A. Tindak Pidana Penipuan Dalam Hukum Pidana Indonesia a. Pengertian dan unsur –unsur tindak pidana - Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

  BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PENIPUAN SEBAGAI KEJAHATAN ASAL MENURUT UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pada umumnya tindak pidana penipuan sudah diatur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 394 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

  Sebagaimana dirumuskan Pasal 378 KUHP, penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang, uang atau kekayaannya. Dalam tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 2 yang dimana hasil tindak pidana itu diklasifikasikan dalam 25 (dua puluh lima) kelompok kejahatan (predicat crime) dimana pada huruf (r) mengatur tentang penipuan.

A. Tindak Pidana Penipuan Dalam Hukum Pidana Indonesia

a. Pengertian dan unsur –unsur tindak pidana

  Pembentukan undang–undang kita telah menggunakan perkataan

  

“Strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kiat sebagai “tindak Pidana”di

  dalam KUHP tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan “Strafbaarfeit”tersebut.

  Pengertian tindak pidana belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana, dalam garis besarnya perbedaab pendapat tersebut terbagi dalam dua aliran atau dua pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut Moeljatno, pandangan monistis adalah bahwa para sarjana melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya itu merupakan sifat dari perbuatan, sedangkan pandangan dualistis adalah membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan dan dipidana orangnya, dan sejalan ini dipisahkan, maka

   pengertian perbuatan pidana tidak meliputi pertanggungjawaban pidana.

  Berdasarkan pengertian dan pemisahan pandangan tersebut berikut ini masing sehingga jelas letak perbedaannya.

  1. Aliran Monistis Menurut Simon, Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Van Hamel mengatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan yang dirumuskan dalam Undang-undang, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

  Tindak pidana menurut E. Mezger adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. Menurut Karni, Delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. Dan menurut definisi pendek Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

71 Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, (Purwokerto : Fakultas Hukum Unsoed. Tahun.

  1991, Hal. 25

  Jadi jelas sekali dari definisi-definisi tersebut diatas tidak adanya “pemisahan

  

2. Aliran Dualistis

  Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif, Strafbaarfeit adalah tidak lain dari pada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.

  Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut. “Pandangan golongan dualistis ini mengadakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan

   sanksi ancaman pidana dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat”.

  Penggolongan pandangan para sarjana tersebut diatas juga merupakan penggolongan terhadap unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi dua yaitu:

1. Aliran Monistis

  Menurut pendapat D. Simons, unsur-unsur Strafbaarfeit adalah: a.

  Perbuatan manusia b. Diancam dengan pidana c. Melawan hukum d. Dilakukan dengan kesalahan e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab

  Selanjutnya Simon menyebutkan adalah unsur objektif dan unsur 72 subjektif. Yang disebut sebagai unsur objektif adalah : 73 Ibid, hal 26 Ibid, hal 27-28 a.

  Perbuatan orang b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan itu

  “seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “Openbaar” atau “dimuka umum”.

  a.

  Orangnya mampu bertanggung jawab b. Adalah kesalahan (dolus atau culpa) perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.”

  Menurut Van Hamel, “unsur-unsur Strafbaarfeit adalah : a.

  Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang b. Bersifat melawan hukum c. Dilakukan dengan kesalahan

   d.

  Patut dipidana.” Menurut E. Mezger, “unsur-unsur tindak pidana adalah : a.

  Perbuatan dalam arti yang luar dari manusia b. Sifat melawan hukum c. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang

   d.

  Diancam dengan pidana.” 2. Aliran Dualistis

  Menurut H.B. Vos, Strafbaarfeit hanya dirumuskan : 1. 74 Kelakuan manusia 75 Ibid, hal 26 Ibid

  2. Diancam pidana dalam undang-undang Kemudian menurut Moeljatno, perbuatan pidana memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

  1. Perbuatan manusia 2.

  Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) Bersifat melawan hukum (syarat materil)

  Syarat formil tersebut harus ada, hal ini disebabkan karena : Adanya asas legalitas yang tersimpul dalam pasal 1 KUHP, syarat materil itu harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan, oleh karena bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Selanjutnya Moeljatno berpendapat :

  “Bahwa kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab dari si pembuat tidak orang yang berbuat.”

76 Jadi untuk memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendirian Moeljatno, maka tidak cukup apabila seseorang itu telah.

  Melakukan perbuatan pidana belaka atau disamping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan bertanggung jawab. Jika seseorang melakukan tindak pidana kejahatan dan harus masuk ke dalam persidangan. Hukum Acara Pidana akan memberi keterangan seperti: rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara 76 Ibid, hal. 27 kepidanaan dan bagimana cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi, dengan lain perkataan: Hukum Acara Pidana ialah hukum yang mengatur tata cara bagaimana alat-alat negara (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) harus bertindak jika terjadi pelanggaran. pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan menurut aturan- aturan hukum yang berlaku, dan si tersangka dalam sidang itu diberikan segala jaminan hukum yang telah ditentukan dan yang telah diperlukan untuk pembelaan.

