BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Sistem dan Waktu Polishing terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Klas V Resin Komposit Nanohybrid

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Resin komposit pertama kali dikembangkan pada tahun 1960-an oleh R Bowen untuk menggantikan resin akrilik yang sebelumnya menggantikan semen

  silikat dengan meminimalisir kekurangannya. Resin komposit mempunyai sifat mekanik yang lebih baik daripada akrilik dan silikat, koefisien ekspansi termal yang lebih rendah, perubahan dimensi yang lebih rendah, dan ketahanan terhadap

  1,2,18 pemakaian yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan pemakaian klinisnya.

2.1 Komposisi Resin Komposit

  Resin komposit tersusun atas empat komposisi utama, yaitu: matriks resin

  2 organik, partikel pengisi anorganik, bahan pengikat, dan sistem inisiator-akselerator.

2.1.1 Matriks Resin Organik

  Matriks resin yang paling sering digunakan pada resin komposit adalah bis-GMA atau gabungan dari monomer dimetakrilat aromatik atau alifatik seperti urethane dimethacrylate (UDMA). Monomer ini dapat membentuk struktur yang kuat dan menghasilkan polimer yang tahan terhadap penggunaan. Kedua jenis monomer ini mempunyai volume molekular yang besar, sehingga mempunyai penyusutan

  2,12 polimerisasi yang rendah yaitu 0.9%.

  Bis-GMA dan UDMA mempunyai viskositas yang tinggi (800.000 centipoise) sehingga sulit dimanipulasi. Penambahan monomer dengan berat molekul yang lebih rendah seperti triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA) memudahkan penggunaan klinis. Akan tetapi, monomer yang mempunyai berat molekul lebih rendah akan mengalami penyusutan polimerisasi yang lebih tinggi. Semakin besar proporsi monomer pengencer ini, maka semakin besar pula penyusutan polimerisasi

  2,12 yang akan terjadi dan semakin besar pula kemungkinan terjadi kebocoran mikro. Variasi monomer diperkenalkan beberapa tahun terakhir untuk mengontrol penyusutan volume dari resin komposit. Sistem monomer baru yaitu silorane, dikembangkan untuk mengurangi penyusutan dan tekanan internal saat polimerisasi. Silorane terdiri dari siloxane yang memberikan sifat hidrofobik kepada komposit dan oxirane yang melalui proses cross-linking dan pembukaan-cincin melalui

  12 polimerisasi kation.

  2.1.2 Par tikel Pengisi Anor ganik Partikel pengisi perlu ditambahkan untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanis dari matriks organik. Bahan pengisi yang biasanya dipakai adalah silicon dioxide, boron silicates dan lithium aluminium silicate. Partikel pengisi perlu disilanisasi supaya dapat berikatan dengan matriks resin yang hidrofobik. Ketahanan dari restorasi komposit tergantung dari ukuran partikel pengisi, ruang antar partikel

  12 dan daya tahan partikel.

  Penambahan partikel pengisi dapat meningkatkan kekuatan resin komposit dengan meningkatkan sifat fisis dan mekanik seperti kekuatan tekan, kekuatan tarik dan modulus elastisitas. Penambahan partikel pengisi juga mengurangi penyusutan polimerisasi, koefisien ekspansi termal, serta penyerapan air. Jumlah partikel pengisi

  12 yang ditambahkan menentukan viskositas dari resin komposit.

  Distribusi partikel yang berukuran sama pada resin komposit akan menghasilkan ruang antar partikel. Penambahan partikel pengisi yang berukuran lebih kecil akan mengisi ruang tersebut sehingga akan menghasilkan ketahanan yang

  2,12 maksimal.

  2.1.3 Bahan pengikat Ikatan kimiawi antara resin matriks dan partikel pengisi diperoleh dari bahan pengikat yang merupakan senyawa difungsional permukaan-aktif yang melekat ke partikel pengisi dan bereaksi dengan monomer resin matriks. Bahan pengikat yang baik dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis resin komposit dan mencegah penetrasi air ke permukaan antar partikel. Bahan pengikat yang sering digunakan

  10,17

  adalah organosilane seperti γ-methacryloxypropyl trimethoxysilane.

