Pengujian Dan Perhitungan Beban Panas Pada Kotak Pendingin Yang Menggunakan Elemen Pendingin Termoelektrik Dengan Sumber Energi Surya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam Tinjauan pustaka ini berisi tentang fotovoltaik (Photovoltaic)

  yang merupakan sumber energi dari kotak pendingin (Cooling Box), elemen pendingin termoelektrik (Thermo-Electric Cooler) sebagai mesin pendingin alternatif yang digunakan pada kotak pendingin, dan perpindahan panas yang terjadi dari luar kotak ke dalam kotak pendingin.

2.1 Fotovoltaik (Photovoltaic / PV)

  Energi Surya merupakan energi yang berasal dari Matahari, yang dipancarkan dalam bentuk sinar dan panas. Karena permintaan akan energi bersih yang terus meningkat, maka energi ini memiliki potensi yang besar kedepannya untuk terus dikembangkan karena merupakan energi yang dapat diperbaharui. Panas dan sinar yang diterima bumi dari Matahari dapat radiasi surya sekitar 174 petawatt (PW). Sekitar 30 % dipantulkan kembali ke luar angkasa, sedangkan sisanya diserap oleh awan, lautan, dan daratan. Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian teknologi seperti pemanas surya, fotovoltaik surya, listrik panas surya, arsitektur surya, dan fotosintesis buatan. Pemanfaatan energi matahari yang paling sering digunakan adalah fotovoltaik surya.

  Di Indonesia khususnya di Kota Medan, cahaya Matahari melimpah karena wilayah Indonesia dilewati garis Khatulistiwa, sehingga fotovoltaik digunakan/diterapkan sebagai sumber energi dalam pengujian kotak pendingin. Selain karena kebutuhan daya yang relatif rendah dari kotak pendingin, pengunaan fotovoltaik dalam pengujian ini juga tidak menghasilkan polusi udara maupun polusi suara.

  Efek Fotovoltaik (Photovoltaic / PV)

  Sistem fotovoltaik adalah suatu sistem mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. (Papadopoulou, 2011:31) Konversi ini didasarkan pada fenomena efek fotovoltaik. Efek ini ditemukan oleh fisikawan asal Perancis bernama Antoine

  • – Cesar Becquerel pada tahun 1839. Fenomena efek fotovoltaik adalah suatu fenomena dimana timbulnya tegangan listrik akibat
adanya loncatan elektron antara dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem padatan/cairan ketika sinar matahari menyinari permukaan bahan PV.

  Radiasi cahaya matahari terdiri dari biasan foton dengan tingkat energi yang berbeda

  • – beda sesuai dengan panjang gelombang dari spektrum cahaya. Ketika sinar matahari menyinari permukaan bahan fotovoltaik, foton
  • –foton dari cahaya matahari akan dibiaskan, diserap, ataupun diteruskan menembus sel fotovoltaik. Foton yang terserap oleh sel PV akan menyebabkan electron menyembur keluar yang memicu timbulnya energi listrik.

  Sel Fotovoltaik (Photovoltaic / PV)

  Sel fotovoltaik adalah suatu perangkat yang mengonversi energi radiasi cahaya umumnya Matahari ke dalam bentuk energi listrik. Sistem sel PV terdiri dari ikatan antara sisi positif dan negatif (p-n junction) di dalam sebuah sistem semikonduktor. Sel fotovoltaik pertama kali dibangun oleh Charles Fritts di sekitar 1883 menggunakan sambungan yang dibentuk oleh lapisan selenium (semikonduktor) dengan lapisan sangat tipis emas dan memiliki efisiensi dibawah 1 %.

  Sel PV terbuat dari suatu jenis silikon yang mampu menghasilkan muatan listrik kecil bila terkena sinar matahari. Dalam penggunaannya, sel PV disusun saling berhubungan untuk menghasilkan energi yang lebih banyak dan daya yang besar yang dikenal dengan istilah panel atau modul PV. Arus yang dihasilkan dari sel PV pada umumnya adalah arus searah (Direct Current/DC), tetapi dengan menggunakan inverter, arus ini dapat dibuat menjadi arus bolak- balik (Alternating Current/AC).

  Ada tiga jenis sel fotovoltaik, yaitu : 1.

  Sel Monocystalline, adalah sel – sel fotovoltaik yang paling efisien tetapi juga yang paling mahal. Sel

  • –sel ini terdiri dari satuan kristal hasil potongan dari silikon ingot.

  2. Sel Polycrystalline, adalah sel - sel fotovoltaik yang terdiri dari sejumlah kristal kecil sehingga memiliki efisiensi yang sedikit lebih rendah dari sel Monocrystalline.

  3. Sel Amorphous, adalah sel yang memiliki efisien yang paling rendah dan murah. Sel ini dibuat dengan menyebarkan silikon di atas material alternatif seperti baja tahan karat (stainless steel).

  Mekanisme Konversi Energi

  Konsep dasar konversi energi dari energi cahaya menjadi energi listrik terjadi akibat adanya perpindahan elektron bebas di dalam suatu atom. Banyaknya elektron bebas yang berpindah tergantung pada konduktivitas elektron / kemampuan transfer elektron dari suatu material.