  Lapangan kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyelidikan, penahanan, pemasyarakatan dan lain-lain. Perkara pidana ialah perkara tentang pelanggaran atau kejahatan terhadap suatu kepentingan, umum, perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang bersifat suatu penderitaan.

b. Pengertian Penipuan dalam KUHP

  Berdasarkan teori dalam hukum pidana mengenai penipuan, terdapat 2 (dua) sudut pandang yang harus diperhatikan, yakni menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia dan menurut pengertian yuridis, penjelasannya adalah sebagai berikut :

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

  Disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan, atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Penipuan berarti proses,

  

  perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh) . Dengan demikian, berarti yang terlibat dalam penipuan adalah 2 (dua) pihak, yaitu orang yang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Jadi, penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk 2.

  Menurut Pengertian Yuridis Pengertian tindak pidana penipuan adalah dengan melihat dari segi hukum sampai saat ini belum ada, kecuali yang dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu defenisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.

  Penipuan menurut Pasal 378 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan

  

  pidana penjara paling lama empat Tahun.” Pidana bagi tindak pidana penipuan adalah pidana penjara maksimum empat tahun tanpa alternatif denda.Jadi, delik penipuan dipandang lebih berat daripada delik penggelapan karena pada delik penggelapan ada alternatif denda. Oleh karena itu, penuntut umum yang menyusun dakwaan primair dan subsidair kedua pasal ini harus mencantumkan tindak pidana penipuan pada dakwaan 77 78 Kamus Besar bahasa Indonesia Kitap Undang – undang hukum Pidana pasal 378 primair, sedangkan dakwaan subsidair adalah penggelapan.Menurut Cleiren bahwa tindak pidana penipuan adalah tindak pidana dengan adanya akibat

   (gevolgsdelicten) dan tindak pidana berbuat (gedragsdelicten)atau delik komisi.

1. Unsur – unsur Tindak Pidana Penipuan

  Dalam KUHP tentang Penipuan terdapat dalam BAB XXV Buku II, pada masing-masing pasal mempunyai nama khusus. Keseluruhan pasal pada BAB

  XXV ini dikenal dengan sebutan bedrog atau perbuatan orang. Bentuk pokok dari bedrog atau perbuatan orang adalah Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

   Rumusan unsur – unsur penipuan itu adalah sebagai berikut: a.

  Unsur-unsur Objektif 1.

  Perbuatan : menggerakkan 2. Yang digerakkan : orang 3. Perbuatan itu ditunjukkan pada:

  a). Orang lain menyerahkan benda, b).Orang lain memberikan hutang, dan c). Orang lain menghapuskan piutang

  4. Cara melakukan perbuatan itu menggerakkan dengan:

  a). Nama Palsu

  b). Memakai tipu muslihat

  c). Memakai martabat palsu dan, d). Memakai rangkaian kebohongan.

  b.

  Unsur-unsur subjektif 1.

a). Maksud dengan menguntungkan diri sendiri

  b). Maksud dengan menguntugkan orang lain 2. maksud dengan melawan hukum

  Berikut adalah penjelasan dari unsur-unsur tindak pidana penipuan : 1. Unsur –unsur objektif

  1) Perbuatan menggerakkan (Bewegen)

  79 Andi hamzah, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 112 80 Adam Cazhawi (2003) Op-Cit, hal. 116

  Kata bewegen selain diterjemahkan dalam arti menggerakkan, ada juga sebagian ahli menggunakan istilah membujuk, atau menggerakkan hati.

  “Menggerakkan” dalam pasal 378 KUHP ini berbeda dengan pengertian dengan pengertian “menggerakkan” atau uitlokking dalam konteks pasal 55 ayat (1) KUHP “ menggerakkan dengan upaya – upaya memberi atau menjanjikan sesuatu

  

  dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan. KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen itu. Menggerakkan dapat didefenisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain. Objek yang dipengaruhi adalah kehendak seseorang. Perbuatan menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak dan akan terlihat bentuknya secara konkret apabila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya inilah sesungguhnya yangg lebih berbentuk yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan yang tidak benar.

  Mengapa menggerakkan pada penipuan ini arus dengan cara –cara yang palsu dan bersifat membohongi, memberikan kata –kata yang tidak benar? Karena jika menggerakkan dilakukan dengan cara yang sesungguhnya atau cara yang sebenarnya dan tidak palsu, maka tidak mungkin kehendak orang lain (korban) akan menjadai terpengaruh, yang pada akhirnya atau selanjutnya akan memberikan atau menyerahkan benda, memberikan hutang maupun mengahapuskan piutang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penipuan hanya

81 Tongat, Hukum Pidana Materiil. ( Penerbit: UMM Press, tahun 2003). Hal. 72

  mungkin bisa dicapai dengan melalui perbuatan menggerakkan yang

   menggunakan cara–cara yang tidak benar demikian.