  2.1.4 Sistem Inisiator -akseler ator Resin komposit dapat diaktivasi secara kimiawi, menggunakan sinar, atau kombinasi keduanya. Resin komposit yang diaktivasi secara kimiawi tersedia dalam benzoyl peroxide dan yang bentuk dua pasta, satu diantaranya merupakan inisiator aromatic tertiary amine. Salah satu kekurangan aktivasi lainnya merupakan aktivator secara kimiawi adalah operator tidak dapat mengontrol waktu kerja sehingga insersi dan konturing harus dilakukan segera setelah resin komposit dicampur. Resin komposit yang diaktivasi secara kimiawi juga menimbulkan masalah terbentuknya oxygen-inhibited layer. Oksigen yang terperangkap saat pengadukan mempunyai reaktivitas yang lebih tinggi terhadap radikal dibandingkan dengan monomer

  12 sehingga akan menghasilkan lapisan permukaan yang tidak terpolimerisasi.

  Untuk mengatasi kekurangan resin komposit yang diaktivasi secara kimiawi, maka dikembangkan aktivasi menggunakan sinar. Sinar yang digunakan untuk phot- aktivasi adalah sinar biru dengan panjang gelombang 465nm, yang diserap oleh sensitizer seperti camphorquinone yang ditambahkan ke monomer. Reaksi diinisiasi oleh amina organik yang mengandung ikatan karbon. Ketika inisiator amina dan photosensitizer terekspos sinar, keduanya akan berinteraksi dan terjadi

  2,12 polimerisasi.

  2.1.5 Bahan Lain Bahan selain dari empat komposisi utama tersebut diatas, yaitu inhibitor dan bahan pewarnaan. Inhibitor ditambahkan ke resin untuk meminimalkan atau mencegah polimerisasi yang spontan atau tidak sengaja seperti cahaya pada ruangan. Inhibitor dapat bereaksi dengan radikal bebas lebih cepat daripada monomer. Sehingga saat resin komposit terekspos, inhibitor akan lebih dulu berekasi dengan radikal bebas, kemudian saat inhibitor telah habis, maka monomer yang akan bereaksi dengan radikal bebas dan terjadi proses polimerisasi. Inhibitor yang biasa digunakan

  12 adalah butylated hydroxytoluene (BTH).

  Untuk mendapatkan restorasi yang estetis, resin komposit perlu mempunyai translusensi dan warna yang mirip dengan gigi. Pewarnaa resin didapat dari

  12 metal oxide.

  penambahan pigmen berupa partikel

  2.2 Resin Komposit Nanohybrid Resin komposit nanohybrid adalah versi terbaru dari resin komposit hibrid

  19

  menggunakan teknologi partikel nano. Resin komposit nanohybrid memadukan partikel berukuran nano dengan partikel bahan pengisi yang lebih konvensional. Penggunaan teknologi partikel nano meningkatkan sifat dari resin komposit secara

  20 nyata.

  Partikel nano (1-100 nm) dibentuk dengan menggunakan metode yang berbeda dari proses presipitasi pirolitik pada silika koloidal. Metode yang digunakan pada partikel nano memungkinkan permukaan partikel dilapisi oleh γ- methacryloxypropyltrimethoxysilane sebelum membentuk rantai makromolekul.

  Pelapisan ini mencegah terbentuknya rantai yang besar dan viskositas tinggi sehingga

  12 mempunyai daya polish yang tinggi.

