Pertumbuhan dan daya serap nutrien dari

Jurnal Natur Indonesia 1I (1): 65 - 68 (1999)

PERTUMBUHAN DAN DAYA SERAP NUTRIEN DARI
MIKROALGAE Dunalilella tertiolecta YANG DIPELIHARA
PADA LIMBAH DOMESTIK
Oleh:
Aras Mulyadi
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau
Diterima : 7 Juni 1999

Disetujui : 21 Agustus 1999

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan mikroalgae
Dunaliella tertiolecta dan daya serapnya terhadap nutrien yang
dipelihara pada skala laboratorium dengan penambahan konsentrasi
limbah cair domestik berbeda: (0, 10, 20, 40%). Mikroalgae
dipelihara pada temperatur 28oC dengan sumber cahaya
menggunakan dua lampu neon masing-masing 40 watt, pengudaraan
menggunakan aerasi dengan 12 liter/menit dan kelimpahan awal
sebesar 103 sel/ml. Pada masa pemeliharaan selama 15 hari,

pertumbuhan Dunaliella tertiolecta terbaik terjadi pada konsentrasi
limbah domestik sebesar 40%. Populasi maksimal mikroalga
semakin menurun seiring dengan penurunan konsentrasi limbah
domestik dalam media kultur, masing-masing 8,15.103, 6,8.103,
5,9.103, 2,8.103 sel/l untuk konsentrasi limbah dalam media kultur
secara berurutan 40%, 20%, 10%, 0%. Daya serap Dunaliella
tertiolecta terhadap nutrien posfat, nitrat dan ammonium juga
terbaik dijumpai pada kadar limbah domestik sebesar 40% bila
dibandingkan dengan konsentrasi lebih rendah.
Kata kunci: Mikroalgae, pertumbuhan, nutrien

PENDAHULUAN
Limbah domestik merupakan
buangan berupa bahan-bahan sisa
dan tidak berguna dari berbagai
aktivitas rumah tangga. Berdasarkan wujudnya, bahan buangan ini
ada yang berbentuk bahan organik
maupun anorganik. Buangan wujud
anorganik terutama disusun oleh
senyawa-senyawa mineral. Limbah

ini pada gilirannya akan dapat
mempengaruhi kehidupan atau
ekosistem penerima limbah tersebut. Sebagian besar masyarakat kita
masih beranggapan bahwa lingkungan perairan merupakan tempat
pembuangan yang murah dan mudah. Akibatnya lingkungan perairan
merupakan penadah tersebar segala

bentuk limbah dibandingkan lingkungan lain.
Untuk menghindari terjadinya
gangguan terhadap lingkungan
penerima limbah tersebut, idealnya
limbah tersebut sebelum dibuang ke
alam bebas perlu dilakukan suatu
tingkat pengolahan. Salah satu aspek yang menjadi sasaran pengolahan terhadap limbah domestik
adalah mengurangi konsentrasi
senyawa-senyawa mineral yang
terkandung didalamnya. Tanpa adanya usaha ini, kelebihan kadar
senyawa mineral di perairan akan
menyebabkan terjadinya proses
eutrofikasi (penyuburan) penerima

limbah, yang pada gilirannya dapat
memacu pertumbuhan organisme

66

tertentu secara tidak terkendali di
lingkungan perairan.
Penanganan limbah dengan
kandungan mineral tinggi, lazim
dilakukan secara kimiawi dan biologis. Penanganan secara kimiawi
sering menimbulkan dampak yang
baru terhadap lingkungan. Keuntungan penanganan secara biologis,
disamping rendah dampak lanjut,
organisme yang digunakan sebagai
media bantu pengolahan limbah
dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Penanganan secara biologis untuk limbah dengan kandungan mineral tinggi, tepatnya
menggunakan organisme yang
mampu memanfaatkan senyawasenyawa mineral tersebut. Organisme dari kelompok vegetasi sering
digunakan dalam kegiatan ini, karena organisme flora dengan aktivitas