  Sel PV pada umumnya menggunakan material semikonduktor sebagai penghasil elektron bebas. Material semikonduktor adalah suatu material berbentuk padat (solid) yang memiliki konduktivitas elektrik yang cukup tinggi dan akan meningkat secara signifikan ketika temperaturnya bertambah tinggi. Konduktivitas elektrik suatu material bergantung pada elektron valensi atau elektron pada kulit terluar dari suatu atom. Hal ini yang menyebabkan penggunaan material semikonduktor sebagai bahan dasar dari sel PV. Contoh material semikonduktor yang umum digunakan pada sel PV adalah Silikon (Si) dan Germanium (Ge). Silikon yang digunakan biasanya dalam bentuk kristal, dan Germanium berada dalam bentuk padatan.

  Ketika sebuah foton dari suatu sumber cahaya menumbuk suatu lempengan material semikonduktor, ada tiga proses yang terjadi yaitu :

  1. Foton dapat melewati lempengan semikonduktor, biasanya terjadi pada foton dengan energi rendah.

  2. Foton terpantul dari permukaan.

  3. Foton diserap oleh lempengan semikonduktor yang menghasilkan panas atau menghasilkan pasangan elekron-lubang (hole). Untuk memisahkan elektron valensi dari atom semikonduktor, dibutuhkan energi foton yang cukup besar yaitu lebih besar dari celah pita lempengan semikonduktor. Terlepasnya elektron ditentukan oleh energi yang diserap dari cahaya dan ikatan antara elektron terluar dengan atom inti. Ketika elektron terlepas, elektron akan bergerak bebas di dalam bidang kristal dan elektron tersebut akan bermuatan negatif yang akan bergerak ke daerah pita konduksi dari material semikonduktor. Struktur kristal yang kehilangan elektronnya akan terbentuk suatu

  lubang (hole)” yang bermuatan positif.

  Daerah semikonduktor yang bermuatan negatif (dengan elektron bebas) akan bertindak sebagai pendonor elektron yang disebut tipe negatif (n-

  type) . Untuk daerah semikonduktor yang bermuatan positif (dengan lubang)

  akan bertindak sebagai penerima elektron disebut tipe positif (p-type). Ikatan dari kedua sisi positif dan negatif (p-n junction) menghasilkan energi listrik internal yang akan mendorong elektron bebas dan hole untuk bergerak kearah yang berlawanan. Elektron akan bergerak ke sisi positif dan lubang (hole) akan bergerak ke sisi negatif. Ketika kedua sisi positif dan negatif dihubungkan dengan sebuah beban (tahanan), maka akan tercipta sebuah arus listrik.

  Efisiensi Energi Fotovoltaik (Photovoltaic / PV)

  Berdasarkan definisinya, efisiensi energi dari sistem fotovoltaik surya

  (Solar Photovoltaic System/SPS) dinyatakan sebagai rasio dari daya keluar (output) maksimal dari panel surya dengan daya intensitas matahari / radiasi

  matahari yang sampai di permukaan PV. Efisiensi energi PV dapat dihitung

  [12][15]

  dengan persamaan : x 100% ............................................................................. (2.1) dimana : = Daya keluar (output) maksimal dari PV (W)

  2 S T = Radiasi global Matahari jam-an (W/m ), dapat dianggap

  sama dengan radiasi Matahari STC (Standart Test

  2 Conditions) yang digunakan oleh pabrik yaitu 1000W/m dengan temperatur sel 25°C dan massa udara 1,5.

  Daya keluar (output) dapat dinyatakan sebagai daya listrik maksimal

  [19]

  yang dapat dihasilkan oleh SPS, dapat dihitung dengan persamaan : ................................................................... (2.2) dimana :

  = Tegangan maksimum saat rangkaian terbuka (open-circuit) (Volt) = Arus maksimum saat rangkaian tertutup (close-circuit) (Ampere)

  = Fill Factor Persamaan Fill Factor (FF) menggunakan parameter tegangan rangkaian terbuka ( ) dari hasil pengukuran secara langsung pada panel surya pada karakteristik V-I suatu panel surya. Nilai fill factor umumnya terletak antara 0,7

  • – 0,85. Semakin besar nilai FF suatu panel surya, maka

  kinerja panel surya tersebut semakin baik, dan akan memiliki efisiensi panel surya yang semakin tinggi. Nilai dari Fill Factor dapat dihitung dengan

  [19]

  persamaan :

  ( )

  ..................................................................... (2.3) dimana nilai 0,72 merupakan konstanta untuk mendapatkan hasil yang akurat.