  Resin komposit nanohybrid terdiri dari ukuran partikel bahan pengisi yang berbeda-beda. Ukuran partikel yang bervariasi menyebabkan distribusi bahan pengisi yang homogen di dalam matriks, karena bahan pengisi berukuran nano mampu mengisi jarak antara partikel yang besar dengan sempurna dan dapat membantu menghasilkan resin komposit dengan muatan bahan pengisi yang dapat dibandingkan dengan komposit hibrid konvensional. Resin komposit nanohybrid memadukan sifat baik dari resin komposit bahan pengisi makro (sifat fisik dan mekanis yang sangat baik) dengan resin komposit bahan pengisi mikro (kualitas finishing dan polishing yang memuaskan).Resin komposit nanohybrid disebut sebagai resin komposit universal pertama dengan kemampuan polish dari resin komposit bahan pengisi mikro yang mempunyai kekuatan yang baik. Dengan demikian, komposit ini dapat direkomendasikan sebagai bahan restorasi universal untuk gigi anterior dan

  19,21 posterior.

  Partikel nano dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu partikel nanomer tunggal dan kumpulan partikel nano (nanocluster). Nanocluster dibuat dengan menyatukan

  

nanomeric oxide secara ringan untuk membentuk kumpulan distribusi partikel.

  Ukuran partikel nanomer yang digunakan untuk membentuk nanocluster berkisar

  12,20 antara 5 - 75 nm.

  Partikel bahan pengisi pada resin komposit nanohybrid dapat mencapai 69% volume dan 84% berat sehingga akan mengurangi penyusutan polimerisasi.Hal lain yang juga mengurangi penyusutan polimerisasi dari resin komposit nanohybrid yaitu

  20 kuatnya ikatan antar permukaan dari matriks resin dengan partikel nano.

2.3 Kebocoran Mikro

  Kebocoran mikro adalah celah antara dinding kavitas dan bahan restorasi yang tidak dapat dideteksi secara klinis yang memungkinkan masuknya bakteri, cairan, zat

  21,22,23

  kimia, molekul dan ion. Tiga masalah yang sering timbul pada penggunaan klinis resin komposit sebagai bahan restorasi berhubungan dengan kebocoran mikro. Tiga masalah itu antara lain, sensitivitas pos-restorasi, marginal percolation, dan

  23 karies sekunder.

2.3.1 Penyebab Kebocoran Mikro

  Faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap terjadinya kebocoran mikro

  8 adalah koefisien ekspansi termal, penyusutan polimerisasi, dan adhesi dari restorasi.

  Koefisien ekspansi termal adalah perubahan volume per derajat perubahan temperatur. Setiap kali restorasi mengalami perubahan suhu dalam rongga mulut, restorasi juga akan mengalami perubahan volume. Perbedaan koefisien ekspansi termal antara struktur gigi dan bahan restorasi mengakibatkan terjadinya kebocoran mikro karena terbentuk ruang akibat kontraksi termal. Semakin rendahnya koefisien ekspansi termal dari suatu bahan restorasi, semakin kecil pula perubahan yang akan

  • 6
  • 6 x 10 /°C dan koefisien ekspansi termal resin komposit adalah 22.5 – 45 x 10 /°C.

  Bahan restorasi yang ideal adalah bahan restorasi yang mempunyai koefisien ekspansi termal yang mendekati koefisien ekspansi termal gigi. Semakin besar perbedaan koefisien ekspansi termal antara bahan restorasi dengan gigi, semakin

  8,23,24 besar pula kebocoran mikro yang akan terjadi.

  Resin komposit yang melalui proses polimerisasi radikal bebas dari metakrilat akan mengalami pengurangan volume, yang akan menyebabkan terjadinya penyusutan polimerisasi antara 1-5% dari volume awal. Penyusutan polimerisasi ini akan menyebabkan terjadinya kebocoran mikro. Apabila saat terjadi penyusutan polimerisasi tegangan kontraksi yang terjadi sangat tinggi dan menyebabkan sistem adhesif tidak dapat menahan tegangan tersebut, maka akan meningkatkan terjadinya

  23-25 kebocoran mikro.