fotosintesa mampu mensintesa
bahan-bahan anorganik (mineral)
yang terkandung dalam limbah
menjadi senyawa organik atas
bantuan zat hijau daun (klorofil)
yang dimilikinya dan energi cahaya.
Vegetasi tingkat rendah terutama kelompok mikroalga lebih
dominan diangkat sebagai agen
pengolahan limbah mineral di
lingkungan perairan. Pemilihan
organisme renik ini dikarenakan
oleh sifat mineral yang terlarut di
dalam air dan karena sifat mikroalga ini sebagai pemanfaat mineral
yang mampu hidup di kolom air,
mulai dari permukaan hingga ke
batas daya tembus cahaya di badan
air tersebut.
Kenyataan di atas menjadi
dasar digunakannya mikroorganisme flora sebagai organisme pengolah, sering disebut sebagai filter
biologis, limbah antara lain buangan atau sisa dari aktivitas rumah

tangga. Untuk diversifikasi dan
memperkaya jenis organisme yang
dapat dijadikan sebagai pengolah

limbah domestik, maka bioassei
menggunakan mikroalga ini bertujuan untuk mengetahui daya serap
senyawa mineral nitrogen dan
posfor pada limbah domestik.
Dengan harapan, informasi awal ini
dapat dijadikan sebagai dasar
penggunaan organisme vegetal sebagai pengolah limbah secara biologis. Produksi biomassa mikroalga
pemanfaat mineral juga dapat dalam
berbagai bidang seperti sumber
pakan alami serta penghasil bahan
kimia berguna dan bernilai tinggi.
METODE
Studi bioassei ini dilakukan di
laboratorium menggunakan wadah
berukuran lima liter, media air laut,
sumber limbah dari buangan domestik kota Administratif Dumai

Riau, mikroalga jenis Dunaliella
tertiolecta (Chlorophycea). Empat
konsentrasi berbeda air limbah: 0,
10, 20, 40%, kelimpahan mikroalga sebesar 103 sel/ml dipergunakan
sebagai densitas awal eksperimen.
Inkubasi dilakukan pada temperatur
28oC dengan sumber cahaya menggunakan dua lampu neon masingmasing 40 watt dan pengudaraan
menggunakan aerasi dengan 12
liter/menit. Eksperimen dilakukan
selama 15 hari, dengan parameter
yang diamati adalah daya serap
mikroalga terhadap nitrogen (ammonium, nitrat) dan posfor (posfat)
serta pertumbuhan populasi mikroalga.
Kadar ammonium, nitrat dan
posfat dianalisis menurut metoda
Rodier (1988). Pertumbuhan mikroalga dianalisis melalui penghitungan sel merujuk metoda APHA
(1988) menggunakan haemacytometer Thoma.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecepatan serap


67

Penyerapan nitrat oleh Dunaliella tertiolecta berbeda pada masing-masing media sesuai konsentrasi limbah domestik (Tabel 1).
Daya serap rata-rata terbesar mikroalga ini terhadap kandungan
nitrat air limbah berada pada
konsentrasi limbah 40% (sebesar

0,465 mg/l per hari). Kecenderungan yang terjadi pada tingkat
konsentrasi limbah yang diperlakukan tergambar bahwa daya serap
mikroalga terhadap senyawa nitrat
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi limbah dalam
media hidupnya.

Tabel 1. Rata-rata serapan nitrat oleh Dunaliella tertiolecta selama penelitian.
Konsentrasi nitrat (mg/l)

Konsentrasi l
imbah
40 %
20 %

10 %
0%

1-3
1,667
0,941
0,482
0,054

3-5
1,266
0,765
0,349
0,037

5-7
1,109
0,597
0,297
0,048


Kecepatan
serap
terbesar
Dunaliella tertiolecta terhadap
ammonium masih dijumpai pada
konsentrasi terbesar dari limbah dalam media hidupnya (Tabel 2).
Kecepatan serap ini berkisar antara
0,064 mg/l dan 0,256 mg/l. Pada
media dengan konsentrasi limbah
terendah (10%) dan tanpa penam-