  Sehubungan dengan hal ini ada arrest HR (10-12-1928) yang yang menyatakan bahwa : untuk selesainya kejahatan penipuan diperlukan adanya perbuatan orang lain selain penipu. Terdapat suatu permulaan jika perbuatan itu yang dimaksudkan HR itu adalah tentunya telah terjadi suatu percobaan penipuan.

  Perihal sebagaimana dalam putusan HR tersebut ditegaskan kembali dalam putusan lainnya (27-3-1939) yang menyatakan bahwa “ada percobaan penipuan apabila pelaku dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, memakai nama palsu, martabat palsu ataupun rangkaian kebohongan”

  Adanya perbuatan orang lain sebagaimana yang dimaksudkan HR tersebut diatas adalah berupa akibat dari perbuatan menggerakkan akibat mana adalah merupakan syarat untuk selesainya terwujudnya penipuan. Dilihat dari sudut iini, maka sesungguhnya penipuan ini adalah berupa tindak pidana materil. Akan tetapi apabila dilihat bahwa dalam perumusan penipuan dapat juga dikategorikan kedalam tindak pidana formil.

  Sesungguhnya penipuan lebih condong kearah pidana materil daripada tindak pidana formil, dengan alasan bahwa terwujudnya perbuatan yang dilarang (menggerakkan) bukan menjadi syarat untuk selesai terwujudnya penipuan secara sempurna, melainkan pada terwujudnya akibat perbuatan yakni berupa oranag lain menyerahkan benda, memberi hutang dan menghapuskan piutang. 82 Lamintang dan Simorangkir ” Delik –delik khusus Kejahatan yang ditujukan terhadap

  Hak Milik dan lain-lain yang timbul dari hak milik (Tahun. 1979), hal. 211

  2) Yang digerakkan adalah orang

  Seseorang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan orang yang digerakkan orang sendiri, tetapi hal itu merupakan suatu keharusan. Karena dalam rumusan pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang terdakwa sendiri, sedang yang menyerahkan itupun tidak perlu harus orang yang

   dibujuk sendiri, bisa dilakukan oleh orang lain.

  3) a. Menyerahkan Benda Pengertian benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Dalam tindak penipuan ini ‘menyerahkan suatu benda” tindaklah harus dilakukan sendiri secara langsung oleh orang yang menipu. Dalam hal ini penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu itu kepada orang suruhan dari orang yang menipu.

  Hanya dalam hal ini oleh karena unsur kesengajaan, maka ini berarti unsur penyerahan haruslah merupakan akibat langsung dari adanya daya upaya yang dilakukan oleh sipenipu. Dengan demikian antar perbuatan penyerahan yang dilakukan oleh orang yang terkena tipu dengan daya upaya dilakukan oleh orang yang terkena tipu dengan daya upaya yang dilakukan oleh si penipu harus ada

   hubungan kausal. 83 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta komentar-komentarnya, Politeia Bogor, Tahun. 1995 Hal. 260 84 Tongat, Hukum Pidana Materil, Penerbit: Um Press, Malang Tahun 2003. Hal. 73

  Pada pencurian, pemerasan, pengancaman dan kejahatan terhadap harta benda lainnnya. Dimana secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek kejahatan. Berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas adanya unsur demikian. Oleh karena itu dapat diartikan bahwa pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi pada benda miliknya sendiri oran lain.

  Apakah mungkin maksud itu ada dalam peristiwa orang lain menyerahkan benda milik sipenipu sendiri?. Dalam prakteknya mungkin saja peristiwa

  

  demikian terjadi. Misalnya : 1. bila si penipu tidak mengetahui bahwa benda itu miliknya sendiri, ia mengira milik orang lain.

  2. Si penipu mengetahui benda itu miliknya sendiri, tetapi di dalam kekuasaan orang lain karena misalnya digunakan sebagai jaminan hutang dan digadaikan. Pendapat tersebut diatas , penipuan bisa terjadi pada kedua contoh tersebut, akan tetapi pandangan akan berbeda, apabila dilihat dari sudut lain, yaitu bahwa unsur maksud sebagai salah satu bentuk kesengajaan dalam rumusan penipuan ditempatkan dimuka baik unsur menguntungkan maupun unsur benda.

  Dengan demikian sebelum petindak bertindak menggerakkan orang, ia harus sadar bahwa agar menguntungkan itu dapat dicapai harus dengan orang yang menyerahkan benda bukan miliknya. Jadi disini kesenganjaan petindak yang ditujukan untuk maksud menguntungkan diri itu sekaligus pula ditujukan bahwa

85 Adami Chazawi. Op-Cit. Hal. 121

  dengan demikian benda itu milik orang lain adalah tidak logis menambah kekayaan dengan orang lain menyerahkan benda milik sendiri.