  Adhesi dari restorasi yang mempengaruhi terjadinya kebocoran mikro adalah daya tarik antara molekul dari dua zat yang berbeda. Adanya smear layer, kekasaran permukaan dan rendahnya adhesi akan menyebabkan terjadinya kebocoran mikro. Preparasi kavitas yang tidak baik, prosedur aplikasi yang kurang baik, isolasi yang

  8 tidak adekuat juga akan memyebabkan terjadinya kebocoran mikro.

  Faktor lain yang juga berpengaruh dalam terjadinya kebocoran mikro adalahc-

  

factor dan modulus elastisitas.C-factor adalah rasio dari permukaan yang berikatan

  dengan kavitas dengan permukaan yang tidak berikatan. Peningkatan nilai C akan mengakibatkan penurunan kapasitas alir yang akan menyebabkan peningkatan tekanan penyusutan.Peningkatan modulus elastisitas akan meningkatkan tegangan. Bahan restorasi yang dapat memberikan fleksibilitas yang cukup terhadap tegangan

  5,25-27 yang terjadi karena penyusutan polimerisasi akan mengurangi kebocoran mikro.

2.3.2 Kebocoran Mikro pada Klas V

  Lesi klas V adalah lesi karies dan non-karies yang terdapat pada sepertiga gingival dari permukaan gigi bagian fasial dan lingual.Penggunaan resin komposit pada lesi klas V sering menimbulkan kesulitan karena struktur enamel yang lebih

  6,7

  lebih sulit dan meningkatkan pembentukan celah mikro. Perlekatan yang lebih baik pada enamel juga dikarenakan kandungan inorganik yang lebih banyak dan

  25

  homogenitas morfologi. Hal lain yang juga menyebabkan lebih tingginya skor kebocoran mikro pada tepi servikal restorasi adalah, teknik insersi bulk pada prosedur restorasi menyebabkan restorasi tertarik pada enamel margin karena kuatnya

  10 perlekatan pada enamel, sehingga menyebabkan microgaps pada daerah servikal.

  Pada penelitian yang dilakukan oleh Küçükes ̧ men dan Sönmez (2008),kebocoran mikro yang lebih tinggi terdapat pada margin servikal dibandingkan margin oklusal

  1,5-7 pada kavitas klas V.

2.3.3 Penanggulangan Kebocoran Mikro

  22 Hal-hal berikut dapat dilakukan untuk mengurangi kebocoran mikro : 1.

  Pemilihan materi Resin komposit dengan jumlah partikel yang tinggi akan meningkatkan kekuatan restorasi dan elastisitas modulus sehingga akan mengurangi penyusutan

  25 polimerisasi, koefisien ekspansi termal dan penyerapan air.

  2. Preparasi kavitas Ukuran dan bentuk kavitas perlu seminimal mungkin. Sudut yang membulat, pengurangan kedalaman dan pembuatan bevel di tepi fasial dan lingual kavitas di proksimal dapat mengurangi tingkat kebocoran mikro. Kavitas klas V yang membulat lebih baik dalam mengurangi kebocoran mikro dibandingkan dengan kavitas klas V

  22,28 yang bersudut.

  3. Sistem adhesif Penggunaan etsa asam di enamel akan menghasilkan interlock mekanikal yang dapat mengurangi kebocoran mikro. Dentin bonding dapat meningkatkan adaptasi antara resin dengan dentin, namun dapat menimbulkan kebocoran nano di

  8 sekitar fibril kolagen, karena adanya lapisan hibrid yang tidak terisi oleh resin.

  4. Liner dan basis kavitas Penggunaan semen ionomer kaca dan kalsium hidroksida sebagai basis restorasi komposit dapat melindungi pulpa dan mengurangi gumpalan resin komposit,

  8,29 sehingga dapat mengurangi kebocoran mikro.

  5. Insersi resin komposit Insersi resin komposit dengan teknik inkremental dapat mengurangi kebocoran mikro karena lapisan antar resin komposit dapat mendistribusikan penyusutan polimerisasi sehingga resultan tegangan internal tersebar. Setiap lapisan

  8,10 resin diinsersi dengan ketebalan 1 – 1.5 mm.