Hari
7-9
0,948
0,356
0,232
0,052

9 - 11

0,748
0,316
0,197
0,022

11-13
0,406
0,217
0,120
*

13-15
0,370
0,176
*
*

Ratarata
0,465
0,264

0,139
0,021

bahan limbah menunjukkan nilai
yang relatif sama.
Ketersediaan nitrat dalam media akan mempengaruhi kecepatan
serap ammonium oleh Dunaliella
tertiolecta. Ini terlihat bahwa pemanfaatan ammonium meningkat
seiring dengan semakin berkurangnya kandungan nitrat dalam media
hidupnya.

Tabel 2. Rata-rata serapan ammonium oleh Dunaliella tertiolecta selama
penelitian.
Konsentrasi
limbah
40 %
20 %
10 %
0%

1-3
0,098
0,064
0,150
0,023

3-5
0,064
0,089
0,103
0,089

Konsentrasi ammonium (mg/l)
Hari
5-7
7-9
9 - 11
0,224
0,191
0,133
0,111
0,082
0,111
0,031
0,077
0,086
0,120
0,063
0,117

11-13
0,224
0,212
0,057
*

13-15
0,256
0,302
*
*

Ratarata
0,085
0,069
0,045
0,041

Tidak jauh berbeda dengan
Kecepatan serap alga hijau ini
dua senyawa nitrogen tersebut di
bervariasi antara 0,005 - 0,117 mg/l.
atas, Dunaliella tertiolecta juga
memperlihatkan kecenderungan peningkatan daya serapnya terhadap
senyawa posfat seiring dengan
peningkatan konsentrasi limbah
dalam media hidupnya (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-rata serapan posfat oleh Dunaliella tertiolecta selama penelitian.
Konsentrasi
limbah

1-3

3-5

Konsentrasi posfat (mg/l)
Hari
5-7
7-9
9 - 11

11-13

13-15

Ratarata

68
40 %
20 %
10 %
0%

0,238
0,256
0,198
0,013

0,153
0,211
0,097
0,012

0,458
0,104
0,076
0,011

KESIMPULAN
Dunalilella tertiolecta dapat
berperan sebagai biofilter dengan
memanfaatkan nutrien yang berasal
dari limbah domestik untuk pertumbuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Alaert G dan S.S Santika. 1984.
Metoda Penelitian Air. Usaha
Nasional Surabaya. 289 hal.
Boney A.D. 1975. Phytoplankton.
Edward Alnold Pub. Ltd. London. 116 p.
Davis C.G. 1955. The Marine and
Freshwater Plankton. Michigan State University Press.
Michigan. 562 p.
Edison E. 1994. Hubungan Kandungan Nitrat dan Fosfat dengan
Kelimpahan Fitoplankton di
Danau Bukit Suligi Desa Dayo
Kecamatan Tandun, Kabupaten Kampar. Skripsi Sarjana
pada Fakultas Perikanan Universitas Riau Pekanbaru. 64
hal.
Endrianto Y. 1995. Hubungan Antara Nitrat dan Fosfat dengan
Kandungan Klorofil Fitoplankton di Danau Gobah Kecamatan Kampar, Kabupaten
Kampar. Skripsi Sarjana pada
Fakultas Perikanan Universitas Riau Pekanbaru. 64 hal.
Mulyadi A. 1996. Teknik Kultur
Mikroalga untuk Keperluan
Pembenihan Sumberdaya Perikanan. Makalah pada Simposium Budidaya Perikanan Laut

0,346
0,121
0,029
0,008

0,267
0,107
0,029
0,012

0,096
0,062
0,029
*

0,031
0,010
*
*

0,117
0,067
0,035
0,005

Propinsi Riau. 27 Agus-tus
1996 di Pekanbaru.
Priyadi B. Penyerapan Nitrat, Amonium dan Fosfat dalam Air
Buangan Tambak oleh Chlorella variegatus. Skripsi Sarjana pada Fakultas Perikanan
Universitas Riau Pekanbaru.
52 hal.