  Dikatakan bahwa penipuan terjadi bukan oleh sebab telah terjadi perbuatan menggerakkan, melainkan pada telah terjadai perbuatan menyerahkan benda oleh oranag lain. Menyerahkan benda baru dianggap terjadi/selesai apabila dari kekuasaan orang yang menerima. Dalam hal ini berarti telah putusnya hubungan kekuasaan (menguasai) antara orang yang menyerahkan dengan benda yang diserahkan. Dengan berpidahnya kekuasaan atas benda terhadap kekuasaan petindak atau orang lain atas kehendak petindak bila mana ia penerima telah dapat melakukan segala sesuatu perbuatan terhadap benda itu secara langsung tanpa ia

   harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu.

  3) b. Memberi hutang dan mengahapuskan piutang Perkataan hutang disini tidak sama artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan. Hoge Raad menyatakan dalam satu artikelnya mengatakan bahwa hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan.

  Memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai membuat sesuatu perikatan hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan/membayar sejumlah uang tertentu. Misalnya dalam suatu jual

86 Ibid. Hal. 121

  beli timbul suatu kewajiban pembeli untuk membayar, menyerahkan sejumlah uang tertentu yakni harga benda itu kepada penjual.

  4). Cara melakukan perbuatan itu menggerakkan dengan: Alat pembujuk atau penggerak yang dipergunakan dalam perbuatan membujuk atau menggerakkan orang agar menyerahkan sesuatu barang terdiri a.

  Nama palsu (Valse Naam) Penggunaan nama yang bukan nama sendiri, tetapi nama orang lain bahkan pengguna nama lain yang tidak dimiliki oleh siapapun juga termasuk didalam penggunaan nama palsu. Dalam nama ini termasuk juga nama tambahan dengan syarat yang tidak harus dikenal oleh orang lain.

  b.

  Memakai tipu muslihat (Dragen List)

   Tipu muslihat merupakan perbuatan membohongi tanpa kata-kata.

  Ketidakbenaran yang tidak terdapat pada tipu muslihat maupun rangkaian kebohongan harus telah ada pada saat melakukan tipu muslihat dan lain-lain. Karena itu tidak mungkin terjadi penipuan dalam hal sipeminjam tidak membayar hutangnya. Tipu muslihat juga merupakan perbuatan –perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga perbuatan itu menimbulkan kepercayaan atau keyakinan kebenaran atas sesuatu kepada orang lain.

  c.

  Memakai martabat palsu dan, Martabat palsu dimaksudkan adalah menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkna si korban percaya kepadanya, dan berdasarkan kepercayaan itu ia menyerahkan sesuatu barang atau memberi hutang atau menghapus piutang. Termasuk dalam pengertian memakai “martabat palsu” misalnya adalah menyebutkan dirinya seseorang pejabat tertentu atau seorang kuasa dari orang lain, atau seorang ahli waris dan seorang wafat yang meninggalkan harta

  

  warisan.” d. Memakai rangkaian kebohongan

  Disyratkan bahwa harus terdapat beberapa kata bohong yang diucapkan, suatu kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak 87 Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. (Refika Aditama,

  Jakarta, tahun 1967), hal. 42 88 Ibid , hal. 73

  ataupun alat bujuk. Rangkaian kata-kata bohong yang diucapkan secara tersusun, hingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima sebagai sesuatu yang logis dan benar. Jadi, kata-kata itu tersusun hingga kata- kata yang satu membenarkan atau memperkuat kata yang lain.

  Keempat alat pembujuk atau penggerak ini dapat dipergunakan secara

   alternatif maupun secara komulatif.

  Unsur objektif membujuk atau menggerakkan orang agar menyerahkan, sebenarnya lebih tepat dipergunakan istilah menggerakkan dari pada istilah membujuk, untuk melepaskan setiap hubungan dengan penyerahan (levering) dalam pengertian hukum perdata. Dalam perbuatan menggerakkan orang untuk menyerahkan harus disyaratkan adanya hubungan kasual antara alat penggerak itu dan penyerahan barang dan sebagainya. Penyerahan sesuatu barang yang telah terjadi sebagai akibat penggunaan alat penggerak atau pembujuk itu belum cukup terbukti tanpa mengemukakan pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakan alat-alat penggerak pembujuk itu. Alat itu pertama-tama harus menimbulkan dorongan di dalam jiwa seseorang untuk menyerahkan sesuatu barang. Psychee dari korban karena penggunaan alat penggerak atau pembujuk tergerak sedemikian rupa, hingga orang itu melakukan penyerahan barang itu.

  Tanpa penggunaan alat atau cara itu korban tidak akan tergerak psycheenya dan penyerahan sesuatu tidak akan terjadi.

  Penggunaan cara-cara atau alat-alat penggerak itu menciptakan suatu situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal, hingga orang itu terpedaya karenanya.

