bisa berdampak
positif. Responden tidak setuju dan sangat tidak
setuju (80%) media dalam praktik pemberitannya
mengambaikan dampak yang terjadi.
Masalah persyaratan berita harus didasarkan
pada fakta, sebagaimana dinyatakan responden
pada gambar 1, juga konsisten dengan pernyataan
responden tentang media yang tidak bisa
mengabaikan fakta dalam proses produksi berita.
Gambar 2, menunjukkan data bahwa responden
yang tidak setuju dan sangat tidak setuju (84%)
terhadap pernyataan responden bahwa media boleh
mengabaikan fakta.
Konsisten dengan penyataan responden bahwa
media tidak boleh mengabaikan fakta, mengabaikan
dampak dan dalam mengkritik tidak sembarang
kritik, responden menyatakan tidak setuju dan
sangat tidak setuju (74%) jika media tidak
melakukan proses editing. Dengan demikian dalam
proses produksi berita, sebagaimana teori
komunikasi
normative,
melakukan
proses
penyaringan agar berita harus mengandung fakta,
dalam mengkritik harus selektif dengan
memperhatiakan
dampak
yang
akan
ditimbulkannya.
Mengenai proses produksi berita responden
menilai media eketronik lebih cepat dari media
lainnya (56 %). Jumlah responden yang menyatakan
hal tersebut tidak setuju dan setuju perbedannya
tidak mencolok 23%:21 %, dalam hal ini
kemungkinan responden membandingkannya
dengan media online yang bisa melaporkan berita
lebih cepat dari media elektronik radio dan televisi.
Penilaian responden seperti itu menunjukkan
literasi media mengenai karakteristik media dalam
kecepatan produksi media telah cukup kritis,
mereka paham keunggulan dan kekurangan media
dalam menjangkau khalayaknya.
Bagaimana responden menilai berita media
dewasa ini, apakah berorientasi kepada kepentingan
publik atau pada kepentingan lainnya seperti
kepentingan-kepetingan kekuasaan tertentu baik
ekonomi, politik budaya. Menganai isi media
dewasa ini menurut pengamatan responden dapat
dilihat dalam Gambar 3.
Isinya tidak sesuai kenyataan
Sering mencampur fakta dan opini
Mebesar-besarkan masalah
Cenderung mengungkap yang negatif
Isinya menghasut
Membela kepentingan tertentu
0
Sangat Tidak Setuju
10
20
Tidak Setuju
Gambar 3. Literasi Pada Isi Berita
Figure 3. Literacy on News Content
55
Netral
30
Setuju
40
Sangat Setuju
50
60
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
Responden memiliki penilaian terhadap media
dewasa ini secara negatif, seperti dapat dilihat dari
responden yang menyatakan setuju terhadap
pernyatan-pernyataan bahwa isi media tidak sesuai
dengan kenyatan dan sering menyampuradukan
antara fakta dan pendapat. Prosentasinya masingmasing lebih dari 45 %, apabila dijumlah dengan
pernyataan yang sangat setuju maka yang menilai
negatif tentang isi media lebih dari 50 % responden.
Lebih spesifik lagi responden melihat bahwa isi
media suka membesar-besarkan masalah (38 %)
dan cenderung dalam mengungkapkan suatu maslah
dari pandangan yang negatif (30 %) dan yang lebih
ekstrim lagi ada responden yang menilai ada media
yang menghasut sebanyak 20 %, dan membela
kepentingan tertentu sebanyak 30 %.
Bagi responden yang menilai bahwa apa yang
disampaikan media tidak sesuai dengan kenyataan,
artinya realitas dalam kehidupan sehari-hari yang
dirasakan oleh responden tidak sama dengan
realitas yang sajikan oleh media. Dalam pandangan
konstruktivisme, pernyataan responden dianggap
wajar, sebab media sebenarnya tidak menyapaikan
realitas seperti apa adanya tetapi merupakan hasil
konstruksi media. Konstruksi ini dianggap wajar
manakala dilakukan dengan memegang prinsip
prinsip
jurnalisme
antara
lain
tidak
mencampuradukan fakta dan opini media.
Kenyataannya menurut penilaian responden,
media telah mencampuradukan fakta dan opini dan
membesar besarkan informasi yang sebenarnya
yang tidak sesuai dengan realitasnya, dan malah
cenderung menghasut pihak pihak tertentu.
