Wawancara dengan Penjual Sate Ayam dan K

Wawancara dengan Penjual Sate Ayam dan
Kambing Tentang Pendapatan Hariannya

Mendengar penjual sate ayam dan kambing, terasosiasi dengan makanan khas Indonesia yang
enak, dan hampir digemari oleh segala usia. Resep sate ayam dan kambing, tidaklah susah.
Bumbu utamanya adalah bawang merah, cabe, kecap, tomat segar yang lebih sering disebut
dengan bumbu kecap. Ada juga perpaduan bawah merah, sambel kacang dan tomat segar, yang
lebih sering disebut dengan bumbu kacang. Ada beberapa tipe penjual sate ayam dan kambing
ini, ada yang memiliki stand, warung atau lapak. Ada juga yang keliling untuk menjajakan
dagangannya dengan gerobak. Ada juga yang menggunakan gerobak namun tidak keliling.
Beberapa hari yang lalu, saya jalan ke gang kampung, di Jakarta barat, untuk mencari penjual
sate. Kondisi wilayahnya, perkampungan dan juga kawasan kost, karena di seberang jalannya
adalah kawasan perkantoran, walaupun bukan yang utama di Jakarta barat. Mulailah ide usil saya
untuk menanyakan beberapa pertanyaan. Saya memang memiliki hobi yang unik, yakni bertanya,
berdiskusi ataupun ngobrol ngalor ngidul dengan macam-macam pedagang, baik bakso, mie
ayam, gorengan, es ataupun tukang parkir ataupun lainnya. Motif saya biasanya adalah ingin
mengetahui dunia psikologis masing-masing profesi, yang kadang jarang disapa oleh
pelanggannya, ataupun diajak cerita. Responnya biasanya senang dan merasa dihargai. Biasanya
saya mendapatkan banyak inspirasi, masukan ataupun ide yang bisa saya gunakan sebagai media
belajar. Bahkan saya pernah wawancara dengan penjaga kuburan, saking penasarannya, ternyata
kuburan itu ada yang menjaganya. Kan katanya udah puluhan tahun beliau menjaga kuburan itu.

Kembali ke tukang sate tersebut, wawancara dengan penjual sate ayam dan kambing tentang
pendapatan hariannya. saya menanyakan berkaitan dengan pedagang sate di sekitar sini, dan
ternyata di 300 meter lain tempat adalah sama-sama milik bapaknya katanya. Pedagang sate ini
ada dua orang, yang satu yang bagian membuat sate, dan satunya membuat bumbu. Saya

kebetulan mengobrol dengan yang membuat sambalnya. Obrolan berikutnya berkaitan dengan
perbandingan antara pedagang dengan pekerja kantoran. Dan saya menyampaikan bahwa belum
tentu pendapatan orang kantoran lebih besar dari pada penjual sate seperti beliau. Saya coba
pancing untuk daya jual satu malemnya berapa. Ternyata jawabannya diluar estimasi saya, yakni
1000 tusuk atau dengan kata lain kalau dalam porsi 100 porsi. Dengan kata lain, setiap malam,
mereka melayani 100 pelanggan. Harga untuk sate ayam adalah 15.000 dengan lontong dan
22.000 dengan lontong untuk sate kambing. Itupun jam kerjanya dari jam 5 sore sampai jam 11
malam, biasanya sudah habis.
Jika diasumsikan bahwa yang laku adalah 50% sate ayam dan 50% sate kambing. Saya
jumlahkan pendapatannya adalah Rp. 1.850.000 dalam sehari. Jika asumsi untuk modalnya untuk
membeli daging ayam dan kambing adalah 850.000. Maka pendapatan bersihnya adalah
1.000.000, sedangkan jika dibagi menjadi dua, jadi per orang mendapatkan bagian 500.000 alias
sebulan 15.000.000. Dengan pendapatan tersebut di Jakarta gaji seorang penjual sate, dengan
modal hanya gerobak yang diparkir dipinggir jalan, tidak keliling ataupun memiliki lapak adalah
15.000.000. Jika dibandingkan dengan karyawan kantoran dengan gaji 15.000.000 adalah setara