  6. Penyinaran Penggunaan teknik penyinaran 3 sisi dapat mengurangi kebocoran mikro, karena kontraksi polimerisasi yang terjadi mengarah ke arah sinar. Penyinaran

  8,29 dilakukan dari arah bukal, lingual dan gingival.

  7. Finishing dan polishing Penggunaan instrumenhigh speed akan meningkatkan terjadinya kebocoran mikro.Teknik polishing dalam keadaan kering dapat meningkatkan kebocoran tepi restorasi karena produksi panas.Beberapa studi menyatakan finishing dan polishing yang dilakukan 24 jam setelah restorasi dapat mengurangi kebocoran mikro.Aplikasi

  

surface sealer atau resin komposit tanpa atau sedikit partikel pengisi akan menutup

6,8,12,26

  dapat mengurangi terjadinya kebocoran mikro

2.4Finishingdan Polishing

  Finishing merupakan proses yang terdiri dari konturing, pembuangan bahan

  berlebih pada tepi restorasi dan polishing.Polishing merupakan proses mengurangi kekasaran dan goresan yang diakibatkan penggunaan instrumen untuk mendapatkan

  9,12,13,30

  permukaan yang halus. Finishing yang baik mempunyai peranan penting dalam

  9,16

  meningkatkan estetika dan ketahanan restorasi. Proses finishing dari suatu bahan restoratif tergantung dari kekerasan dan kemampuan polish dari matriks dan partikel

  30

  pengisi bahan tersebut. Permukaan yang dapat di-polish dengan sangat baik sulit

  25

  yang sama karena kekerasan yang berbeda. Restorasi yang tidak di-polish dengan baik akan menimbulkan masalah klinis seperti iritasi gingiva, pewarnaan permukaan

  16

  restorasi, akumulasi plak dan karies sekunder. Di sisi lain, proses finishing juga

  9,14,25 dapat menyebabkan terjadinya kebocoran mikro akibat adanya efek termal.

  Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses finishing dan

  polishing : 1.

  Lingkungan Lingkungan saat proses polishing berarti proses yang dilakukan dalam keadaan kering atau basah (wet or dry polishing). Proses yang dilakukan dalam keadaan kering (dry polishing) dapat memberikan visualisasi yang lebih baik pada tepi restorasi. Akan tetapi, teknik dry polishingsangat berbahaya karena akan meningkatkan kebocoran tepi restorasi akibat panas dan friksi yang terjadi. Panas yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya smearing permukaan dan depolimerisasi. Studi juga menunjukkan bahwa lingkungan yang kering saat

  

polishing akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktural dan kemis dari

  permukaan. Teknik wetpolishing dengan air akan memberikan kualitas permukaan yang standar, karena dapat mengurangi panas dan friksi yang terjadi sehingga akan

  12,30 mengurangi kerusakan yang terjadi pada permukaan dan margin restorasi.

2. Waktu

  Waktu untuk melakukan proses finishing dan polishing akan mempengaruhi

  6,12

  karakteristik permukaan dan ketahanan terhadap kebocoran tepi. Pada saat aplikasi resin komposit terjadi tekanan dan tegangan pada permukaan resin komposit. Proses

  

finishing dan polishing yang dilakukan segera akan merusak restorasi, karena resin

  komposit membutuhkan waktu 10-15 menit untuk menjadi stabil sehingga tidak terjadi kerusakan apabila dilakukan finishing dan polishing. Restorasi komposit yang rusak akan menyebabkan tingkat keausan yang lebih tinggi, kecenderungan fraktur, dan margin yang terbuka.Penelitian oleh Boroujeni et al. (2013) menyarankan untuk menunda proses finishing dan polishing sampai 24 jam karena polimerisasi resin

  6 lain menyatakan penundaan finishing dan polishing dapat meningkatkan kebocoran mikro karena terjadi pengurangan padamarginal sealing akibat adanya ekspansi

  14 higroskopik dari komposit dan sistem adhesif.

