BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Citra - Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Pengertian Citra

  Menurut Canton (Soemirat & Adrianto. E 2007:111) memberikan definisi atau pengertian citra sebagai kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi. Dalam pemasaran politik citra dapat dilihat dari beberapa penilaian yaitu, pola pikir, kesan dan penampilan.

  Sedangkan menurut Gerson (1994) dalam Buchari (2008:54) memberikan definisi atau pengertian citra tentang bagaimana konsumen, calon konsumen, dan pesaing melihat anda, reputasi anda adalah apa yang orang-orang katakan kepada pihak lain. Anda memerlukan baik citra penampilan fisik dan juga citra bisnis professional sebagai reputasi positif, jika ada yang kurang, bisnis anda bisa gagal. Lain halnya dengan Kotler (2009:299) memberikan definisi atau pengertian citra sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek

2.1.1.1 Pengertian Pola Pikir

  Pola adalah bentuk atau patron atau model atau juga cara. Dengan demikian pola pikir itu sebenarnya adalah bentuk pikir atau cara kita berpikir yang disebut

  

Mindset. Kata Mindset terdiri atas dua kata yakni “mind” dan “set”. Mind merupakan sumber pikiran dan memori atau pusat kesadaran yang menghasilkan pikiran, perasaan, ide, dan menyimpan pengetahuan dan memori tentang segala macan hal-hal yang pernah dilakukan sendiri maupun kejadian apa saja yang dibaca, dilihat, dan dilakoni diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan set adalah kepercayaan-kepercayaan yang mempengaruhi sikap seseorang; atau suatu cara berpikir yang menentukan prilaku dan pandangan, sikap dan masa depan seseorang.

  Dengan demikian indset atau pola pikir itu : adalah kepercayaan ( belief) atau sekumpulan kepercayaan (set of biliefs) atau cara berpikir yg mempengaruhi prilaku (behavior) dan sikap (attitude) seseorang yg akhirnya menentukan level keberhasilan ( nasib) hidupnya. Setiap orang atau manusia secara individu pada dasarnya memiliki ide, pendapat, rencana, cita-cita. Unsur-unsur tersebut diolah oleh otak / akal / pikiran dan selalu dipengaruhi atau ditentukan oleh attitude atau sikap perilakunya. Jadi pola pikir adalah cara berpikir seseorang dlm mewujudkan ide/pendapat/rencana/cita-citanya yang dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh perasaan / pandangannya ataupun sikap prilakunya (attitude) tentang sesuatu itu secara umum. Dengan kata lain pada suatu saat sikap seseorang itu dipengaruhi oleh perasaan atau emosinya.

  Menurut Auguste Comte (1798-1857), dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, baik sebagai individu maupun keseluruhan, berlangsung dalam tiga tahap:

  • Tahap teologi/fiktif, dalam tahap ini manusia berusaha untuk mencari dan menemukan sebab yang pertama dan tujuan akhir dari segala sesuatu. tentu saja semua itu dihubungkan kepada kekuatan ghaib diluar kemampuan mereka sendiri.

  Mereka meyakini adanya kekuatan yang maha hebat yang menguasai semua fenomena alam entah itu dewa atau kekuatan ghaib lainya.

  • Tahap filsafat/fisik/abatrak, tahap ini hampir sama dengan tahap sebelumnya. Hanya saja mereka mendasarkan semua itu pada kamampuan akalnya sendiri,akal yang mampu untuk melakukan abstareaksi untuk menemukan hakikat sesuatu.
  • Tahap positif/ilmiah riil, merupakan tahap di mana manusia mampu untuk melakukan aktivitas berfikir secara positif atau riil. Kemampuan ini didapatkan melalui usaha pengamatan, percobaan, dan juga perbandingan.

  Berpikir adalah kemampuan penalaran manusia dengan proses yang benar. Penalaran merupakan usaha logis dan analaisis untuk menmukan jawaban atas berbagai pertanyaaan. Kemampuan ini tidak didapat melalui perasaan. Namun tentu ada pengetahuan yang bersumber dari bukan penalaran, yaitu:

  1. Pengambilan keputusan berdasarkan perasaaan

  2. Intuisi yaitu kegiatan berpikir yang tidak analisi. Intuisi adalah pengetahuan yang timbul dari pengetahuan-pengetahuan terdahulu, intuisi bisa saja timbul menyelesaikan permasalahan tanpa proses berpikir yang sistematis

  3. Wahyu, merupakan sumber pengetahuan yang paling tnggi

  4. Trial and error, mencoba dan menemukan kegagalan, mencoba lagi dan gagal lagi hingga menemukan cara yang benar-benar tepat.