Supervisor dan Manager.
Artikel ini tidak akan memperdebatkan apakah kita harus menjadi seorang penjual sate saja jika
ingin mendapatkan pendapatan segitu dengan cepat, atau menyimpulkan bahwa menjadi
pedagang lebih baik dari pekerja kantoran. Namun alangkah ironisnya jika kita merendahkan
profesi orang lain. Barangkali profesi orang lain yang menurut kita adalah profesi rendahan,
tidak prestisius, tidak membanggakan namun ternyata dapat mendatangkan pendapatan yang
dapat lebih besar dari pada pekerja kantoran.
Wawancara Pedagang Makanan kecil

Wawancara pedagang makanan kecil
Pedagang Pop Ice Dan Makanan-makanan Kecil
Rhenka
Narasumber
Rhenka
Narasumber
Rhenka
Narasumber
Rhenka
Narasumber
Iqbal

lain?
Narasumber
bos
Iqbal
ini
Narasumber

: Permis ibu, maaf menganggu sebentar ,boleh kah kami mewawancarai ibu ?
: ya, silahkan dengan senang hati.
: Siapakah nama ibu ?
: Nama saya Ana
: sudah berapa lama ibu berdagang seperti ini ?
: sekitar 3 tahunan
: Lama jugaya bu ?
: Yaa lumayanlah
: pertama kali ibu membuka usaha ini apakah bekerja sendiri / apa dibantu oleh orang
: Jadi saya berdagang di sini ada bosnya .Maksudnya saya berdagang seperti ini disuruh
: Bagaimana awal nya ibu berdagang semacam makanan kecil dan minuman seperti pop ice
: awal nya saya berdagang disinihanya berjualan pop ice saja, tapi saya diminta bos untuk


berdagang makanan kecil lainya tidak hanya berdagang pop ice saja
Iqbal
: bu, kalau boleh saya tahu penghasilan perbulan / perharinya dari berdagang seperti ini
berapa ?
Narasumber : Kalau perbulan nya saya tidak tahu, karena setiap hari hasil dari berjualansaya stor
langsung ke bos .tapi klo perharinya 100-150 lahkira-kira ..
Iqbal
: sebelum nya saya minta maaf yah bu ,sudah menanyakan hal yg pribadi
Narasumber : iyaaa engga apa-apa
Iqbal
: Bagai mana awal mulai bu berdagang seperti ini ?
Narasumber : Awalnya saya berdagang disini hanya berjualan pop ice saja ,tapi saya diminta bos
Irvan
: Berapa modal yang ibu keluar kan pada awal ibu membukausaha berdagang sperti ini ?
Narasumber : Modal yang saya keluar kan untuk makanan kecil Rp.60.000,00,- kalau pop ice modal
yang di keluar kan langsung dari bos saya jadi saya kurang tau
Irvan
: Penghasilan yang ibu peroleh paling banyak dari berjualan kira-kira berapa ?
Narasumber : Kalau pop ice paling banyak sekitar Rp. 200. 000 tetepi kalau hasil dari makanan ringan
sekitar kurang lebih Rp. 100. 000.

Irvan
: kalaupenghasilan paling sedikitnyabu ?
Narasumber : hmm, paling sekitarRp. 100. 000 lah
Irvan
: Apa ibu pernah mengalami ada yang tidak bayar siswa atau siswi disekolah ini pada saat
membeli ?
Narasumber : Ada aja sih satu dua orang yang tidak bayar kalau lagi rame ,mungkin mereka lupa
membayar . tapi kadang mereka kembali lagi untuk membayarnya .
Rhenka
: Kalau misal kanada yang pura-pura lupa membayar gimana bu ?
Narasumber : yaa saya mah ikhlasi najamungkinitubukanrezekisayaJ
Rhenka
: Oh jadi begitu toh ,,.. oya ibu membuka warung di sini dari jam berapa ?
Narasumber : saya mulai berjualan dari jam setengah tujuh pagi ( 06.30 )
Rhenka
: Kalau tutupnya jam berapa ?
Narasumber : yaa kalau tutupnya sekitar jam 4 sore .
Iqbal
: Apa sebelumnya ibu pernah berpikir atau berkeinginan untuk berdagang yang lain selain
pop ice atau makanan ringan ?