89 Ibid, hal. 27

  Jadi apabila orang yang dibujuk atau digerakkan mengetahui atau memahami, bahwa alat-alat penggerak atau pembujuk itu tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran, maka psycheenya tidak bergerak dan karenanya ia tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran, maka psycheenya tidak tergerak dan karenanya ia tidak tersesat atau terpedaya, hingga dengan demikian tidak terdapat perbuatan penggerakkan atau membujuk dengan alat-alat penggerak atau pembujuk, meskipun orang lain menyerahkan barangnya.

  

  tindak pidana penipuan, oleh beberapa orang penerjemah WVS telah diartikan secara tidak sama, yakni ada yang telah menerjemahkan dengan kata-kata “supaya memberi utang” dan ada pula yang telah menerjemahkan dengan kata-kata “supaya membuat utang”.

  Kata-kata “perikatan utang” dalam rumusan Pasal 378 KUHP itu mempunyai arti yang sifatnya umum menurut tata bahasa, dan bukan mempunyai arti menurut BW. Perikatan utang seperti itu dapat dibuat dalam berbagai perjanjian kredit di depan notaris, akan tetapi juga dapat dibuat dalam berbagai bentuk tulisan, misalnya dalam bentuk kwitansi yang harus ditandatangani oleh orang yang ditipu seolah-olah orang tersebut mempunyai utang sebesar uang yang dinyatakan diatas kertas segel tersebut.

2. Unsur–unsur subjektif a.

  Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain Unsur subjektif dengan maksud adalah kesengajaan (dolus). Apabila dalam perumusan delik dolus maka akan muncul sejumlah pertanyaan yang berkenan dengan ruang lingkup makna dan jangkauannya, hal 90 Ibid, hal. 42 tersebut disebabkan karena dalam undang-undang pengertian tidak didefenisikan. Memorie van toelchiting yang memberikan ragam pengertian juga faktor-faktor lain daari delik yang berpengaruh terhadap konsep ini. Berkenan dengan ruang lingkupnya, MvT mengajarkan pada kita bahwa cara penempatannya dalam ketentuan pidana akan menentukan kata ini, akan dipengaruhi olehnya,sebagai semacam kesepakatan antara pembuat undang-undang dengan pelaksana undang-undang. Dengan cara ini dolus dapat dikaitkan pada perbuatan/tindakan dan unsur-unsur lain

  

  dari delik. Dalam kasus pencucian uang perbuatan seseorang dalam melakukan penempatan, pentransferan, penitipan dan sebagainya selain harus betul-betul dikehendaki dan diinsyafi oleh pelaku, juga meliputu hal- hal yang mengarah atau berdekatan dengan kehendak atau keinsyafan itu.

  Ada tiga corak kesengajaan yaitu:

  a) Kesengajaan sebagai maksud untuk mencapai suatu tujuan (opzet als

  oogmerk ) yaitu apabila seseorang pada waktu ia melakukan suatu

  tindakan untuk menimbulkan suatu akibat yang terlarang, menyadari bahwa akibat tersebut pasti akan timbul ataupun mungkin dapat timbul karena tindakan yang akan sedang ia lakukan, sedangkan timbulnya akibat tersebut memang beoogd atau memang ia kehendaki, maka

91 Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: PT, Gramedia Pustaka Utama, 2003) hal. 107

  apabila kemudian benar bahwa akibat tersebut telah timbul karena

   perbuatannya.

  b) Kesengajaan dengan kesadaran tentang kepastian (opzet bij zekerheids-

  bewustzijn ) yaitu apabila suatu kesengajaan yang dilandasi oleh

  kesadaran akan kepastian. Apabila bayangan tentang akibat atau hal-hal dikehendaki tetapi juga tidak dapat dielakkan, maka orang itu melakukan sengaja dengan kepastian terjadi (opzet bij zekerheids-

   bewustzijn ).

  c) Kesengajaan sebagai sadar kemungkinan (opzet bij mogelijkheids-

  bewustzijn ) ataupun disebut juga dengan dolus eventualis yaitu apabila

  seorang pelaku itu melakukan tindakannya untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang, ia mungkin mempunyai kesadaran tentang kemungkinan timbulnya suatu akibat lain selain daripada akibat timbulnya yang memang ia kehendaki. Apabila adanya kesadaran tentang kemungkinan timbulnya akibat lain itu tidak membuat dirinya membatalkan niatnya, dan kemudian ternyata bahwa akibat semacam itu benar-benar terjadi maka akibat terhadap seperti itu sipelaku dikatakan mempunyai suatu Opzet bij mogelijkheids

   bewustzijn.

  Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan jalan melawan hukum. Syarat dari melawan hukum harus selalu dihubungkan dengan alat –alat 92 93 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana DiIndonesia, Op.Cit, Hal. 312 94 Ibid, Hal. 313 Soewarsono dan Reda Manthovani, Op-cit, Hal. 51

  penggerak atau pembujuk yang dipergunakan. Sebagaimana diketahui arti melawan hukum menurut Sudarto ada tiga pendapat yakni: a)

  Bertentangan dengan hukum (Simons)

  b) Bertentangan dengan hak (subjektif recht) dan orang lain (noyon)

  c) Tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak perlu bertentangan

   b.