  Mengapa manusia sulit berubah pola pikirnya?. Merubah pola pikir/mindset seseorang hendaknya dengan cara lebih dahulu merubah kepercayaan atau keyakinannya (bilief). Mengapa bilief yang lebih dulu dirubah? Menurut Bill Gould Pakar Transformationa Thingking bahwa manusia terdiri atas 3 sistem :

  1.Sistem Prilaku ( Behavior system )

  2.Sistem Berpikir ( Thingking system ), 3.Sistem Kepercayaan ( Belief system ).

  Sistem Prilaku / Behavior System adalah cara kita berinteraksi dengan dunia luar, juga interaksi kita dengan realitas sebagaimana kita mengerti realitas itu. Prilaku mempengaruhi pengalaman dan sebaliknya, kemudian pengalaman mempengaruhi sistem berpikir kita. Itulah sebabnya apabila ada usaha seseorng utk merubah sistem prilaku kita, biasanya kita akan menolak & marah

  Kemudian Sistem Berpikir ( Thingking System ) berlaku sebagai filter dua arah yang menerjemahkan berbagai kejadian atau pengalaman yang kita alami menjadi suatu kepercayaan. Selanjutnya kepercayaan ini akan mempengaruhi tindakan kita, sehingga menciptakan realitas bagi diri kita. Dengan mempelajari ketrampilan berpikir yang baru, kita dapat merubah sistem kepercayaan dan sistem prilaku kita. Sedangkan Sistem Kepercayaan/Belief System adalah inti dari segala sesuatu yg kita yakini sebagai realitas, kebenaran, nilai hidup dan segala sesuatu yg kita tahu mengenai dunia ini. Merubah kepercayaan (bilief) merupakan hal yang sangat sulit. Bilief ( kepercayaan) adalah sesuatu yang kita yakini benar, sehingga begitu kita meyakini sesuatu sebagai hal yang benar, maka kita akan sulit mengubah keyakinan kita itu. Mengapa demikian ? Karena memang begitulah sifat kita manusia.

  

Bilief /kepercayaan artinya : penerimaan akan kebenaran sesuatu; penerimaan oleh

  pikiran bahwa sesuatu adalah benar atau nyata sering kali didasari perasaan pasti yang bersifat emosional atau spiritual. Keyakinan bahwa sesorang atau sesuatu bersifat baik atau akan efektif.

  Kunci utama perubahan bilief menurut Piaget bapak psikologi (Sudibyo, 2006:47) perkembangan kognisi : bahwa bilief merupakan master key untuk perubahan yang cepat, efektif, efisien, dan permanen. Begitu biliefnya berubah self

  

talk , persepsi, state dan emosi juga akan berubah. Bersumber pada kemampuan

  berpikir logis saja tidak cukup untuk sebuah perubahan diri, tetapi believe system memainkan peran yang sama penting atau bahkan bisa lebih penting dari pada kemampuan berpikir logis membentuk pola pikir seseorang. Sedangkan perubahan prilaku (behavior) dapat dilakukan dengan merubah self talk, persepsi, state, emosi dan terutama believe.

  Pola pikir pasti bisa berubah sewaktu-waktu dan itu harus mempunyai dasar – dasar yang kuat, antara lain : 1) Reformasi birokrasi membutuhkan reformasi mendasar yang harus dilakukan terlebih dahulu, yakni reformasi Pola Pikir (Mindset).

  2) Jika menginginkan perubahan kecil, garaplah perilaku anda. Jika menghendaki perubahan besar dan mendasar, garaplah Mindset Anda

2.1.1.2 Pengertian Kesan

  Dalam kehidupan, manusia sering kali mengelola kesan sehingga orang yang diajak bicara mempunyai kesan tertentu tentang si pembicara. Pengelolaan kesan seringkali terjadi karena manusia ingin menutupi kenyataan sebenarnya yang tidak ingin diketahui orang lain.