Pandangan responden bahwa isi media cenderung
membela kepentingan tertentu, menunjukkan
responden mengetahui bahwa media tidak terbebas
dari kekuasaan yang mengendalikannya. Isi media
bisa menjadi ajang bagi mereka yang memiliki
kekuasaan bisa dari lembaga media atau bisa juga
dari berbagai pihak di luar media.
Implikasinya dalam konteks literasi media,
responden memiliki sikap dan perspektif bahwa
media bukalah semata menjadi wahana tetapi juga
menjadi instrument untuk mewujudkan berbagai
kepentingan. Jika masyarakat tidak memiliki
pemikiran kritis atau masyarakat menganggap
bahwa media semata sebagai wahana yang netral,
maka media akan memberikan gambaran semu
kepada masyarakat dan malah kemungkinan akan
menipu atau memperdayakan masyarakat.
Dengan gambaran media menurut responden
yang negatif, maka pengaruhnya sangat tergantung
pada kemampuan masyarakat dalam melakukan
pengendalian dalam mengakses media. Penelitian
ini menunjukkan bahwa responden dalam
mengikuti media melakukan pengecekan terhadap
isi media, sehingga ia bisa melakukan penilaian
apakah isi media bisa memberikan manfaat atau
memberikan efek yang fungsional bagai
masyarakat. Responden yang menyatakan setuju
dan sangat setuju perlunya pengecekan terhadap
media menurut survey ini mencapai 89 %.
Pengecekan yang perlu dilakukan menurut pilihan
responden (lihat Gambar 4) ialah dengan
Membanding dengan sumber lain
Menelusuri sumber berita
Membanding dengan Norma
Merujuk Pemuka Masyarakat
0
Sangat Tidak Setuju
10
20
Tidak Setuju
Gambar 4. Cara Pengecekan Berita
Figure 4. How to News Checked
56
30
Netral
40
Setuju
50
60
Sangat Setuju
70
80
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
membanding dengan sumber lain, menelusuri
sumber berita, membanding dengan norma
masyarakat serta minta rujukan pada pemuka
masyarakat.
Penelusuran sumber berita dan membanding
dengan sumber lain merupakan cara yang
memerlukan keahlian khusus bagi responden.
Keduanya memerlukan pencarian data dan analisis,
yang dalam penelitian ini belum diuangkapkan
sejauh mana keahlian responden, namun dari
pendapat dan sikap yang memberikan persetujuan
yang masing-masing menjadi pilihan 60%
responden memberikan gambaran motivasi dan
sikap untuk memperkuat ketahanan masyarakat
dalam mengatasi dampak negatif media.
Demikian juga dua pernyataan lainnya upaya
pengecekan berita melalui perbandingan dengan
sumber lain dan minta rujukan masyarakat,
menunjukkan bahwa media menurut responden
tidak bebas nilai, isi media haris patuh pada norma
dan nilai nilai masyarakat. Untuk memenuhi tujuan
tersebut dan untuk mendekatkan media dengan
masyarakat agar media bisa menjadi bagian dari
sistem kehidupan masyarakat, maka kepatuhan
terhadap acuan norma dan nilai masyarakat
merupakan baromenter media berfugsi sebagai sub
sistem masyarakat. Terhadap berita-berita televisi
yang dilihat selama ini, mereka memandang
tidaklah seluruhnya menunjukan kebenaran dan
malah menunjukkan berita yang terselubung.
Kepada mereka ditanyakan bagaimana biasanya
mereka bisa mengetahui apakah suatu berita benar.
Gambar 5 menjelaskan posisi perspektif
literasi media bagi responden, yang menunjukan
dalam posisi perspektif klasik/positivistik.
Cara yang dilakukan untuk menunjukan suatu
berita apakah benar ialah berdasarkan rujukan
penulisnya dan setelah dibandingkan dengan media
lain. Mereka tidak menghubungkannya dengan
pemilik media, konteks dan aspek bahasa. Sikap
skeptic pada pemilik media, sejalan dengan hasil
penelitian Ashley dkk (2010) yang meyebutkan
tidak ada bukti yang kuat yang menyatakan bagi
mereka yang memperoleh pembelajaran tentang
pemilik media memberikan konstribusi pada
menurunnya kepercayaan pada berita. Mereka
skeptis terhadap pembuat atau pemilik media yang
memuat berita yang dikonsumsinya.