  Estimasi Biaya yang dibutuhkan dalam sistem fotovoltaik

  Untuk mengetahui jumlah biaya yang dikeluarkan dalam sistem panel surya ini, terlebih dahulu harus diketahui daya yang dibutuhkan / digunakan perharinya. Daya yang digunakan dapat diketahui dengan menghitung daya

  [9]

  rata :

  • – rata perbulannya, dengan persamaan

  . (2.4)

  ( )

  Setelah diketahui penggunaan listrik perhari, maka dapat ditentukan

  [9]

  output daya dari PV yang dibutuhkan perharinya dengan persamaan : ... (2.5)

  Kapasitas daya modul fotovoltaik dapat diperhitungkan dengan memperhatikan beberapa faktor, yaitu kebutuhan energi sistem yang diinginkan, insolasi matahari, dan faktor penyesuaian (adjustment factor). Faktor penyesuaian untuk instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

  [21] adalah 1,1 .

  Kapasitas daya modul dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai

  [21]

  berikut : .......... (2.6)

  Jumlah jam kerja matahari yang optimum berkisar antara 4 – 6 jam perharinya. Faktor penyesuaian adalah efisiensi dari suatu sistem yang digunakan sehingga bila efisiensi semakin besar maka harga yang dikeluarkan untuk sistem PV akan berkurang.

  [21]

  Jumlah modul yang digunakan yaitu : ........................ (2.7)

  [9]

  Estimasi biaya yang dikeluarkan untuk suatu sistem PV adalah : ................. (2.8)

2.2 Elemen Peltier / Pendingin Termoelektrik (Thermo - Electric

  Cooler)

  Elemen Peltier adalah suatu alat / komponen listrik yang dapat menghasilkan suhu dingin pada satu sisi dan suhu panas pada sisi lainnya bila dialiri arus listrik. Elemen ini disebut juga Thermo – Electric Cooler (TEC). Kenaikan atau penurunan temperatur di persambungan bergantung pada arah aliran arus listrik. Peltier ditemukan oleh Jean Peltier pada tahun 1834 dan kemudian diperluas oleh Emil Lenz pada tahun 1838. Setelah melakukan beberapa percobaan, Lenz menyimpulkan bahwa panas yang dihasilkan atau diserap bergantung pada arah dari aliran arus listrik. Aplikasi yang sering digunakan oleh peltier adalah dengan memanfaatkan temperatur dingin yang dihasilkan yaitu sebagai pendingin processor, AC mini, kulkas pada dispenser, pendingin minuman, dan pengatur suhu akuarium. Sedangkan suhu panasnya dapat dibuang dengan memasangkan peredam panas (heat sink) dan kipas.

  [30]

Gambar 2.1 Elemen Peltier (Thermo

  • – Electric Cooler)

2.2.1 Mekanisme Kerja Peltier / Pendingin Termoelektrik (TEC)

  Dalam perakitannya, TEC menggunakan beberapa termokepel yang disusun seri, yang memungkinkan sejumlah besar perpindahan panas. Bagian luar dari komponen ini dibungkus sejenis keramik tipis yang berisikan batang

  • – batang semikonduktor Bismuth Telluride di dalamnya. Material tersebut adalah suatu semikonduktor yang di dalamnya ditambahkan suatu zat tambahan. Zat tambahan tersebut bertujuan untuk memberikan kelebihan elektron bebas (n-Type Semiconductor) atau memberikan kekurangan elektron bebas (p-Type Semiconductor). Ketika peltier di alirkan arus listrik, elektron
elektron mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dalam rangkaian. Elektron dari material yang kekurangan elektron (p

  • –Type Semiconductor)

  berpindah ke material yang kelebihan elektron (n –Type Semiconductor). Dalam keadaan ini, konektor akan menyerap energi sehingga sisi ini akan bertemperatur dingin. Di sisi lain, ketika elektron berpindah dari tipe-n ke tipe-p, konektor akan melepaskan energi sehingga pada sisi ini akan bertemperatur panas. Membuang panas dari sisi panas akan menurunkan temperatur pada sisi dingin dengan cepat, besarnya penurunan bergantung dari arus listrik yang diberikan. Ilustrasi kerja elemen pertier ditunjukkan pada gambar 2.2.

  Panas Masuk Q Isolator Sisi Dingin Keramik Konduktor Semi Konduktor N P Aliran Arus Listrik Isolator Sisi Panas

  Keramik Panas Keluar Q [28]

Gambar 2.2 Aliran arus listrik yang menimbulkan suhu dingin dan panas

  Panas yang diserap (Sisi Dingin) Isolator Listrik (Keramik) Konduktor Listrik (Tembaga) Semikonduktor tipe-p Semikonduktor tipe-n Kutub Negatif (-) Kutub Positif (+) Panas yang dibuang (Sisi Panas)

  [24]

Gambar 2.3 Cara Kerja Peltier

2.2.2 Efek Termoelektrik

  Ada lima efek yang dapat diamati ketika arus listrik dialiri dalam rangkaian termokopel yaitu efek Seebeck, Peltier, Thomson, Joulean dan konduksi. Efek Seebeck menjelaskan timbulnya tegangan atau kekuatan listrik ketika adanya perbedaan gradien temperatur di

  (electromotive/EMF)

  sepanjang kawat. Perubahan dalam bahan EMF sehubungan dengan perubahan temperatur disebut koefisien Seebeck atau sensitivitas termoelektrik. Koefisien ini biasanya merupakan fungsi nonlinier dari temperatur. Efek Peltier menjelaskan perbedaan temperatur yang dihasilkan oleh EMF dan merupakan kebalikan dari efek Seebeck. Efek Thomson berhubungan dengan gradien panas yang bersifat dapat dibalik (reversible) dan EMF dalam suatu penghantar homogen. Efek Joulean berhubungan dengan adanya energi listrik yang hilang ketika sebuah konduktor dialiri arus listrik. Sedangkan, efek konduksi menjelaskan tentang perpindahaan panas dari tempat yang bertemperatur lebih panas ke yang lebih dingin.