  Elvinaro Ardianto, dalam bukunya Metodologi Penelitian untuk Public

  Relations (Ardianto, 2010:97), Impression managemen Theory atau teori

  pengelolaan kesan berasal dari pendekatan humanistis terhadap cara-cara orang mengelola pengalaman simbolik mereka. Teori ini turunan dari perspektif sosiologi interaksionisme simbolik dan tradisi psikologi kognitif sosial.

  Terminologinya adala dramaturgi secara alami, yang mengungkapkan keterkaitan dramatisme dan teori dramaturgi pada pertengahan abad ke-21 dalam penelitian Humas, teori ini awalnya menggaris bawahi politik organisasional dan kemudian menjadi organizational impression management (pengelolaan kesan organisasional). Hal ini penting sekali bagi humas dalam membina hubungan baik untuk konsep-konsep corporate impression management (pengelolaan kesan korporat / perusahaan), image (citra) dan ingration (mengambil hati). Baru-baru ini, para peneliti melakukan kajian pengelolaan kesan melalui penelitian observasi, eksperimental, lapangan (field work), studi kasus atau skenario kasus (case or scenario studies), pengukuran perbedaan individu, dan keberadaan penelitian meta-analisis (meta-analysis of existing studies) (Heath, 2005: 410).

  Kita sudah mengetahui orang lain menilai kita berdasarkan petunjuk-petunjuk yang kita berikan; dan dari penilaian itu mereka meperlakukan kita. Bila mereka menilai kita berstatus rendah, kita tidak mendapatkan pelayanan istimewa, bila kita dianggap bodoh, mereka akan mengatur kita. Untuk itu, kita secara sengaja menampilkan diri kita (self presentation) seperti yang kita hendaki.

  Goffman memperkenalkan dan mengembangkan pengelolaan kesan pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya,

  The Presentation of Self In Everyday Life . Dalam bukunya Goffman mengatatkan

  pengelolaan kesan erat hubungannya dengan sebuah permainan drama, Goffman menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama.

  Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi diri dari Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut.

2.1.1.3 Pengertian Penampilan

  Penampilan adalah gambaran diri yang berarti penilaian diri seseorang dilihat pertama kali dari pemanpilannya. Istilah ini menarik untuk di telusuri, mengingat penampilan seseorang begitu unik jika dilihat secara detail. Gambaran diri pada istilah tersebut juga dapat diartikan sebagai deskripsi tentang karakter diri seseorang, meliputi sikap dan pandangan seseorang dalam menghadapi segala situasi di kehidupannya. Hal tersebut juga membuat keterikatan antara penampilan dengan karakter diri sangat kuat membuat suatu pandangan orang luar menilai diri seseorang.

  Hal tersebut dapat diuraikan dari sisi definisi dari Penampilan dan karakter serta faktor yang mempengaruhinya. Jika di uraikan, penampilan dapat berarti pakaian, seperti baju dan celana, sepatu dan aksesoris lainnya atau make up yang dikenakan seseorang. Seseorang yang berpenampilan baik cenderung lebih dihargai di banding seseorang yang berpenampilan kurang baik. Selain itu, mengenai penampilan, kebersihan juga merupakan bagian dari penilaian pada penampilan.

  Seseorang yang kurang menjaga kebersihan cenderung dijauhi oleh orang lain. Namun, hal tersebut tetap tergantung pada diri seseorang yang menilainya.

  Karakter menurut definisi, dapat banyak sekali. Menurut Prof . Suyanto Ph.D dalam Artikel berjudul 'Urgensi Pendidikan Karakter' di http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html, Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

  Mengenai yang diuraikan di atas, hal menarik yang ingin saya telusuri adalah uraian tentang perbandingan penilaian orang terhadap seseorang yang lain melalui penampilan pakaian yang dikenakannya dan karakter yang melekat dalam dirinya kadang, kerapihan berpakaian merupakan hal penting bagi seseorang atau justru kriteria penting dari suatu perusahaan untuk menerima seorang karyawan. Namun, pada prinsipnya kerapihan pun di nilai sesuai selera seseorang yang menilai dan di nilai. Karena suatu penilaian pun bergantung pada karakter atau pandangan seseorang terhadap sesuatu (Alias subjektif). Seseorang memang cenderung berpenampilan sesuai dengan karakter pribadinya. Namun, untuk mendapatkan penilaian yang baik terhadap gambaran diri yang ditimbulkannya, tidak selalu melihat pada kesesuaian karakter dengan cara berpakaian.