  3. Alat dan bahan Berbagai alat dan bahan dapat digunakan untuk proses finishing dan polishing, antara lain: a. Bur Bur 6-fluted sulit dikontrol dan dapat menimbulkan fisur sehingga tidak dapat digunakan untuk finishing restorasi resin komposit. Bur 12-fluted dapat merusak matriks resin dan melemahkan komposit pada daerah margin. Bur 30-fluted dapat

  30 secara efektif digunakan untuk finishing resin komposit submikron.

  Gambar 1. Ilustrasi kerusakan enamel dengan menggunakan

  A. bur 6-fluted, B. bur 12-fluted, C. bur 24-fluted, D. fine

  30 diamond

  b. Diamond

  Diamond dengan ukuran 125-

  250 μm dapat digunakan untuk memotong,

  diamond dengan ukuran 36-

  100 μm dapat digunakan untuk konturing, dan diamond

  30

  dengan ukuran 10- 25 μm dapat digunakan untuk polishing.

  Gambar 2. Berbagai ukuran partikel diamond yang dapat digunakan untuk

  30

  memotong dan polishing

  c. Finishing Disc

  Disc dan Strip dengan ukuran grit 60-120 dapat digunakan untuk memotong,

Disc dan Strip dengan ukuran grit 140-400 dapat digunakan untuk konturing, dan

Disc dan Strip dengan ukuran grit 550-1250 dapat digunakan untuk polishing.

  Beberapa contoh produk finishing disc yaitu Sof-Lex Disc (3M Dental Products, St,Paul, Minnesota) dan Super-Snap Disc (Shofu Dental Corp., Menlo Park,

30 California).

  d. Rubber wheels, cups, and points

  Polishing rubber tersedia dalam berbagai bentuk, ukuran dan grit. Soft rubber

  digunakan untuk konturing dan pemolesan, medium rubber dan hard rubber dapat digunakan untuk gross dan final polishing. Contoh produk Polishing rubber yaitu Enhance (Dentsply/Caulk, Milford, DE, USA) dan Astropol (Vivadent, Ivoclar,

30 Liechtenstein).

  e. Proximal finishing strip

  Proximal finishing strip terdiri dari metal strip dan plastic strip. Metal strip

  dapat memotong gigi dan bahan restoratif dengan lebih baik dan rata dibandingkan dengan plastic strip. Metal strip dapat digunakan untuk mengurangi bahan berlebih pada bagian interproksimal. Contoh produk proximal finishing strip yaitu GC

  International Metal Strips (GC, Tokyo, Japan) dan Flexistrip (Cosmedent, Inc.,

30 Chicago, IL).

  f. Instrumen tangan Instrumen tangan yang dapat digunakan yaitu blade Bard Parker no.12 atau

  30 no.15 dan tungsten carbide carver.

  30 Gambar 3. A. BladeBard Parker no.12, B. Tungsten carbide carver

  g. Pasta polishing Bubuk aluminium oxide dapat digunakan sebagai pasta polishing. Grit yang digunakan harus lebih kecil daripada partikel pengisi resin komposit untuk

  30 menghasilkan permukaan yang halus.

  4. Pelapisan permukaan Langkah penting dari proses finishing dan polishing adalah aplikasi surface

  

sealer. Pada saat proses finishing, permukaan restorasi membentuk microcrack dan

permukaan luar dari resin komposit yang terpolimerisasi dengan baik dibuang.

  Aplikasi dari surface sealer atau resin komposit tanpa atau sedikit partikel pengisi akan menutup porositas dan microcrack tersebut. Studi menunjukkan teknik “rebonding” ini dapat mengurangi terjadinya kebocoran mikro dan meningkatkan

  12 perlekatan tepi restorasi.