Narasumber : yaa adasih keinginan untuk menambahmakanan lain seperti gorengan ,cemilan dan
sebagainya. tapi karna sudah banyak juga yang berjualan seperti itu makan yaudah saya tidak jadi
hheeee..
Rhenka
: sebelumya apa ibu sudah berkeluarga ?
Narasumber : iya ,saya sudah menikah
Rhenka
: sudah berapa lama ibu menikah ?
Narasumber : saya sudah menikah 2 tahun
Irvan
: oh … apa kah ibu sudah mempunyai momongan ?
Narasumber : sampe sekarang saya belum dikarunia anak .
Iqbal
: kalau ibu berdagang suami ibu kerja apa ?
Narasumber : suami saya bekerja dipasar senen sebagai pembuat topi
Rhenka
: kalau susah senang nya ibu jadi pedagang itu apa ?

Narasumber : senang nya liat anak sekolah pada jajanaja gitu, kalau susahnya pas lagi istirahat, itu kan
banyak yang mesen , jadi saya suka repot sendiri hheee

Irvan, iqbal dan Rhenka
: hmmp sebelumnya kami mohon maaf apa bila ada kata-kata yang
tidak mengenakan ibu pop ice .. wawancara kami selesai sampai disini
Narasumber
: iyaasama-samadee
Wawancara Dengan Pengusaha Warnet
Berikut ada wawancara saya dengan pengusaha warnet yang sedang membuka cabang. Dia merantau
dari kalimantan sejak tahun 2000 dan memulai usaha warnetnya dari tempat yang kecil, lalu dengan
perjuangannya tersebut dia berhasil sukses dengan telah membuka 3 warnet di tempat berbeda.

Saya : Assalamualaikum wr wb.
Mas Fadli : Walaikumsalam wr wb.
Saya : Sebelum tinggal di bogor, darimanakah asal mas Fadli?
Mas Fadli : Saya berasal dari Kalimantan.
Saya : Sejak kapan pindah dari Kalimantan?
Mas Fadli : Saya pindah sejak tahun 2000.
Saya : Apa alasan mas Fadli untuk membuka usaha warnet?
Mas Fadli : Alasan saya membuka usaha warnet karena zaman sekarang teknologi sudah maju maka
orang akan memerlukan internet untuk mengaksesnya.


Saya : Sebelum membuka cabang di Pura, di manakah mas Fadli membuka usaha warnet ini pertama
kali?
Mas Fadli : Saya pertama kali membuka usaha warnet ini di daerah Stasiun Bojonggede.
Saya : Apa alasan Mas Fadli membuka cabang di Pura?
Mas Fadli : Alasan saya membuka cabang di Pura karena di daerah ini banyak sekali masyarakat yang
tinggal, hal ini akan dapat menambah omset saya.
Saya : Saat mas Fadli akan menjalankan usaha warnet ini, pernah mas Fadli mengalami kerusakan atau
masalah di warnet ini?
Mas Fadli : Sering sekali saya menemukan salah satu komputer yang mengalami kerusakan, mulai dari
CPU terkena virus, CPU rusak, monitor yang sering mati, dan masih banyak lagi.
Saya : Dalam memulai usaha ini apakah mas Fadli mengalami kesulitan?
Mas Fadli : Iya memang, awalnya saya mengalami kesulitan.
Saya : Contohnya dalam hal apa?
Mas Fadli : Pada awalnya, saya membuka warnet ini masih jarang orang yang datang karena warnet ini
saya mulai dari toko yang cukup kecil.
Saya : Lalu dengan cara apa mas Fadli menarik minat orang untuk datang?
Mas Fadli : Saya menarik orang datang dengan menggunakan tarif yang lebih murah, memindahkan ke
tempat yang lebih luas, dan menambah jumlah komputer yang ada.
Saya : Tapi dengan hal tersebut, pasti mas Fadli membutuhkan lebih banyak dana?
Mas Fadli : Iya memang saya membutuhkan dana lebih, tetapi saya sudah menyimpan dana untuk

membangun warnet saya ini.
Saya : Setelah warnet ini sukses, apakah mas Fadli akan membuka cabang yang baru?
Mas Fadli : Iya mungkin nanti saya akan membuka cabang yang baru, tetapi saya belum mempunyai
lahan yang strategis untuk membuka warntet.
Saya : Mungkin hanya itu saja pertanyaan yang saya tanyakan sama mas Fadli. Terima kasih mas.

Mas Fadli : Sama-sama.

Sekian wawaancara saya dengan mas Fadli, semoga dapat menambah semangat kepada perantau agar
tidak menyerah dalam membuka sebuah usaha dari yang kecil.