  Inilah titik temu yang ingin saya uraikan dalam artikel ini. Bahwa kadang kala, penilaian terhadap diri seseorang dapat keliru akibat suatu kondisi yang menyebabkan seseorang dapat berpenampilan tidak sesuai dengan karakternya. Hal ini dapat di pengaruhi oleh hal- hal yang sedang menimpa mental dan fikiran seseorang, ekonomi, adat atau kebiasaan serta tuntutan profesi.

  Oleh karena itu, penilaian yang sudah tentu banyak subjektifitas di dalamnya juga banyak di pengaruhi oleh oleh hal-hal yang serius dan prinsip. Dan untuk menjauhi persepsi yang salah terhadap kepribadian seseorang adalah dengan paham benar tentang hal-hal yang dapat mempengaruhinya. Sehingga baik buruknya seseorang dari penampilan tidak serta merta membuat kita melihat ia tidak baik kepribadiannya. Menurut pendapat para ahli pengertian penampilan adalah : a. Penampilan diri ialah pembentukan diri seseorang untuk menjadi lebih menarik terutama dari segi fisik dan juga pembentukan kepribadian yang mempesonakan terutama bagi kaum wanita.

  b. Penampilan adalah cara seseorang merubah dirinya menjadi lebih baik dalam berpenampilan. c. Penampilan yaitu suatu proses untuk merubah diri menjadi lebih menarik untuk dipandang.

  d. Penampilan ideal yaitu penampilan yang dirasa pas oleh orang tersebut atau penampilan yang tidak berlebih.

  e. Penampilan Menarik yaitu penampilan yang indah dipandang dan penampilan yang memiliki daya tarik bagi orang yang memandangnya.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penampilan adalah pembentukan diri seseorang baik secara fisik maupun kepribadian yang baik sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi orang yang memandangnya.

2.1.2 Pengertian Minat Memilih

  Pengertian Minat Menurut Para Ahli - Minat adalah kecenderungan dalam diri individu untuk tertatik pada sesuatu objek atau menyenangi sesuatu objek (Suryabrata, 2008:109). Menurut Crow minat adalah pendorong yang menyebabkan seseorang memberi perhatian terhadap orang, sesuatu, aktivitas-aktivitas tertentu (Killis, 2008 : 26). Definisi Minat berdasarkan pendapat Crow and Crow dapat diambil pengertian bahwa individu yang mempunyai minat terhadap belajar, maka akan terdorong untuk memberikan perhatian terhadap Belajar tersebut. Karateristik minat menurut Walgito (2006:34) : a. Menimbulkan sikap positif terhadap sesuatu objek.

  b. Adanya sesuatu yang menyenangkan yang timbul dari sesuatu objek itu.

  c. Mengandung suatu pengharapan yang menimbulkan keinginan atau gairah untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi minatnya.

  Menurut pendapat diatas yang perlu diperhatikan adalah aspek terakhir yaitu unsur pengharapan menimbulkan keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi minatnya. Ahli lain mengatakan bahwa minat sebagai sesuatu hasil pengalaman yang tumbuh pada dan dianggap bernilai oleh individu adalah kekuatan yang mendorong seseorang itu untuk berbuat sesuatu (Surachmad, 2008: 90). Jadi pengalaman yang dianggap bernilai merupakan faktor yang turut membuat minat pada diri individu. Pengalaman memberikan motivasi serta kekuatan pada diri individu untuk melakukan sesuatu.

  Menurut Witherington yang dikutip Arikunto, “Minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, suatu masalah atau situasi yang mengandung kaitan dengan dirinya”(2003:100). Batasan ini lebih memperjelas pengertian minat tersebut dalam kaitannya dengan perhatian seseorang. Perhatian adalah pemilihan suatu perangsang dari sekian banyak perangsang yang dapat menimpa mekanisme penerimaan seseorang. Orang, masalah atau situasi tertentu adalah perangsang yang datang pada mekanisme penerima seseorang , karena pada suatu waktu tertentu hanya satu perangsang yang dapat disadari. Maka dari sekian banyak perangsang tersebut harus dipilih salah satu. Perangsang ini dipilih karena disadari bahwa ia mempunyai sangkut paut dengan seseorang itu. Kesadaran yang menyebabkan timbulnya perhatian itulah yang disebut minat. Berdasarkan pengertian dimuka maka unsur minat adalah perhatian, rasa senang, harapan dan pengalaman.