2.2.2.1 Efek Seebeck

  Pada tahun 1821, fisikawan asal Jerman-Estonia bernama Thomas Johann Seebeck (1770-1831) menemukan bahwa logam berbeda yang terhubung pada dua lokasi yang berbeda (sambungan) akan menimbulkan tegangan mikro pada kedua sisinya bila kedua sisi ada pada temperatur yang berbeda. Efek ini dikenal sebagai “Efek Seebeck”, itu adalah dasar untuk termometer termokopel.

  Dalam percobaannya, Seebeck menghubungkan logam besi dan tembaga dalam suatu rangkaian. Kemudian diantara kedua logam tersebut diletakkan jarum kompas. Ketika satu sisi logam dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Setelah diselidiki, ternyata panas yang diberikan pada satu sisi logam menimbulkan tegangan yang mengalirkan listrik mikro yang mengakibatkan timbulnya medan magnet disekitar logam. Medan magnet yang timbul menggerakkan jarum kompas.

  Tegangan yang timbul ( ) tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan :

  ( ) ( ) ........................................................... (2.9) Dimana : = Tegangan yang dihasilkan (Volt)

  = Koefisien Seebeck material X dan Y (Volt/K) = Temperatur Termokopel panas dan dingin (K)

  10 Natrium -2,0 Cadmium 7,5 Kalium -9,0

  Pada tahun 1838, Lenz menunjukkan bahwa tergantung pada arah arus

  Teori ini dikenal dengan nama Thermo – Elektric Cooler (TEC).

  Pada tahun 1834, seorang fisikawan Perancis bernama Jean Charles Peltier menemukan kebalikan dari efek Seebeck, yang sekarang dikenal sebagai “Efek Peltier”. Beliau menemukan bahwa ketika sebuah termokopel diberikan tegangan, maka akan timbul perbedaan suhu pada kedua sisinya”.

  Timbal 4,0 Silikon 440 Aluminium 3,5 Germanium 300

  Rhodium 6,0 Selenium 900 Tantalum 4,5 Telurium 500

  Koefisien Seebeck ( )

  Perak 6,5 Bismuth -72 Tembaga 6,5 Semiconductor

  Tungsten 7,5 Nikel -15 Emas 6,5 Constantan -35

  19 Platinum 0,0 Molybdenum

  Nilai dari koefisien Seebeck untuk beberapa material dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

  25 Raksa 0,6 Besi

  47 Carbon 3,0 Nikrom

  Antimony

  Koefisien Seebeck ( )

  ( ) Logam (Metal)

  Logam (Metal) Koefisien Seebeck

  [16]

Tabel 2.1 Tabel Koefisien Seebeck

2.2.2.2 Efek Peltier

  atau dengan membalik arus listrik, panas dapat dihasilkan untuk mencairkan es. Panas yang diserap atau dihasilkan di persambungan adalah sebanding dengan arus listrik. Konstanta perbandingan dikenal sebagai koefisien Peltier.

  Jumlah kalor yang dilepas dan diterima ( ) dapat dinyatakan pada

  [7]

  persamaan : ( ) .............................................................. (2.10)

  Dimana : = Koefisien Peltier material X dan Y (Volt)

  = Arus Listrik yang mengalir (Ampere) = Kalor yang dilepas / diterima (Watt)

  Nilai dari tergantung pada komposisi dan temperatur bahan. Silikon tipe-p biasanya mempunyai koefisien Peltier positif dibawah 550 K, tetapi silikon tipe-n biasanya negatif.

2.2.2.3 Efek Thomson

  Pada tahun 1851, fisikawan asal Inggris bernama William Thomson menyatakan ketika sebuah konduktor dialiri arus listrik akan timbul perbedaan (gradien) temperatur sesuai dengan perpindahan panas yang disebut

  [7]

  efek Thomson, dapat dihitung dengan persamaan : ( ) ................................................................................ (2.11)

  Dimana : = Perpindahan panas Thomson(W/m) = Koefisien Thomson (Volt/K)

  Dengan menggunakan hukum pertama dan kedua termodinamika, Zemansky memperoleh hubungan antara koefisien Seebeck dengan koefisien

  [7]

  Peltier yang dapat dilihat pada persamaan (Seebeck,1821) : ................................................................................. (2.12)

  Jika persamaan (9) disubstitusikan dengan persamaan (7) , maka

  [7]

  diperoleh : .................................................................................. (2.13)

  Dari persamaan dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan nilai pendinginan atau pemanasan yang tinggi, harus tinggi, dan juga arus yang besar.