Dalam pandangan klasik/positivistik melihat
media sebagai wahana yang untuk memuat dan
memindahkan atau mentrasfer realitas yang tidak
melihat adanya faktor intervensi dari kekuasaan
ekonomi dan politik. Oleh karena itu rujukan dalam
menilai
berita
berdasarkan
pertimbangan
mekanistik, yaitu siapa yang menyampaikan dan
bagaimana menyampaikannya berdasarkan rujukan
penulis dan media lainnya. Pada perspektif
konstruktivis suatu berita yang diproduksi dan
didistribusikan media memrupakan hasil proses
konstruksi yang dipengaruhi oleh pemilik media,
bahasa yang digunakan dan konteks bagaimana
memaknai isi berita. Jawaban terhadap faktor
tersebut tampak yang menunjukkan setuju atau
sangat setuju yang rendah.
Dilihat Dari Konteknya
Dilihat dari Pemilik media
Dilihat dari penulisnya
Dilhat dari Gaya Bahasa
Dilihat dari media lain
0
10
Sangat Tidak Setuju
20
30
Tidak Setuju
Gambar 5. Kontrol Pada Kebenaran Berita
Figure 5. Control on the truth of the news
57
Netral
40
Setuju
50
60
Sangat Setuju
70
80
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
Tabel 1. Nilai Korelasi dan Signifikansi Tingkat Pendidikan, Usia, Pengeluaran Perbulan dengan Elemen
Literasi Berita TV
Figure 1. The value of correlation and significancy education level, ages, monthly expenditure with element
of Television News Literacy
Literasi
Selektivitas
(Literacy of
Selectivity)
Tingkat
Pendidikan
Usia
Pengeluaran
Rata-rata Tiap
Bulan
Pekerjaan
Jenis Kelamin
Korelasi
Significancy
N
Korelasi
Significancy
N
Korelasi
Significancy
N
Significancy
(Anova)
Significancy
(T Test)
Literasi
Proses
(Literacy of
Process)
0,003
0,976
100,000
0,268**
0,007
100,000
0,480
0,633
100,000
0,560
0,158
0,122
100,000
0,232*
0,020
100,000
0,462**
0,000
100,000
0,000**
-0,177
0,288
100,000
0,067
0,508
100,000
145
0,149
100,000
0,044*
0,026
0,796
100,000
0,117
0,246
100,000
0,249*
0,012
100,000
0,028*
Literasi
Kontrol
Kebenaran
(Literacy of
Control of the
truth)
-0,050
0,624
100,000
-0,020
0,845
100,000
0,149
0,138
100,000
0,010*
0,856
0,597
0,344
0,187
0,187
Keterangan:
- *) Signifikan
- **) Sangat Signifikan
Literasi Isi
Berita
(Literacy of
News
Content)
Literasi
Pengecekan
(Literacy of
Checked)
Remarks:
- *) Significant
- **) Most Significant
Secara
keseluruhan
literasi
media
menunjukkan kondisi yang baik. Mereka rata-rata
untuk pernyataan positif menujukkan skore antara
tiga dan empat dan bahkan ada yang menyampai
angka mendekati nilai 4. Kaitan antar aspek
demografis dengan literasi berita akan bisa dilihat
pada nilai korelasi dan nilai dari kedua variable tadi.
Melalui uji statistik korelasi dan uji beda serta
Anova tentang hubungan antara faktor demografis
dengan kondisi literasi berita bagi anggota
masyarakat, hasilnya tampak seperti pada tabel pada
tabel 1.
Faktor tingkat pendidikan tidak memiliki
hubungan dengan semua kategori literasi baik
selektivitas, isi, proses maupun dalam pengecekan
berita yang diterima, dan terlihat ada satu variabel
yang memiliki hubungan yang negatif, yaitu pada
literasi isi berita. Hubungan yang negatif, artinya
makin tinggi tingkat pendidikan memiliki nilai skor
rendah cenderung ke skala satu. Faktor usia ternyata
memiliki hubungan yang sangat signifikan pada
0,007, dengan korelasi yang lemah 0,26. Artinya
walaupun tingkat hubungannya lemah tetapi
hubungan antara usia responden dengan penyataan
mengenai kriteria melakukan seleksi pada berita
menunjukkan hubungan yang nyata. Hubungannya
positif, artinya makin tinggi usia cendeung makin
memiliki literasi yang lebih tinggi dalam hal alasan
atau kriteria dalam melakukan seleksi pada berita.
Pengeluaran rata-rata responden dalam satu
bulan menunjukkan indikator kondisi ekonomi
responden yang kemungkinan mempengaruhi
literasi mereka terhadap berita media. Hasil
penelitian menunjukkan literasi pada proses
pemberitaan dan pengecekan berita memiliki
hubungan yang significant dengan kemampauan
ekonomi mereka.