  Dengan melawan hukum Pengertian melawan hukum menurut sifatnya, juga dibedakan menjadi dua yaitu:

  1. Melawan hukum yang bersifat formil yaitu suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai delik dala suatu undang-undang, sedangkan sifat hukumnya perbuatan itu harus hanya berdasarkan suatu ketentuan undang –undang. Hukum pidana formil hukum yang berisi aturan yang berkaitan dengan tata cara melaksanakan

  

  hukum pidana itu sendiri dalam tataran prakteknya. Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan melawan hukum atau bertentangan dengan undang –undang (hukum tertulis).

  2. Melawan hukum yang bersifat materil yaitu suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya terdapat dalam undang– undang yang tertulis saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya asas–asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata–nyata masuk dalam rumusan dalik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan undang–undang dan juga

   berdasarkan aturan–aturan yang tidak tertulis.

  Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 003/PUUU-IV/2006 , tanggal 25 Juli 2006 Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa inti pemikiran dari sociological jurisprudence, yang oleh Paton digunakan terminologi

  

functional (sociological) jurisprudence, adalah bahwa hukum yang baik adalah

95 96 Sudarto. Op-cit, hal. 51 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah, (Balai Lektur Mahasiswa: Bagian satu, tanpa tahun), hal. 1 97 Ibid, hal. 47-48

  hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. “Sesuai” dalam pengertian ini ialah bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (the living law). Terlihat betapa sociological jurisprudence mengetengahkan pentingnya living law ini. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal yang diumumkan dengan wibawa oleh badan- politik dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat. Hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi. Yang dimaksud dengan ‘secara melawan hukum’ mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang- undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.”

  Selanjutnya mengenai dimensi sifat melawan hukum

  (wederrechtelijkeheid ) dalam Ilmu Hukum dikenal dua macam yaitu sifat

  melawan hukum materiil (materiel wederrechtelijkeheid) dan sifat melawan hukum formil (formale wederrechtelijkeheid). Sifat melawan hukum materiil

  

(materiel wederrechtelijkeheid) merupakan sifat melawan hukum yang luas yaitu

  melawan hukum itu sebagai suatu unsur yang tidak hanya melawan hukum yang tertulis saja, tetapi juga hukum yang tidak tertulis (dasar-dasar hukum pada umumnya). Jadi walaupun Undang-Undang tidak menyebutkannya maka melawan hukum adalah tetap merupakan unsur dari tiap tindak pidana. Sedangkan sifat melawan hukum formal (formale wederrechtelijkeheid) adalah merupakan unsur dari hukum positif yang tertulis saja sehingga ia baru merupakan unsur dari

   tindak pidana apabila dengan tegas disebutkan dalam rumusan tindak pidana.

  Sifat melawan hukum materiil terdiri dari sifat melawan hukum materiil dalam fungsi positif dan sifat melawan hukum dalam fungsi negatif. Pengertian sifat asas legalitas, pada Pasal 1 ayat 1 KUHP, artinya ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi positif yaitu meskipun suatu perbuatan secara materiil merupakan perbuatan melawan hukum apabila tidak ada aturan tertulis dalam perundang-

  

  undangan pidana, perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Ajaran sifat melawan hukum materiil hanya diterima dalam fungsinya yang negatif, dalam arti bahwa suatu perbuatan dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum, apabila secara

   materiil perbuatan itu tidak bertentangan dengan hukum.

  Sedangkan menurut Moch. Anwar: Melawan hukum berarti bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Suatu keuntungan bersifat tidak wajar atau tidak patut menurut pergaulan masyarakat dapat terjadi, apabila keuntungan ini diperoleh karena penggunaan alat- alat penggerak atau pembujuk, sebab pada keuntungan ini masih melekat kekurangpatutan dari alat-alat penggerak atau pembujuk yang dipergunakan untuk memperoleh keuntungan itu. Jadi ada hubungan kausal antara penggunaan alat-alat penggerak atau

  98 M. Sudrajad Basar (1998:5) dalam Guse Prayudi , “Sifat Melawan Hukum

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” Majalah Varia

  Peradilan, Tahun XXII, No. 254 Januari 2007, IKAHI , Jakarta , 2007, hal. 25.

  99 Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, Kantor Pengacara &Konsultan Hukum “ Prof. Oemar Seno Adji & rekan”, Jakarta, 2002, hal. 18

  100 Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum

  Pidana Indonesia , PT Alumni, Bandung, 2002, hlm 26 pembujuk dari keuntungan yang diperoleh dengan alat-alat penggerak atau pembujuk. Meskipun keuntungan itu mungkin bersifat wajar, namun apabila diperoleh dengan alat-alat penggerak atau pembujuk tersebut diatas, tetap keuntungan itu

   akan bersifat melawan hukum.