  2.2.2.4 Efek Joulean

  Efek Joulean menjelaskan bahwa ketika arus listrik dialirkan pada sebuah konduktor, maka akan terbentuk panas akibat adanya disipasi energi

  [7]

  listrik. Efek Joulean dapat ditulis dengan persamaan : ........................................................................................ (2.14) dimana : I = Arus listrik (Ampere)

  R = Tahanan listrik (Ohm)

  2.2.2.5 Efek Konduksi

  Efek konduksi menjelaskan tentang perpindahan panas secara konduksi yaitu adanya perpindahan panas dari temperatur yang lebih tinggi ke temperatur yang lebih rendah dalam suatu material. Persamaannya dapat

  [7]

  ditulis yaitu : )

  (

  ( )

  ...................................................................... (2.15) dimana : U = Konduktansi keseluruhan (W/K) k = koefisien konduktivitas termal (W/m.K)

  2 A = Luas permukaan material (m )

  L = Panjang material (m) = Temperatur tinggi dan rendah (°C)

2.2.3 Koefisien Performansi (Coefficient of Performance / COP) Peltier

  Koefisien Performansi (COP) adalah perbandingan antara kalor yang dihasilkan peltier dengan energi yang disuplai. Untuk memperoleh nilai COP peltier, dapat menggunakan persamaan

  • – persamaan dari buku H.J. Goldsmid,

  [3][11][18]

  1964, adalah :

  1. Luas Penampang dari elemen (A) Luas penampang elemen adalah berbentuk silinder yang dapat dihitung dengan persamaan :

  , cm

  2

  ....................................................................... (2.16) 2. Tahanan dari couple (R):

  ( ) , Ω.cm .......................................................... (2.17) 3. Konduktivitas termal couple (K) :

  , W/K ....................................................................... (2.18) 4. Figure of merit (Z) :

  , 1/K ......................................................................... (2.19) 5. Arus Optimum (I

  opt ) : ( ) (√ )

  , A .............................................................. (2.20) 6. Kalor yang diserap (q

  c

  ):

  • ( )+ , Watt ................... (2.21) 7.

  Nilai performansi (Coefficient Of Performance/COP) Peltier / TEC : Nilai dari COP pada peltier yaitu:

  ( ) ( ) ( ) ( ) ( ( ) ) ( ( ) )

  ............................................... (2.22) dimana : d = Diameter elemen (cm) = Tahanan Listrik (Ω.cm)

  2

  L = Panjang tiap elemen (cm)

  2 R = H )

  ubungan tahanan listrik (Ω.cm k = Koefisien termal dari couple (W/cm.K) = Koefisien Seebeck (V/K)

  = Suhu antara sisi panas dan dingin (°C), yaitu N = Jumlah elemen (couple)

  Nilai performansi (COP) adalah rasio antara kalor/panas yang dapat diserap/dipindahkan dari sistem yang ingin didinginkan terhadap daya yang disuplai (input) ke sistem tersebut. Umumnya nilai dari COP dari suatu mesin pendingin adalah lebih besar dari satu karena nilai q /q >1 sehingga nilai dari

  h c

  W yang merupakan q h -q c akan lebih kecil dibanding q c . Nilai COP dari suatu sistem refrigerasi yang menggunakan refrigeran adalah antara 2 – 3,6. Untuk elemen pendingin termoelektrik, nilai dari COP berada dibawah satu yaitu berkisar antara 0,4

  • – 0,8 yang bergantung pada arus, tegangan dan jenis termoelektrik yang digunakan. Jika dibandingkan keduanya, maka penggunaan elemen pendingin termoelektrik dapat dikatakan tidak cukup efektif untuk mendinginkan suatu ruangan. Akan tetapi sistem pendingin dari elemen termoelektrik yang sederhana dapat menjadi pertimbangan penggunaannya jika dibandingkan sistem pendingin yang menggunakan refrigeran yang kompleks.

2.3 Perpindahan Panas / Kalor

  Perpindahan panas terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan temperatur antara kedua benda / tempat sehingga terjadi aliran energi dari temperatur yang lebih tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Perpindahan panas tersebut juga memindahkan energi yang dapat dihitung dengan

  [4]

  persamaan : ................................................................................. (2.23)

  Dimana : m = massa zat (kg) = Kalor jenis pada tekanan tetap (J/kg.