Untuk literasi tentang proses pemberitaan juga
mempunyai hubunganya yang positif dengan
kemampuan ekonomi, artinya skor tingkat ekonomi
yang tinggi maka skor literasi yang tinggi pula. Hal
yang sama juga terlihat pada variable pengecekan
terhadap pemberitaan, hubuham antara pengecekan
58
Pengaruh Faktor Demografis Masyarakat Kota...
Udi Rusadi
terhadap berita dengan tingkat kemampuan
ekonomi menunjukkan hubungan yang positif.
Dalam hal jenis pekerjaan, hasil penelitian
menunjukkan perbedaan tingkat pekerjaan diantara
responden, ternyata membedakan dalam tingkat
literasi untuk proses pemberitaan, isi berita,
pengecekan dan kemampuan mengindentifikasi
kebenaran sebuah berita. Artinya pekerjaan akan
membedakan literasi mereka terhadap berita di
media. Dari data analisis peta rata-rata (mean plot)
literasi berdasarkan kategori pekerjaan, bahwa
mereka yang bekerja sebagai wiraswasta dan ibu
rumah tangga memiliki rata-rata literasi lebih tinggi
yaitu pada yang signifikan dibanding mereka yang
bekerja sebagai pegawai negeri, pelajar dan
mahasiswa.
Skor
literasi
untuk
merekan
yangt
berwiraswasta dan ibu rumah tangga sama-sama
4,2. Sedangkan PNS ada pada skor lierasi 4, dan
pelajar dan mahaiswa 3,8. Mereka yang tidak
bekerja ada pada tingkatan 3. Dilihat dari kategori
responden berdasarkan jenis kelamin, tampak hasil
penelitian ini menunjukkan tidak ada berbedaan
diantara kaum pria (4) dan wanita (3,9) dalam hal
literasi mereka terhadap berita.
pendidikan dasar dan menengah, namun sampai
sekarang belum terlihat ada perubahan. Demikian
juga faktor jenis kelmin yang menyebutkan antara
pria dan wanita dalam literasi berita sama saja. Hal
ini dimungkinkan karena literasi dalam konteks ini
ialah literasi khusus tentang berita. Pembedaan pria
dan wanita bisanya dari sisi persanaan emosional,
dan peran yang steoretif dimana pria lebih domian.
Dalam konteks berita, yang dibutuhkan
kemampuan rasional untuk bisa memahami isi
berita, sehingga keterlibatan emosi dan sterotipe
tadi tidak ikut mempengaruhinya. Penelitian ini
dilakukan di perkotaan yang sudah banyak
terpengaruh oleh lingkungan yang heterorogen,
sehingga
faktor
jenis
kelamin
tidak
mempengaruhinya. Lain halnya kalau yang diteliti
ialah acara televisi yang sifatnya hiburan.
Jenis pekerjaan tanpak yang dominan
mempengaruhi element literasi media, hal ini
munjukkan aspek pekerjaan telah memberikan
kematangan dalam melakukan akses pada berita.
Mereka yang bekerja, bisanya memiliki waktu yang
terbatas, sehingga harus mengatur waktu dan
kesempatan untuk mengikuti isi media, dengan
keterbatasn tersebut maka, mereka lebih selektif.
Pengaruh faktor pekerjaan terhadap literasi sesuai
dengan temuan penelitian yang dilakukan di
Amerika (Kirsch, 1993) yang penyebutkan mereka
yang mempunyai pekerjaan dan pendapatan yang
lebih tinggi memiliki level litersai yang lebih tinggi.
Responden yang bekerja sebagai wiraswasta
dan ibu rumah tangga literasinya lebih tinggi dari
pada yang berkerja sebagai PNS dan mahasiswa,
walau perbedaaanya tidak signifikan. Kemungkinan
hal ini terkait pada ketersediaan waktu, jika makin
sempit maka akan makin selektif dalam mengikuti
media. Ibu rumah tangga memiliki literasi yang
lebih tinggi khusunya dalam proses pemberitaan,
bukan karena sempitnya waktu sebagaimana yang
diperankan oleh perkerja wiraswasta. Kemungkinan
Ibu Rumah Tangga lebih sadar akan apa yang
ditontonnya dan akan mempengaruhi kehidupan
keluarganya, sehingga harus lebih selektif.
Secara teoritis temuan penelitian ini
menempatkan khalayak media dalam posisi aktif.