2.1.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Minat

  Menurut Crow and Crow, ada tiga faktor yang menimbulkan minat yaitu “Faktor yang timbul dari dalam diri individu, faktor motif sosial dan faktor emosional yang ketiganya mendorong timbulnya minat”, (Killis, 2008:26). Pendapat tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Sudarsono, faktor-faktor yang menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai berikut :

  a. Faktor kebutuhan dari dalam. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan.

  b. Faktor motif sosial, Timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, perhargaan dari lingkungan dimana ia berada.

  c. Faktor emosional. Faktor ini merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap sesuat kegiatan atau objek tertentu.

  Jadi berdasarkan dua pendapat diatas faktor yang menimbulkan minat ada tiga yaitu dorongan dari diri individu, dorongan sosial dan motif dan dorongan emosional.

  Timbulnya minat pada diri individu berasal dari individu, selanjutnya individu mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang menimbulkan dorongan sosial dan dorongan emosional.

2.1.2.2 Proses Timbulnya Minat

  Menurut Charles yang dikutip oleh Slamet Widodo dideskripsikan sebagai berikut: Pada awalnya sebelum terlibat di dalam suatu aktivitas, siswa mempunyai perhatian terhadap adanya perhatian, menimbulkan keinginan untuk terlibat di dalam aktivitas (Widodo,2009:72 ). Minat kemudian mulai memberikan daya tarik yang ada atau ada pengalaman yang menyenangkan denga hal-hal tersebut. Secara skematis proses terbentuknya minat dapat digambarkan sebagai berikut :

  Perhatian Keterlibatan Minat

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Minat

2.1.2.3 Fungsi Minat

  Crow ( 2004: 153 ) menyatakan ”....the word interested may be used to the

  

motivatoring force which courses and individual to give attenrion force person a

thing or activity.” Pendapat disini dimaksudkan bahwa perhatian kepada seseorang,

  sesuatu maupun aktivitas tertentu, sementara ia kurang atau bahkan tidak menaruh perhatian terhadap seseorang, sesuatu atau aktivitas tertentu sementara ia kurang atau bahkan tidak menaruh perhatian terhadap seseorang, sesuatu atau aktivitas yang lain. Dari uraian tersebut dengan adanya minat memungkinkan adanya keterlibatan yang lebih besar dari objek yang bersangkutan. Karena minat berfungsi sebagai pendorong yang kuat.

  Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan seseorang untuk memilih dan melakukan aktivitas dibandingkan aktivitas yang lain karena ada perhatian, rasa senang dan pengalaman.

  

2.1.3 Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu

Presiden

  Secara teoretis, proses pencitraan para caleg dan kandidat presiden yang dilukiskan lewat iklan politik, sejatinya mengajak kita untuk mengembangkan imajinasi prospektif tentang iklan politik ideal. Sayangnya, hal tersebut jauh pasak dari pada tiangnya. Yang terjadi kemudian kita sedang menonton iring-iringan jenazah kematian iklan politik.

  Fenomena matinya iklan politik di tengah calon pemilih yang semakin kritis dan apatis telah terlihat realitasnya di lapangan. Kematian iklan politik ditandai dengan perlombaan visual yang dilakukan para caleg dan kandidat presiden lewat upaya tebar pesona demi menarik simpati massa. Untuk itu, mereka memanfaatkan kedahsyatan media iklan guna mengakomodasikan pencitraan dirinya. Karena meyakini kedahsyatan mitos media iklan, maka mereka pun secara jor-joran memroduksi pesan verbal dan pesan visual iklan politik. Untuk itu, iklan koran, televisi, dan radio disebarkan secara bersamaan ke ruang privat calon pemilih. Media iklan luar ruang pun tidak ketinggalan dipasang di sepanjang jalan yang dianggap strategis.

  Kematian iklan politik semakin mendekati liang lahatnya manakala tim sukses para caleg dan kandidat presiden, secara membabi-buta melakukan aktivitas kampanye yang cenderung memroduksi sampah visual. Bahkan di dalam segala sepak terjangnya, anggota tim sukses peserta kampanye Pemilu 2009 dinilai mengarah pada perilaku teror visual dengan modus operandinya menempelkan dan memasang sebanyak mungkin billboard, baliho, spanduk, umbul-umbul, poster, dan

  

flyer tanpa mengindahkan dogma sebuah dekorasi dan grafis kota yang

  mengedepankan estetika kota ramah lingkungan. Anggota tim sukses cenderung mengabaikan ergonomi pemasangan media luar ruang yang artistik, komunikatif dan persuasif.

