Karakteristik Pedesaan dan Perkotaan dal

Karakteristik Pedesaan dan Perkotaan dalam literatur Islam

A. Pendahuluan
Pedesaan dan perkotaan merupakan sebuah kesatuan yang penting dalam sebuah
pemerintahan. Pedesaan sering dianggap lebih tertinggal dan tidak memiliki peranan
penting dalam peradaban. Dalam bahasa Arab, desa sering disebut dengan kata
qaryah dan kota disebut dengan kata madinah. Ada pula cendekiawan muslim yang
menyebut dua perbedaan tersebut dengan kata al-badwu atau ahlu –al-Badwi dan alhadhar.1 Lalu bagaimanakah karakteristik dari dua hal tersebut? Penulis berusaha
menjelaskan dalam makalah berikut.
B. Pembahasan
Perkotaan sering dianggap sebagai tempat yang lebih berperadaban tinggi,
sehingga banyak warga dari pedesaan pindah menuju perkotaan demi kehidupan
yang lebih maju. Al-Farabi membagi sebuah realita sosial masyarakat menjadi
dua bagian, yaitu masyarakat yang sempurna dan masyarakat yang kurang
sempurna. Masyarakat yang sempurna yaitu mereka yang tinggal di perkotaan
besar, bahkan lebih dari itu, dan masyarakat yang kurang sempurna yaitu mereka
yang tinggal di pedesaan, dusun dan gang-gang.2
1. Pedesaan
Istilah yang sering digunakan dalam bahasa Arab untuk menyebut desa adalah
Qaryah. Kata Qaryah dalam al-Mujam al-wasith memiliki arti “Sebuah tempat
yang lebih kecil dari kota”. Sementara itu Ibnu Khaldun mengatakan bahwa orang

desa, atau yang sering disebut dalam karyanya ahlu al-badwi, adalah penduduk
pedalaman yang bermukim di daerah tersebut.3

Sementara itu, Huntington

(2004 :‫ دار يعععرب‬،‫ مقدمة ابن خلللدون )دمشععق‬،‫ عبد الرحمن بن محمد بن خلدون‬1
.243 .‫ص‬
(1986 :‫ دار المشععرق‬،‫ كتاب آراء أهل المدينة الفاض لة )بيععروت‬،‫ أبو نصر الفاربي‬2
117 .‫ص‬
.243 ‫ ص‬،‫ مقدمة ابن خلدون‬،‫ عبد الرحمن بن محمد بن خلدون‬3

memakai istilah Village untuk menggambarkan hal tersebut.4 Kata ini diambil dari
bahasa Perancis kuno, Vilage yang berarti “Rumah dan bangunan dalam
kelompok” atau bahasa Latin Villaticum yang artinya “Tanah dan rumah-rumah
pertanian”.
Dari keterangan diatas, bisa disimpulkan bahwa Desa lebih kecil secara
ukuran luasnya dari kota dengan bangunan atau rumah yang ditinggali dan
sebagian besar memiliki tanah pertanian yang diolah.
Dalam sejarahnya, munculnya desa didahului dengan kelompok-kelompok
kecil, yang kemudian mereka berinteraksi satu sama lain, saling bantu dan

berusaha saling memenuhi kebutuhan hidup yang sederhana.5
Dalam pembagian al-Farabi, desa memiliki hubungan yang sangat erat dengan
kota. Menurutnya desa adalah pembantu bagi kota.6 Hubungan ini bisa lebih
dijelaskan karena hampir semua bahan-bahan mentah berasal dari pedesaan.
Karakteristik penduduk pedesaan sendiri adalah:
1. Mereka adalah kelompok yang masih alami dengan kehidupan yang

sederhana. Kehidupan mereka dari bercocok tanam dan menjadi peternak.
Ada juga yang nomaden dari satu tempat ke tempat lain, mengembara jauh
untuk mencari penghidupan. Mereka adalah komunitas natural atau alami
yang memiliki ikatan kuat dan kadang harus dibenturkan loyalitas mereka
dengan otoritas tertentu.7
2. Mereka lebih tua dari penduduk kota, karena merekalah asal mula dari

