BAB II LANDASAN TEORI - Gambaran Self-efficacy pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal dari Papua

BAB II LANDASAN TEORI A. Self-Efficacy 1. Pengertian Self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai suatu keyakinan atau

  kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. Woolfolk (1993) menyebutkan bahwa self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.

  Baron dan Byrne (2000) menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk mengatur, melaksanakan tindakan untuk mencapai suatu tujuan.

2. Dimensi Self-Efficacy

  Bandura (1997) membedakan self-efficacy menjadi tiga dimensi, yaitu level, generality, dan strength. a.

  Dimensi Level Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan tugas yang dihadapi.

  Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda. Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas Persepsi terhadap tugas yang sulit dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki individu. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian.

  Keyakinan ini didasari oleh pemahamannya terhadap tugas tersebut.

  b.

  Dimensi Generality Dimensi ini mengacu sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi c.

  Dimensi Strength Dimensi strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi tuntutan tugas atau permasalahan. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Self-efficacy yang lemah dapat dengan mudah menyerah dengan pengalaman yang sulit ketika menghadapi sebuah tugas yang sulit. Sedangkan bila self-efficacy tinggi maka individu akan memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas dan akan terus bertahan

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy

  Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-

  efficacy , antara lain: a.

  Jenis Kelamin Zimmerman (Bandura, 1997) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemampuan dan kompetensi laki-laki dan perempuan. Laki- laki berusaha untuk sangat membanggakan dirinya, perempuan sering kali menganggap remeh kemampuan mereka. Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Semakin seorang wanita menerima perlakuan perbedaan gender ini, maka semakin cenderung rendah penilaian mereka terhadap kemampuan dirinya. Pada bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya wanita lebih cakap dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria.

  b.

  Usia Individu yang usianya lebih tua tentunya memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih banyak dalam menghadapi suatu hal yang terjadi di hidupnya bila dibandingkan dengan individu yang usianya lebih muda, yang mungkin masih memiliki sedikit pengalaman dalam kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung akan lebih mampu dalam mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang usianya lebih muda. c.

  Pendidikan Individu yang menjalani jenjang pendidikan yang lebih tinggi biasanya memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tingkat pendidikannya rendah, karena pada dasarnya mereka lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal serta akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi persoalan- persoalan yang terjadi dalam hidupnya.

  d.

  Pengalaman

  Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu

  organisasi ataupun perusahaan dimana individu bekerja. Self-efficacy terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerjanya tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki individu tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut justru cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga sangat tergantung kepada bagaimana individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya selama melalukan pekerjaan.

4. Sumber-Sumber Self-Efficacy

  Menurut Bandura (1997) self-efficacy dibangun dari empat sumber prinsip informasi, yaitu enactive mastery experience sebagai indikator dari kemampuan diri, vicarious experience yang akan menjadi transmisi kompetensi dan dengan social yang merupakan suatu proses kemampuan khusus, psychological

  

and affective state dari orang yang menimbang terhadap kemampuan dan

kekuatannya.

  a.

  Pengalaman yang Telah Dilalui (Enactive Mastery Experience) Merupakan sumber informasi yang paling berpengaruh karena menyediakan bukti otentik berkenaan dengan kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu. Dari pengalaman masa lalu terlihat bukti apakah seseorang mengarahkan seluruh kemampuannya untuk meraih keberhasilan. Pengalaman keberhasilan atau kesuksesan dalam mengerjakan sesuatu akan meningkatkan self-efficacy seseorang dan kegagalan juga akan menguranginya, namun kegagalan di berbagai pengalaman hidup dapat diatasi dengan upaya tertentu dan dapat memicu persepsi self-efficacy menjadi lebih baik karena membuat individu tersebut mampu utuk mengatasi rintangan-rintangan yang lebih sulit nantinya.

  b.

  Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experience) Merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari pengalaman keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Vicarious experience biasa disebut dengan modeling. Ketika melihat orang lain dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu tugas melalui usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama. Sebaliknya self-efficacy dapat turun ketika orang yang diamati gagal walapun telah berusaha dengan keras. Seseorang bisa memiliki kemampuan dalam bidang tersebut. Vicarious experience seseorang sangat dipengaruhi oleh persepsi diri individu tersebut tentang dirinya memiliki kesamaan dengan model. Semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan model, maka kesuksesan dan kegagalan model akan semakin mempengaruhi self-efficacy. Sebaliknya apabila individu merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self-efficacy menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh perilaku model.

  c.

  Persuasi Sosial (Social persuasion) Merupakan penguatan yang didapatkan individu dari orang lain bahwa ia memiliki kemampuan untuk bisa melakukan dan mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Orang yang mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemamuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan akan mengerahkan usaha yang lebih besar daripada orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu pada bidang tersebut.

  d.

  Keadaan Fisiologis (Physiological state) Keadaan fisik yang tidak mendukung seperti kondisi tubuh tidak fit, kelelahan, dan sakit merupakan faktor yang tidak mendukung seseorang melakukan suatu hal dan akan mengakibatkan berkurangnya kinerja individu dalam melakukan hal tersebut. Selain itu, tanda-tanda psikologis menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya. Kondisi stress dan kecemasan dilihat individu sebagai tanda yang mengancam ketidakmampuan diri. Level of arousal dapat memberikan informasi diinterpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi suatu tugas, apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik (self-efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy orang tersebut. Dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi oleh informasi tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situsasi tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologisnya.

5. Proses Pembentukan Self-efficacy

  Menurut Bandura (1997) proses psikologis dalam self-efficacy yang turut berperan dalam diri manusia ada 4, yakni proses kognitif, motivasional, afeksi dan proses pemilihan/seleksi.

  a.

  Proses Kognitif kognitif merupakan proses berfikir. Proses kognitif mempengaruhi serangkaian tindakan yang dilakukan seseorang yang pada awalnya dikonstruk dalam pikirannya. Kebanyakan tindakan manusia bermula dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu yang memikirkan sesuatu yang menyenangkan misalnya tentang kesuksesan maka akan cenderung memiliki self-efficacy yang tinggi. Sebaliknya individu yang self-efficacy nya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambatnya.

  b.

  Proses Motivasi Motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Seorang memotivasi atau member dorongan bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan

  Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang dilakukan, seberapa tahan ia dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahanannya dalam menghadapi kegagalan c.

  Proses Afektif Proses afektif merupakan proses mengatur kondisi emosi dan reaksi terhadap tekanan. Seseorang yang meyakini bahwa ia mampu mengatasi tugas maupun peristiwa-peristiwa sulit akan merasa tenang dan tidak cemas serta dapat mempengaruhi level stres dan depresi. Persepsi self-efficacy tentang kemampuannya mengontrol sumber stres memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan. Sebaliknya, seseorang yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung mengalami kecemasan yang tinggi dan merasa tidak tenang, serta selalu memikirkan kekurangan.

  d.

  Proses Seleksi turut berperan dalam rangka menentukan aktivitas, tindakan

  Self-efficacy

  dan situasi tertentu yang akan dipilih untuk menghadapi suatu tugas tertentu. Individu yang memilih tindakan menghindari tugas, menyerah dari tugas yang menurutnya melebihi dari kemampuannya maka individu tersebut memiliki self-efficacy yang rendah, sebaliknya bila individu mampu memilih tindakan yang sesuai untuk menghadapi dan mengatasi kondisi sulit tersebut, maka ia memiliki self-efficacy yang tinggi.

6. Karakteristik Individu yang Memiliki Self-Efficacy Tinggi dan Self-efficacy Rendah

  Bandura (1997) menjelaskan karakteristik individu yang memiliki self-

  efficacy tinggi adalah ketika individu tersebut merasa memiliki keyakinan bahwa

  ia mampu menangani dengan baik keadaan dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam mengerjakan tugas-tugas, memiliki keinginan yang besar dalam memotivasi diri untuk menyelesaikan tugas yang sulit dan menantang, percaya pada kemampuan diri, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan sesuatu yang mengancam, mampu membuat sendiri tujuan dan meningkatkan komitmen terhadap apa yang dilakukan, menanamkan usaha dalam apa yang dilakukannya, bila menghadapi kegagalan ia berfokus memikirkan strategi dalam menghadapinya dan mudah bangkit setelah mengalami kegagalan dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya.