2.4.1 Multiple-step Polishing

  Selama bertahun-tahun, proses finishing dan polishing dilakukan dalam

  15

  beberapa tahap. Tahapan-tahapan finishing dan polishingmultiple-step yaitu:

  1. Gross finishing Proses ini membuang bahan restorasi berlebih dimana instrumen akan menyentuh struktur gigi dan mengurangi resin komposit dengan cepat dan efisien.

  Proses gross finishing dapat menggunakan materi abrasif yang dilapisi dengan partikel abrasif 100 µm atau lebih besar. Bur diamond untuk preparasi juga dapat digunakan dengan hati-hati dengan menghindari tepi pertemuan enamel dengan

  31 resin.

  2. Konturing Proses konturing akan menghasilkan bentuk restorasi yang sesuai dengan dengan anatomi gigi dan estetis. Instrumen konturing yang ideal harus mempunyai daya potong atau grinding yang baik tanpa merusak struktur gigi atau jaringan sekitar. Proses ini menggunakan materi abrasif yang dilapisi. Tahap konturing awal dapat menggunakan bur diamond regular, kemudian dengan menggunakan bur diamond dengan partikel yang lebih kecil (40 µm) atau disk alumunium oksida

  31 40 µm.

3. Fine Finishing

  Proses ini merupakan tahap final dalam finishing dengan meningkatkan kehalusan permukaan dengan menghilangkan goresan yang dihasilkan dari dua tahap sebelumnya. Instrumen yang digunakan pada tahap ini harus mempunyai daya abrasif sedang dan dapat menghasilkan permukaan yang halus. Instrumen yang digunakan

  31 dengan ukuran partikel 25 µm atau dibawahnya.

  4. Polishing Proses polishing menghasilkan permukaan yang halus dan mengkilat. Abrasif yang sangat halus dapat digunakan. Instrumen yang digunakan memiliki efek

  grinding yang minimal dan irregularitas permukaan yang sangat minimal dan tidak tampak pada cahaya tampak. Ukuran partikel dari instrument 8 µm atau dibawahnya.

  31

2.4.2 One-step Polishing

  32 Sistem one-steppolishingbaru dikembangkan beberapa tahun terakhir.

  Dikatakan one-step karena prosesfinishing yang terdiri dari proses konturing, pembuangan bahan restorasi berlebih dan polishing dapat dilakukan dalam satu tahap dan hanya menggunakan satu instrumen. Konsep ini dapat memenuhi tuntutan klinis

  16

  untuk mendapatkan permukaan halus dalam periode waktu yang minimal. Beberapa studi menunjukkan sistem one-steppolishinglebih baik atau seefektif dengan sistem

  

multiple-steppolishing. Namun, studi lain menyatakan hasil yang didapatkan

  

32 tergantung dengan produk yang digunakan. Ker angka Teor i

  Restorasi resin komposit Klas V Kebocoran Mikro Penanggulangan

  Penyebab Koefisien ekspansi termal Penyusutan polimerisasi Sistem adhesif

  Modulus elastisitas C-Factor

  Pemilihan materi Preparasi kavitas Sistem adhesif

  Liner dan basis Insersi dan penyinaran

  Finishing dan polishing Faktor yang memmempengaruhi

  Sistem Multiple-step One-step

  Lingkungan Waktu Alat dan Bahan

  Pelapisan Permukaan

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Return Saham, Volume Perdagangan dan Varian Return Terhadap Bid-Ask Spread Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

0 8 13

Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kualitas Pelaksanaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Serdang Bedagai)

0 9 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 KualitasAnggaran - Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kualitas Pelaksanaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Ser

0 10 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kualitas Pelaksanaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Serdang Bedagai)

0 10 9

Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kualitas Pelaksanaan Anggaran Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus: Kabupaten Serdang Bedagai)

1 23 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory) - Analisis Komparasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Fees Selama Masa Pengadopsian Ifrs Di Indonesia Dan Malaysia

0 22 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 10

Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Rasio Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Likuiditas (Current Ratio), Profitabilitas (Return On Equity, Return On Investment, Earning Per Share), dan Inventory Turnover Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Tekstil Da

0 0 21