  Pola pemasangan, cara menempatkan, dan menempelkan atribut kampanye, benar-benar bertolak belakang dari esensi desain media luar ruang yang dirancang sedemikian rupa agar tampil menarik, artistik, informatif, dan komunikatif. Tetapi di tangan orang-orang yang bertugas memasang dan menempatkan reklame luar ruang, salah satu karya desain komunikasi visual yang bagus itu berubah fungsi menjadi seonggok sampah visual.

  Di tangan orang-orang perkasa seperti itulah, iklan politik menemui ajalnya dengan sangat menyedihkan.Modus operandi pemasangan media iklan luar ruang yang dilakukan secara serampangan dan ngawur seperti itu, cenderung menurunkan citra, kewibawaan, reputasi, dan nama baik para caleg dan kandidat presiden, yang mempunyai cita-cita mulia untuk membangun Indonesia agar rakyatnya bermartabat, berkehidupan makmur, aman dan sejahtera. Perilaku hantam kromo semacam itu menyebabkan iklan politik yang diposisikan untuk memberikan informasi perihal keberadaan caleg, kandidat presiden dan partai politik peserta Pemilu 2009, segera diluncurkan menuju ajal kematiannya dengan tidak terhormat.

  Membicarakan masalah citra politik terutama dalam konteks citra luar ruang, rasanya tidak pernah tuntas. Ketidaktuntasan seperti inilah yang menyebabkan nafas iklan politik kehilangan denyutnya. Dimanakah simpul sengkarutnya? Sejatinya, inti permasalahan dari carut marut jagat reklame luar ruang ini (termasuk citra politik) bersumber pada penentuan titik penempatan dan pola pemasangan yang semrawut dan ‘’penuh kebijakan’’ dengan menerapkan standar ganda.

  Pada titik ini, seyogyanya pemerintah pusat, provinsi, daerah, dan kota secara tegas menertibkan keliaran iklan politik liar. Langkah pertama yang perlu dilakukan, yakni pemerintah bersama instansi terkait berani menurunkan, membongkar, dan melepaskan iklan politik luar ruang yang menyalahi peruntukannya berdasar masterplan iklan luar ruang dan Undang-undang yang dimiliki pemerintah pusat, provinsi, daerah, dan kota. Kedua, menerapkan sanksi dan hukuman yang sepadan bagi parapihak yang bertugas memasang reklame luar ruang iklan politik apabila diketahui melanggar aturan pemasangan. Ketiga, memberikan sanksi dan hukuman yang adil bagi biro iklan, event organizer, pengusaha media luar ruang, tim sukses caleg, dan kandidat presiden yang kedapatan melanggar pola pemasangan dan penempatan media luar ruang iklan politik. Keempat, ada keseragaman perangkat hukum dan kesamaan persepsi terkait dengan penempatan dan pemasangan reklame media luar ruang iklan politik.

  Jika hal itu bisa disinergikan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, maka peserta kampanye Pemilu 2009 telah melaksanakan tanggung jawab moral dan sosial secara sempurna. Mereka secara terhormat telah memberikan pendidikan politik dengan elegan. Mereka secara terhormat pula telah berhasil mengajak masyarakat luas, sebagai calon pemilih, untuk mengembangkan imajinasi prospektif tentang iklan politik yang ideal. Dan iklan politik pun tidak akan layu kemudian mati, melainkan justru akan tumbuh berkembang bagaikan bunga flamboyan yang bermekaran dan menjadi penanda zaman yang mencatat kemasyurannya penyelenggaraan Pemilu 2009.

  Menguatnya suhu politik saat menjelang pilpres 2009, membawa kemasan kimiawi psikologi kontestan, pendukung dan konstituen memanas. Saling melakukan serangan dan balasan. Mengukur kekuatan dan menghantam kelemahan lawan. Memformulasi strategi dan taktik pemenangan. Merupakan bumbu sekaligus improvisasi demokrasi. Selama masih dalam batas kewajaran. Kompetisi sehat dan tidak sampai mengarah pada black campaign. Tentunya harus diapresiasi. Karena ini bagian dari demokrasi. Dan porsi kemenangan, keputusan akhir ada di tangan rakyat.