  Sedangkan gambaran karakteristik individu yang memiliki self-efficacy rendah adalah individu yang merasa tidak berdaya, menghindari kegiatan- kegiatan yang melibatkan banyak tugas khususnya tugas yang menantang, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, mudah cemas, apatis, effort yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin di gapai, bila dalam situasi sulit cenderung akan memikirkan kekurangan dan berfokus pada beratnya tugas tersebut serta bagaimana konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk membangkitkan kembali perasaan bahwa ia mampu menghadapinya setelah mengalami kegagalan.

B. Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa

  Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Pengertian mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya, mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

  Menurut Takwin (2008) mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

2. Mahasiswa Papua yang Melanjutkan Kuliah di Universitas Sumatera Utara

  Ditjen Pendidikan Tinggi bersama Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) dan Majelis Rektor Perguruan tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) membuat sebuah program yaitu Afirmasi Pendidikan Tinggi bagi putra-putri asli Papua dan Papua Barat (ADIK Papua). Salah satu perguruan tinggi negeri yang bekerjasama dengan program ADIK Papua adalah Universitas Sumatera Utara (USU). Berdasarkan program tersebut putra-putri

  Mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun sehingga yang disebut dengan mahasiswa USU yang berasal dari Papua adalah putra-putri asli Papua yang mengikuti pelajaran di Universitas Sumatera Utara dengan batas usia sekitar 18-30 tahun yang berjumlah 42 orang.

  2

  Self-efficacy adalah keyakinan seorang individu terhadap kemampuannya

   Self-Efficacy Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal Dari Papua

  1 C.

  10. Ilmu Budaya

  1

  9. Ilmu Sosial Ilmu Politik

  1

  8. Kedokeran Gigi

  1

  7. Kedokteran

  6. Farmasi

  Tabel 1. Penyebaran Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Berasal dari Papua

  3

  5. Teknik

  6

  4. Keperwatan

  7

  3. Ekonomi dan Bisnis

  9

  2. Pertanian

  11

  1. Kesehatan Masyarakat

  No. Fakultas Jumlah

  untuk mengatur dan melaksanakan tindakan untuk mencapai suatu tujuan serta menghadapi segala tantangan dan mampu memprediksi seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut (Bandura, 1997). Menurut Ratna (2008) self-efficacy merupakan hal yang sangat penting dan self-efficacy dapat mendorong individu untuk memahami lebih mendalam atas situasi yang dapat menjelaskan tentang mengapa seseorang mengalami kegagalan dan keberhasilan.

  

efficacy maka motivasi individu dalam melaksanakan suatu tugas dapat

meningkat.

  Schunk (dalam Komandyahrini & Hawadi, 2008) mengatakan bahwa self-

  

efficacy sangat penting perannya dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan,

seberapa kuat usahanya dan memprediksi keberhasilan yang akan dicapai.

  Pentingnya self-efficacy ini bila dikaitkan dengan fenomena yang diperoleh adalah kondisi mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua pada setiap semesternya semakin berkurang atau memutuskan tidak melanjutkan kuliah. Hal ini mengindikasikan lemahnya self-efficacy mereka yang disebabkan ketidakmampuan mengorganisir usaha untuk menyelesaikan kuliah di Universitas Sumatera Utara. Kondisi tersebut bisa saja akan terus terjadi disetiap semester.