  Adapun arti menguntungkan adalah setiap perbaikkan posisi atau nasib umumnya perbaikkan ini terletak didalam bidang harta kekayaan seseorang, tetapi menguntungkan tidak terbatas kepada memperoleh setiap keuntungan yang dihubungkan dengan perbuatan penipuan itu atau yang berhubungan dengan akibat perbuatan penipuan, tetapi lebih luas bahkan memperoleh pemberian barang yang dikehendaki dan yang oleh orang lain

   dianggap tidak bernilai termasuk juga pengertian menguntungkan.

c. Jenis-jenis tindak pidana penipuan

  Tindak pidana penipuan yang diatur dalam buku II bab XXV pasal 378 -379 KUHP. Pasal-pasal tersebut menjelaskan tentang jenis-jenis tindak pidana dalam KUHP yaitu : 1.

Pasal 378 KUHP mengenai tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok.

  2. Pasal 379 KUHP mengenai tindak pidana penipuan ringan. Kejahatan ini merupakan bentuk geprivileggeerd delict atau suatu penipuan dengan unsur-unsur yang meringankan.

  101 102 Anwar,Op.Cit, hal. 43 Ibid

  3. Pasal 379 a KUHP merupakan bentuk pokok yang disebut penarikan botol (flessentrekkerij) yang mengatur tentang tindak pidana kebiasaan membeli barang tanpa membayar lunas harganya, dan menjadikan itu menjadi hal yang biasa.

  4. Pasal 380 ayat (1-2) KUHP yaitu tindak pidana pemalsuan nama dan melindungi hak cipta seseorang melainkan untuk melindungi konsumen terhadap perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu oleh orang-orang tertentu.

  5. Pasal 381 KUHP mengenai penipuan pada pertanggungan atau perasuransian.

  6. Pasal 382 KUHP mengatur tindak pidana yang menimbulkan kerusakan pada benda yang dipertanggungkan.

  7. Pasal 383 KUHP mengatur tindak pidana penipuan dalam hal jual beli.

B. Penipuan Sebagai Kejahatan Asal Dalam Money Laundering

  Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru dibanyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkanya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pembrantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money laundering) baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruh tersebutmerupaka dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. Didalam money laundering ini diketahui bahwa banyaknya dana-dana potensial yang dapat dimamfaatkan secara optimal karena pelaku monoy laundering sering melakukan “steril

  

investment” misalnya dalam bentuk investasi di bidang pada negara-negara yang

  lebih rendah. Untuk lebih jelas tentang pengertian money laundring berikut ini dibahas secara lebih rinci.

a. Pengertian money laundering

  Pendapat yang berkembang menyatakan bahwa money laundering merupakan suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber

  

  ilegal (haram) sehingga menjadi halal. Undang-undang RI No. 25 Tahun 2002 menyebutkan bahwa pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, menstransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta

  

  kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta yang sah. Dalam undang-undang RI nomor 8 tahun 2010 menyebutkan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang 103

  Juni Sjafrien jahja, Melawan Money Laundering, mencegah dan membrantasan tindak Pidana pencucian Uang. (jakarta visimedia, tahun 2012), hal. 5 104

  Undang-undang RI Nomor. 2002 diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat

   (1).

  “Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.(2) Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.”

  Dalam Black,s Law Dictionary, istilah money laundering diartikan sebagai berikut.

  Term used to describe investment or other transfer of money flowing of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that it,s original sources can be traced. Money laundering

   is a federal crime; 18 USCA 1956.

  Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang membedakan dua kelompok tindak pidana yaitu: tindak pidana pencucian sebagaimana diatur dalam

  pasal 3 sampai pasal 7 UU TPPU dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan 105

Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010” Tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang 106

  Henry Campbell Black, M.A, Black,s Law Dictionary, ( St. Paul, Minn, West Publishing Co.) Sixth Edition, hal. 884 tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 8 sampai pasal 12. Hal-hal yang

  

  termasuk dalam tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut : 1.

  Setiap orang yang dengan sengaja :

  a) Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana kedalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau nama pihak lain.

  b) Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke atas nama orang lain.

  c) Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain.

  d) Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain.

  e) Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakanhasil tindak pidana, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak yang lain.

  f) Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidanan;atau g)

  Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliyar rupiah)” 2. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.

  3. Setiap orang yang menerima dan menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, harta kekayaan, yang diketahuinya atau patut diduganya berasal dari tindak pidana.

  4. Setiap orang di luar wilayah negara RI yang memberikan bantuan,kesepakatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang.

  107 Bismar Nasution, Rejim Anti Money Laundering Di Indonesia ( BooksTerrace dan Librari Pusat Informasi Hukum Indonesia, Tahun 2008) hal. 29

  Atas perbuatan tersebut dipidana karena kejahatan dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliyar rupiah)”

b. Penyebab marak dan dampak pencucian uang

   1.