peradaban yang berkembang di kota. Diawali dari komunitas kecil di
pinggiran kota akhirnya jadilah sebuah kota besar seiring berkembangnya
kebutuhan

mereka


dari

kebutuhan

yang

berkecukupan

menjadi

kemewahan hidup.
4

Samuel P. Huntington, Political Order in Changing Societies (London, Yale University Press: 1968) Hal.
10.

.245-243 ‫ ص‬،‫ مقدمة ابن خلدون‬،‫ عبد الرحمن بن محمد بن خلدون‬5
.74 .‫( ص‬1994 :‫ دار ومكتبة الهللا‬،‫ السياسة المدنية )بيروت‬،‫ أبو نصر الفاربي‬6
7


Samuel P. Huntington, Political Order in Changing Societies, Hal. 30.

3. Mereka lebih dekat dengan kebaikan dibandingkan penduduk perkotaan

karena mereka lebih bisa mengatur kebutuhan hidup mereka dalam batas
wajar. Berbeda jauh dengan kehidupan kota yang penuh dengan
kemewahan, sehingga lebih sulit untuk mengendalikan nafsu dunia.
4. Mereka lebih berani daripada penduduk perkotaan sebab mereka hidup

lepas dari pengawasan dan miskin perlindungan sehingga menuntut
mereka untuk mampu melindungi diri sendiri dalam mempertahankan
diri.8
2. Perkotaan
Kota dalam bahasa Arab disebut dengan Madinah. Akar kata ini adalah danayadinu. Dalam Lisanu al-Arab bisa disimpulkan kata ini memiliki empat arti,
yaitu: hukum, kepatuhan, pembalan dan aqidah.9 Dalam bahasa Inggris, kata ini
sering dipadankan dengan kata City. Kata ini diambil dari bahasa Perancis kuno
Citet, sedangkan dalam bahasa Latin, kota adalah Urbs dan penduduknya disebut
Civis.
Pemilihan nama Madinah yang berasal dari kata dana-yadinu kemudian
menjadi sebuah kata kerja baru madana –yamdanu yang bisa berarti membangun,

menuju kota, membuat peradaban, merupakan sebuah proses dari tempat biasa
menjadi sebuah tempat dimana agama hidup dan dihidupkan dalam bingkai
worldview Islam kemudian menjadi sebuah peradaban.10
Dalam sejarahnya, kata Tamaddun, yang berasal dari akar kata tadi, memiliki
makna peradaban. Sehingga konsep sebuah peradaban dimulai dari hidupnya
ajaran agama (Islam).
Ciri-ciri dari kota menurut Ibnu Khaldun adalah:
1. Bangunan-bangunan yang besar dan megah.
.251-243 ‫ ص‬،‫ مقدمة ابن خلدون‬،‫ عبد الرحمن بن محمد بن خلدون‬8
9

Hamid Fahmy Zarkasyi, Tamaddun Sebagai konsep peradaban Islam (Tsaqafah, Volume 11, No 1, Mei
2015) Hal. 3.
10
Syed Muhamad Naquib Al-Attas, Prologomena to the Metaphysics of Islam (Kuala Lumpur, ISTAC:
1995) Hal. 41-43.

2. Persaingan dalam perdagangan yang begitu ketat.
3. Warga kota membutuhkan pengaruh dan perlindungan diri.
4. Adanya fanatisme yang kuat.