  C) = perubahan temperatur ( ) Berdasarkan medium perantara panas, perpindahan panas dapat terjadi melalui 3 cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.3.1 Perpindahan Panas Konduksi

  Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan energi (kalor) dari partikel zat yang aktif ke partikel yang kurang aktif akibat dari interaksi diantara partikel. Persamaan yang digunakan untuk menghitung perpindahan kalor secara konduksi untuk aliran stedi satu dimensi adalah persamaan

  [4]

  Fourier yaitu :

  ( )

  ...................................................................... (2.24) Untuk mencari nilai tahanan termal (R) dari suatu material padatan dapat menggunakan persamaan :

  ( )

  .......................................................................... (2.25) Untuk konduktor yang terdiri dari tiga lapisan, persamaan perpindahan

  [4]

  panas secara konduksi adalah :

  ( )

  ......................................................... (2.26) Untuk menghitung suhu antara kedua buah benda dapat digunakan persamaan :

  ( ) ( ) ( )

  = = .................................... (2.27) dimana : = Temperatur pada permukaan paling luar (°C) = Temperatur permukaan antara material 1 dan 2 (°C) = Temperatur permukaan antara material 2 dan 3 (°C) = Temperatur pada permukaan paling dalam (°C)

  = Koefisien konduktivitas termal material 1, 2 dan 3 (W/m.K) Koefisien konduktivitas termal dari beberapa material pada temperatur 27 °C dapat dilihat pada tabel 2.2 :

  [27]

Tabel 2.2 Koefisien konduktivitas termal material(27 °C)

  Konduktivitas Konduktivitas Material Material Termal (W/m.K) Termal (W/m.K)

  Akrilik 0,2 Grafit 25 - 470 Aluminium Alloy 177 Kaca 1,2

  Aluminium Oksida

  35 Kayu 0,17 Argon 0,0179 Kuningan 125

  Baja Karbon

  43 Nikel 90,9 Baja Stainless

  18 Plastik 0,23 Bata 1,31 Perak 430 Besi 80,4 Perunggu

  50 Besi Tuang

  55 Polystyrene 0,033 Beton 1,28 Seng 116

  Bismuth 7,97 Tanah 1,15 Emas 318 Tembaga 390

  Epoxy 1,038 Timah 35,3 Intan 2200 Titanium 21,9

2.3.2 Perpindahan Panas Konveksi

  Perpindahan panas secara konveksi merupakan perpindahan panas yang diikuti dengan perpindahan partikel / molekul benda tersebut. Pada perpindahan panas secara konveksi terjadi aliran massa pada benda / subtansi.

  Perpindahan Panas konveksi terbagi menjadi dua bagian yaitu konveksi bebas dan konveksi paksa. Pada konveksi bebas, pergerakan fluida terjadi karena gaya buoyant akibat perbedaan densitas (kerapatan) fluida. Adanya perbedaan densitas fluida dapat diakibatkan oleh adanya pemanasan pada fluida sehingga fluida yang bertemperatur tinggi akan berkurang densitasnya dan bersirkulasi dengan fluida yang lebih dingin dan densitas yang lebih rapat. Konveksi paksa terjadi apabila pergerakan fluida terjadi akibat pengaruh dari luar seperti kipas dan pompa sehingga fluida bergerak.

  Pada perpindahan panas secara konveksi untuk aliran stedi satu

  [4]

  dimensi berlaku hukum pendingin Newton yaitu : ( ) ................................................................ (2.28) dimana : = Kalor (Watt)

  2

  h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m .K)

  

2

A = Luas permukaan (m )

  = Temperatur pada permukaan material (°C) = Temperatur lingkungan / ambient (°C)

  [4]

  Nilai koefisien konveksi (h) dapat dihitung dengan persamaan :

  ̅̅̅̅̅̅

  ...................................................................................... (2.29) ̅̅̅̅̅ = Bilangan Nusselt dimana : k = koefisien konduktivitas termal dari fluida (w/m.K) L = Panjang permukaan yang terjadi konveksi (m)

2.3.2.1 Perpindahan Panas Konveksi Bebas

  Perpindahan panas konveksi bebas terjadi secara alamiah tanpa adanya gaya dari luar yang membantu terjadinya aliran fluida. Pada konveksi bebas, untuk menghitung bilangan Nusselt, terlebih

  [4]

  dahulu menghitung Bilangan Rayleigh ( ) dengan persamaan :

  ( )

  ....................................................................... (2.30)

  2

  dimana : )

  = Percepatan gravitasi bumi, umumnya 9,81 (m/s

  • 1

  ) = Koefisien ekspansi termal (K

  2

  /s) = difusitas termal (m

  2

  /s) = viskositas kinematik (m Pr = Bilangan Prandlt

  Untuk plat tegak lurus : L = tinggi plat (m)

  Untuk plat paralel : ............................................................................ (2.31)

  ( )

  L = Panjang (m) W = Lebar (m)

  Jika nilai bilangan Rayleigh : , maka terjadi aliran Laminar. Menurut Churchill dan Chu, bilangan Nusselt dapat dihitung dengan

  [4]

  persamaan : ......................................................... (2.32)

  ̅̅̅̅̅

  { ( ) }

  Jika nilai bilangan Rayleigh : , maka terjadi aliran Turbulen. Menurut Churchill dan Chu, bilangan Nusselt dapat dihitung

  [4]

  dengan persamaan :

   .................................................. (2.33)

  ̅̅̅̅̅

  { ( ) }

  [ ]

2.3.2.2 Perpindahan Panas Konveksi Paksa

  Perpindahan panas konveksi paksa terjadi akibat adanya gaya atau pengaruh dari luar seperti kipas dan pompa, sehingga terjadi aliran fluida. Pada konveksi paksa, untuk menghitung bilangan Nusselt, terlebih