  Bandura (1997) menyatakan bahwa tingkat self-efficacy seseorang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu tingkat pendidikan individu, jenis kelamin, usia, serta pengalaman individu. Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua berada pada rentang usia 17-23 tahun yang berarti mereka masih berada dalam kategori usia yang sama. Selain itu, kondisi pendidikan juga berada pada tingkat yang sama, yaitu sedang menjalani pendidikan strata I, meskipun berada pada semester yang berbeda yaitu semester II, IV, dan VI. Hal ini bila dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi self-efficacy, maka seharusnya self-efficacy mereka berpeluang berada pada rentang yang sama. Namun, masih ada dua faktor lain, yaitu jenis kelamin dan pengalaman individu. Kedua faktor ini nantinya akan berpeluang menyebabkan adanya perbedaan skor self-efficacy mereka.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut berada. Self-efficacy pada mahasiwa akan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia belajar, misalnya sistem pendidikan, bahan pelajaran yang dihadapi, dan hubungan dengan orang-orang yang terkait didalamnya. Self-efficacy seseorang akan meningkat ketika lingkungan juga memberikan dukungan terhadap tugas yang dia lakukan dan ketika individu memiliki self-efficacy yang tinggi maka dia akan bisa menghadapi tantangan dengan lebih baik.

  Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti, mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Papua dihadapkan dengan berbagai masalah seperti masalah keuangan, masalah kesehatan, penyesuaian diri, penyesuaian akademik, dan perasaan tidak yakin pada kemampuan yang dimiliki serta kurangnya usaha yang dilakukan untuk melewati masalah-masalah yang muncul dalam proses mengikuti perkuliahan. Berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu

  , peneliti berasumsi bahwa mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang

  level

  berasal dari Papua menilai tugas-tugas yang didapatkan merupakan sebuah kesulitan dan sering beranggapan setiap tugas yang diberikan adalah sebuah beban. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh salah seorang mahasiswa yang mengeluhkan banyaknya tugas-tugas yang diberikan di kampus, ada tugas individu, ada tugas kelompok, tugas yang satu belum selesai, sudah dapat tugas lain lagi.

  Berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu generality, peneliti berasumsi kemampuan mereka menghadapi tugas-tugas baru yang didapatkan di kampus. Hal tersebut juga disampaikan oleh salah seorang mahasiswa yang mengaku lebih suka mengerjakan tugas-tugas biasa yang sudah sering dikerjakan seperti laporan- laporan laboratorium, ia juga menambahkan sering merasa kesulitan bila mendapatkan tugas-tugas baru.

  Berdasarkan dimensi self-efficacy yaitu strength, peneliti memperoleh data bahwa ada mahasiswa yang mengaku tidak mampu bersaing di dalam kelas karena mereka beranggapan bahwa teman-teman di kampus jauh lebih pintar dibandingkan dengan kemampuan mereka. Selain itu peneliti juga memperoleh keterangan bahwa ada mahasiswa yang meminta pihak Universitas untuk melakukan pindah jurusan karena merasa tidak bisa menghadapi perkuliahan di jurusan yang diambilnya. Tidak hanya sampai disitu, karena kondisi tersebut bahkan ada mahasiswa yang memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah. Sejak tahun 2012 hingga awal tahun 2015 sudah ada enam mahasiswa yang memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah lagi.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Atribut Produk (Merek, Kualitas, Dan Kemasan) Terhadap Keputusan Pembelian Rokok Marlboro Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran - Analisis Pengaruh Atribut Produk (Merek, Kualitas, Dan Kemasan) Terhadap Keputusan Pembelian Rokok Marlboro Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Ut

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Atribut Produk (Merek, Kualitas, Dan Kemasan) Terhadap Keputusan Pembelian Rokok Marlboro Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 7

Analisis Pengaruh Atribut Produk (Merek, Kualitas, Dan Kemasan) Terhadap Keputusan Pembelian Rokok Marlboro Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 1 10

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tata Cara Pengembalian kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Paratama Medan Petisah

0 0 16

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud

0 2 9

BAB II PENGATURAN KEPAILITAN KOPERASI SIMPAN PINJAM A. Jenis-jenis Koperasi di Indonesia - Kedudukan Nasabah Koperasi Simpan Pinjam Dalam Pailitnya Koperasi Simpan Pinjam

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kedudukan Nasabah Koperasi Simpan Pinjam Dalam Pailitnya Koperasi Simpan Pinjam

0 0 22

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Telekomunikasi Seluler Global System for Mobile Communication (GSM) - Analisis Link Budget Pada Pembangunan Bts Rooftop Cemara Iv Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis Gsm Studi Kasus PT. Telkomsel

0 0 29