  Globalisasi sistem keuangan 2. Kemajuan dibidang teknologi 3. Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat 4. Penggunaan nama samaran atau anonim 5. Penggunaan electrnic money (e- money) 6. Praktik pencucian uang secara Layering 7. Berlakunya ketentuan hukum terkait kerahasian hubungan antara

  layering dan akuntan dengan kliennya masing-masing 8.

  Pemerintah di suatu negara kurang bersungguh-sungguh untuk membrantas praktik pencucian uang yang dilakukan sistem perbankan 9. Tidak dikriminalisasinya perbuatan pencucian uang disuatu negara.

  Dampak negatif pencucian uang yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

   1.

  pencucian uang disuatu negara yaitu:

  4. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi.

  5. Hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak 6.

  Resiko pemerintah dalam melaksanakan privatisasi.

  7. Merusak reputasi negara.

  8. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi.

  108 Juni Sjafrien jahja, Melawan Money Laundering, mengenal, mencegah dan membrantas

  Tindak Pidana Pencucian Uang. (visi media, Jakarta 2012) hal. 70 109 Ibid, hal. 70

  Menghambat sektor swasta yang sah 2. Mengahambat integritas pasar-pasar keuangan 3. Hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi.

  

c. Unsur-unsur Tindak Pidana Money Laundering

  Berdasarkan pengertian money laundering yang terdapat di dalam

   Black,s Law Distionary di atas, secara umum yang menjadi unsur-unsur tindak

  pidana pencucian uang sebagai berikut: 1.

  Adanya uang (dana) yang merupakan hasil yang ilegal. Uang haram (dirty money) tersebut diproses dengan cara-cara tertentu melalui kelembagaan yang legal (sah).

3. Dengan maksud menghilangkan jejak, sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat atau sulit diketahui dan dilacak.

  Selanjutnya penjelasan dalam UU No. 8 Tahun 2010 pasal 3 unsur-unsur tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut: a)

  Unsur Subjektif: yang diketahui atau patut diduga Unsur objektif berupa “yang diketahui” dalam pasal 3 menunjukkan adanya kesalahan yang berupa “sengaja” atau dolus, sedangkan unsur subjektif berupa “patut diduganya” dalam pasal 3 menunjukkan adanya bentuk kesalahan yang berupa “tidak disengaja atau alpa. Memorie van Tulicting disebutukan bahwa “sengaja” (opzettelijk) adalah sama dengan dikehendaki dan diketahui”

  

  (willens en wettens). Satochid kartanegara dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan willems en wettens” adalah seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja , harus menghendaki (willem) perbuatan itu harus menginsafi, mengerti (wetten) akan akibat dari perbuatan itu. 110

  Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering, Mengenal, Mencegah dan Membrantas Tindak Pidana Pencucian Unang (Jakarta, Visimedia 2012), hal.7 111 112 Ibid 113

  

E. Utrecht, Hukum Pidana I. (Pusaka Tirta Mas. Surabaya. Tahun 1987), hal. 301 Satochid kartanegara, Hukum Pidana, Bagian satu. Balai Lektur mahasiswa. Hal. 291 Sedang yang dimaksud dengan “tidak sengaja” atau alpa oleh van

  

  HAMEL kemukakan bahwa kealpaan itu mengandung dua syarat yaitu: 1.

  Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.

2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

  Unsur objektif 1.

  Menempatkan

  

Dokumen yang terkait

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi - Gambaran Simtom Ansietas dan Depresi pada pasien Diabetes Melitus tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan Divisi Endokrin dan Metabolik RSUP.H Adam Malik Medan

0 0 9

Gambaran Simtom Ansietas dan Depresi pada pasien Diabetes Melitus tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan Divisi Endokrin dan Metabolik RSUP.H Adam Malik Medan

0 0 18

Translation Techniques Between The Translation Of English Novel Coco Simon’s Cupcake Diaries 2: Mia In The Mix Into Bahasa Indonesia And The Translation Of Indonesian Novel Andrea Hirata’s Laskar Pelangi Into English

0 2 46

Translation Techniques Between The Translation Of English Novel Coco Simon’s Cupcake Diaries 2: Mia In The Mix Into Bahasa Indonesia And The Translation Of Indonesian Novel Andrea Hirata’s Laskar Pelangi Into English

0 0 7

Translation Techniques Between The Translation Of English Novel Coco Simon’s Cupcake Diaries 2: Mia In The Mix Into Bahasa Indonesia And The Translation Of Indonesian Novel Andrea Hirata’s Laskar Pelangi Into English

0 0 6

Translation Techniques Between The Translation Of English Novel Coco Simon’s Cupcake Diaries 2: Mia In The Mix Into Bahasa Indonesia And The Translation Of Indonesian Novel Andrea Hirata’s Laskar Pelangi Into English

0 1 12

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 0 20

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 0 17

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 2 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis - Implementasi Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Jarak Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Berbasis Web (Studi Kasus : Tempat Wisata di Kota Banda Aceh)

0 0 11