  Kedaulatan rakyat adalah hakim agung keputusan akhir dalam rezim demokrasi.

  Momentum demokrasi dengan program sarananya melalui pemilihan langsung. Melahirkan dan menjadikan rakyat sebagai kunci kemenangan kandidat.

  Praktis, koalisi partai pendukung kandidat dan kemampuan finansial yang cukup besar, bukanlah jaminan kemenangan. Seorang capres setidaknya mengharuskan populer dan dikenal masyarakat.

  Dengan visi-misi dan program-program yang menarik masyarakat. Sarana yang paling efektif adalah sosialisasi. Bisa melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Terlebih melalui media audio-visual. Tetapi tidak mengecilkan alat, atribut baligo kampanye maupun sarana pendukung lainnya. Termasuk soliditas tim sukses, mesin partai dan dukungan besaran budget. Karena tentunya banyak variabel dalam menentukan kemenangan kandidat.

  Dalam momentum demokrasi. peran media massa sangat vital. Berfungsi menjaga keseimbangan sebuah entitas negara dan masyarakat. Kebebasan pers termasuk media massa merupakan keunggulan dalam rezim demokrasi. Sehingga menjadi pilar penting dalam tegaknya berdemokrasi. Media massa memiliki fungsi kontrol. Karena melalui transformasi informasi, media massa mampu mengerem laju kebijakan peremintah yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat.

  Satu fenomena yang menonjol dalam Pemilu 2009 adalah semakin kuatnya peranan media Massa. Misalnya terlibat dalam proses mengkonstruksi citra para kandidat. Baik perseorangan (caleg, capres dan cawapres) maupun organisasi partai politik. Pemanfaatan media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai marak dan bebas. Dimulai sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat di Pemilu 2004. bahkan hingga Pemilu kali ini. Bisa kita katakan, kemenangan SBY pada pemilihan presiden secara langsung (tahun 2004) merupakan keberhasilan marketing politiknya.

  Karena partainya sendiri (baca: demokrat) bukanlah partai pemenang Pemilu. Pada Pamilu 2009 masa kampanye diperpanjang menjadi 9 bulan. Dimulai 12 Juli 2008- April 2009. Dengan 38 partai peserta Pemilu. dan banyaknya tokoh yang menyatakan diri siap menjadi kandidat Presiden dan Wakil Presiden pada pilpres kemarin.

  Tentunya kian meramaikan "pertarungan citra" dalam merebut hati para pemilih. Kandidat yang menguasai industri citra tentunya akan memperbesar peluangnya memenangkan pertarungan tersebut.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Penelitian oleh, Lusia Astrika (2009) dengan tesisnya yang berjudul Pengaruh

  

Tokoh Politik Pada Intensi Memilih Pada Pemilih Pemula Ditinjau Dari Konformitas

Terhadap Teman Sebaya Dan Persepsi Terhadap Fungsi Partai Politik . Penelitian ini

  bertujuan untuk mengetahui sosialisasi politik yang berlangsung selama kehidupan manusia, karena pada dasarnya sosialisasi merupakan proses pembelajaran.

  Pengarush sosialisasi sendiri merupakan melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyrakat dimana dia berada (Budiarjo, 2001:163). Sosialisasi politik yang diterima individu selanjutnya mempengaruhi niat atau intense individu tersebut untuk berpartisipasi dalam politik. Niat atau intensi merupakan prediksi tingkah laku yang paling kuat, dengan kata lain intensi dapat memprediksi atau meramalkan perilaku manusia dengan akurat yang cukup tinggi.

  Agus Triyono, 2010, Citra Partai Dan Tokoh Politik Dalam Fragming

  

Media Terhadap Minat Pemilih. Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan

  Informatika. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui observasi, wawancara dan kuesioner. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan regrasi berganda. Hasil analisis menunjukkan ada pengaruh citra partai dan tokoh politik dan minta pemilih. Hal ini berarti jika semakin baik citra partai dan tokoh politik , maka minta memih oleh pemilih semakin meningkat. Berdasarkan uji t, pengaruh citra partai dan tokoh politik adalah signifikan. Ada pengaruh positif antara citra partai dan tokoh pada intensi memilih pada pemilih.