5. Memiliki bahasa yang cukup berbeda.11

Sebagaimana Al-Farabi membagi realita sosial, masyarakat sempurna
menurutnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Udzhma
Yaitu realita sosial dalam jumlah yang besar dan semuanya dalam keadaan
saling membantu.
2. Wustha
Masyarakat yang terdiri dari satu bangsa yang tinggal di suatu wilayah
yang luas.
3. Sughra
Kumpulan masyarakat yang saling membantu dalam kapasitas yang cukup
besar, inilah yang disebut kota.12
Kota yang utama menurut Al-Farabi adalah yang dipimpin oleh pemimpin
yang

kompeten

sehingga


mampu

membimbing

warganya

menuju

kebahagiaan, karena pada dasarnya manusia membutuhkan pembimbing.
Selain itu, Al-Farabi membagi beberapa ciri kota yang bersebrangan
dengan ciri kota utama.
1. Madinah Jahiliyyah
Kota yang penduduknya tidak mengerti hakekat kebahagiaan yang
sebenarnya. Terbagi menjadi enam, yaitu:
a. Madinah Dharuriyah
.35-0 .‫ ص‬،‫ المجلد الثاني‬،‫ مقدمة ابن خلدون‬،‫ عبد الرحمن بن محمد بن خلدون‬11
.74-73 .‫( ص‬1994 :‫ دار ومكتبة الهللا‬،‫ السياسة المدنية )بيروت‬،‫ أبو نصر الفاربي‬12

Kota yang penduduknya mementingkan kebutuhan dasar seperti
makanan, minuman, pakaian dan sebagainya.

b. Madinah Baddalah
Kota yang fokus kepada kekayaan dan kemewahan demi
kesenangan badan semata.
c. Madinah Hassah Wa Al-Suquth
Kota yang warganya hanya berburu kesenangan dunia.
d. Madinah Karamah
Kota yang
kehormatan.

penduduknya

mencari

ketenaran,

pujian

dan

e. Madinah Taghallub

Kota yang penduduknya hanya ingin berkuasa atas penduduk yang
lainnya.
f. Madinah Jama’iyyah
Kota yang warganya ingin kebebasan dan tidak ada yang melarang.
2. Madinah Fasiqah
Kota yang memiliki pemikiran sama seperti kota utama, namun
perbuatannya sama dengan Madinah jahiliyah
3. Madinah Mubaddalah
Kota yang memiliki visi dan misi sama seperti kota utama, namun
seiring berjalannya waktu, bergantilah visi dan misinya.
4. Madinah Dhalah
Kota yang warganya merasa dalam dalam jalan menuju kebahagiaan,
namun ternyata salah jalan dan tersesat.13
C. Kesimpulan
Pedesaan dan Perkotaan merupakan satuan yang sangat penting dalam
membangun sebuah peradaban. Perkotaan yang pada awalnya adalah pedesaan

(1986 :‫ دار المشرق‬،‫ كتاب آراء أهل المدينة الفاضلة )بيروت‬،‫ أبو نصر الفاربي‬13
.134-13 .‫ص‬


berkembang karena kemajuan dalam berpikir dan juga tentunya pengetahuan
agamanya, sehingga pada akhirnya munculah sebuah peradaban.

D. Bibliografi
Huntington, Samuel P., Political Order in Changing Societies London, Yale
University Press: 1968)

‫‪Zarkasyi, Hamid Fahmy Tamaddun Sebagai konsep peradaban Islam Tsaqafah,‬‬
‫‪Volume 11, No 1, Mei 2015‬‬
‫‪Al-Attas, Syed Muhamad Naquib Prologomena to the Metaphysics of Islam Kuala‬‬
‫‪Lumpur, ISTAC: 1995‬‬

‫أبو نصر الفاربي‪ ،‬السياسة المدنية بيروت‪ ،‬دار ومكتبة‬
‫الهللا‪1994 :‬‬
‫عبد الرحمن بن محمد بن خلدون‪ ،‬مقدمة ابن خلللدون‬
‫دمشق‪ ،‬دار يعرب‪2004 :‬‬
‫أبو نصر الفاربي‪ ،‬كتاب آراء أهللل المدينللة الفاضلللة‬
‫يروت‪ ،‬دار المشرق‪1986 :‬‬