  [4]

  dahulu menghitung Bilangan Reynold ( ) dengan persamaan : ................................................................................. (2.34)

  3

  dimana : ) = Densitas / Kerapatan (kg/m

  = Kecepatan objek terhadap fluida (m/s)

  2

  ) = Kecepatan dinamik (Ns/m L = Panjang plat (m) Jika nilai bilangan Reynold : , maka terjadi aliran

  [4]

  Laminar. Bilangan Nusselt untuk plat rata dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : .......................................................... (2.35)

  ̅̅̅̅̅ Jika nilai bilangan Reynold : , maka terjadi aliran

  [4]

  Turbulen. Bilangan Nusselt untu plat rata dapat dihitung dengan persamaan : ̅̅̅̅̅

   .......................................................... (2.36)

2.3.3 Perpindahan Panas Radiasi

  Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang tidak melalui medium (ruang vakum), energi dilepaskan oleh benda sebagai gelombang elektromagnetik karena adanya tumpukan energi termal pada semua benda dengan suhu diatas nol mutlak. Radiasi termal muncul akibat perpindahan acak dari atom dan molekul benda. Karena atom dan molekul terdiri dari partikel bermuatan (proton dan elektron), pergerakan mereka menghasilkan pelepasan radiasi elektromagnetik yang membawa energi.

  Untuk permukaan rata, kalor radiasi dapat dihitung dengan persamaan

  [4]

  Stefan-Boltzmann yaitu : ( ) ............................................................... (2.37)

  Untuk perpindahan panas radiasi pada material berlapis tiga, kalor

  

[4]

  radiasi dapat dihitung dengan persamaan :

  ( )

  ............................ (2.38)

  ( ) ( )

  dimana : = Emisivitas termal material, untuk benda gelap, dan untuk benda putih.

  • 8

  2

  4

  = Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10 (W/m .K )

  2 A = Luas permukaan (m )

  = Emisivitas material yang berada di tengah Emisivitas termal dari beberapa material dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

  [27]

Tabel 2.3 Emisivitas termal material

  Emisivitas Emisivitas Material Material Termal Termal

  Aluminium Sheet 0,09 Kaca halus 0,92

  • – 0,94 Aluminium Foil 0,04 Kaca Kuarsa 0,93

  Aluminium dipolis 0,039 – 0,057 Karbon filamen 0,77 Aluminium 0,77 Karet 0,90

  Baja dipolis 0,07 Kuningan dipolis 0,03 Baja stainless 0,075 Kuningan plat kusam 0,22

  Baja teroksidasi 0,79 Nikel dipolis 0,072 Batubara 0,80 Nikel teroksidasi 0,59 – 0,86

  Bata merah 0,93 Perak 430 Besi berkarat 0,61 Perak dipolis 0,02

  • – 0,03 Besi dipolis 0,14 Plastik 0,91
  • – 0,38 Besi tempa 0,94 Platinum dipolis 0
  • – 0,104 Besi Tuang 0,44 Polystyrene 0,6

  Beton 0,85 Porcelain 0,92 Bismuth 0,34 Seng dipolis 0,045

  Cadmium 0,02 Silikon hitam dicat 0,93 Emas 0,47 Tanah liat 0,91

  Epoxy hitam dicat 0,89 Tembaga dipolis 0,023 – 0,052

2.4 Psikometrik

  Psikometrik atau psychrometry atau higrometri adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan bidang rekayasa yang bersangkutan dengan penentuan sifat fisik dan termodinamika campuran antara udara dengan uap air. Tujuan mempelajari psikometrik adalah untuk mengetahui sifat

  • – sifat termodinamik udara, yang kemudian dapat dihitung besarnya

  [1] energi yang diperlukan untuk mengkondisikan udara (air conditioning).

  Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan sifat

  • – sifat termodinamik udara yaitu menggunakan persamaan
  • – persamaan dan
menggunakan grafik yang menggambarkan sifat – sifat termodinamik udara atau disebut Grafik Psikometrik (Psychrometric Chart).

  Grafik Psikometrik adalah grafik parameter termodinamika dari udara lembab pada tekanan konstan, yang sering disamakan dengan ketinggian relatif terhadap permukaan laut. Grafik Psikometrik yang lengkap dapat dilihat pada lampiran 4. Ada beberapa sifat termodinamik / termofisik udara yang ditampilkan pada grafik psikometrik, yaitu :

  1. Rasio Kelembaban (Humidity Ratio) Rasio kelembaban adalah perbandingan massa uap air (m ) dengan

  w

  massa udara (m a ). Rasio kelembaban biasanya diplot sebagai ordinat (sumbu vertikal) pada grafik psikometrik. Persamaan untuk rasio kelembaban dapat

  [1]

  dilihat pada persamaan 2.39 : ....................................................................................... (2.39)

  Dengan menggunakan persamaan gas ideal dan hukum Dalton, yang merumuskan hubungan antara kandungan gas dengan tekanan partial gas, maka rasio kelembaban dapat dinyatakan dengan persamaan 2.40 :