2.3 Kerangka Konseptual

  Image atau Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu

  gambaran yang ada di dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya. Canton (2001:2) mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi.

  Menurut Henslowe (2000:2), citra adalah kesan yang diperoleh dari tingkat pengetahuan dan pengertian terhadap fakta (tentang orang-orang, produk atau situasi). Kemudian Kasali (2003:30) juga mendefinisikan citra sebagai kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman itu sendiri timbul karena adanya informasi. Sedangkan Jefkins (2008:20) mengartikan citra sebagai kesan, gambaran atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya) mengenai berbagai kebijakan, personel, produk, atau jasa-jasa suatu organisasi atau perusahaan.

  Dalam perkembangannya, ungkapan Citra telah menjadi kata-kata untuk menyatakan siapa sebenarnya hakikat seseorang, lembaga, institusi, badan, organisasi (sekuler, sosial, politik, dan keagamaan), bahkan komunitas masyarakat, bangsa, suku, sub-suku. Sehingga sering terdengar, kata-kata citra diri ku; citra perusahan, citra parpol, citra diri bangsa; citra umat beragama, citra diri seorang pelajar, dan seterusnya.

  Adapun kerangka konseptual dalam penyusunan skripsi dapat digambarkan dalam model sebagai berikut : Pola Pikir

  Minat Memilih Pada

  Kesan

  Pemilu Presiden Penampilan

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Sumber : Kasali. (2003:30), Jefkins (1998:20) diolah.

  1. Pola Pikir : Pola adalah bentuk atau patron atau model atau juga cara. Dengan demikian pola pikir itu sebenarnya adalah bentuk pikir atau cara kita berpikir yang disebut Mindset

  2. Kesan : Sesuatu keadaan yang ditunjukkan seseorang dalam suatu peristiwa ataupun keadaan.

  3. Penampilan : Gambaran diri yang berarti penilaian diri seseorang dilihat pertama kali Dari gambar diatas terdapat tiga indikator dari satu variabel yaitu citra. Yaitu pola pikir, kesan dam penampilan yang merupakan menjadi pengaruh dalam minat memilih pada pemilu presiden

2.4 Hipotesis

  Pengertian Hipotesa menurut Sutrisno Hadi (2005:56) adalah tentang pemecahan masalah. Sering kali peneliti tidak dapat memecahkan permasalahannya hanya dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan diselesaikan segi demi segi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi dan mencari jawaban melalui penelitian yang dilakukan.

  Dari pernyataan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis adalah suatu dugaan yang perlu diketahui kebenarannya yang berarti dugaan itu mungkin benar mungkin salah. Adapun hipotesis yang penulis ajukan adalah “ada pengaruh citra tokoh politik berpengaruh terhadap minat memilih pada pemilu presiden 2014 di Medan”.

Dokumen yang terkait

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi - Gambaran Simtom Ansietas dan Depresi pada pasien Diabetes Melitus tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan Divisi Endokrin dan Metabolik RSUP.H Adam Malik Medan

0 0 9

Gambaran Simtom Ansietas dan Depresi pada pasien Diabetes Melitus tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan Divisi Endokrin dan Metabolik RSUP.H Adam Malik Medan

0 0 18

Implementasi Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Jarak Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Berbasis Web (Studi Kasus : Tempat Wisata di Kota Banda Aceh)

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis - Implementasi Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Jarak Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Berbasis Web (Studi Kasus : Tempat Wisata di Kota Banda Aceh)

0 0 11

IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENENTUKAN JARAK TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA BERBASIS WEB (Studi Kasus : Tempat Wisata di Kota Banda Aceh) SKRIPSI TEUKU MUARRIF IKRAMULLAH 101421016

0 0 12

A. Tindak Pidana Penipuan Dalam Hukum Pidana Indonesia a. Pengertian dan unsur –unsur tindak pidana - Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

0 0 40

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

0 0 38

5 BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Infrastruktur Teknologi informasi

0 0 29

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Data - Sistem Informasi Perekrutan dan Pendistribusian Asisten Laboratorium D3 Teknik Informatika FMIPA USU

0 0 13

BAB 2 LANDASAN TEORI - Sistem Sistem Informasi Memperbaki Komputer Berbasis Web Menggunakan HTML, PHP Dan MySQL

0 0 15