Pengetahuan dan sikap pada setiap elemen literasi
mengindikasikan khalayak selalu melakukan
C. Pembahasan
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan
masyarakat memiliki tingkat literasi yang cukup
tinggi, rata-rata pada skala antara tiga dan empat.
Perspektif literasi mereka berada dalam perspektif
klasik/positivistik. Dilihat dari faktor demografis
ditemukan tidak semua faktor demografis
berpengaruh pada semua elemen literasi pada
media. Faktor usia hanya berpengaruh pada faktor
selektifitas,
faktor
kemampuan
ekonomi
berpengaruh pada literasi proses produksi berita dan
pengecekan berita. Jenis pekerjaan berpengaruh
pada aspek isi berita, proses, pengecekan dan
kemapauan menilai kebenaran berita. Faktor tingkat
pendidikan dan jenis kelamin tidak berpengaruh
pada seluruh elemen literasi media.
Tingkat pendidikan tidak berpengaruh pada
literasi berita, hal ini mengandung implikasi bahwa
dalam praktik pendidikan tidak diajarkan mengenai
literasi media. Beberapa usul dari penggiat literasi
media untuk memasukan dalam kurikulum di
59
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 47-62
pengecekan dan penilaian sebelum memustuskan
menggunakan media tersebut. Pertimbangan
mereka berdasarkan perspektif bahwa media
mentranfer realitas yang kemungikan factor proses
yang kemungkinan faktanya tidak akurat dan
pilihan nara sumber yang kurang tepat. Kalau
dihubungkan dengan produksi berita dalam
perspektif konstruktivis atau kritikal, sebenarnya
media kemunkinan melakukan praktik-praktik
pembentukan mana dan bahkan kemunkinan
memanipulasi fakta sekaligus makanya. Dengan
demikian perlu dilakukan proses edukasi kepada
masyarakat dimana media sebenarnya sarat
kepentingan apakah politik, ekonomi atau budaya.
Penelitian ini memfokuskan pada literasi berita
yang mempunyai implikasi pada dampak
pengetahuan dan sikap masyarakat sebagai warga
negara. Masyarakat yang memiliki literasi media
yang baik diharapkan menjadi warga negara yang
canggih (sophisticated) bukan menjadi konsumen
canggih sebagaimana dikemukakan oleh Lewis
dan Jhally (1998).
Kecerdasan masyarakat dalam mengkases
berita dan menyeleksinya baik dalam tataran proses
maupun dalam tataran penilaian berita, maka akan
memberikan peluang yang besar media untuk
memiliki pengaruh sesuai dengan fungsinya.
Apapun yang disampaikan media, bagaimana pun
perspektif media dalam menyampaikan berita maka
media akan berpengaruh fungsional, jika
masyarakatnya memiliki literasi yang memadai.
Literasi media selain menjadi variabel yang bisa
menyeleksi pengaruh negatif media, juga memiliki
konstribusi pada peningkatan kualitas demokrasi.
Dimensi literasi media menurut Buckingham
(2005), meliputi access, understand, create,
conclusion. Literasi pada dimensi create, artinya
kemampuan melakukan komunikasi dalam berbagai
konteks. Literasi dimensi ini memberikan peluang
bagi masyarakat menyampaikan pendapat dan
memberikan konstribusi sebagai warga negara.
Sementara itu menurut Silverblatt (2014)
menjadi bagian dari literasi ialah kemapuan
komunikator media untuk mengembangkan
komunikasi yang efektif dan bertanggungjawab.
Dengan demikian untuk mewujudkan demokrasi
dan berdaulatnya masyarakat sipil memerlukan
literasi yang kuat baik bagi komunikator mupun
masyarakat sebagai komunikan.
Untuk mencapai literasi yang memadai
memerlukan proses edukasi yang bertolak dari
konsisi literasi masyarakat. Bedasarkan temuan ini
yang memposisikan literasi meraka masih dominan
pada tingkat postitivistik, maka masyarakat perlu
diedukasi dengan materi produksi berita dari
persepektif konstruktivis dan kritikal.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Literasi berita media televisi bagi masyarakat
merupakan benteng terakhir dalam menghadapi
ekspansi dan eksploitasi media televisi yang
dihawatirkan akan berpengaruh buruk pada
masyarakat, setelah negara dan masyarakat sipil
gagal melindungi masyarakat. Media kenyataannya
lebih tunduk pada rejim pasar yang tidak
berorientasi untuk menempatkan media menjadi
bandul pendulum yang mengarahkan dan
melindungi masyar