  ........................................................... (2.40)

  ( )

  Dimana : adalah massa uap air (kg uap air/kg udara) adalah massa udara (kg uap air/kg udara) adalah tekanan parsial uap air (Pa, atm) adalah tekanan atmosfir (Pa, atm), biasanya 101.325 Pa

  2. Kelembaban Relatif (Relative Humidity/RH) Parameter ini adalah perbandingan fraksi mol uap air pada udara dengan fraksi mol uap air saat udara mengalami saturasi. Persamaan

  [1]

  kelembaban relatif / RH dapat dilihat pada persamaan 2.41 : ............................................................................ (2.41)

  Sebagai catatan, pada saat saturasi fraksi mol uap air yang terkandung di dalam udara adalah fraksi mol maksimum.Setelah itu uap air akan mulai mengembun / berubah fasa menjadi cair. Dengan menguraikan definisi fraksi mol dan persamaan gas ideal, kelembaban relatif juga dapat dihitung dengan

  [1]

  ...................................................................................... (2.42) adalah tekanan uap saat terjadi saturasi dalam satuan Pa. dapat dihitung dengan persamaan yang diusulkan ASHRAE yang merupakan fungsi

  [1]

  dari temperatur yaitu : ) =

  ( ( ) ................. (2.43)

  Dimana : T adalah temperatur udara mutlak (K)

  3

  = -5,8002206 x 10 = 1,3914993

  • 2

  = -4,8640239 x 10

  • 5

  = 4,1764768 x 10

  • 8

  = -1,4452093 x 10 = 6.5458673

  3. Temperatur Bola Kering (T db ) dan Temperatur Bola Basah (T wb ) Temperatur bola kering (Dry Bulb Temperature) adalah temperatur udara yang ditunjuk oleh alat ukur atau termometer. Dalam grafik psikometrik, temperatur bola kering biasanya diplot sebagai absis (sumbu horizontal).

  Temperatur bola basah (Wet Bulb Temperature) adalah temperatur udara pada ruangan terisolasi dimana udara berada pada tekanan konstan, ideal, proses saturasi adiabatik.

  Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4 yaitu :

  Akhir Awal Udara Udara w T T

db w wb

1 Air Air

Gambar 2.4 Ilustrasi temperatur bola kering dan bola basah

  Untuk menghitung temperatur bola basah (T wb ) dapat menggunakan

  [1]

  kesetimbangan energi sehingga diperoleh persamaan 2.44 :

  ( )

  .............................................................. (2.44) Dimana : h fg adalah panas penguapan air pada temperatur bola basah (kJ/kg) w adalah rasio kelembaban pada temperatur bola basah (kg/kg)

  1

  w adalah rasio kelembaban pada temperatur bola kering (kg/kg) c pa adalah panas jenis udara (kJ/kg.K)

  4. Volum spesifik udara (Specific Volume / v) Volum spesifik udara adalah volum satu kg udara. Dengan mengingat bahwa udara adalah campuran udara kering dan uap air, dengan persamaan

  [1]

  gas ideal dapat dirumuskan persamaan 2.45 :

  ( ) ( )

  ........................... (2.45) Dimana : T adalah temperatur udara mutlak (K)

  P adalah tekanan (Pa)

  3

  ) adalah densitas / kerapatan (kg/m

  5. Temperatur Titik Embun (Dew-Point Temperature / DewPt / T

  d )

  Temperatur Tititk Embun (DewPt) adalah temperatur udara saat terjadi kondensasi / temperatur udara pada saat mulai terbentuk embun. Hubungan antara temperatur udara dengan temperatur titik embun dapat dilihat pada persamaan 2.46 :

  ( )

  .................................................... (2.46)

  ( ) ( ) Dalam persamaan diatas semua temperatur dihitung dalam Celcius.

  6. Entalpi Udara Entalpi udara adalah kandungan energi total yang dimiliki oleh udara. Di dalam termodinamika, entalpi suatu materi harus dihitung dengan menggunakan nilai acuan (referensi). Dengan menggunakan acuan saat udara 0°C, entalpi udara dalam (kJ/kg) dapat dihitung dengan persamaan :

  ( ) ........................................ (2.47) Dimana T dihitung dalam satuan Celcius.

2.5 Panas Sensibel dan Laten

  Panas Sensibel adalah panas yang diterima/dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan temperatur. Panas Laten adalah panas yang

  [1]

  diterima/dilepaskan suatu materi karena perubahan fasanya . Panas sensible

  [1]

  akibat infiltrasi atau adanya ventilasi dapat dihitung dengan persamaan 2.48: ( ) ..................................................... (2.48)

  Untuk panas Laten dapat digunakan persamaan 2.49 : ( ) .................................................. (2.49)

  Untuk menghitung nilai Q dapat digunakan persamaan 2.50 yaitu : .......................................................................... (2.50)

  Dimana : Q = laju aliran udara yang masuk ke ruangan (L/s) N = Banyaknya bukaan (per jam)

  

3

  ) = Volume udara yang masuk (m